• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.4. Konsep Agroindustri dalam Sistem Agribisnis

Agribisnis adalah segala kegiatan produksi dan distribusi saran produksi pertanian yang ada hubungannya budidaya dan juga semua kegiatan mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan hasil-hasil pertanian. Agribisnis mencakup seluruh sektor pertanian dan sebagian sektor industri yang mengolah hasil pertanian (Soeharjo, 1991).

Dengan demikian sistem agribisnis juga terdiri dari beberapa kelompok atau subsistem yang saling berkaitan dan mendukung. Sehingga sistem agribisnis itu adalah suatu sistem vertikal dari setiap komoditi pertanian yang terdiri dari subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem budidaya (usahatani), subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran.

Menurut Soeharjo (1991), agroindustri adalah salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Keterkaitan menghasilkan produk pertanian yang dilakukan oleh subsistem kedua dan ketiga dari sistem agribisnis dengan industri yang berlangsung ke depan dan ke belakang.

Sumber : Soeharjo, 1991.

Gambar 2. Katerkaitan Subsistem Agribisnis

Keterkaitan ke belakang (backward linkage) berlangsung karena produksi pertanian memerlukan sarana produk langsung dipakai. Sedangkan keterkaitan ke depan sehubungan dengan produk pertanian yang musiman, mudah rusak sehingga memerlukan proses pengolahan dan juga penyimpanan.

Industri yang menghasilkan arena produksi seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian disebut agroindustri hulu. Sedangkan industri yang melakukan kegiatan pengolahan seperti pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi disebut agroindustri hilir. Berdasarkan defenisi tersebut, maka agroindustri tidak merupakan suatu usaha yang berdiri sendiri , tetapi suatu uasaha yang memiliki keterkaitan sehingga harus dilihat sebagai suatu kesatuan.

Menurut Austin (1993) ada tiga faktor yang saling mempengaruhi dalam faktor produksi yaitu : pengadaan bahan bahan baku, pengolahan, dan pasar. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan sehingga kegagalan pada satu faktor akan mempengaruhi yang lainnya. Oleh karena itu, jika membahas agroindustri, maka tidak terlepas dari ketiga faktor tersebut.

3.1.4.1. Pengadaan Bahan Baku

Proses produksi selalu terkait dengan pengadaan bahan baku. Bahan baku merupakan hal terpenting dalam melakukan suatu proses produksi, begitu juga

Produksi input,alat dan mesin Produk primer olaha petani, peternakdan nelayan Penanganan dan pengolahan (nilai tambah) Pemasaran (saluran distribusi dan harga )

pengolahan kopi biji. Pengadaan bahan baku yang efesien melibatkan lima faktor yang saling terkait, yaitu :

1. Kualitas, mencakup pengawasan dan penentuan mutu dari bahan baku kopi. 2. Kuantitas, meliputi jumlah kebutuhan dan tingkat ketersediaan bahan baku

kopi bubuk.

3. Waktu, karena produk pertanian mudah rusak dan musiman.

4. Biaya, mencakup harga pembelian, biaya persediaan bahan baku kopi bubuk dan lainnya.

5. Organisasi, meliputi struktur, kekuatan dan integrasi vertikal.

3.1.4.2. Konsep Nilai Tambah

Sifat mudah rusak (perishable / bulky) yang dimiliki produk pertanian memberikan motivasi terhadap petani dan pengusaha untuk melakukan penanganan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Di dalam sistem pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir dari hulu ke hilir, yaitu yang berawal dari produsen dan penyalur input pertanian ke petani, pedagang pengumpul, pedagang besar sampai ke konsumen akhir. Dalam perjalanan dari produsen ke konsumen akhir, komoditi pertanian tersebut mendapat perlakuan- perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah.

Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk,

Menurut Hayami et. al (1987), terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah (value added) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi.

Menurut Hayami et. al (1987) defenisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk ( form utility ), pemindahan tempat ( place utility ), maupun penyimpanan ( time utility ). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem ( pengolah ) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain ( selain bahan bakar). Dengan demikian fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : K = Kapasitas produsi unit usaha (Unit) Nilai Tambah = f ( K, B, T, U, H, h, L)

U = Upah tenaga kerja ( Rp/ HOK) H = Harga Output (Rp/unit)

h = Harga bahan baku (Rp/unit) L = Nilai input lain (unit)

Analisis input lain adalah semua korbanan yang terjadi selama proses proses pelakuan untuk menambah nilai output, selain bahan baku dan tenaga kerja langsung, mencakup biaya modal berupa bahan penolong dan biaya overhead pabrik lainnya,upah tenaga kerja tidak langsung.

3.1.4.3. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Menurut Hayami et. al (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor- faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen.

Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut. Dalam analisis nilai tambah terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor keofesien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknnya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan,serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cendrung

proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.

Dokumen terkait