• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses ini mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, pembukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung (Winkel dan Hastuti, 2004).

Konseling kelompok merupakan pengalaman edukatif yang di dalamnya para siswa bekerjasama untuk mengeksplorasi gagasan, sikap, perasaan, dan perilaku yang berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan di sekolah.

Proses konseling kelompok berjalan dengan cara setiap anggota mengungkapkan diri, mendengarkan secara cermat, dan memberikan masukan satu sama lain. Pokok permasalahan yang dibahas sering kali mirip dengan aktivitas edukatif yang lain, misalnya aktivitas perwalian atau bimbingan kelompok. Perbedaannya adalah konseling kelompok lebih menekankan pengalaman personal secara mendalam.

2. Tujuan Konseling Kelompok

Pada literatur profesional mengenai konseling kelompok, sebagaimana tampak dalam karya Erle M. Ohlsen (1977), Don C. Dinkmeyer dan James J. Muro (1979), serta Gerald Correy (1981)

(Dalam Winkel & Sri Hastuti, 2004), dapat ditemukan sejumlah tujuan umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok sebagai berikut:

a. Masing-masing konseli memahami dirinya dengan lebih baik dan menemukan dirinya sendiri.

b. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan mereka.

c. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri.

d. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain.

3. Manfaat Konseling kelompok

Menurut Winkel dan Hastuti (2004), bagi siswa dan mahasiswa, konseling kelompok dapat bermanfaat sekali karena melalui interaksi dengan semua anggota kelompok mereka memenuhi beberapa kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya dan diterima oleh mereka; kebutuhan untuk bertukar pikiran dan perasaan; kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan; dan kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta lebih mandiri. Pada suasana konseling kelompok mereka mungkin merasa lebih mudah membicarakan persoalan mendesak yang mereka

hadapi daripada dalam konseling individual; lebih rela menerima sumbangan pikiran dari seseorang rekan konseli atau dari konselor yang memimpin kelompok daripada mereka berbicara dalam konseling individual; lebih bersedia membuka isi hatinya bila menyaksikan bahwa rekannya tidak malu-malu untuk berbicara jujur dan terbuka.

4.Jenis-jenis Pendekatan dalam Konseling Kelompok

Konseling kelompok mencakup tiga jenis pendekatan, yaitu: a. Crisis-centered (berpusat pada krisis)

Crisis-centered memusatkan perhatian pada permasalahan-permasalahan yang mendesak. Crisis-centered berusaha menanggapi peristiwa atau situasi yang harus diselesaikan dengan segera. Crisis-centered terbentuk sebagai akibat dari situasi atau peristiwa yang kritis. Seandainya kelompok sudah bertemu dan sudah berhasil membangun relasi yang dekat, situasi krisis bisa dengan mudah diproses dalam konteks kelompok problem-centered atau growth-centered.

Kemungkinan kasus yang bisa ditangani melalui crisis-centered sangat luas. Misalnya konflik antar kelompok siswa, konflik dalam kelompok ekstrakurikuler, konflik karena perbedaan suku, dan lain sebagainya. Termasuk di sini adalah krisis akademik.

b. Problem-centered (berpusat pada masalah)

Kelompok konseling problem-centerd juga memusatkan perhatian pada permasalahan yang dialami para siswa. Namun

demikian, sifat permasalahan yang dihadapi biasanya tidak sampai menimbulkan krisis. Permasalahan yang dialami tidak sampai melibatkan derajat emosi tinggi seperti halnya dalam crisis-centered. Konseling kelompok problem-centered sering kali merupakan kelanjutan dari crisis-centered.

Konseling kelompok problem-centered juga biasa digunakan untuk mendiskusikan permasalahan dalam kaitan dengan tindakan preventif. Tujuan konseling problem-centered secara umum adalah menangani keprihatinan atau situasi yang membuat para siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang. Permasalahan tersebut dirasa mengganggu siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, misalnya peningkatan nilai akademis; memecahkan kesulitan relasi dengan guru atau teman; memilih karier; menangani stress; menjalin relasi yang baik dengan orang tua; menghadapi tekanan dari teman; menghindari penyalahgunaan dari obat terlarang dan alkohol. Dalam konseling kelompok problem-centered konfrontasi dan pertanyaan untuk memperjelas situasi menjadi sangat penting.

c. Growth-centered (berpusat pada perkembangan)

Growth-centered berpusat pada perkembangan personal dan sosial para siswa. Alasan pembentukan growth-centered bukan semata-mata karena sebuah krisis atau permasalahan khusus. Kelompok bisa menggunakan kesempatan untuk belajar mengenai diri mereka secara lebih mendalam, belajar mengembangkan sikap

assertive, dan lain sebagainya. Konseling kelompok growth-centered didesain untuk semua siswa dengan memperhatikan kebutuhan dan minat umum orang muda dalam berbagai tahap perkembangan hidup.

Growth-centered berusaha memberikan kesempatan bagi para siswa untuk saling berbicara mengenai keprihatinan khusus yang berkaitan dengan perkembangan pribadi mereka. Dengan demikian, para siswa tidak perlu menunggu sampai permasalahan perkembangan muncul. Topik yang sering kali dibahas antara lain adalah: menerima tanggung jawab, mengubah perilaku yang tidak efektif, belajar berkomunikasi secara efektif, menentukan tujuan bersama, dan belajar problem solving.

5.Tahap-tahap Konseling Kelompok

Tahap-tahap konseling kelompok terdiri dari: a. Membangun keterlibatan

Maksud dasar membangun keterlibatan adalah membantu setiap anggota untuk menjelaskan alasan mereka bergabung di dalam kelompok, membantu supaya anggota kelompok saling mengenal lebih dekat, dan menciptakan suasana saling percaya dan diterima. b. Transisi

Kelompok mulai berpikir bagaimana gagasan dan perasaan secara mendalam. Pada tahap transisi kerangka dan pemahaman perilaku mulai muncul. Peran konselor adalah membantu

memperhatikan resistansi diri yang mungkin muncul; menangani berbagai sikap mempertahankan diri dan kecemasan; dan mendorong supaya setiap anggota sungguh-sungguh saling memperhatikan. Apabila proses berjalan dengan efektif, kelompok akan semakin mengalami kedekatan dan rasa sense of belonging.

c. Tahap bekerja

Kelompok mulai lebih memahami bagaimana jalannya konseling dan aturan kelompok. Mereka semakin merasakan adanya keyakinan dan kemantaban dalam kelompok. Dorongan untuk memberikan dan menerima masukan semakin mendalam. Mereka sungguh belajar satu sama lain. Mereka menyingkap berbagai jalan untuk mengambil tindakan bertanggung jawab atas permasalahan dan proses perkembangan yang dijalani. Perhatian dan dukungan dari setiap anggota adalah sangat penting. Ini adalah proses yang sangat mendalam sebab pada saat inilah kelompok sungguh belajar mengenai diri mereka sendiri dan mengenai orang lain. Tahap ini merupakan tahap yang sangat kaya dengan proses-proses emosi. d. Pengakhiran

Setiap anggota berpikir dan menemukan bagaimana menerapkan apa yang sudah dipelajari di dalam proses konseling. Mereka perlu dibantu untuk mengintegrasikan pokok-pokok kesadaran yang penting. Mereka perlu diberi peneguhan. Dukungan dan komitmen kelompok ditekankan kembali. Mereka saling memberikan apresiasi.

6.Aturan utama konseling kelompok

Aturan dan kesepakatan diperlukan untuk membantu kelancaran dan efektivitas proses konseling kelompok. Aturan dan kesepakatan biasanya mencakup:

a. Satu orang berbicara, satu orang mendengarkan. b. Dimungkinkan untuk lewat jika belum siap.

c. Apa yang diceritakan dalam kelompok adalah sesuatu yang bersigat pribadi-hargai, hormati, jaga rahasia.

d. Angkat tangan apabila ingin bicara.

e. Mendengarkan dengan cermat dan penuh perhatian sehingga bisa meningat apa yang sudah dibicarakan.

f. Tetap duduk di dalam kelompok.

g. Hindarkan hal-hal yang bisa mengganggu proses konseling: HP dimatikan.

27

Dokumen terkait