• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA

B. Konsep anak

Kejadian anak merupakan kehendak Allah SWT semata, yang menciptakan semua manusia serta segala sesuatu yang ada.22 Pandangan terhadap ar.ak sering ditentukan oleh cara seseorang dalam mengajar dan mengasuh mereka. Dalam kaitannya dengan hal itu maka perlu dibahas beberapa pandangan mengenai hakikat anak.

1. Anak sebagai orang dewasa mini

Anak dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mini, terutama di Eropa pada abad pertengahan. Yang membedakan anak dengan orang dewasa hanya ukuran dan usianya saja. Anak justru diharapkan bertingkah laku sebagai orang dewasa. Bahkan ai berbagai dunia ketiga, yakni di Amerika Latin dan Asia, anak-anak diharapkan produktif secara ekonomi.23 Anak-anak menjadi anggota keluarga yang ikut bekerja sebagaimana orang dewasa yang lain, walupun usia mereka masih empat, lima, atau enam tahun.

Mendorong anak bertingkah laku seperti orang dewasa dapat menimbulkan konflik antara harapan dan kemampuan. Apabila pendidik menuntut anak bertingkah laku seperti orang dewasa, berarti hal itu berbeda dari kenyataannya sebagai anak, sehingga harapan para pendidik seperti itu tidak realistis.

2. Anak sebagai orang yang berdosa

Pandangan anak sebagai orang berdosa yang berarti bahwa tingkah lakunya yang menyimpang merupakan dosa keturunan terjadi pada abad ke-14 sampai abad ke-18. Orang tua menganggap perbuatan anak yang bersalah sebagai dosa. Pandangan tersebut terus menetap dan muncul dalam kepercayaan orang tua, sehingga tingkah

22 Mansur, Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2004, him. 75 23 Soemantri, Pendidikan Anak Prasekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hln. 48

anak harus selalu dikontrol dengan keras, melalui pengawasan yang sangat keras (kaku). Anak tidak boleh membantah kata-kata orang tua dan harus patuh. Institusi pendidikan pada saat itu adalah sebagai tempat untuk mengajarkan tingkah laku yang benar. Orang tua sangat berminat untuk memasukkan anaknya ke sekolah karena orang tua merasa kurang mampu menghindarkan anak dari godaan minuman keras dan bentuk kriminalitas lainnya. Pada masa itu banyak sekolah milik perorangan yang berorientasi pad agama dibuka, pada prinsipnya menekankan penanaman rasa hormat, patuh dan bertingkah laku yang baik.

3. Anak sebagai tanaman yang tumbuh

Dalam pandangan ini, orang dianggap dan berperan sebagai tukang kebun, dan sekolah merupakan rumah kaca dimana anak tumbuh dan matang sesuai dengan pola pertumbuhannya yang wajar. Orang tua sebagai tukang kebun berkewajiban uantuk menyirami, memupuk, merawat, dan memelihara tanaman yang ada dalam kebun. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa pendidik harus melaksanakan proses pendidikan agar mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Suatu konsekuensi alami dari pertumbuhan dan kematangan ibarat pohon, banyak miripnya dengan mekarnya bunga dalam kondisi yang tepat. Dapat dikatakan, bahwa apa yang akan teijadi pada anak tergantung pada pertumbuhan secara wajar dan lingkungan yang memberikan perawatan. Adapun pertumbuhan yang alami adalah kegiatan bermain dan kesiapan atau proses kematangan. Isi dan proses belajar terkandung dalam kegiatan bermain dan materi serta aktivitas dirancang untuk kegiatan bermain yang menyenangkan dan tidak membahayakan. 24

Pada masa anak-anak umurnya yang siap untuk belajar adalah melalui motivasi dan bermain. Hal itu menunjukkan bahwa anak-anak akan siap untuk dikembangkan keterampilannya apabila telah mencapai suatu tingkatan dimana mereka dapat mengambil keuntungan dari suatu instruksi yang tepat. Setiap anak mempunyai jadwal kematangan berbeda dan merupakan faktor bawaan. Masing-masing anak berbeda waktunya, maka sebaiknya orang tua dan guru tidak memaksakan anak untuk belajar sesuatu apabila belum siap (matang).25 Apabila anak belum siap belajar menunjukkan bahwa anak belum matang, proses yang alami belum teijadi. Oleh karena itu orang tau hendaknya selalu memberi motivasi dalam kegiatan bermain untuk mengembangkan keterampilan anak.

4. Anak sebagai makhluk independen

Walaupun anak dilahirkan oleh orang tua, namun pada hakikatnya anak merupakan individu yang berbeda dengan siapa pun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Bahkan anak juga memiliki takdir tersendiri yang belum tentu sama dengan orang tua.26 Dengan demikian maka jelaslah bahwa anak pada hakikatnya adalah makhluk independen. Hal ini perlu disadari sehingga orang tua tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada anak. Anak dibiarkan tumbuh dewasa sesuai dengan suara hati nuraninya, orang tua hanya memantau dan mengarahkan agar jangan sampai menyusuri jalan hidup yang sesat.27 Orang tua hanya berkewajiban berusaha, yakni mengusahakan agar anak tumbuh dewasa menjadi pribadi saleh dengan merawat, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan yang benar.

25Ib id , him. 50

26 M. Nipan Abdul Halim, A nak Saleh Dambaan Keluarga, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2001, him. 21 21 Ib id , him. 23

5. Anak sebagai nikmat, am anat dan fitnah orang tua

Sepasang suami-isteri akan merasa sangat prihatin manakala telah berpuluh- puluh tahuh atau bahkan hingga akhir hayatnya tidak dikaruniai anak. Bagi pasangan suami-isteri yang tidak dikaruniai anak,niscaya sangat terasa betapa berhajatnya mereka akan kehadiran anak dalam rumah tangga yang dibinanya.28 Tiada tangis bayi, tiada tawa anak-anak, tak pernah dimintai uang jajan, tiada yang meminta dibelikan pakaian seragam, tidak pemak memikirkan anaknya hams kemana dan tak pernah memberikan bimbingan agar anak-anak kelak hams begini atau begitu. Suasana keluarga terasa sangat hampa dan kurang lengkap, maka kebahagiaan keluarga terasa ada saja yang kurang.

Dengan hadirnya anak di tengah-tengah pasangan suami-isteri, maka jalinan kasih sayang di antara mereka akan semakin tambah kuat. Tidak sedikit pasangan suami-isteri yang berpisah di tengah jalan, kemudian tersambung kembali lantaran masing-masing teringat akan anak mereka. Sebaliknya tidak jarang pula pasangan suami-isteri yang demikian rukun dan penuh kasih sayang, tiba-tiba bercerai lantaran

*

tidak hadirnya satu anak pun di tengah-tengah mereka. Buah hati yang mereka dambakan tak pernah hadir dalam kenyataan.29 Anak memang benar-benar merupakan sumber kebahagiaan keluarga, buah hati yang memperkuat kehangatan tali kasih kedua orang tuanya dan mampu membahagiakan segenap sanak saudara. Dapat dikatakan bahwa anak laksana wewangian surga yang menyemarakkan suasana kebahagiaan sebuah keluarga. Oleh karena itulah hendaknya orang tua menyadari pula akan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap anak. Anak memerlukan perawatan, asuhan, bimbingan dan pendidikan yang benar demi kelangsungan hidupnya.

28 Ibid., him. 2 29 Ib id , him. 5

Anak hanya akan terlahir dari pasangan suami-isteri manakala Allah SWT menciptakan dan berkehendak untuk mengaruniakan kepada pasangan yang bersangkutan. Jika Dia tidak menciptakan dan tidak berkehendak untuk mengaruniakan kepada sebuah pasangan suami-isteri, mereka tidak akan menghasilkan keturunan untuk selama-lamanya.30 Maka, bagi pasangan suami-isteri yang mampu melahirkan anak hendaknya menyadari betul bahwa anaknya semat-mata merupakan karuniaNya. Banyak orang yang sudah lama menikah dan ingin mempunyai anak, tetapi tidak dikaruniai olehNya. Jadi, anak merupakan nikmat Allah SWT yang begitu tinggi nilainya yang harus disyukuri dengan membina dan mendidik anak sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman:

i*

i T o - ^ 'l j T j L iiiT i S 3 'i - j j b ^ 2 1 }

%

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.31 32

Disamping anak sebagai nikmat, orang tua harus menyadari pula bahwa anak juga merupakan fitnah baginya jika tidak mampu menjaganya. Anak akan menjadi fitnah bagi orang tuanya manakala terdapat kekuarangan atau kelemahan pada anak terlebih jika tidak dilandasi iman dan takwa. Banyak orang tua menjadi sengsara dan malu akibat ulah dan perilkau anak-anaknya. Oleh karena itu orang tua hendaknya

30 Mansur, Pendidikan Anak Usia D ini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, him. 6 - 7 31 QS. Al Kahfi 16: 46

32 Abdul Mustaqim, M enjadi Orangtua B ija k: Solusi K retid Menangani Pelbagai Masalah pada Anak, Mizan, Bandung, 2005, him. 22

mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orang tua dan anak itu sendiri. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”.33

Setiap orang tua muslim hendaknya juga menyadari bahwa anak merupakan amanat Allah SWT yang dipercayakan kepadanya. Dengan demikian maka orang tua muslim pantang mengkhianati amanatNya berupa dikaruniakannya anak kepada mereka. Di antara sekian perintah Allah SWT berkenaan dengan amanatNya yang berupa anak adalah bahwa setiap orang tua muslim wajib mengasuh dan mendidik anak-anak dengan baik dan benar. Mendidik anak dengan baik agar menjadi generasi yang berkulaitas merupakan salah satu cara mensyukuri karunia Allah SWT yang berupa anak.34 Hal itu dilakukan agar tidak menjadi anak-anak yang lemah iman dan lemah kehidupan duniawinya, namun agar dapat tumbuh dewasa menjadi generasi yang saleh, sehingga terhindar dari siksa api nereka. Jika para orang tua benar-benar menempuh jalan yang benar dalam mengemban amanat Allah SWT, yakni mendidik anak-anak mereka dengan baik dan benar, niscaya fitrah Islamiyah anak akan tumbuh dan lebih bisa diharapkan dapat masuk surga. Sebaliknya jika para orang tua lengah dalam mengemban amanatNya, niscaya fitrah Islamiyah anak akan tercoreng atau bahkan hilang sama sekali dan tergantikan oleh akidah lain. Dengan demikian yang harus ditata dan ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada Allah SWT.

33 QS. At Taghabun 64 : 15 34 Abdul Mustaqim, op.cit., him. 21

6. Anak sebagai milik orang tua dan investasi masa depan

Pandangan anak sebagai investasi telah ada sejak abad pertengahan. Banyak

orang tua mempunyai pandangan bahwa setelah mereka tua atau meninggal dunia,

maka anak adalah penggantinya. Pada tahun 60-an berbagai program yang berlatar belakang pentingnya anak sebagai investasi, berkembang di berbagai negara bagian Amerika, yakni program kesejahteraan anak berdasarkan pandangan anak sebagai investasi. Umumnya program-program tersebut berpandangan bahwa investasi yang paling berharga bagi negara adalah anak-anak.35 Anak adalah milik orang tua atau institusi, sehingga orang tua mempunyai hak atas diri anak. Hukum melindungi anak- anak dari hukuman fisik dan perlakuan salah secara emosional. Orang tua harus memasukkan anak ke sekolah sesuai undang-undang wajib belajar bagi anak. Orang tua seringkah menganggap bahwa dia boleh melakukan apa saja terhadap anaknya karena berpendapat bahwa anak adalah miliknya. Namun Islam memandang bahwa

anak milik Allah SWT, sedangkan orang tua adalah yang dipercaya dan diberi amanat

olehNya untuk mendidik sehingga tidak boleh memperlakukan seenaknya sesuai kehendak dirinya, apalagi tidak sesuai dengan ajaran Islam.

7. Anak sebagai generasi penerus orang tua dan bangsa

Dengan hadirnya anak, maka orang tua merasa ada pihak yang akan meneruskan garis keturunannya. Garis keturunan tidak akan terputus dan kelangsungan hidup manusia pada umumnya akan lebih teijamin.36 Sebagai orang tua muslim, tentu menyadari betul akan pentingnya garis keturunan. Dengan berlangsungnya garis keturunan, berarti lebih bisa diharapkan kemuslimannya akan

35 Soemantri, op.cit., him. 51

berlangsung terus. Anak keturunannya lebih bisa diharapkan menjadi generasi

perjuangan dalam menegakkan kalimat al-haqq. Allah SWT berfirman:

:'3 j\ (j* ^ cr? ^13

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”3

Disamping itu, setiap orang tua tentu menyadari betul bahwa anak adalah pelestari pahala. Jika anak tumbuh dewasa menjadi generasi yang saleh, maka anak dapat mengalirkan pahala walaupun orang tuanya telah meninggal dunia. Berarti jika anak tidak menjadi generasi yang saleh, maka siksaan akan mengalir pula walaupun orang tuanya telah meninggal dunia.

Dengan demikian apabila para orang tua muslim benar-benar menyadari hakikat anak mereka yang dapat melestarikan pahala dan juga melestarikan siksa, niscaya akan bangkitlah semangat untuk lebih waspada terhadap pendidikan anak- anak mereka.37 38 Orang tua harus mempunyai tujuan dan berikhtiar agar anak di masa depan mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari orang tuanya, minimal sejajar atau sama dengan orang tuanya. Dengan demikian orang tua perlu mempersiapkan anak sejak dini agar menjadi manusia unggul.

37 QS. An Nahl 16:7 2

Dokumen terkait