• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.6. Landasan Teori

1.6.1. Konsep adaptasi

Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa sangat penting bagi seorang komposer untuk memahami aspek-aspek keilmuan (baik Timur maupun Barat) lainnya yang akan menunjang proses dan hasil sebuah karya musik. Dengan demikian maka sangat pentinglah bagi seorang komposer yang berlatar belakang musik tradisional—yang menggunakan instrumen musik Barat—untuk memahami elemen, struktur, teknik-teknik instrumentasi dan orkestrasi instrumen musik Barat dalam komposisinya.

Adaptasi(Ing.: Adaptation) secara umum berarti menyesuaikan dengan

kebutuhan atau tuntutan baru. Atau dapat pula berarti usaha mencari keseimbangan kembali kekeadaan normal. Menurut ilmu faal khususnya tentang organ sensoris, dalam sehari-hari tubuh manusia terus-menerus melakukan adaptasi terhadap lingkungan (perubahan) sekitarnya. Ini berarti bahwa organ tubuh selalu berubah-ubah tergantung dari ada tidaknya atau kuat lemahnya suatu

rangsangan21

Menurut H. Helson (1974), individu setelah berulang-ulang mempersepsikan suatu obyek, akhirnya ia akan dapat menetapkan apakah obyek

.

20

Ibid. hal. 301

21

tersebut berat atau ringan, baik atau buruk, dst. Persepsi ini didasarkan atas patokan tertentu yang disusun oleh individu berdasarkan pengalaman masa lalu

atau mendasarkan diri pada situasi.22

Istilah adaptasi dalam sastra disebut saduran. Tetapi adaptasi juga dapat berupa peringkasan. Adaptasi dapat pula berupa parafrasa dari bentuk puisi ke bentuk prosa. Kadang-kadang adaptasi dapat berupa pemindahan dari suatu bentuk seni ke bentuk seni lainnya seperti dari roman ke drama, atau opera balet. Ada kemungkinan sebuah adaptasi lebih bagus dari aslinya seperti yang

dibuktikan oleh adaptasi R.O Winstedt dari pantun-pantun Melayu23

Kata adaptasi berasal dari bahasa Latin adaptare yang berarti

menyesuaikan kepada, mencocokkan diri. Proses penyesuaian diri oraganisme

terhadap lingkungannya

.

24

1. Adaptasi Morfologis

, mencakup tiga jenis, yaitu:

Suatu jenis adaptasi yang menyangkut perubahan bentuk struktur tubuh yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Misalnya: ikan bergerak dengan sirip, karena alat gerak yang cocok untuk hidup di perairan adalah sirip, sedangkan hewan yang hidup di darat bergerak dengan kaki-kakinya. Pada golongan tumbuhan yang hidup di rawa pantai, memiliki buah/biji yang sudah berakar sebelum jatuh ke lumpur pantai agar dapat terus tumbuh di lingkungan

tersebut, seperti golongan Rhizophora (tumbuhan bakau).

22 Ibid. Hal. 76. 23 Ibid. Hal. 76. 24

Suroso AY, Anna P, dan Kardiawarman, 2003. Ensklopedi Sains dan Kehidupan. Jakarta: Tarity Samudra Berlian.

2. Adaptasi Fisiologis

Suatu jenis adaptasi menyangkut perubahan kerja faal organ tubuh yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Misalnya, golongan Amphibia semasa larva yang hidup di air bernafas dengan insang, sedangkan setelah dewasa hidup di darat bernapas dengan paru-paru. Paru-paru mengandung atau terdiri dari jutaan gelembung udara (alveoli), guna menampung oksigen yang dihisap dari udara luar lewat saluran pernapasan. Alveoli yang berselaput tipis ini mengandung kapiler darah, lalu oksegen diikat oleh hemoglobin (Hb) darah: Hb + O2 HbO2 untuk diangkat keseluruh jaringan yang hidup.

Pada tanaman eceng gondok memiliki tangkai daun yang menggelembung berisi rongga udara untuk melancarkan penguapan di samping sebagai alat pengapung di air.

3. Adaptasi Perilaku

Suatu jenis penyesuaian diri pada makhluk hidup yang ditunjukkan oleh perilakunya disebabkan oleh faktor lingkungan. Contohnya, perubahan warna tubuh bunglon terhadap warna lingkungan di mana ia berada; bunglon berwarna hijau jika berada di daun-daunan, dan ia berwarna hitam keabu-abuan jika berada di tanah. Contoh lainnya, lumba-lumba memiliki kebiasaan meloncat-loncat di atas permukaan air untuk menghirup udara, karena ia bernafas menggunakan paru-paru.

Sebelum menguraikan beberapa konsep adaptasi, penulis akan mengetengahkan sebuah kutipan berikut:

Pelestarian seni tradisi tidak mempunyai keharusan untuk mempertahankan seperti semula. Inilah kesempatan bagi seniman untuk berkreasi mengembangkan seni tradisi. Suatu bagian dari seni tradisi yang dirasa tidak lagi memenuhi selera (keinginan seniman) masa kini dapat dirubah (bukan berarti merombak). Dalam seni musik terdapat beberapa elemen yang dapat memberikan suatu kekhasan seni tradisi. Elemen tersebut dapat berupa ritme, unsur waktu, melodi, harmoni, warna suara(timbre), struktur, tekstur, dan ekspresi (Singgih Sanjaya). Perubahan dengan tujuan mengembangkan dapat dilakukan pada masing-masing elemen musik tersebut. Perubahan-perubahan tersebut bertujuan untuk mencari dan mencapai tahap mantap menurut tata nilai yang berlaku pada periode-periode zaman tertentu. inilah bukti bahwa seni itu hidup dan berkembang.

Jika seni tradisi diharuskan untuk kembali kehabitatnya ia akan lemah. Ia semakin tidak mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman dan bersaing dengan seni tradisi lain. Ruang hidupnya semakin sempit,

geraknya terbatas, dan akhirnya kerdil walaupun tetap bertahan hidup.25

...”karena perjuangan ini, varietas-varietas, biarpun sedikit dan berasal dari pendahulunya, akan cenderung melakukan pelestarian individu, jika dalam hubungannya dengan makhluk organik lainnya dan dengan kondisi fisik kehidupan memang menguntungkan bagi individu spesies, entah seberapa, dan umumnya diwarisi oleh keturunannya”.

David Kaplan (2002:112) mengartikan adaptasi sebagai proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Dapat dipahami bahwa adaptasi di sini merupakan suatu proses penghubung.

Dalam glosariumdari buku The Origin of Species karangan Charles

Darwin terdapat kata adaptasi yang diartikan sebagai: sifat makhluk hidup untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan (biotis dan fisik). Darwin menjelaskan,melalui adaptasi sebuah varietas berubah menjadi spesies yang lebih baik. Penyesuaian diri merupakan sebuah usaha atau perjuangan. Darwin menuliskan:

26

25

Erizon Koto, 2004. “Menyoal Esai Yang Minim....” Jamaluddin Sharief: Tanggapan Atas Esai 29 agustus 2004. Harian Padang Ekspres, Minggu,12 September 2004.

26

Periksa,Charles Darwin(1958). The Origin of Species. Terjemahan F Susilohardo dan Basuki Hernowo (2002), Bab III.

Penulis menyimpulkan bahwa konsep adaptasi adalah sifat makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga menguntungkan bagi kelangsungan hidupnya. Dengan demikian sebuah penyesuaian diri yang berakibat merugikan tidak termasuk dalam konsep adaptasi.

Forde dalam Poerwanto (2000:166) melihat bahwa pada hakikatnya hubungan antara kegiatan manusia dengan lingkungan alamnya dijembatani oleh

pola-pola kebudayaan yang dimiliki oleh manusia27. Selanjutnya Tax dalam

Poerwanto (2000:166) mengatakan, bahwa melalui kebudayaan yang dimilikinya, manusia mampu mengadaptasikan dirinya dengan lingkungannya sehingga ia

tetap mampu melangsungkan kehidupannya28

Menurut Kaplan (2002:82), suatu institusi atau kegiatan budaya dikatakan fungsional manakala memberikan andil bagi adaptasi atau penyesuaian sistem

.

Penulis menyimpulkan bahwa dengan pola kebudayaan yang dimilkinya, manusia beradaptasi dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Dengan demikian baik secara biologis maupun sosial-budaya, manusia (makhluk hidup) harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan tujuan untuk bisa bertahan dan berkembang.

Berikut ini kita lihat peran sebuah institusi dalam mengakomodir proses adaptasi. Peran institusi tersebut berhubungan dengan sifat fungsional dan disfungsional.

27

Hadi Poerwanto, 2000. Kebudayaan dan Lingkungan: dalam Perspektif Antropologi.

28

tertentu, dan disfungsional apabila melemahkan adaptasi29

Selain beradaptasi dengan lingkungan luar, sebuah kebudayaan juga harus tetap mempertimbangkan keberadaan pendukungnya. Poerwanto (2000:166) menjelaskan, kebudayaan yang menopang dan mengatur keberadaan suatu masyarakat, dituntut untuk menempatkan diri dalam kondisi dinamis. Selanjutnya Poerwanto menegaskan, bahwa kebudayaan juga harus mampu bersifat adaptif dengan cara melakukan penyesuaian diri (adaptasi) terhadap lingkungan biogeofisik maupun lingkungan sosial-budaya pendukungnya

. Jadi, sebuah institusi dikatakan fungsional apabila institusi tersebut mendorong atau memberikan peluang untuk sebuah adaptasi atau penyesuaian terhadap sistem tertentu.

30

Kaplan juga menjelaskan bahwa antropolog melihat suatu budaya yang sedang bekerja, dan menganggap bahwa warga budaya itu telah melakukan semacam adaptasi terhadap lingkungannya secara berhasil baik. Seandainya tidak demikian, budaya itu niscaya sudah lenyap, dan kalaupun ada peninggalannya itu hanya akan berupa kenangan arkeologis tentang kegagalan budaya itu beradaptasi. Artinnya kegagalannya untuk lestari sebagai sebentuk budaya yang hidup.

.

31

... ”lingkungan” yang muncul dalam pemikiran ekolog-budaya adalah selalu lingkungan yang telah mengalami modifikasi kultural...rumusan itu menyiratkan sebuah elemen sirkularitas yang tak terelakkan:

lingkungan budaya, atau budaya lingkungan. Alasannya,

interaksi antara habitat alami dengan sistem budaya niscaya melibatkan suatu saling pengaruh di antara elemen-elemen; dalam peristilahan modern

disebut “balikan” (feedback) atau “kausalitas timbal balik” (ceciprocal

causality). Akan tetapi mengakui adanya kausalitas timbal balik tidaklah sama dengan mengatakan bahwa semua unsur dalam sistem itu memiliki Selanjutanya tentang konsep adaptasi, Kaplan mengatakan bahwa:

29

David Kaplan. 2002. Teori Budaya.hal.82.

30

Op. cit.hal.166.

31

dampak kausal yang sama. Manakala kita periksa saling hubungan antara sistem budaya dengan lingkungannya dari masa ke masa, tampak jelas bahwa hal yang menghambat atau mengendala suatu teknologi yang sederhana ternyata sering ditanggulangi atau malah diubah menjadi peluang oleh budaya yang memilki sistem lebih maju.Rumput tebal dan rimbun di Dataran Amerika Utara merupakan kendala bagi pertanian cangkul dalam masa aborigin. Akan tetapi dengan penggunaan bajak berujung baja oleh orang-orang Euro-Amerika, wilayah ini menjadi

lumbung pangan suatu bangsa32

Sejalan dengan pendapat Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam Mahdi Bahar (2004), apabila perubahan kita lihat dari fenomena akulturasi maka, pada umumnya masyarakat yang tingkat teknologinya paling sederhanalah yang lebih banyak menyerap unsur budaya masyarakat lainnya.

.

33

Perlu penulis tegaskan di sini bahwa inti dari konsep adaptasi yang kelima (penyerapan teknologi yang lebih maju) lebih cocok diterapakan oleh/untuk

Dari konsep adaptasi di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa adaptasi yang menguntungkan dapat dicapai dengan menyerap “teknologi” dari kebudayaan yang memiliki sistem yang lebih maju. Pertanyaannya, mungkinkah kita mendapatkan sebuah kebudayaan musik (Minangkabau) yang lebih maju dan unggul dengan memanfaatkan ilmu musik Barat sebagai alat “bajak berujung baja”?

Menurut hemat penulis, dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep adaptasi pada intinya berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) penyesuaian diri, (2) menjadi lebih baik, (3) menguntungkan, (4) melestarikan atau bertahan hidup, dan (5) penyerapan teknologi yang lebih maju.

32

Ibid. hal. 105-106.

33

Mahdi Bahar, 2004. Fenomena Globalisasi dan Kebudayaan Melayu dalam Konteks Pendidikan Kesenian Tradisionaldalam Bunga Rampai: Seni Tradisi Menantang Perubahan. STSI Padangpanjang Press.

manusia. Dengan demikian semakin lengkaplah konsep-konsep yang akan diajukan untuk sebuah kajian adaptasi budaya.

Dokumen terkait