• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Idiom Musikal Minangkabau Dalam Komposisi Karawitan Institut Seni Indonesia Padangpanjang: Sebuah Analisis Dalam Konteks Adaptasi Musikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Idiom Musikal Minangkabau Dalam Komposisi Karawitan Institut Seni Indonesia Padangpanjang: Sebuah Analisis Dalam Konteks Adaptasi Musikal"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang adalah sebuah Perguruan

Tinggi Seni dengan visi “Seniman dan Ilmuan Seni Budaya Melayu Berjaya”.

Salah satu misinya adalah menyelenggarakan pendidikian seni dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai dasar budaya Melayu1

Penelitian ini berkaitan erat dengan musik tradisional Minangkabau

(karawitan Minangkabau) yang dalam perkembangannya beradaptasi dengan

musik luar Minangkabau. Musik luar Minangkabau yang dimaksud adalah musik

diatonis atau dikenal juga sebagai musik Barat. Secara akademis, karawitan

Minangkabau dipelajari di Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang di samping

musik dari rumpun Melayu lainnya serta musik Nusantara. Selain itu, dipelajari

juga musik Barat dalam bentuk mata kuliah Teori Musik, Solfegio, Piano, dan

Transkripsi Analisis. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui dan memahami

bagaimana, secara akademis,idiom musikal Minangkabau dijadikan bahan-bahan

dasar penciptaan dan kemudian diproses dan dikembangkan dengan melibatkan . Seni Budaya Melayu

dipelajari di beberapa fakultas yang ada di ISI Padangpanjang. ISI Padangpanjang

terdiri dari dua fakultas yaitu Fakultas Seni Pertunjukan Dan Fakultas Seni Rupa

dan Desain.

1

(2)

elemen dan instrumen musik Barat hingga tercipta sebuah komposisi musik baru

di Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang.Tesis ini merupakan kajian yang

didasarkan pada teori adaptasi dengan menggunakan anilisis atas sebuah

komposisi musik.Sebagai pelengkap tesis ini, penulis juga menghadirkan kilasan

sejarah tentang musik Barat atau diatonis di Minangkabau, orang-orang yang

berperan penting, dan hingga berdirinya Institut Seni Indonesia Padangpanjang.

Selama kuliah di STSI Padangpanjang (sekarang ISI) tahun 2000-2004

penulis kerap mengamati dan menyaksikan proses pengerjaan sebuah karya musik

karawitan baik oleh dosen maupun mahasiswa. Mereka berkumpul pada sebuah

tempat atau ruangan dengan peralatan musik masing-masing dan menerima arahan

dari seseorang (komposer); mencoba memainkan seperti yang diinstruksikan

komposer; pemain menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya kepada komposer.

Jika sumbang-saran itu cocok dengan apa yang dipikirkan oleh komposer maka

usulan itu diterima untuk dimasukkan ke dalam bagian komposisi. Kemudian

mereka memainkan secara bersama-sama bahan-bahan yang telah mereka proses

tadi di bawah pengawasan dan arahan sang komposer.

Penulis menggunakan istilah komposer untuk orang yang memiliki

gagasan musikal, yang memegang kendali, mengambil keputusan, serta yang

memberikan arahan dalam proses penciptaan. Di kalangan Jurusan Karawitan pun

digunakan istilah komposer. Meskipun istilah komposerini masih kerap dipahami

secara sepihak oleh berbagai kalangan, namun untuk sementara penulis

menggunakan istilah ini untuk menunjuk person yang memiliki, menggagas, dan

(3)

Ide-ide musikal yang mereka pakai dalam penggarapan komposisi

kebanyakan berasal dari idiom karawitan Minangkabau. Sebagian mereka ada

yang menggunakan secara utuh sebuah lagu atau dendang untuk diolah dan

memadupadankannya dengan lagu-lagu lain hingga menjadi sebuah karya musik.

Sebagian lainnya ada yang mengambil cuplikan motif melodi atau pun motif ritme

dari sebuah lagu atau permainan perkusi Minangkabau untuk kemudian diolah dan

dikembangkan menjadi sebuah karya musik yang baru, sehingga berbeda dari

melodi atau ritme asli yang terdapat dalam sumber ide. Tidak jarang pula mereka

menggunakan kombinasi dari kedua cara di atas, yaitu mengambil melodi asli dan

kemudian membuat pengembangannya berdasarkan motif-motif yang ada pada

melodi asli tersebut. Itulah yang untuk sementara dapat penulis amati dari aktifitas

berkarya musik di Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang yang selanjutnya perlu

dikaji lebih jauh mengenai terminologi yang berhubungan dengan kekaryaan

musik seperti katakomposisidan aransemen.

Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang berada di bawah Fakultas Seni

Pertunjukan yang merupakan sebuah jurusan yang mengkaji, meneliti, dan

menyajikan musik rumpun Melayu dengan konsentrasi yang lebih besar pada

musik-musik tradisional Minangkabau. Materi-materi musik Minangkabau yang

dipelajari mencakup seni vokal (dendang) dan instrumen-instrumen musik

tradisional.

Setiap akhir perkuliahan penciptaan musik, Tugas Akhir masa studi, dan

dalam berbagai even kreatifitas seni,masing-masing mahasiswa dari minat

(4)

mempresentasikan karya musik sendiri sebagai syarat perkuliahan hingga

mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang seni (Sarjana Seni, S.Sn). Karya musik

yang mereka sajikan umumnya menggunakanidiom musikal Minangkabau.

Idiom-idiom tersebut dapat berasal dari dendang (musik vokal Minangkabau), bansi,

saluang (-darek, -sirompak, -panjang, -pauah), pupuik (sarunai, gadang/liolot,

-tanduak), rabab (-pariaman, -pasisie, -darek, -badoi), gandang (tambua,

-sarunai, -adok, -katindiek, -rapa’i, -rabana), talempong (pacik, unggan,

-kreasi), kucapi payokumbuah, genggong,atau pun hal-hal musikalyang

berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu (bailau 2 , misalnya), dan

sebagainya3

Kreatifitas dan vitalitas orang-orang muda ini sangat menarik untuk

disimak dan dikaji melalui karya-karya musik mereka. Sebagai mahasiswa yang

notabene adalah orang-orang muda, karya-karya musik mereka tentunya akan .

Mahasiswa (baca: orang-orang muda) ini, sebagai generasi muda

Minangkabau yang posisinya sebagai “ujung tombak” kebudayaan, tentunya

bagaikan wadah yang menyerap dan menampung berbagai informasi dan

pelajaran dari generasi pendahulunya. Generasi pendahulu ini bisa berupa

orang-orang Minangkabau yang tidak sezaman dengan mereka, para seniman, dosen, dan

sebagainya. Dalam diri (pemikiran) merekalah bersemayam kultur seni

Minangkabau yang beradaptasi dengan elemen-elemen seni (musik) Barat.

2

Sejenis ratapan untuk sesosok jenazah orang yang sudah meninggal dunia (penulis). Ratapan tersebut memiliki unsur-unsur vokal yang musikal. Bailau merupakan tradisi Minangkabau yang terdapat di daerah Solok. Unsur-unsur musikal bailaupernah dijadikan sebagai ide dasar karya musik.

3

(5)

mempengaruhi perkembangan musik Minangkabau pada era-era selanjutnya. Jadi,

keberadaan mereka yang di “garis depan” generasi Minangkabau menjadi alasan

bagi penulis untuk melihat dan memahami bagaimana sebuah proses adaptasi di

sebuah titik kekinian.

Fenomena penciptaan karya musik dengan berlatar belakang idiom

musikal Minangkabau di ISI Padangpanjang ini memiliki sejarah yang cukup

menarik. Kreatifitas di bidang musik sudah ada sejak adanya Konservatori

Karawitan (KOKAR)4

Penyajian karya musik pada awal-awal ASKI dulu sangat bersahaja jika

dibandingkan dengan keadaan sekarang baik mengenai seting alat, tata panggung,

tata cahaya, kostum, posisi pemain, dan sebagainya. Berdasarkan wawancara

dengan Elizar Koto

yang membawahi Jurusan Minangkabau kemudian berubah

menjadi Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padangpanjang, berubah lagi

menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang, dan terakhir

menjadi Institut Seni Indonesi (ISI) Padangpanjang saat ini.

5

4

KOKAR adalah singkatan dari Konservatorium Karawitan. Kata “konservatori” digunakan untuk memberi penekanan pada usaha pelestarian kesenian tradisional Indonesia. Konservatori jelas sebuah istilah yang dipinjam dari “Barat” yang biasa digunakan untuk menunjuk institusi—termasuk lembaga pendidikan—yang bergerak pada urusan konservasi atau pelestarian (periksa buku Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan Seni Media, 2009. Editor: Mukhlis PaEni. Hal. 154-155.).

5

Elizar Koto adalah dosen di Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang dan juga seorang komposer.

, beliau menceritakan bahwa dulunya (kira-kira tahun

1970-80-an) karya-karya musik Minangkabau ini dituangkan dalam media-media

instrumen tradisional Minangkabau saja. Alat-alat musik tersebut diset

sedemikian rupa supaya bisa dimainkan dalam posisi duduk. Kostum yang mereka

(6)

panggung sangat sederhana. Hanya ada lampu penerang yang bersifat statis

terkadang (lebih sering) tanpa warna-warni. Sekarang ini,aturan penggunaan alat

musik, tata panggung, tata cahaya, kostum, posisi saat bermain, dan sebagainya

sudah lebih bebas dan longgar.

Wawancara yang penulis adakan dengan beberapa komposer yang juga

dosen di jurusan karawitan mengungkap hal-hal menarik seputar kreatifitas

berkarya musik. Wawancara dilakukan dengan santai dan penuh rasa

kekeluargaan dalam bahasa Minangkabau. Wawancara dilaksanakan mulai dari

tanggal 30,31 Mei sampai dengan 01 Juni 2014 di tempat dan waktu yang

berbeda. Penulis berkesempatan membuat pertanyaan silang untuk masing-masing

komposer sehingga dapat diketahui hal-hal yang khas dan menarik dari

masing-masing mereka kecuali Nedy Winuza (almarhum) yang belum lama berselang

telah meninggal dunia sehingga penulis tidak sempat mewawancarainya secara

langsung. Wawancara bersifat bebas tetapi penulis tetap pada satu fokus yaitu

kekaryaan musik yang berbasis idiom musikal Minangkabau.

Beberapa komposer (mereka juga sebagai dosen) masa-masa ASKI

Padangpanjang yang gigih berkarya dan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi

baru adalah bapak Hajizar, Hanefi, dan kemudian dilanjutkan oleh Elizar Koto,

Nedy Winuza, M Halim (Mak Lenggang), Yunaidi, Rafiloza, dan lain-lain.

Mereka mengalami era “lama” yang bersahaja hingga era “baru” yang lebih

longgar dan banyak tersedia kemudahan baik teknis, informasi, peralatan, dan

sebagainya. Mereka sering mempertunjukkan karya musik baik di dalam maupun

(7)

gaya karya mereka lebih mudah di kenal. Masing-masing mereka menguasai

dengan baik berbagai permainan alat musik tradisional Minangkabau.

Penciptaan musik berdasarkan idiom-idiom musikal Minangkabau tidak

hanya dikerjakan oleh dosen atau mahasiswa dari Jurusan Karawitan saja. Pada

tahun 1990-an Yoesbar Djaelani, seorang dosen di Jurusan Musik, membuat

sebuah motto untuk menggairahkan kehidupan musik di ASKI (sekarang ISI)

Padangpanjang, yang berbunyi“Angkat Tradisi Raih Prestasi". Sejak saat itu

bermunculan karya-karya dari dosen-dosen (jurusan musik) dan mahasiswa

dengan mengambil ide-ide dasar dari idiom musikal Minangkabau. Djaelani

sendiri membuat beberapa karya musik yang salah satunya berjudul Langkisau

dan Simarantang6. Langkisau merupakan sebuah lagu populer Minangkabau

(1970-an) ciptaan Syahrul Tarun Yusuf (seorang penulis lagu

Minangkabau-populer) dan Simarantang adalah lagu rakyat yang selalu hadir dalam acara

Randai.7

Yoesbar Djaelani menuliskan dalam laporan karya musik Langkisau dan

Simarantang (1990), bahwa karya ini sepenuhnya dikerjakan dengan teknik

komposisi zaman Barok, Klasik, dan Romantik untuk instrumen musik Barat dan

teknis komposisi musik tradisi Minangkabau untuk instrumen tradisi

Minangkabau.8

6

Yoesbar Djaelani, Langkisau dan Simarantang, Laporan Pergelaran Karya Seni, 1991.

7

Randai merupakan sebuah seni pertunjukan khas Minangkabau yang di dalamnya terdapat seni musik, tari, dan teater (pen.). Dalam Kamus Musik Pono Banoe (2003), randai diartikan sebagai jenis kesenian rakyat Sumatera Barat (Minangkabau, pen.) berupa nyanyian dengan paduan gerak silat.

8

(8)

Djaelani menjelaskan, bahwa instrumen musik pendukung dari sektor

musik tradisi Minangkabau yang ia gunakan dalam Langkisau Simarantangterdiri

dari: bansi (sejenis rekorder sopran), saluang (suling diagonal),

talempong,canang(sejenis bonang pada gamelan), ganto (genta atau cowbell),

tambua (tambur atau grand cassa). Dari sektor musik Barat digunakan alat musik

sebagai berikut: flute, klarinet, trompet, saksofonalto, saksofontenor, trombon,

biola, biola alto, cello, kontrabas, baselektrik, drums, koor (paduan suara), dan

secara khusus tepukan tangan9

Kecenderungan mengangkat idiom-idiom musikal Minangkabau dengan

elemen musikal dan medium alat musik Barat terus berlanjut. Pada tahun 2003

beberapa orang dosen dari Jurusan Karawitan membuat karya musik sebagai

Tugas Akhir untuk memperoleh gelar Magister Seni dari Program Pasca Sarjana

STSI Surakarta (sekarang ISI Surakarta) Jurusan Penciptaan dan Pengkajian Seni.

Mereka adalah Nedy Winuza, Elizar Koto, Rafiloza, dan Yunaidi. Keempat

komposer tersebut sama-sama mengangkat ide-ide yang berasal dari idiom

musikal Minangkabau. Masing-masing mereka memiliki kekhasan ide dan

penggunaan instrumen musik tertentu dalam karya mereka. Dari keempat

komposer tersebut, Yunaidi memiliki keunikan tersendiri. Yunaidi yang

memasukkan elemen Musik Barat (alat musik strings, flute, saxophone, dan brass)

ke dalam komposisi musiknya yang berjudul “Renungan Rantau: Penciptaan

Musik Asimilasi”.Yunaidi menggunakan seksi Strings (violin, viola, dan kontra

bass) dan seksi Woodwind-Brass (flute, saxophone, trumpet, dan trombone)

.

9

(9)

untuk komposisinya disamping penggunaan instrumen tradisional Minangkabau

(rabab pasisie, talempong, rapa’i), Bali (gendang, suling), Batak (taganing),

Bengkulu (dol), dan lain-lain untuk memperkuat/mencerminkan konsep Merantau

dalam komposisinya itu. Yunaidi dibimbing oleh Prof. Dr. Rahayu Supanggah

dan Dr. Waridi (Alm.).

Mahasiswa jurusan karawitan terinspirasi oleh karya Renungan

Rantau.Mereka meniru dengan menuangkan ide-ide musikalnya yang berdasarkan

idiom musikalMinangkabau dengan menggunakan format instrumentasi campuran

antara instrumen musik tradisional Minangkabau dengan instrumen musik Barat

(seperti strings dan brass section) serta elemen musik Barat. Fenomena

memasukkan elemen musik Barat ke dalam karya karawitan Minangkabau ini

ternyata terus berlanjut di kalangan mahasiswa jurusan karawitan hingga sepuluh

tahun terakhir (sekarang, 2014) yang di awali dari karya musik Siswandi dengan

judul Galodo Saluang Panjangpada tahun 2004.

Berdasarkan wawancara via telepon dengan Siswandi, ia mengatakan,

bahwa dalam berkarya, dirinya berangkat dari idiom musikal Minangkabau

berupa lagu (dendang)yang berjududl Duo Duo(salah satu lagu Saluang Panjang)

khas Sungai Pagu Muaralabuh, Solok Selatan. Siswandi menggunakan instrumen

musik Minangkabau berupa saluang panjang, talempong, canang, gandang

tambua, saluang darek, dan bansi. Sedangkan instrumen musik Barat yang ia

gunakan adalah flute, saksofonalto, saksofontenor, terompet, trombon, dan tuba.

Siswandi, pada waktu itu, cukup mendapat tantangan dari dosen

(10)

adanya penggunaan instrumen musik Barat dalam karyanya sehingga Siswandi

harus menjalani beberapa kali ujian kelayakan di tingkat jurusan untuk

mempertahankan ide-ide musikalnya. Akhirnya,Siswandi berhasil meyakinkan

dosen pembimbing dan penguji pada waktu itu hingga ia bisa ujian sampai ke

tingkat final.

Keberhasilan Siswandi merupakan kemenangan ide-ide baru dari

“orang-orang muda” karawitan. Setelah karya Siswandi ini, penggunaan elemen musik

Barat dan instrumen campuran Barat dan Timur (khususnya Minangkabau) untuk

komposisi Tugas Akhir menjadi semacam trend di kalangan mahasiswa Jurusan

Karawitan ISI Padangpanjang hingga saat ini.

Penulis merangkum, bahwa fenomena penggunaan instrumen dan elemen

musik Barat dalam karya musik yang berlatar idiom musikal Minangkabau di ISI

Padangpanjang dimulai dari karya-karya Yoesbar Djaelani (1990), dilanjutkan

oleh Yunaedi (kalangan dosen) dan kawan-kawan di Jurusan Karawitan ISI

Padangpanjang (2003), dan kemudian oleh Siswandi (kalangan mahasiswa) dan

kawan-kawan (2004-sekarang). Sebagai catatan, di Jurusan Musik ISI

Padangpanjang juga terjadi hal yang sama hingga sekarang. Jika di Jurusan

Karawitan ide-ide penciptaan musik berasal dari musik Minangkabau dengan

medium ungkap instrumen tradisional dan Barat maka di Jurusan musik lebih

cenderung mengambil idiom musikal dari musik Minangkabau dan medium

ungkapnya berupa instrumen musik Barat saja. Namun, beberapa dari mahasiswa

Jurusan Musik ada juga (sedikit) yang menggunakan instrumen campuran

(11)

Penulis mencermati ternyata tidak hanya dari segi instrumentasi saja

hal-hal dari musik Barat yang diadopsi untuk komposisi oleh mahasiswa karawitan

ISI Padangpanjang tetapi juga hal-hal yang menyangkut harmoni10

10

Mardjani Martamin dan Rizaldi dalam tulisan mereka Harmoni dalam Karawitan Minangkabau membuat kesimpulan tentang harmoni dari beberapa sumber. Harmoni dalam musik adalah kombinasi bunyi yang terdengar sebagai akibat dari rangkaian nada yang terdengar secara simultan yang diatur menurut aturan tinggi-rendah, panjang-pendek, lemah-kuat, cepat-lambat, ritme, warna nada, dan sebagainya.

. Hal menarik

yang perlu diteliti dari proses penciptaan komposisi oleh mahasiswa Jurusan

Karawitan adalah (1) pemanfaatan idiom musikal Minangkabau yang potensinya

beragam untuk dijadikan dasar penciptaan komposisis musik, (2) pemanfaatan

elemen dan instrumen musik Barat dalam komposisi mereka di samping

instrumen-instrumen tradisional Minangkabau. Mengapa menarik? Karena mereka

secara akademis atau khusus (mahasiswa JurusanKarawitan) belum mempelajari

teknik instrumentasi, teknik orkestrasi untuk instrumen-instrumen musik Barat

(seperti karakter suara pada register tinggi, sedang, dan rendah dari instrumen

tersebut dan juga tingkat-tingkat kesulitan tekniknya.), harmoni, kontrapung, dan

sebagainya. Kalaupun mereka bisa menangani instrumentasi Barat dalam sebuah

komposisi itu adalah karena sebuah sifat kegigihan belajar yang tidak hanya

mengharap dari kelas formal. Penulis berpendapat bahwa buah karya mereka

menarik dan layak untuk dikaji karena mereka memilki disiplin ilmu yang mandiri

yaitu karawitan Minangkabau. Penulis penasaran dan ingin mengetahui serta

memahami bagaimana sebuah idiom musikal Minangkabau dikembangkan dan

diadaptasikan dengan kaidah-kaidah musik non tradisional Minangkabau (dalam

(12)

Kendala dapat pula terjadi bila instrumen tradisional dimainkan bersamaan

dengan instrumen musik Barat. Si komposer dituntut harus menguasai

pengetahuan tentang karakter alat musik tradisional agar tidak terjadi

penutupan/penimpaan bunyi yang mengakibatkan bunyi instrumen yang

diinginkan malah tidak muncul. Contohnya, ketika satu buah saluang

(woodwind), yang berkarakter lembut, dimainkan bersamaan dengan brass

section, secara akustik berakibat bunyi saluang akan tenggelam (tertutup oleh

brass). Kasus-kasus lain mungkin saja muncul karena ketidak mengertian tentang

instrumentasi dan orkestrasi. Penulistidaklah memposisikan diri untuk

mencari-cari kesalahandari sebuah karya musik, namun lebih kepada tujuan mempelajari

dan menganalisis bagaimana sebuah adaptasi dapat dipelajari dari sebuah karya

musik.

Hal lain yang mungkin dapat terjadi akibat dari penggunaan multi

instrumen (berdasarkan pengalaman penulis) adalah ketidak seimbangan kekuatan

atau ketebalan bunyi dari beberapa jalur melodi/suara yang membentuk tekstur

tertentu: monofoni, homofoni, polifoni, dan sebagainya sebagai akibat dari

ketidakcermatan pengorkestrasian.

Persoalan harmoni dan kontrapung Barat tentunya sangat menentukan

keutuhan sebuah karya musik yangidiom musikalnya berasal dari skala nada yang

“bukan diatonik”. Harmonisasi diatonik terhadap melodi yang bukan berasal dari

skala diatonik dapat saja menunjang kualitas karya musik namun ketidak

cermatan penanganan nada per nada yang berhubungan dengan pitch maupun

(13)

sudah seperti musik Barat. Terungkap dalam kesempatan wawancara dengan M

Halim, 30 Mei 2014, beliau mengatakan bahwa pada bagian solo vokal (Tenor)

Langkisau Simarantang karya Yoesbar Djaelani ada sesuatu yang janggal dimana

frase-frase vokal tersebut memiliki jeda yang terlalu panjang, berbeda dengan

karakter aslinya sehingga kesan ketradisonalannya tidak muncul dan terasa

janggal di “telinga” (telinga tradisional). Tentunya hal ini merupakan sebuah

kritik, bahwa ternyata tidak mudah untuk memasukkan elemen musikal Barat ke

dalam sebuah karya yang berangkat dari idiom-idiom musikal Minangkabau.

Tetapi, M Halim dengan tulus mengungkapkan bahwa ia sangat terkesan dengan

teknik orkestrasi yang digunakan oleh Yoesbar Djaelani sehingga ia pun

terinspirasi menggunakan teknik-teknik orkestra tersebut dalam karyanya.

Penulis ingin mengetahui dan memahami bagaimana seorang komposer

menangani berbagai persoalan yang berhubungan dengan pengembangan idiom

musikal, harmoni, instrumentasi, orkestrasi serta mengadaptasi hal-hal tersebut

untuk kebutuhan karya musiknya dalam perspektif pelestarian dan pengembangan

karawitan Minangkabau. Penulis mengambil sampel dari karya musik mahasiswa

jurusan karawitan yang merupakan generasi muda atau sebagai orang yang berada

di penghujung zaman dalam konteks kekiniannya. Sehingga, penulis dapat

mempelajari terjadinya sebuah adaptasi karawitan Minangkabau terhadap musik

Barat yang sudah berlangsung sejak dulu, selama kurun waktu tertentu, dalam

wujud sebuah komposisi musik.

Penulis juga memaparkan secara singkat beberapa fakta sejarah yang

(14)

pendidikan di Sekolah Nagari, Kweekschool, hingga ada yang menempuh

pendidikan konservatori musik di Eropa. Tinjauan kesejarahan ini penulis

paparkan agar dapat dipahami bahwa persinggungan orang Minangkabau dengan

musik Barat merupakan sebuah kesinambungan dan bukanlah sesuatu yang hadir

secara tiba-tiba. Keberadaan Institut Seni Indonesia Padangpanjang tidak lepas

kaitannya dengan orang-orang tertentu yang nota bene adalah orang-orang yang

mengecap pendidikan musik Barat baik di Indonesia maupun di Eropa. Mereka

inilah yang membawa masuk dan memperkenalkan musik Barat ke dalam institusi

musik di Minangkabau.

Mengenai keaslian penelitian ini, sejauh pengetahuan penulis belum

pernah ada orang yang mengangkat tentang ide-ide musikal Minangkabau dalam

bentuk sebuah kajian adaptasi serta permasalahan teknik orkestrasi, instrumentasi,

tekstur, harmoni dan kontrapung sebagai objek kajian untuk penulisan tesis.

Pernah ada kajian musik Barat tentang orkestra oleh Herna Hirza, S.Pd, M.Sn

namun kajian tersebut berkisar tentang sejarah dan keberadaan

kelompok-kelompok orkestra di kota Medan dari masa ke masa. Tesis tersebut di tulis untuk

memperoleh gelar Magister Seni dari Program Pasca Sarjana Jurusan Penciptaan

dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara pada

tahun 2011.

Penulis sengaja tidak memasukkan persoalan bentuk dan struktur yang

mengacu pada bentuk dan struktur musik Barat seperti sonata, concerto, rondo,

dan sebagainya ke dalam kajian ini dengan latar belakang pemikiran—meminjam

(15)

bahwa “seni karawitan Indonesia mengacu pada konsentrasi batin, bukan

ketegangan yang mengacu pada suatu klimaks seperti pada konsepsi seni di

banyak negara Barat. Contoh, Gamelan Indonesia mengacu pada hakikat rasa,

bukan (permainan) bentuk dan struktur: Ia berpusar pada keselarasan bukan

kontras, dan keseluruhan (wholenese), bukan bagian-bagian”11

Kata idiom dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan

jenis kata benda dalam bidang Liguistik berarti 1) a konstruksi dalam unsur-unsur

yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya

karena bersama yang lain. b konstruksi yang maknanya tidak sama dengan

. Sedangkan untuk

struktur musik, penulis akan merujuk pada pengetahuan struktur musik Barat

untuk dapat memahami, menganalisis dan menjelaskan struktur komposisi musik

yang dibuat oleh mahasiswa Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang tetapi tidak

dengan maksud membandingkannya dengan sonata, concerto, rondo, dan

sebagainya.

Berkenaan dengan judul tesis ini yakni: Idiom Musikal Minangkabau

dalam Komposisi Karawitan Institut Seni Indonesia Padangpanjang, penulis

merasa perlu menerangkan beberapa kata dari judul tersebut supaya tesis ini

dapat lebih dipahami dan menjembatani antara pemikiran penulis dan pembaca.

Penulis memaparkan pengertian kata tersebut dalam konteks pengertian umum

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kemudian membandingkannya

dengan pengertian yang lebih khusus.

11

(16)

gabungan makna anggota-anggotanya. 2) Dalam bidang arkeologi, berarti

bahasadan dialek yang khas menandai suatu bangsa, suku, kelompok, dll.

Berdasarkan pengertian dari KBBI di atas, kata idiom musikal

Minangkabau dalam konteks musik dapat diartikan sebagai konstruksi musik

yang berasal dari elemen-elemen musik yang kekhasannya merujuk pada musik

sebuah bangsa, suku, atau pun kelompok yang bernamaMinangkabau.

Bentuk-bentuk idiom musikal dapat kita temukan dalam nyanyian, permainan instrumen

atau pun bunyi-bunyian yang khas dari suatu kultur musik.

Kata musikal menurut KBBI merupakan adjektiva yang berarti 1)

berkenaan dengan musik; 2) mempunyai kesan musik; 3) mempunyai rasa peka

terhadap musik. Kata musikal sebagai nomina berarti cerita untuk pentas yang

seringkali jenaka dan sentimental, menggunakan nyanyian, tari, dan dialog. Dalam

Kamus Musik (Pono Banoe, 2003:287) kata musikal berarti: hal-hal yang

berkenaan dengan musik; orang yang berkemampuan musik.

Kata Minangkabau merujuk pada Alam Minangkabau yang di sebut

sebagai Luhak Nan Tigo, yaitu: Luhak Agam,Luhak Tanah Datar, dan Luhak

Limapuluh Kota. Ketiga Luhak tersebut merupakan kampung halaman atau

tempat asal orang Minangkabau yang sekaligus merupakan pusat kebudayaan

orang Minangkabau dengan Pariangan Padangpanjang sebagai nagari tuo. Secara

administratif, Minangkabau termasuk ke dalam wilayah pemerintahan Propinsi

Sumatera Barat Republik Indonesia.

Kata komposisi dalam KBBI merupakan nomina yang berarti 1) susunan;

(17)

karangan agar diperoleh cerita yang indah dan selaras; 5) dalam bidang kesenian

(rupa, pen.) berarti integrasi warna, garis, dan bidang untuk mencapai kesatuan

yang harmonis. Berdasarkan The New Groove Dictionary of Music and Musicians

kata komposisi (Ingg.: composition) diartikan sebagai: The activity or process of

creating music, and the product of such activity.

Kata karawitan dalam KBBI merupakan nomina yang berhubungan

dengan kesenian yang berarti seni gamelan dan seni suara yang bertangga nada

slendro dan pelog. Pengertian ini bersifat sempit dalam lingkup wilayah yang

terbatas pada budaya Jawa saja karena kata karawitan memang berasal dari

bahasa Jawa. Dalam kamus musik (Pono Banoe, 2003: 210), karawitan berarti

keindahan; gamelan; musik tradisi berbagai wilayah Indonesia. Arti karawitan

yang lebih luas untuk menunjukkan sebuah cabang seni adalah seni bunyi-bunyian

atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan buni-bunian. Dengan demikian,

kata karawitan sudah dimaknai secara umum untuk menunjukkan seni

bunyi-bunyian tradisional yang berasal dari daerah-daerah di Indonesia, misalnya

karawitan Jawa, karawitan Sunda, karawitan Batak, karawitan Minang, dan

sebagainya.

1.2.Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah mengapa

dan bagaimana idiom musikal Minangkabau diadaptasikan dengan elemen dan

instrumen musik Barat. Mengapa tidak menggunakan elemen dan instrumen

(18)

Hal penting dari kajian ini adalah dari mana idiom musikal secara spesifik

diperoleh dan bagaimana idiom itu ditransformasikan ke dalam teknik-teknik

tertentu. Penulis juga merasa perlu mengamati sejauh mana struktur musik Barat

digunakan dalam komposisi musik mahasiswa jurusan karawitan. Jadi, Secara

garis besar penulis akan mengamati bagaimana idiom musikal mula-mula

dikembangkan, struktur, pemilihan elemen musik, gaya musikal, pemilihan

instrumen, dan proses berkarya sampai karya tersebut tercipta secara utuh.

Berdasarkan semua paparan di atas penulis mengajukan rincian batasan

masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman tentang terminologi komposisi dan metode

penggarapan sehingga istilah-istilah komposisidanaransemen bisa dipahami

secara kontekstual?

2. Bagaimana dan mengapa sebuah idiom musikal Minangkabau yang berasal

dari sebuah tangga nada yang berjumlah lima nada dikembangkan menjadi

sebuah komposisi musik baru dengan menggunakan elemen dan instrumen

musik Barat?

3. Hal-hal apa saja dari karya musik karawitan Minangkabau yang diadaptasikan

dengan elemen dan instrumen musik Barat?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab

(19)

1. Memahami dan menganalisis pengertian tentang terminologi komposisidan

metode penggarapan sehingga istilah-istilah komposisidan aransemenbisa

dipahami secara kontekstual.

2. Memahami dan menganalisis proses penggarapan idiom musikal

Minangkabau yang berasal dari sebuah tangga nada yang terdiri dari lima

nada yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan elemen dan

instrumen musik Barat hingga menjadi sebuah karya musik.

3. Memahami dan menganalisis pengadaptasian karawitan Minangkabau ke

konsep musik Barat (musik diatonis) dalam sebuahkarya musik di Jurusan

Karawitan ISI Padangpanjang.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Memperoleh gelar kesarjanaan Magister Seni di bidang Pengkajian Seni

2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan pedoman dalam kajian seni

selanjutnya khususnya kajian tentang sumber-sumber ide musikal tradisi

musik tertentu dalam sebuah komposisi musik dalam perspektif teori adaptasi

budaya.

1.5.Tinjauan Pustaka

Penelitian ini akan diperkuat dengan referensi dari berbagai buku, di

antaranya, buku-buku orkestrasi, instrumentasi, tekstur, harmoni, kontrapung, dan

buku-buku lain yang relevan dan menunjang penulisan tesis ini. Berikut ini

(20)

1. The Technique of Orchestration karangan Kent Wheeler Kennan (1970).

Buku ini menjelaskan teknik orkestrasi dan berbagai karakter instumentasi

berbagai jenis alat musik.

2. “Langkisau dan Simarantang”sebuah analisis karya aransemen oleh Yoesbar

Djaelani (1991) yang meliputi bentuk, orkestrasi, dan instrumentasi.

3. “Orkestrasi”karangan Budi Ngurah (tanpa tahun) berisi panduan praktis

tentang orkestrasi dan instrumentasi.

4. Introduction to Musickarangan Ronald Pen (1992). Buku ini membahas

tentang dasar-dasar musik, penjelasan tentang elemen dasar bunyi,

periodesasi musik Eropa, dan yang paling dibutuhkan dari buku ini adalah

keterengan tentang Music as the Measure of Space yang berkaitan dengan

teknik orkestrasi.

5. Listen karangan Joseph Kerman (1987). Buku ini memuat tentang elemen

musik, struktur dan bentuk musik, tekstur dalam musik, periodesasi zaman

musik, tokoh-tokoh musik, instrumen musik, dan analisis karya musik.

6. Menuju Apresiasi Musik karangan Remy Sylado (1983). Buku ini berisi

tentang tuntunan untuk mengapresiasi musik, sejarah, dan kritik musik.

7. Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu Dan Kinikarangan Suka Hardjana.

Buku ini memuat 27 topik tentang musik kontemporer dalam hubungannya

dengan isu-isu mendasar dari aspek perkembangan sejarah, sistem dan

ideologi musik seni, konflik faham-faham aliran, hakekat musik, dan

(21)

8. Musik Antara Kritk dan Apresiasikarangan Suka Hardjana (2004). Buku ini

memuat kumpulan kritik dan esai musikus Suka Hardjana yang menanggapi

peristiwa musik yang pernah terjadi di Jakarta. Buku ini berfokus pada musik

klasik, kontemporer, jazz, gamelan, dan berbagai musik lainnya.

9. Sejarah Kebudayaan IndonesiakaranganMukhlis PaEni (2009). Buku ini

memaparkan perkembangan seni pertunjukan di Indonesia dari waktu yang

sejauh mungkin dapat diketahui di masa silam hingga ke masa kini.

10. World Music dan Kreativitas Penciptaan Musik karanganIrwansyah Harahap,

M.A (2013). Buku ini memuat tentang kreatifitas penciptaan musik dalam

fenomena world music dan menerangkan beberapa tokoh world music. Buku

ini memuat karya musik Irwansyah Harahap yang berjudul Born yang

mendasarkan kreatifitas, konsep, tekstur, maupun idiom musikal dari tradisi

musi Batak Toba.

11. Esai dan Kritik Musikkarangan Suka Hardjana (2004). Berisi tentang

catatan-catatan kritis tentang peristiwa musik dan seni di Indonesia.

12. Teori Budaya karangan David Kaplan (2013). Buku ini berisi tentang

pembandingan antropologis secara sistematis. Di dalam buku ini juga terdapat

penjelasan tentang konsep adaptasi antara budaya dan lingkungan.

13. Asal-Usul Elite Minangkabau Modern: Respon Terhadap Kolonial Belanda

Abad XIX/XXkarangan Elizabeth E. Graves (2007). Buku ini mengupas

tentang reaksi bumiputera terhadap kekuasaan kolonial Belanda di

(22)

dan organisasi pendidikan Barat yang diperkenalkan Belanda sejak abad

ke-19.

14. Menelusuri Sejarah Minangkabau(2002),merupakan kumpulan makalah yang

disampaikan dalam “Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau” yang

berlangsung pada tanggal 1-7 Agustus 1970 di Batu Sangkar, Kabupaten

Tanah Datar. Buku ini memuat banyak hal tentang keberadaan Minangkabau

yang ditulis dalam bentuk makalah seminar.

15. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologikarangan Dr. Hari

Poerwanto. Buku ini membahas hubungan manusia dengan lingkungan serta

pemahaman terhadap strategi adaptasi dalam keanekaragaman suku-bangsa

dan golongan sosial di Indonesia yang memunculkan pola strategi adaptasi.

16. Dimensi Mistik dan Bunyikarangan Hazrat Inayat Khan (2002). Buku ini

menjelaskan sisi-sisi non fisik dari kekuatan bunyi.

17. Instrumentation and Orchestrationkarangan Alfred Blatter (1980). Buku ini

menguraikan tentang orkestrasi dan karakter instrumen. Juga menjelaskan

tentang teknik arranging, scoring musical element, serta instrument

substitution.

18. Modern Arranging Technique karangan Gordon Delamont (1965). Buku ini

merupakan sebuah pendekatan komprehensif untuk menggubah dan

mengorkestrasi stage band, dance band, dan studio orchestra.

19. Arranging Popular Music karangan Genichi Kawakami (tt). Buku ini

(23)

20. Music for Analisiskarangan Thomas Benjamin dkk. (1970). Buku berisi

tentang analisis harmoni mulai dari akor sederhana sampai yang rumit dan

juga memuat analisis harmoni abad 20 hingga twelve tone-serialism.

21. Orchestration karangan Cecil Forsyth (1982). Buku ini merupakan penjelasan

tentang instrumentasi dan teknis yang cukup detail mulai dari perkusi,

brass,woodwind, dan strings.

22. Basic Formal Structure in Musickarangan Paul Fontaine. Buku ini membahas

detil dari struktur sebuah musik mulai dari motif, subfrase, frase, grup frase,

bentuk sonata, tema dan variasi, fuga, dan canon.

23. Hamony, Counterpoint, and Improvisation book I and IIkarangan Benyamin

Dale dkk. (1940). Buku ini memuat ilmu harmoni dasar, kontrapung ketat,

dan teknik membuat melodi dalam improvisasi.

24. Technical Terms and Musical Device used in Musical Composition karangan

H.S. Yong (1994). Buku ini memuat istilah-istilah dalam komposisi yang

diambil langsung dari karya-karya asli.

25. A Concentrate Course in Traditional Harmony bagian I karangan Paul

Hindemith (1944). Buku ini memuat dasar-dasar harmoni hingga akor

dominan sekunder.

26. Harmony in Practice karangan Anna Butterworth (1999). Buku ini membahas

tentang harmoni dan ada bagian khusus tentang dekorasi melodis dengan non

harmonic tone dan dekorasi harmonis dengan borrowed chord.

27. Twentieth Century Harmony: Creative Aspect and Practicekarangan Vincent

(24)

sekedar memaparkan harmoni berdasarkan sistem ters atau super imposse

third tetapi berdasarkan interval 2, 4, 5, dan 7.

28. Advanced Harmony, Teory and Practice karangan Robert W. Ottman (1961).

Buku ini pada bagian akhir membahas tentang akor sembilan, sebelas, dan

tiga belas.

29. Elementary Harmonykarangan Robert W. Ottman (1961). Buku memuat

dasar-dasar harmoni empat suara.

30. Harmony karangan Walter Piston (1978). Buku ini membahas cukup lengkap

aspek harmoni dari tradisional hingga abad XX.

31. Tonal Harmonykarangan Stefan Kostka dan Dorothy Payne. Buku ini

memuat studi tentang harmoni tradisional hingga harmoni abad XX.

32. Guidelines to Instrument of the Orchestrakarangan Lee Ching Ching (1996).

Buku ini membahas secara sederhana dan menarik tentang instrumentasi dan

orkestrasi.

33. Orchestration karangan Walter Piston (1955). Sebuah buku instrumentasi dan

orkestrasi. Di samping menjelaskan teknik orkestrasi yang cukup kompleks

buku ini juga memuat teknik mengorkestrasi satu garis melodi dengan

pemilihan instrumen yang cocok hingga terbentuk melodi paralel oktaf yang

berkesan lebih tebal dengan colour (timbre) baru.

34. Music Manuscipt Preparation a Concise Guide karangan Mona Mender

(1991). Buku ini menjelaskan teknik-teknik penulisan manuskrip musik.

(25)

Teori menurut Macward et al.memiliki enam pengertian: (1) sebuah

rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada

prinsip-prinsip verivikasidengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah

bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan; (3)

abstrak pengetahuan yang selalu dilawan dengan praktik; (4) penjelasan awal atau

rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena; (5) spekulasi atau

hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6) dalam matematika

berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan

pandangan sistematik dari beberapa subyek; dan (7) ilmu pengetahuan tentang

komposisi musik, yang membedakannya dengan seni yang dilakukan

(dieksekusi).12

Teori merupakan instrumen terpenting dari ilmu pengetahuan. Tanpa suatu

teori, yang ada hanyalah serangkaian pengetahuan mengenai fakta. Sedikitnya ada

empat fungsi teori yang dikemukakan oleh Hasan dalam Poerwanto (2000:1).

Pertama, teori sebagai generalisasi, ialah menyimpulkan hubungan korelasi antara

fakta-fakta sosial; dapat berupa generalisasi empirik sederhana, dan dapat pula

suatu generalisasi luas yang lebih kompleks. Contoh generalisasi yang sederhana

adalah suatu kesimpulan yang mengatakan bahwa anak-anak yang memiliki IQ

tinggi erat berkaitan dengan latar belakang keselarasan kehidupan keluarga

mereka. Kedua, teori sebagai kerangka pemikiran, yang berfungsi sebagai

pendorong proses berpikir deduktif yang bergeak dari abstrak ke alam fakta-fakta

konkret. Dalam hal ini teori merupakan kerangka pembatas. Ketiga, teori

12

(26)

berfungsi memberikan ramalan atau prediksi mengenai fakta-fakta yang akan

terjadi, yaitu dengan mendasarkan pada hasil generalisasi abstrak yang pernah

dilakukan. Keempat, teori sebagai pengisi kelowongan dalam pengetahuan. Dalam

ilmu sejarah misalnya, selama abad X terjadi zaman kegelapan atau tanpa ada

keterangan sejarah. Dengan mendasarkan pada pusat kebudayaan Jawa-Hindu

pada abad VIII dan IX di Jawa Tengah, maka tiba-tiba pusat kebudayaan

Jawa-Hindu muncul di Jawa Timur pada abad XI dan XII. Para ahli sejarah mencoba

merekonstruksi, mengajukan teori mengenai apa yang kira-kira terjadi pada abad

X, misalnya pada waktu itu pusat perdagangan berpindah dari Jawa Tengah ke

Jawa Timur.

Pada hakikatnya teori merupakan alat untuk menduga dan membuat

kesimpulan. Menurut Poerwanto (2000:2), teori-teori terdiri dari dalil-dalil,

hipotesis-hipotesis dan ide-ide mengenai alam semesta yang tertata secara

hierarkis; dan teori tersebut bersifat instrumentalistik yang merupakan dalil-dalil

untuk membuat inferensi atau dugaan-dugaan dan kesimpulan-kesimpulan.

Berdasarkan pengertian dan fungsi teori di atas, maka penulis mengajukan

beberapa hal yang bersifat teoretik untuk menunjang penyelesaian penulisan tesis

ini:

Orkestrasi, dijelaskan oleh Walter Piston dalam bukunya Orchestration,

merupakan proses penulisan musik untuk orkestra dengan menggunakan asas-asas

pengkombinasian instrumen13

13

Walter Piston.1955. Orchestration, hal. vii.

. Pengkombinasian instrumen akan memunculkan

(27)

Instrumentasi, dijelaskan oleh Kent Wheeler Kennan dalam bukunya The

Technique of Orchestration, merupakan studi khusus tentang instrumen-instrumen

yang meliputi konstruksi, sejarah, kemampuan (kemudahan-kemudahan yang

dapat diperoleh secara teknis dari sebuah alat musik, Penulis), dan sebagainya14

Tekstur,dijelaskan oleh Joseph Kerman dalam bukunya Listen,merupakan

perpaduan berbagai macam bunyi dan garis melodi yang terjadi secara simultan

dalam sebuah musik

.

15

14

Kent Wheeler Kennan. 1970. The Technique of Orchestration,hal. 2.

15

Joseph Kerman. 1987. Listen, hal. 33.

. Kerman menjelaskan tekstur dengan mengambil contoh

anyaman benang pada selembar kain. Kata tekstur diadopsi dari istilah

pertekstilan, dimana kata ini merujuk pada tenunan (anyaman) berbagai macam

benang—ketat atau longgar, polos atau campuran. Kain seperti wol, sebagai

contoh, lembaran-lembaran benang yang berbeda terlihat dengan jelas. Pada

sutera yang bagus, tenunannya sangat rapat dan licin sehingga lembaran

benang-benang sulit untuk dilihat.

Musik Barat (Eropa-Amerika) tidak hanya menekankan gerak interval atau

melodi yang bersifat horizontal tetapi juga sangat menekankan interval-interval

secara vertikal yang disebut sebagai harmoni. Gerak nada horizontal dan harmoni

vertikal merupakan satu kesatuan dalam musik Barat.

Harmoni, seperti dijelaskan oleh Ronald Pen, dalam bukunya Introduction

to Music, merupakan “The systematic chordal relationship of consonance and

dissonance”.sedangkan progresi harmoni dijelaskannya sebagai “A series of

(28)

Kontrapung, ialah seni menulis dua atau lebih melodi16. Pengertian lain

dari kontrapung adalah seni mengkombinasi garis melodi.17

Musik, cabang kesenian yang menggunakan media suara merupakan

bentuk ungkapan perasaan dan nilai kejiwaan manusia yang dianggap paling tua.

Musik (seni suara) mulai ada bersamaan dengan lahirnya (peradaban) manusia di

bumi. Perkembangannya sangat tergantung dari sikap, pandangan, cara kerja, dan

gaya hidup dari pelaku/pekerja musik, dengan mempertimbangkan atau pengaruh

dari lingkungan alam serta masyarakat pendukungnya dalam hidup beragama,

berkeluarga, bermasyarakat, dan berpemerintahan18

Dalam proses kreatifitas penggarapan musik ternyata tidak cukup hanya

dengan mengandalkan perasaan saja tetapi harus diperkuat dengan keilmuan lain

yang relevan. Suka Hardjana (2004:302) mengungkapkan, bahwa seniman kita,

baik yang tradisional, modern, maupun kontemporer pada umumnya masih

bekerja kurang menggunakan daya referensi teoretis. Mereka lebih banyak

mengandalkan bakat alam, naluri, insting, atau daya intuisi yang kuat .

19

....”dalam sejarah perkembangan kesenian di Indonesia belum

terasa adanya tradisi disiplin ilmu teoretik kesenian yang tidak berhubungan langsung dengan rekayasa penciptaan seni, sebagai kebalikannya, tradisi penciptaan karya seni di Indonesia banyak yang tidak didukung oleh disiplin ilmu pengetahuan teoretis yang sebenarnya dapat sangat mempengaruhi dan membantu rekayasa penciptaan para

.

Suka Hardjana, seorang komposer, pengajar sekaligus kritikus musik

berpendapat bahwa sangat penting terjadi sinergi antara ilmu teoretik dan tradisi

penciptaan musik. Berikut adalah kutipan pendapat beliau:

16

Horwood, Frederick J. 1996. Kontrapung, hal.1.

17

Reed, H Owen. 1964. Basic Contrapuntal Technique, hal. ix.

18

Mukhlis PaEni. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia. hal. 4.

19

(29)

senimannya. Pada umumnya kondisi demikian justru dijauhi atau diabaikan oleh para seniman pencipta kita. Mereka lebih suka bergantung pada bakat alam dan “feeling”. Disiplin etnomusikologi dapat menjembatani kesenjangan ini. Kemitraan para etnomusikolog dan para seniman pencipta akan membuahkan karya-karya yang sungguh akan

banyak memberikan harapan”20

1.6.1. Konsep adaptasi

Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa sangat penting bagi seorang

komposer untuk memahami aspek-aspek keilmuan (baik Timur maupun Barat)

lainnya yang akan menunjang proses dan hasil sebuah karya musik. Dengan

demikian maka sangat pentinglah bagi seorang komposer yang berlatar belakang

musik tradisional—yang menggunakan instrumen musik Barat—untuk memahami

elemen, struktur, teknik-teknik instrumentasi dan orkestrasi instrumen musik

Barat dalam komposisinya.

Adaptasi(Ing.: Adaptation) secara umum berarti menyesuaikan dengan

kebutuhan atau tuntutan baru. Atau dapat pula berarti usaha mencari

keseimbangan kembali kekeadaan normal. Menurut ilmu faal khususnya tentang

organ sensoris, dalam sehari-hari tubuh manusia terus-menerus melakukan

adaptasi terhadap lingkungan (perubahan) sekitarnya. Ini berarti bahwa organ

tubuh selalu berubah-ubah tergantung dari ada tidaknya atau kuat lemahnya suatu

rangsangan21

Menurut H. Helson (1974), individu setelah berulang-ulang

mempersepsikan suatu obyek, akhirnya ia akan dapat menetapkan apakah obyek .

20

Ibid. hal. 301

21

(30)

tersebut berat atau ringan, baik atau buruk, dst. Persepsi ini didasarkan atas

patokan tertentu yang disusun oleh individu berdasarkan pengalaman masa lalu

atau mendasarkan diri pada situasi.22

Istilah adaptasi dalam sastra disebut saduran. Tetapi adaptasi juga dapat

berupa peringkasan. Adaptasi dapat pula berupa parafrasa dari bentuk puisi ke

bentuk prosa. Kadang-kadang adaptasi dapat berupa pemindahan dari suatu

bentuk seni ke bentuk seni lainnya seperti dari roman ke drama, atau opera balet.

Ada kemungkinan sebuah adaptasi lebih bagus dari aslinya seperti yang

dibuktikan oleh adaptasi R.O Winstedt dari pantun-pantun Melayu23

Kata adaptasi berasal dari bahasa Latin adaptare yang berarti

menyesuaikan kepada, mencocokkan diri. Proses penyesuaian diri oraganisme

terhadap lingkungannya

.

24

1. Adaptasi Morfologis

, mencakup tiga jenis, yaitu:

Suatu jenis adaptasi yang menyangkut perubahan bentuk struktur tubuh

yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Misalnya: ikan bergerak dengan

sirip, karena alat gerak yang cocok untuk hidup di perairan adalah sirip,

sedangkan hewan yang hidup di darat bergerak dengan kaki-kakinya. Pada

golongan tumbuhan yang hidup di rawa pantai, memiliki buah/biji yang sudah

berakar sebelum jatuh ke lumpur pantai agar dapat terus tumbuh di lingkungan

tersebut, seperti golongan Rhizophora (tumbuhan bakau).

(31)

2. Adaptasi Fisiologis

Suatu jenis adaptasi menyangkut perubahan kerja faal organ tubuh yang

disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Misalnya, golongan Amphibia semasa

larva yang hidup di air bernafas dengan insang, sedangkan setelah dewasa hidup

di darat bernapas dengan paru-paru. Paru-paru mengandung atau terdiri dari jutaan

gelembung udara (alveoli), guna menampung oksigen yang dihisap dari udara luar

lewat saluran pernapasan. Alveoli yang berselaput tipis ini mengandung kapiler

darah, lalu oksegen diikat oleh hemoglobin (Hb) darah: Hb + O2 HbO2

untuk diangkat keseluruh jaringan yang hidup.

Pada tanaman eceng gondok memiliki tangkai daun yang menggelembung

berisi rongga udara untuk melancarkan penguapan di samping sebagai alat

pengapung di air.

3. Adaptasi Perilaku

Suatu jenis penyesuaian diri pada makhluk hidup yang ditunjukkan oleh

perilakunya disebabkan oleh faktor lingkungan. Contohnya, perubahan warna

tubuh bunglon terhadap warna lingkungan di mana ia berada; bunglon berwarna

hijau jika berada di daun-daunan, dan ia berwarna hitam keabu-abuan jika berada

di tanah. Contoh lainnya, lumba-lumba memiliki kebiasaan meloncat-loncat di

atas permukaan air untuk menghirup udara, karena ia bernafas menggunakan

paru-paru.

Sebelum menguraikan beberapa konsep adaptasi, penulis akan

(32)

Pelestarian seni tradisi tidak mempunyai keharusan untuk mempertahankan seperti semula. Inilah kesempatan bagi seniman untuk berkreasi mengembangkan seni tradisi. Suatu bagian dari seni tradisi yang dirasa tidak lagi memenuhi selera (keinginan seniman) masa kini dapat dirubah (bukan berarti merombak). Dalam seni musik terdapat beberapa elemen yang dapat memberikan suatu kekhasan seni tradisi. Elemen tersebut dapat berupa ritme, unsur waktu, melodi, harmoni, warna suara(timbre), struktur, tekstur, dan ekspresi (Singgih Sanjaya). Perubahan dengan tujuan mengembangkan dapat dilakukan pada masing-masing elemen musik tersebut. Perubahan-perubahan tersebut bertujuan untuk mencari dan mencapai tahap mantap menurut tata nilai yang berlaku pada periode-periode zaman tertentu. inilah bukti bahwa seni itu hidup dan berkembang.

Jika seni tradisi diharuskan untuk kembali kehabitatnya ia akan lemah. Ia semakin tidak mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman dan bersaing dengan seni tradisi lain. Ruang hidupnya semakin sempit,

geraknya terbatas, dan akhirnya kerdil walaupun tetap bertahan hidup.25

...”karena perjuangan ini, varietas-varietas, biarpun sedikit dan berasal dari pendahulunya, akan cenderung melakukan pelestarian individu, jika dalam hubungannya dengan makhluk organik lainnya dan dengan kondisi fisik kehidupan memang menguntungkan bagi individu spesies, entah seberapa, dan umumnya diwarisi oleh keturunannya”.

David Kaplan (2002:112) mengartikan adaptasi sebagai proses yang

menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Dapat dipahami bahwa

adaptasi di sini merupakan suatu proses penghubung.

Dalam glosariumdari buku The Origin of Species karangan Charles

Darwin terdapat kata adaptasi yang diartikan sebagai: sifat makhluk hidup untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan (biotis dan fisik). Darwin

menjelaskan,melalui adaptasi sebuah varietas berubah menjadi spesies yang lebih

baik. Penyesuaian diri merupakan sebuah usaha atau perjuangan. Darwin

menuliskan:

26

25

Erizon Koto, 2004. “Menyoal Esai Yang Minim....” Jamaluddin Sharief: Tanggapan Atas Esai 29 agustus 2004. Harian Padang Ekspres, Minggu,12 September 2004.

26

(33)

Penulis menyimpulkan bahwa konsep adaptasi adalah sifat makhluk hidup

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga menguntungkan bagi

kelangsungan hidupnya. Dengan demikian sebuah penyesuaian diri yang berakibat

merugikan tidak termasuk dalam konsep adaptasi.

Forde dalam Poerwanto (2000:166) melihat bahwa pada hakikatnya

hubungan antara kegiatan manusia dengan lingkungan alamnya dijembatani oleh

pola-pola kebudayaan yang dimiliki oleh manusia27. Selanjutnya Tax dalam

Poerwanto (2000:166) mengatakan, bahwa melalui kebudayaan yang dimilikinya,

manusia mampu mengadaptasikan dirinya dengan lingkungannya sehingga ia

tetap mampu melangsungkan kehidupannya28

Menurut Kaplan (2002:82), suatu institusi atau kegiatan budaya dikatakan

fungsional manakala memberikan andil bagi adaptasi atau penyesuaian sistem .

Penulis menyimpulkan bahwa dengan pola kebudayaan yang dimilkinya,

manusia beradaptasi dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Dengan

demikian baik secara biologis maupun sosial-budaya, manusia (makhluk hidup)

harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan tujuan untuk bisa

bertahan dan berkembang.

Berikut ini kita lihat peran sebuah institusi dalam mengakomodir proses

adaptasi. Peran institusi tersebut berhubungan dengan sifat fungsional dan

disfungsional.

27

Hadi Poerwanto, 2000. Kebudayaan dan Lingkungan: dalam Perspektif Antropologi.

28

(34)

tertentu, dan disfungsional apabila melemahkan adaptasi29

Selain beradaptasi dengan lingkungan luar, sebuah kebudayaan juga harus

tetap mempertimbangkan keberadaan pendukungnya. Poerwanto (2000:166)

menjelaskan, kebudayaan yang menopang dan mengatur keberadaan suatu

masyarakat, dituntut untuk menempatkan diri dalam kondisi dinamis. Selanjutnya

Poerwanto menegaskan, bahwa kebudayaan juga harus mampu bersifat adaptif

dengan cara melakukan penyesuaian diri (adaptasi) terhadap lingkungan

biogeofisik maupun lingkungan sosial-budaya pendukungnya

. Jadi, sebuah institusi

dikatakan fungsional apabila institusi tersebut mendorong atau memberikan

peluang untuk sebuah adaptasi atau penyesuaian terhadap sistem tertentu.

30

Kaplan juga menjelaskan bahwa antropolog melihat suatu budaya yang

sedang bekerja, dan menganggap bahwa warga budaya itu telah melakukan

semacam adaptasi terhadap lingkungannya secara berhasil baik. Seandainya tidak

demikian, budaya itu niscaya sudah lenyap, dan kalaupun ada peninggalannya itu

hanya akan berupa kenangan arkeologis tentang kegagalan budaya itu beradaptasi.

Artinnya kegagalannya untuk lestari sebagai sebentuk budaya yang hidup. .

31

... ”lingkungan” yang muncul dalam pemikiran ekolog-budaya adalah selalu lingkungan yang telah mengalami modifikasi kultural...rumusan itu menyiratkan sebuah elemen sirkularitas yang tak terelakkan:

lingkungan budaya, atau budaya lingkungan. Alasannya,

interaksi antara habitat alami dengan sistem budaya niscaya melibatkan suatu saling pengaruh di antara elemen-elemen; dalam peristilahan modern

disebut “balikan” (feedback) atau “kausalitas timbal balik” (ceciprocal

causality). Akan tetapi mengakui adanya kausalitas timbal balik tidaklah sama dengan mengatakan bahwa semua unsur dalam sistem itu memiliki Selanjutanya tentang konsep adaptasi, Kaplan mengatakan bahwa:

29

David Kaplan. 2002. Teori Budaya.hal.82.

30

Op. cit.hal.166.

31

(35)

dampak kausal yang sama. Manakala kita periksa saling hubungan antara sistem budaya dengan lingkungannya dari masa ke masa, tampak jelas bahwa hal yang menghambat atau mengendala suatu teknologi yang sederhana ternyata sering ditanggulangi atau malah diubah menjadi peluang oleh budaya yang memilki sistem lebih maju.Rumput tebal dan rimbun di Dataran Amerika Utara merupakan kendala bagi pertanian cangkul dalam masa aborigin. Akan tetapi dengan penggunaan bajak berujung baja oleh orang-orang Euro-Amerika, wilayah ini menjadi

lumbung pangan suatu bangsa32

Sejalan dengan pendapat Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam

Mahdi Bahar (2004), apabila perubahan kita lihat dari fenomena akulturasi maka,

pada umumnya masyarakat yang tingkat teknologinya paling sederhanalah yang

lebih banyak menyerap unsur budaya masyarakat lainnya. .

33

Perlu penulis tegaskan di sini bahwa inti dari konsep adaptasi yang kelima

(penyerapan teknologi yang lebih maju) lebih cocok diterapakan oleh/untuk Dari konsep adaptasi di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

adaptasi yang menguntungkan dapat dicapai dengan menyerap “teknologi” dari

kebudayaan yang memiliki sistem yang lebih maju. Pertanyaannya, mungkinkah

kita mendapatkan sebuah kebudayaan musik (Minangkabau) yang lebih maju dan

unggul dengan memanfaatkan ilmu musik Barat sebagai alat “bajak berujung

baja”?

Menurut hemat penulis, dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa konsep-konsep adaptasi pada intinya berhubungan dengan hal-hal sebagai

berikut: (1) penyesuaian diri, (2) menjadi lebih baik, (3) menguntungkan, (4)

melestarikan atau bertahan hidup, dan (5) penyerapan teknologi yang lebih maju.

32

Ibid. hal. 105-106.

33

(36)

manusia. Dengan demikian semakin lengkaplah konsep-konsep yang akan

diajukan untuk sebuah kajian adaptasi budaya.

1.6.2. Teori adaptasi

Inti dari konsep-konsep adaptasi dapat dihubungkan dengan teori adaptasi

yang dikemukakan oleh Wallace. Alfred Russel Wallace (1823-1913) seorang ahli

ilmu hewan berkebangsaan Inggris. Ia pernah mengadakan penyelidikan di daerah

Amazon (1848-1852 ) dan kepulauan Indonesia (1854-1862). Penemuannya

tentang garis Wallace banyak memberi manfaat di bidang geografi kehewanan.

Wallace mempunyai minat yang besar terhadap persoalan evolusi. Bersama C.R.

Darwin banyak menyusun kertas kerja ilmiah yang dibacakan kepada Linnaen

Society.34

Muara dari teori adaptasi yang dikemukakan oleh Wallace adalah sebuah

evolusi. Evolusi berhubungan erat dengan Seleksi Alam yang yang menurut

Charles Darwin (1958) berarti pelestarian variasi yang muncul dan

menguntungkan bagi makhluk hidup di bawah kondisi kehidupannya35

1. Variasi pada tumbuhan maupun hewan merupakan variasi karakteristik yang

muncul dalam penampakan fenotipe dari organisme tersebut.

.

Charles Darwin dalam bukunya, The Origin of Species (1858)

mengemukakan teori evolusi. Darwin menjadikan adaptasisebagai bagian penting

dari teori evolusi. Inti dari teori evolusi adalah sebagai berikut:

34

Ensiklopedi Indonesia, 1992. Hal.

35

(37)

2. Rasio pertambahan secara geometrik dipengaruhi oleh banyaknya individu

yang tersinggkir oleh predator, adanya perubahan iklim yang tak terkendali,

dan proses dari persaingan dalam memenuhi kebutuhan makanan.

3. The preservation of the favored races in the struggle for life mengandung

maksud bahwa usaha yang keras untuk bertahan hidup merupakan usaha setiap

individu organisme. Individu yang lemah dan tidak bisa menyesuaikan diri

dalam kondisi-kondisi yang umum di alam akan tersingkir atau punah,

sedangkan yang mampu beradaptasi akan bertahan hidup melanjutkan

kehidupannya dan memperbanyak diri dengan bereproduksi.

4. Natural selection (seleksi alam) adalah proses eliminasi variasi organisme yang

tidak sesuai lingkungan. Akibatnya, hanya variasi yang dapat menyesuaikan

diri terhadap lingkungan akan dapat bertahan hidup.

5. The survival of the fittest pada intinya menjelaskan bahwa hanya organisme

yang memiliki kualitas dan mampu beradaptasi sesuai dengan lingkunganlah

yang mampu melestarikan diri. Individu-Individu yang dapat hidup akan

mewariskan variasi-variasi tersebut kepada generasi berikutnya.Menurut

Darwin, terjadinya evolusi karena adanya natural selection ‘seleksi alam’

(faktor yang mampu menyeleksi makhluk hidup). Adaptasi merupakan

penyebab terjadinya seleksi alam (mekanisme seleksi alam), zarafah yang

berleher panjang berasal dari zarafah yang berleher panjang pula, sedangkan

(38)

Bambang Sugiharto menuliskan, dalam bagian penutup tulisannya “Musik

dan Misterinya” bahwa telah terjadi percampuran budaya musik yang berujung

pada evolusi. Berikut kutipan tulisannya:

....”Pada abad ke-21 ini, intensitas dan frekuensi percampuran antar budaya dan aneka eksperimentasi musik memang semakin meningkat secara radikal dan cepat, sehingga kaidah-kaidah musik menjadi kian heterogen, dan dengan itu hakikat ‘musik’ sebetulnya terus menerus dipertanyakan kembali pula. Bagi mereka yang membutuhkan standar-standar yang pasti, sudah tentu ini situasi yang membingungkan, atau bahkan mungkin sebuah periode dekadensi. Namun bagi mereka yang mampu menikmati keragaman dan kompleksitas, ini periode yang kaya dan sangat mengasyikkan; sebuah evolusi”....36

1.6.3. Teori bobot tangga nada (weighted scale)

Dengan demikian lengkaplah pemahaman tentang konsep adaptasi dan

memudahkan untuk memahami teori adaptasi yang dikemukakan oleh Alfred

Russel Wallace (1963) menyatakan bahwa adaptasi, yang prosesnya sampai

pada tingkatan di mana kemampuan menyesuaikan diri sudah berlangsung

turun temurun, pada prinsipnya adalah evolusi.

Teori bobot tangga nada merupakan teori yang melihat kepentingan

nada-nada dalam suatu tangga nada-nada. William P. Malm menawarkan delapan unsur

melodi yang akan dianalisis dengan pendekatan etnomusikologis, yaitu: (1) tangga

nada; (2) nada dasar; (3) wilayah nada; (4) jumlah nada-nada; (5) jumlah interval;

(6) pola-pola kadensa; (7) formula melodi; dan (8) kontur.

Analisis weighted scale ini ditambah dengan analis lainnya yang meliputi

36

(39)

(1) bentuk; (2) tema, (3) teks dan musik, dan (4) meter.

1.7.Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, kerja laboratorium, dan

kepustakaan. Penelitian lapangan meliputi observasi, wawancara, dan perekaman.

Kerja laboratorium meliputi pengolahan, penyeleksian, dan penyaringan data

lapangan. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif verivikatif.

Metode kualitatif verifikatif diawali dengan pengumpulan data-data baik

lapangan, wawancara, dan kepustakaan kemudian baru mencari pendekatan

teoretis apa yang dapat digunakan untuk menganalisis data-data yang telah

diperoleh.

1.7.1. Penelitian lapangan

(1) Observasi. Observasi yang penulis lakukan adalah observasi

langsung—penulis melihat langsung proses penggarapan dan pertunjukan

komposisi baik mahasiswa mau pun dosen di Jurusan Karawitan ISI

Padangpanjang. Dengan observasi penulis mendapatkan gambaran yang lebih

jelas tentang interaksi sosial yang terjadi dalam sebuah proses pembuatan

komposisi maupun saat pertunjukan.

Berdasarkan jenisnya, maka observasi yang penulis lakukan adalah

sebagai pengamat dan partisipan (insider) yaitu sebagai mahasiswa/mantan

mahasiswa ISI Padangpanjang. Menurut S. Nasution dalam M Takari (1998)

(40)

situasi yang dipelajarinya, sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi situasi itu

dalam kewajarannya.37

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara

penelitian. Berdasarkan jumlah responden adalah wawancara individual.

Bardasarkan lamanya adalah wawancara panjang. Berdasarkan peranan peneliti

dan narasumber adalah wawancara terbuka, tak berstruktur, bebas, dan non

direktif. Dalam hal ini penggunaan daftar pertanyaan hanya sebagai pedoman agar

penulis tak kehilangan fokus dalam wawancara. Penulis membuat catatan-catatan

penting tentang wawancara dan merekam setiap wawancara secara audiovisual. (2) Wawancara. Ada hal-hal tertentu yang tidak bisa penulis dapatkan

dengan observasi oleh karena iru diperlukan wawancara dengan orang-orang dan

tokoh-tokoh tertentu. Hal-hal tersebut misalnya tentang bagaimana dinamika

kekaryaan pada masa-masa awal ISI Padangpanjang, konsep-konsep dasar tentang

karya musik di Jurusan Karawitan ISI Padangpanjang, kesejarahan ISI

Padangpanjang, dan sebagainya yang berhubungan dengan karawitan

Minangkabau.

S. Nasution membagi wawancara sebagai berikut: (1) Berdasarkan

fungsinya: (a) diagnostik, (b) terapeutik, dan (c) penelitian. (2) Berdasarkan

jumlah respondennya: (a) individual, (b) kelompok. (3) Berdasarkan lamanya

wawancara: (a) singkat, (b) panjang. (4) Berdasarkan pewawancara dan responden

(a) terbuka, tak berstruktur, bebas, non direktif, atau client centered; (b) tertutup

berstruktur.

37

(41)

Keuntungan cara ini adalah penulis mendapatkan keterangan secara mendalam

tentang fakta-fakta seputar karawitan Minangkabau, penciptaan musik di Jurusan

Karawitan ISI Padangpanjang, serta tokoh-tokoh komposer karawitan

Minangkabau. Suasana wawancara santai tak berjarak dan akrab anatara

narasumber dan peneliti.

Penelitian tentang idiom musikal Minangkabau ini telah dimulai sejak

awal semester ke-3 (September 2013) perkuliahan di Program Pasca Sarjana

Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara. Di mulai dengan tugas mata kuliah kolokium kemudian dikerjakan secara

intensif mulai Desember 2013 hingga Agustus 2014 meliputi pengumpulan

bahan-bahan bacaan, membuat kontak dengan narasumber, menajamkan fokus

penelitian, berdiskusi dengan dosen-dosen di Pasca sarjana, terjun ke lapangan,

wawancara, dan sebagainya. Pengalaman langsung penulis dalam hal penggunaan

idiom musikal Minangkabau ke dalam komposisi musik adalah dengan

keterlibatan menjadi pemain musik untuk komposisi tertentu. Pengalaman lain

adalah, menulis di media cetak lokal tentang komposisi musik karawitan

Minangkabau telah penulis lakoni sejak duduk di bangku kuliah STSI

Padangpanjang (sekarang ISI) hingga saat ini. Kesempatan dan pengalaman

tersebut memperkaya pengetahuan penulis dan sangat membantu dalam

(42)

1.7.2. Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium meliputi pengolahan, penyeleksian, dan penyaringan

data lapangan. Data-data dipilah mana yang bisa digunakan untuk mendukung

penelitian ini dan mana yang tidak dilakukan dalam tahapan kerja laboratorium.

Komposisi musik yang berasal dari idiom musikal Minangkabau yang

digunakan sebagai sampel adalah: (1) Galodo Saluang Panjang (2004) karya

Siswandi. (2) Bagaluik Di Nan Batingkah (2011) karya Betmon Oktivi Paulin.

1.7.3. Metode Grafik PitchandTime

Metode ini digunakan oleh Joseph Kerman untukmempresentasikanhasil

analisis melodi dan harmoni dalam kaitannya dengan tekstur dalam kesan visual

yang cukup detil. Hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik dengan sumbu

vertikal untuk pitch (tinggi-rendah nada) dan sumbu horizontal untuk

time(waktu).38

1.8.Sistematika Penulisan

Keunggulan dari metode grafik ini adalah terpresentasikannya kontur di

samping tekstur. Metode grafik ini dapat dipakai untuk mempresentasikan lebih

dari satu garis melodibaik dalam tekstur homofoni maupun polifoni.

Penelitian ini terdiri dari beberapa bab. Bab I terdiri dari Pendahuluan

berisi tentang Latar Belakang penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika

38

(43)

Penulisan. Bab IIpembahasan tentang musik diatonis yang meliputi sejarah

masuknya musik diatonis di Indonesia yang diawali oleh misi Kristen di Maluku

oleh Fransisco Xaverius, diperkenalkannya musik diatonis di Minangkabau

melalui sekolah-sekolah Belanda di antaranya Kweekschool, tangga nada diatonis,

elemen dan struktur musik diatonis (Barat). Bab III tentang Istilah Minangkabau,

daerah Minangkabau dalam artian wilayah, adat Minangkabau, karawitan

Minangkabau dan jenis-jenisnya.Tentang sejarah Institut Seni Indonesia yang

dimulai dari sebuah usaha konservasi kesenian Minangkabau dalam format

sekolah Konservatori Karawitan (Kokar), visi-misi ISI dan Jurusan Karawitan ISI

Padangpanjang, dan musik dalam masyarakat Melayu Minangkabau. Bab IV

tentang Pembahasan dan Hasil analisis terhadap komposisi Galodo Saluang

Panjang karya Siswandi dan Bagaluik Di Nan Batingkah karya Betmon Oktivi

Referensi

Dokumen terkait

Formulir penjualan kembali (pelunasan) Unit Penyertaan yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak ini, prospektus dan Formulir

Mengingat pentingnya pemanasan terhadap peningkatan performa pada aktivitas fisik submaksimal dan penyediaan metabolisme energi, sedang dipihak lain ada anggapan

Urutan opini yang kedua adalah wajar dengan bahasa. penjelas, auditor dirasa perlu menyatakan penjelasannya

Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu

Selain itu, Yang Berhormat Menteri dan juga pegawai-pegawai kita di kementerian, saya harap perbelanjaan yang kita akan lakukan di dalam tahun ini sebelum

& Perancangan Perj,

Hasil temuan dan analisis pada siklus I antara lain: (1) guru kurang tegas kepada siswa selama proses pembelajaran berlangsung, terlihat masih banyak siswa yang