• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN AKAD MUḌᾹRABAH MUTLAQAH DI BANK BRI SYARIAH KCP KLATEN MENURUT MUTLAQAH DI BANK BRI SYARIAH KCP KLATEN MENURUT

1. Konsep Akad

1. Konsep Akad

Menurut Dimyauddin Djuwaini dalam bukunya “Pengantar Fiqh Muamalah” akad secara linguistic memiliki makna “ar-rabthu” yang berarti menghubungkan atau mengaitkan, mengikat antara beberapa ujung sesuatu.1Dalam arti luas akad dapat diartikan suatu perikatan antar ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya.2Menurut Jumhur Ulama akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yang melakukan akad.3Didalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang “Perbankan Syariah” (Pasal 1), akad adalah kesepakatan tertulis antara bank dan nasabah yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang berdasarkan prinsip syariah.4

Rukun dan Syarat Akad

Dalam ajaran Islam untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi rukun dan syarat dari sebuah akad. Rukun merupakan unsur yang mutlak

1

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm 51.

2

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 65.

3

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Cet 2, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 45.

4

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), hlm. 24.

dan harus dipenuhi dalam suatu tindakan. Sedangkan syarat adalah unsur yang harus ada dalam suatu tindakan atau peristiwa. Akad memiliki empat rukun yang harus dipenuhi yaitu:

a. Pihak-pihak yang berakad

Al-‘aqid adalah orang, kelompok (persekutuan) atau badan hukum yang melakukan perbuatan hukum dan memiliki kecakapan dalam hal tersebut. menurut Hamzah Ya’cub yang dikutipkan Gemala Dewi subjek akad memiliki syarat-syarat sebagai berikut:5

1) Aqil (berakal), orang yang bertransaksi haruslah berakal sehat, bukan orang yang gila dan terganggu akalnya sehingga dapat mempertanggungajawabkan transaksi yang dibuatnya.

2) Tamyiz (dapat membedakan), orang yang bertransaksi harus dalam keadaan dapat membedakan manaa yang baik dan yang buruk. 3) Mukhtar (bebas dari paksaan), pihak yang melakukan akad harus

rela-sama rela, tanpa ada paksa dan tekanan dari pihak lain.

Ada tiga hal yang harus dipeerlihatkan dalam kaitannya dengan alaqidain yaitu:6

1) Kecakapan, yaitu kecakapan seseorang untuk memiliki hak dan kewajiban atasnya dan kecakapan tasharuf

2) Kewenangan, yaitu kekuasaan hukum yang pemiliknya dapat bertasharruf, melakukan akad dan menunaikan segala akibat hukum

5

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam diIndonesia .., hlm. 55 6

yang ditimbulkan. Syarat seseorang dapat melakukan wilayah akad adalah orang yang cakap ber-tasharruf secara sempurna.

3) Perwakilan, yaitu pengalihan kewenangan dalam hal harta dan perbuatan tertentu dari seseorang ke orang lain untuk mengambil tindakan tertentu dalam hidupnya. Seorang wakil memiliki hak untuk mendapati upah.

b. Objek akad

Mahalu ‘Aqaid adalah sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Mahalu ‘Aqd adalah sebagai berikut:7

1) Objek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan

2) Objek perikatan dibenarkan oleh syariah dan memiliki nilai dan manfaat bagi manusia

3) Objek akad harus memiliki kejelasan dan diketahui oleh ‘Aqd.

4) Objek perikatan dapat diserahkan terimakan saat akad terjadi atau pada waktu yang telah disepakati.

c. Tujuan perikatan

Menurut Ulama Fiqh, tujuan akad dapat dilakukan apabila sesuai dengan ketentuan syariat. Ahmad Azhar basyir sebagaimana yang dikutip oleh Gemala Dewi, menetukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tujuan akad mempunyai akibat hukum:8

7

Ibid.,hlm 60-61

8

1) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.

2) Tujuan ahrus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad.

3) Tujuan akad harus dibenarkan syara’. d. Sighat

Adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul. Dalam pasal 1320 KUH Perdata merupakan syarat adanya sebuah perjanjian, yaitu:9

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri, apa yang dikehendaki oleh para pihak disetujui dan disepakati bersama tanpa adanya paksaan dan penipuan;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, pada dasarnya setiap orang cakap untuk membuat perikatan, kecuali jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan bahwa ia tak cakap (Pasal 1329 KUH Perdata);

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal (legal), apa yang menjadi tujuan bersama dan dikerjakan oleh para pihak yang membuat perjanjian bukanlah hal yang dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak melanggar kesusilaan.

9Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Ijab dan qabul dapat dilakukan dengan empat cara berikut ini:10 1)Lisan, para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk

perkataan secara jelas

2) Isyarat suatu perikatan tidaklah hanya dilakukan oleh orang normal saja, tetapi orang yang tidak dapat berbicara (tunawicara) juga dapat melakukan suatu perikatan dengan isyarat

3) Perbuatan, seiring perkembangan kebutuhan masyarakat, kini perikatan dapat dilakukan dengan perbuatan. Hal ini disebut dengan ta’ati atau mu’athah (saling memberi dan menerima). Ijab dan qabul seperti ini sering terjadi pada proses jual beli disupermarket yang tidak ada proses tawar menawar.

4) Tulisan, suatu perikatan dilakukan secara tertulis oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam melakukan perikatan atau untuk perikatan yang dilakukan oleh badan hukum.

Asas-Asas Akad

Dalam hukum Islam terdapat asas-asas akad dari suatu perjanjian.. ketika asas ini tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan batal atau tidak sahnya sebuah akad/perjanjian yang dibuat. Adapun asas-asas akad adalah sebagai berikut:11

10

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hlm. 63-64. 11

Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam transaksi di Lembaga

a. Kebebasan

Asas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum Islam dan merupakan prinsip dasar dari akad. Di dalam Syariah Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang melakukan akad sesuai yang di inginkan asalkan tidak bertentangan dengan syariat. Pihak-pihak yang berakad mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian, baik dari segi materi/isi yang diperjanjikan, menetukan pelaksanaan dan persyaratan-persyaratan apabila terjadi sengketa.12

b. Persamaan atau kesetaraan

Asas persamaan atau kesetaraan Al-Musawah sering dinamakan juga asas keseimbangan para pihak dalam perjanjian. Asas ini memberikan landasan bahwa kedua pihak yang melakukan akad perjanjian mempunyai kedudukan sama pada saat menentukan hak dan kewajiban antara yang satu dan lainnya. Meskipun demikian, dalam prakteknya terdapat keadaan di mana salah satu pihak memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan pihak lainnya. Misalkan, pemberi fasilitas dengan penerima fasilitas. Pemberi fasilitas biasannya akan memiliki hak yang lebih tinggi dibandingkan penerima fasilitas, sebaliknya penerima fasilitas akan memiliki kewajiban yang lebih banyak dibandingkan pembeli fasilitas. Namun hukum Islam tetap

12

menekankan keseimbangan dalam apa yang diberikan dengan apa yang diterima maupun resiko yang dipikul oleh kedua belah pihak.13

c. Keadilan

Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Dalam hukum Islam, keadilan merupakan salah satu sifat Tuhan dan Al-Qur’an menekankan agar manusia menjadikannya sebagau ideal moral.14 Pelaksanaan asas keadilan dalam akad yaitu para pihak yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang mereka buat dan memenuhi kewajiban dari masing-masing pihak.15 d. Kerelaan

Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan masing-masing pihak. Kerelaan antara pihak-pihak yang berakad dianggap sebagai persyaratan terwujudnya semua transaksi.

e. Kejujuran dan kebenaran

Islam dengan tegas melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Allah memerintahkan semua muslim untuk jujur dalam segala urusan dan perkataan, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 70. Nilai kebenaran akan memberikan pengaruh pada pihak-pihak yang melakukan akad perjanjian untuk tidak

13

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 14

Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, hlm. 20.

15

berdusta dan melakukan penipuan. Apabila asas ini tidak dilakukan dapat merusak legalitas dari perjanjian yang telah dibuat. Pihak yang merasa dirugikan dapat menghentikan proses perjanjian tersebut.16 f. Kemanfaatan

Sebuah akad yang dilakukan oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau keadaan yang memberatkan.17

g. Tertulis

Para pihak yang melakukan sebuah perjanjian dianjurkan akad tersebut dibuat secara tertulis, terutama untuk transaksi dalam bentuk tidak tunai (kredit), hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Bawarah ayat 282-283.18

2. PengertianMuḍārabah

Mudharabah yang merupakan suatu bentuk kerjasama penanaman

modal dimana apabila terjadi kerugian modal yang bukan diakibatkan oleh kelalaian mudharib, maka kerugian akan ditanggung oleh shahibul maal sedangkan kerugian tenaga, ketrampilan, dan kesempatan memperoleh laba ditanggung mudharib. Sebagaimana disebutkan bahwa mudharabah dalam pengertian etimologi ialah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberikan modal niaga kepada orang lain

16

Ibid, hlm. 24

17

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Cet 2, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),hlm. 17.

18Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.19

Muḍārabah adalah akad musammah, yaitu akad yang telah disebutkan syara’ sendiri namanya, demikian pula aturan-aturannya secara umum. Mudharabah adalah akad kerja sama dalam perniagaan yang telah ada sebelum Nabi Muhammad s.a.w diangkat menjadi rasul Allah. Kemudian muamalah, diadopsi oleh Islam, karena mengandung manfaat dan tidak bertentangan dengan tujuan syariat. Sebaliknya, muamalah mengandung unsur tolong-menolong dan saling melengkapi antara manusia yang satu dan lainnya.

Muḍārabah disebut juga al-qiradh. Secara istilah, dua kata itu mengandung arti yang sama. Qiradh telah ada sejak zaman jahiliyah dan penghidupan sebagian masyarakatnya dihasilkan dari praktik qiradh. Muḍārabahatau qiradh termasuk akad kerja sama (perkongsian).20

Muḍārabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang menggerakkan kakinya dalam menjalankan usaha. Muḍārabah merupakan bahasa penduduk Iraq, sedangkan menurut bahasa penduduk Hijaz disebut dengan istilah qiradh. Secara teknis, mudharabah adalah

19

Abdul Rahman Al Jaziri, Kitabul Fiqh „alal Madzahibil Arba‟ah, Juz 3, Beirut: Daarul Kutub Al ilmiah, 802 H hlm. 34

20Neneng Nurhasanah, Mudharabah dalam Teori dan Praktik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), hlm.65-67.

akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan usaha yang didapatkan dari akad Muḍārabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan biasanya dalam bentuk nisbah (persentase). Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian itu ditanggung oleh shahibul maalsepanjang kerugian itu bukan kelalaian mudharib. Sedangkan mudharibmenanggung kerugian atas upaya, jerih payah dan waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun, jika kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib, makamudharibharus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.21

Dokumen terkait