Pangan Model Padat
Percobaan 6. Analisa Kebocoran Sel
B. KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATAN BAKTERI (MIC)
Dalam penelitian ini digunakan 5 jenis bakteri yang mewakili kelom-poknya masing-masing yaitu S. aureus mewakili bakteri patogen penghasil toksin, Gram positif, B. subtilis mewakili bakteri pembentuk spora Gram positif, E. coli mewakili bakteri patogen Gram negatif, P. fluorescens mewakili bakteri pembusuk, Gram negatif, dan L. plantarum mewakili bakteri pembusuk Gram positif. Penentuan MIC dari lima kelompok bakteri ini tujuannya adalah untuk menentukan dan membandingkan nilai MIC dari masing-masing bakteri dan nilai MIC ini akan digunakan sebagai standar untuk penentuan dosis pada penelitian tahap berikutnya.
MIC ditentukan menurut Kubo (1992) yaitu didefinisikan sebagai konsen-trasi terendah dari ektsrak etil asetat biji atung yang menyebabkan tidak tumbuhnya bakteri setelah diinkubasi selama 24 jam. Bakteri uji ditumbuhkan pada media cair nutrient broth (NB), kecuali L. plantarum ditumbuhkan pada media MRS, diinkubasi pada suhu 370C dan suhu 300C untuk P. fluorescens dengan cara digoyang dengan kecepatan goyangan 150 rpm. Penentuan MIC ditentukan dengan cara menumbuhkannya pada media agar, dinyatakan dengan tumbuh atau tidak tumbuh dan dengan menggunakan metode kekeruhan (turbidity) menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Hasil pengukuran absorbansi dengan metode kekeruhan diamati pada panjang gelombang (λ) 660 nm menggunakan spektrofotometer, sebagai blanko dipakai media nutrient broth ditambah ekstrak susuai dengan perlakuan. Data pertumbuhan untuk penentuan MIC disajikan pada Lampiran 2 s/d 10. Data absorbansi yang diperoleh menunjukkan hasil yang tidak akurat oleh karena itu tidak dapat digunakan untuk penentuan nilai MIC. Hal ini juga dinyatakan oleh Murhadi (2001). Ketidak akuratan disebabkan karena ekstrak etil asetat tidak larut dalam medium cair NB yang menggunakan air sebagai pelarut. Data pengukuran nilai MIC menggunakan metoda hitungan cawan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi minimum penghambatan ( MIC) ekstrakbiji atung terhadap 5 jenis bakteri uji
Jenis Bakteri MIC ( % v/v ) MIC ( mg/ml)
S. aureus 0,3 3,20
B. subtilis 0,5 5,34
E. coli 0,5 5,34
P. flourescens 0,3 3,20
L. plantarum > 2,5 >26,70
1. S. aureus dan P. fluorescens
Konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk penentuan nilai MIC bakteri S. aureus dan P. fluorescens adalah lebih kecil dari 0,7 % yaitu 0, 0.4, 0.45 , 0.5, 0.55 dan 0.6 % (v/v), penentuan konsentrasi ini didasarkan dari nilai MIC hasil penelitian terdahulu dari Moniharapon (1998) dan Adawiyah (1998).
Hasil pengujian tumbuh atau tidak tumbuh pada media agar, baik S. aureus (Lampiran 2) maupun P. fluorescens (Lampiran 4) ternyata semua perlakuan tidak menunjukkan pertumbuhan. Kemudian konsentrasi ekstrak diturunkan dari 0,4 % yaitu 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.35 dan 0.4 % untuk S. aureus dan P. fluorescens. Pada Lampiran 3 dan Lampiran 5, diperoleh nilai MIC S. aureus 0,3 % (v/v) dan nilai MIC P. fluorescens juga 0,3 % (v/v) yaitu batas konsentrasi yang terendah yang menyebabkan tidak tumbuhnya S. aureus dan P. fluorescens setelah inkubasi 24 jam dengan ekstrak etil asetat biji atung..
Hasil penelitian Moniharapon (1998) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat biji atung memiliki nilai MIC 0,75 % (v/v) untuk S. aureus dan 0,7 % (v/v) untuk P. aeruginosa, hasil penelitian Adawiyah (1998) nilai MIC P. aeruginosa 4,5 % (v/v). Nilai MIC hasil penelitian Moniharapon (1998) dan Adawiyah (1998) ini lebih tinggi dari nilai MIC S. aureus dan P. fluorescens dari hasil penelitian ini yaitu 0,3% (v/v). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kepekatan dari ekstrak yang digunakan. Pada penelitian Moniharapon (1998) berat jenis ekstrak yang digunakan adalah 1,0 g/ml, pada penelitian Adawiyah (1998) kepekatan ekstrak 0,9876 g/ ml dalam penelitian ini ekstrak dipekatkan sampai berat ekstrak relatif konstan yaitu 1,0682 g/ml
Pada umumnya senyawa antimikroba yang berasal dari bumbu bersifat lebih sensitif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan bakteri Gram negatif (Nychas, 1995). Dari hasil penelitian aktifitas penghambatan S. aureus dan P. fluorescens adalah sama, hasil ini tidak jauh berbeda dari yang dihasilkan oleh Moniharapon (1998) terhadap bakteri S. aureus dan P. aeruginosa yang mem-punyai nilai MIC yang hampir sama (0,75 % dan 0,7 % berturut-turut). Menurut Kubo et al (1995) dan Nychas (1995) sangat sedikit senyawa fitokimia yang berpotensi menghambat bakteri Gram negatif. Ekstrak tanaman yang mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram negatif adalah destilat dari ekstrak heksan daun Ilex paraguayensis (Kubo et al., 1993), komponen flavor dari minyak zaitun/Olea europaea L (Kubo et al., 1995), destilat daun Perilla frustescens (Kang et al, 1992), ekstrak metanol dan fraksi etil asetat dari daun teh hijau Jepang (Sakanaka et al, 1989).
2. E. coli
Keragaman laju penghambatan diantara Gram negatif juga ditemukan oleh Nychas, (1995). E. coli relatif lebih tahan terhadap ekstrak etil asetat biji atung dibandingkan P. fluorescens yang sama-sama bakteri Gram negatif. E. coli. mempunyai nilai MIC 0,5 % (v/v) (Lampiran 10) lebih besar dari nilai MIC P. fluorescens yaitu 0,3 % (v/v). Pada penelitian Murhadi (2002) nilai MIC E. coli 3,35 mg/ml lebih rendah aktivitasnya dari nilai MIC P. fluorescens 3,95 mg/ml, hal ini dapat disebabkan karena Murhadi (2002) menggunakan ekstrak yang berbeda yaitu ekstrak metanol biji atung sehingga bahan yang terlarut di dalam ekstrak berbeda. Ketahanan E. coli dibandingkan dari bakteri lain juga ditemukan pada banyak antibiotik seperti makrolides, novobiosin, rifampisin, lincomisin, clindamisin dan asam fusidat (Nikaido dan Vaara, 1985).
Menurut Nikaido dan Vaara (1985) E. coli tergolong bakteri enterik, Gram negatif, bakteri golongan enterik ini mempunyai membran luar yang sangat efektif dalam mempertahankan diri dibandingkan dari bakteri Gram negatif lainnya. Ketahanan E. coli menurut Nikaido dan Vaara (1985), disebabkan oleh karena E. coli termasuk bakteri enterik yang permukaan luarnya mempunyai rantai polisakarida dari lipopolisakarida (LPS) yang bersifat hidrofilik, selain itu
ketahanannya juga disebabkan oleh polisakarida asam yang terdapat pada kapsul yang ditemukan dalam jumlah nyata. Dan semua protein utama yang terdapat pada membran luar sel dari E. coli adalah protein asam. Polisakarida asam pada bakteri enterik ditemukan dalam bentuk asam colanat (antigen M) yang disusun dari glukosa, galaktosa, frukosa dan asam glukoronat. Asam ini dibuat pada keadaan lingkungan tidak mendukung pertumbuhan terutama jika bakteri keluar dari saluran pencernaan.
Ketahanan bakteri enterik terhadap ekstrak etil asetat biji atung yang lebih besar dibandingkan dari bakteri Gram negatif lain juga ditemukan oleh Moniharapon (1998) dan Adawiyah (1998). Dari hasil penelitian Moniharapon (1998) Salmonella typhimurium yaitu bakteri enterik Gram negatif lebih tahan terhadap ekstrak etil asetat biji atung (MIC =0,75 mg/ml) dibandingkan P. aeruginosa (MIC=0,70 mg/ml). Hasil yang sama juga ditemukan oleh Adawiyah (1998) dimana S. typhimurium mempunyai nilai MIC=6,0 mg/ml lebih besar dari nilai MIC P. aeruginosa yaitu 4,5 mg/ml.
3. L. plantarum
Pertumbuhan bakteri L. plantarum di dalam medium yang mengandung ekstrak etil asetat biji atung sampai konsentrasi 2,5 % atau penambahan ekstrak 36,7 mg/ml (Lampiran 6,7,8) masih terjadi pertumbuhan. Hasil ini sejalan dengan hasil uji difusi sumur dimana bakteri menunjukkan diameter zona penghambatan yang sangat kecil (8 mm). Diameter zona hambat yang sangat kecil dan tidak tumbuhnya L. plantarum sampai konsentrasi 2,5 % menunjukkan bahwa L. plantarum resisten terhadap ekstrak etil asetat biji atung, hal ini menguntungkan karena L. plantarum merupakan salah satu bakteri asam laktat yang bermanfaat, baik dalam proses fermentasi maupun sebagai bahan pengawet alami. Bahan aktif senyawa antimikroba ekstrak etil asetat biji atung adalah fenolik (Adawiyah, 1998 ), dan minyak atsiri (Murhadi, 2002). Aktivitas antimikroba sebagian besar minyak atsiri juga merupakan kontribusi senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang bersifat bakterisidal terhadap L. plantarum adalah oleuropein aglikon dan asam elenolat dari zaitun (Federici dan Bongi, 1983 di dalam Nychas, 1995).
L. plantarum termasuk bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram positif terdiri dari bermacam-macam jenis peptidoglikan. Jenis peptidoglikan yang dominan dari genus Lactobacillus adalah jenis Lys-D-Asp (Pot, et al, 1994). Bakteri Gram positif selain mengandung peptidoglikan juga mengandung asam teikoat. Menurut Volk dan Wheeler (1988) semua bakteri Gram positif mengandung asam teikoat tipe gliserol yang terikat pada membran yang disebut dengan asam lipoteikoat, tetapi tidak semua bakteri Gram positif mempunyai asam teikoat yang terikat pada peptidoglikan. Asam lipoteikoat mempunyai rantai gliserol fosfat yang panjang, bersifat polar berikatan pada sejumlah kecil glikolipid bersifat hidrofobik. Pada beberapa organisme, asam lipoteikoat muncul pada permukaan dinding sel. L. plantarum mempunyai asam lipoteikoat yang muncul pada permukaan dinding sel . Diperkirakan ketahanan bakteri L. plantarum terhadap ekstrak etil asetat biji atung disebabkan karena sifat polar dari asam lipoteikoat dan asam teikoat yang terdapat pada dinding sel yang tidak dapat ditembus oleh senyawa ekstrak etil asetat yang lebih bersifat semi polar menuju nonpolar.
4. B. subtilis
Pada Lampiran 9, dapat dilihat pertumbuhan bakteri B. subtilis di dalam media NB yang mengandung ektrak etil asetat biji atung pada konsentrasi 0, 0.45, 0.5, 0.55 dan 0.6 % (v/v) selama 24 jam. Sampai konsentrasi 0,6 % mikroba masih tumbuh akan tetapi jumlah mikroba yang tumbuh dari konsentrasi 0,55 dan 0,6 % sudah dikatakan tidak berubah yaitu 101 sel/ml. Dengan demikian nilai MIC B. subtilis adalah 0,5 %. Hal ini disebabkan karena spora yang dihasilkan oleh B. subtilis, yang memperlihatkan resistensi. B. subtilis adalah bakteri pembentuk spora (endospora), endospora adalah bentuk dorman dari sel yang mempunyai korteks yang tebal yang tahan terhadap beberapa perlakuan seperti panas, UV dan bahan kimia (Foster, 1994).
Bila dibandingkan nilai MIC ke 5 jenis bakteri yang diuji dengan metoda difusi sumur hasilnya tidak jauh berbeda, yang agak berbeda adalah P. fluorescens, dimana nilai MIC P. fluorescens sama dengan nilai MIC S. aureus, sementara pada uji difusi sumur P. fluorescens paling sensitif. Dari ke lima jenis
bakteri tersebut terhadap ekstrak etil asetat biji atung bakteri S. aureus dan P. fluorescens paling sensitif dengan ketahanan yang sama, diikuti oleh E. coli dan P. fluorescens dan bakteri paling tahan adalah L. plantarum .
C. POLA INAKTIVASI BAKTERI S. aureus DAN P. fluorescens