• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KESETARAAN TANGGUNG JAWAB SUAMI-ISTERI DALAM PENDIDIKAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF FEMINISME ISLAM - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP KESETARAAN TANGGUNG JAWAB SUAMI-ISTERI DALAM PENDIDIKAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF FEMINISME ISLAM - Test Repository"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PENDIDIKAN ANAK

MENURUT PERSPEKTIF FEMINISME ISLAM

u

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana adalam Ilmu Tarbiyah

Oleh:

ANI RAHMAWATI

NIM. 11406190

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)

Jl. Tentara Pelajar No. 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax. (0298) 323433 Salatiga 50721 e -m a il: muna [email protected]

NOTA PEMBIMBING

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama

ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : ANI RAHMAWATI

NIM : 11406190

Jurusan/Program : Tarbiyah / Ekstensi

Judul : KONSEP KESETA RAAN TANGGUNG JAWAB

(3)

S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (S T A IN ) S A L A T IG A Tentara P elajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ani Rahmawati

NIM :11406190

Jurusan : Tarbiyah-PAI

Program : Ekstensi

Alamat : Kaliwaru RT 28/05 Tengaran

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar-benar asli karya saya

sendiri.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Tengaran, Agustus 2008

Yang menyatakan,

NIM. 11406190

(5)

i

\

U

ja

I

i

gt

1

a

JiL

j

gii* U

uih

“Dunia adalah tempat kesenangan dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah

isteri yang salihah” (HR. Muslim)

(6)

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

1. Suami tercinta Muhyidin bin Ahmad Soemyani

2. Ananda Nufeisa Sakhiya binti Muhyidin

3. Ayahanda Muhammad Sholeh bin Munjahid

4. Ibunda Sudaryati binti H. Muhyidin

5. Ibu Mertua Machsunah binti Sanusi

6. Keluarga Besar Muhammad Sholeh

7. Keluarga Besar Ahmad Soemyani

(7)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahNya. Sholawat serta salam mudah-mudahan

tercurahkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarganya dan segenap

pengikutnya.

Selanjutnya kepada pihak-pihak yang telah turut membantu sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis menyampaikan rasa

terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada yang terhormat:

1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M. Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga.

2. Ibu Muna Erawati, S.Psi., M.Si. yang dengan penuh lapang dada membimbing, memberi

nasihat dan arahan sejak awal hingga akhir penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen STATN Salatiga serta segenap civitas akademika khususnya kepada

Bapak Muhtarom Effendhi, S.H. dan staf perpustakan STAIN Salatiga yang telah

memberikan layanan perpustakaan dengan ramah dan baik, dan terutama membantu

penulis memperoleh data dan literatur yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ayahanda Muhammad Sholeh dan Ibunda Sudaryati yang ridla dan doa restunya

senantiasa penulis harapkan.

5. Suami tercinta Muhyidin Abu Nufeisa yang telah membantu dalam banyak hal selama

perkuliahan terutama dalam proses pembuatan dan pengetikan skripsi ini.

6. De Mus, Mbak Pah dan Mbah Putri yang telah membantu pengasuhan putri penulis,

sehingga penulis mempunyai kesempatan lebih banyak dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Kepada semuanya, penulis berdoa jazakumullahu khairal jaza

(8)

kesempurnaan. Oieh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan

demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya

bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya dan semoga mendapatkan ridla dari Allah

SWT. Amin.

Salatiga, Agustus 2008

P e n u l i s

(9)

ANI RAHMAWATI (NIM 11406190) KONSEP KESETARAAN TANGGUNG JAWAB SUAMI-ISTERI DALAM PENDIDIKAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF FEMINISME ISLAM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab suami-isteri

dalam pendidikan anak menurut perspektif feminisme Islam. Penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan menggali informasi dan

teori dari buku, internet, dan sumber-sumber lain yang relevan.

Untuk mendapatkan gambaran tentang tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan

anak menurut perspektif feminisme Islam, penelitian ini menggunakan wawasan teori

feminisme. Selanjutnya, wawasan teori feminisme tentang tanggung jawab suami-isteri dalam

pendidikan anak tersebut dianalisis dengan pandangan Islam. Langkah tersebut dilakukan

dengan menggali teks-teks keagamaan yang membahas tentang topik bersangkutan.

Akhirnya disimpulkan bahwa menurut perspektif feminisme Islam, suami-isteri

mempunyai tanggung jawab yang setara dalam pendidikan anak meskipun kesetaraan tersebut

bukan kesetaraan 50/50. Hal ini disebabkan isteri mempunyai keistimewaan kodrati dalam

pendidikan anak, seperti mengandung dan menyusui, yang tidak dimiliki oleh suami. Suami-

isteri merupakan dwi tunggal yang bersama-sama menjalankan tugas pendidikan anak dalam

keluarga, yang mana dibutuhkan adanya kerja sama dan saling pengertian diantara keduanya.

(10)

HALAMAN SAMPUL... i

LEMBAR LOGO... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

ABSTRAK... x

DAFTAR IS I... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Rumusan masalah... 5

C. Tujuan penelitian... 5

D. Kegunaan penelitian ... 5

E. Metode penelitian... 6

F. Definisi istilah ... 6

G. Sistematika penelitian ... 9

BAB II : PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA A. Konsep keluarga L Pengertian keluarga ... 10

2. Fungsi keluarga ... 14

3. Syarat-syarat pembentukan keluarga ... 18

B. Konsep anak... 23

(11)

SUAMI-ISTERI DALAM PENDIDIKAN ANAK

A. Teori feminisme... 43

B. Kesetaraan jender dalam feminisme ... 49

C. Ekofeminicme sebagai teori 3ltematif feminisme dalam tanggung

jawab pendidikan anak ... 51

BAB IV : TANGGUNG JAWAB SUAMI-ISTERI DALAM PENDIDIKAN ANAK

MENURUT PERSPEKTIF FEMINISME ISLAM

A. Tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak menurut

feminisme Islam... 54

B. Perspektif feminisme Islam tentang kesetaraan tanggung jawab

suami-isteri dalam pendidikan a n a k ... 57

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA

(12)

PENDAHULUAN

A. L atar B^iakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia dengan tabiat suka mempunyai anak sebagai

salah satu perhiasan hidup dan sumber kebahagiaan jika anak-anaknya saleh. Dalam hal

ini, Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran 3 :1 4 :

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.1

Juga dalam Surah Al Kahfi 18 : 46:

yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih

baik untuk menjadi harapan”. *

'Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan

(13)

Keluarga dalam pengertiannya yang sempit merupakan suatu unit sosial yang

terdiri dari seorang suami dan seorang isteri.2 Pembentukan keluarga dalam Islam

bermula dengan terciptanya hubungan suci yang menjalin seorang lelaki dan seorang

perempuan melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat

sahnya. Dengan kata lain, keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang lelaki

dan seorang perempuan yang bersifat terus menerus dimana yang satu merasa tenteram

dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama dan masyarakat.

Suami-isteri merupakan dua unsur utama dalam keluarga. Ketika kedua suami

isteri tersebut dikaruniai seorang anak atau lebih maka anak-anak tersebut menjadi unsur

utama ketiga pada keluarga melengkapi dua unsur sebelumnya. Suami, isteri dan anak

mempunyai peranan penting dalam membina dan menegakkan keluarga. Suami

berfungsi sebagai tongkat utama keluarga, pencari rejeki, pimpinan,teladan yang baik

dan sumber terpenting dalam pendidikan dan bimbingan. Isteri berfungsi sebagai sumber

utama bagi ketenteraman, ketenangan dan kasih sayang dal&m keluarga. Sedangkan anak

merupakan sumber kebahagiaan suami-isteri sebagai penerus generasi.

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama.3 Dalam keluarga,

tiap individu berkembang dan disitulah terbentuknya tahap-tahap awal proses

pemasyarakatan (.socialization), dan melalui interaksi dengannya ia memperoleh

pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup dan

dengan itu ia memperoleh ketenteraman dan ketenangan.

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, PT. Pustaka Al Husna Baru, Jakarta, 2004, him. 290

3 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995, him.

(14)

Islam memandang keluarga sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi

kemungkinan celaka atau bahagianya anggota-anggota keluarga selama hidup di dunia

dan akhirat. Allah SWT memerintahkan setiap manusia untuk menjaga diri dan

keluarganya dari api neraka sebagaimana firmanNya:

^ l i i t ijii 135 I p ; 3 - j j f

, ' , t S S * S * * s s l — X ' ■** ^

C) 3 j A l ^ l Qj) v'! »j V ^ I N-p

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengeijakan apa yang diperintahkan”.4

Penjagaan tersebut dilakukan dengan ketaatan kepada Allah SWT dan menuruti

segala perintahNya serta menjauhi laranganNya. Rasulullah SAW menjadikan

pendidikan anak sebagai tanggung jawab penuh kedua orang tua.5 Diriwayatkan oleh

Bukhori dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

AjI AJl^»*nn Aji J « l Vj ^ lia

“Tidak ada seorang pun dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci). Kedua

orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, atau Nasrani, atau

Majusi”.6

4 QS. At Tahrim 66 : 6

5 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, M endidik Anak Bersama Rasulullah, terj. Kuswandani, Al Mizan, Bandung, 1997, him. 36 - 37

(15)

suami/bapak dalam pendidikan anak, karena Islam menitikberatkan pendidikan anak atas

dasar cinta kasih sayang, sedang yang paling besar cin*? kasihnya dalam keluarga

terhadap anak adalah kaum ibu.7 Namun begitu, bapak pun juga mempunyai pengaruh

dari kekuasaannya dalam keluarga.

Seiring dengan perkembangan zaman, tatanan kehidupan masyarakat di sekeliling

kita telah mengalami perubahan yang banyak dalam berbagai bidang kehidupan. Salah

satu diantaranya adalah meningkatnya keterlibatan perempuan di dunia publik. Sebagai

contoh dalam bidang ekonomi banyak perusahaan yang mempekeijakan perempuan,

yang mana hal ini akan mempengaruhi berkurangnya lapangan keija bagi kaum lelaki.

Sebagai akibatnya adalah munculnya fenomena wanita karir dan bapak rumah

tangga sehingga isteri lebih banyak berada di luar rumah dan sebaliknya suami lebih

banyak berada di rumah. Dengan demikian, tanggung jawab pendidikan anak yang

semula lebih dibebankan kepada isteri berubah kepada suami.

Kompilasi Hukum Islam pasal 77 ayat (30) menyebutkan bahwa suami isteri

memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai

pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agama.8 Dengan

demikian, suami-isteri memiliki tanggung jawab yang setara dalam pendidikan anak.

Uraian di atas mendorong dan menjadi latar belakang penelitian bagi penulis

untuk menggali dan mempelajari serta mewujudkannya dalam sebuah penelitian dengan

memilih judul : “KONSEP KESETARAAN TANGGUNG JAWAB SUAMI-ISTERI

DALAM PENDIDIKAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF FEMINISME

ISLAM”.

7 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama : di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, him. 80

(16)

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini pokok masalah dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah hakikat keluarga menurut Islam?

2. Bagaimanakah tanggung jawab suami-isteri dalam perspektif ekofeminisme?

3. Bagaimanakah tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan 'anak menurut

perspektif feminisme Islam?

C. Tujuan penelitian

Penelitian tentang kesetaraan tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak

menurut konsep feminisme Islam ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui hakikat keluarga menurut Islam.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab suami-isteri dalam perspektif ekofeminisme.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak menurut

perspektif feminisme Islam.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian tentang kesetaraan tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak

menurut konsep feminisme Islam ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis

maupun secara praktis.

1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

tentang kesetaraan tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak menurut

konsep feminisme Islam.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif dan pelurusan

(17)

E. Metode Penelitian 1. Metode Kajian

Yang dimaksud metode kajian dalam penelitian ini adalah semua rangkaian

kegiatan sebagai upaya menarik kesimpulan dari hasil kajian teori yang mendukung

penelitian ini. Untuk menganalisa kesetaraan tanggung jawab suami-isteri dalam

pendidikan anak menurut konsep feminisme Islam, penulis menggunakan metode,

pertama metode deskriptif yaitu dengan seteliti mungkin seluruh perkembangan,

dengan peralihan-peralihan dan pengaruh-pengaruh satu sama lain antara arti-arti,

diuraikan secara lengkap dan teratur. Kedua metode penalaran yang meliputi:

a. Deduktif, yaitu berpikir dari dalil yang umum kepada peristiwa khusus.

b. Induktif, yaitu pemakaian konsep yang ada dipelajari sebagai case-study, untuk

menginventarisasikan segala arti, mengikuti semua hubungannya dan membentuk

suatu sintesis.9

F. Definisi Istilah

Penelitian dalam skripsi ini merupakan studi eksploratif - deskriptif yang akan

menggambarkan serta mengecek prinsip- prinsip atau pernyataan {proporsi) umum dan

menambah isi himpunan pengetahuan mengenai kesetaraan tanggung jawab suami-isteri

dalam pendidikan anak menurut feminisme Islam.

Di sini perlu dikemukakan penegasan masalah sesuai dengan topik penelitian ini

dengan menjelaskan definisi konseptual dan definisi secara operasional agar diperoleh

kesatuan konseptual dan pemahaman masalah.

Adapun kata kunci dari penelitian ini yang perlu dijelaskan adalah kesetaraan,

tanggung jawab, suami, isteri, dan pendidikan anak.

1. Kesetaraan

Kesetaraan berarti keadaan yang sebanding, seimbang dan sederajat.10

(18)

2. Tanggung jawab

Tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau

te»jadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan."

3. Suami

Suami berarti lelaki yang menjadi pasangan hidup seorang' perempuan.10 11 12

Suami yang telah mempunyai anak selanjutnya disebut bapak.

4. Isteri

Isteri berarti perempuan yang telah menikah atau yang bersuami.13 Isteri yang

telah mempunyai anak selanjutnya disebut ibu.

5. Pendidikan Anak

Terdapat sejumlah formulasi pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh

para ahli pendidikan Islam dengan batasan yang sangat variatif. Diantara batasan

yang sangat variatif tersebut antara lain:

a. Ahmad Tafsir : pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar

ia berkembang secara maksimal sesuai ajaran Islam.14

b. Samsul Nizar : pendidikan merupakan proses membimbing dan membina fitrah

peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta

didik sebagai muslim paripurna {insan kamit). Melalui sosok pribadi yang

demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu,

dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis bagi dunia

maupun akhirat.15

10 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, him. 820 11 Ib id , him. 899

12 Ibid, him. 860 13 Ib id , him. 420

14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, him. 32

(19)

c. Abdul Hamid : pendidikan adalah proses pembentukan kepribadian yang

seimbang dan sempurna dalam segenap aspek baik kejiwaan, akal, hati nurani,

tingkah laku, sosial, dan jasmani serta kemampuan untuk berakomodasi dengan

lingkungan hidupnya.16

d. M. Sahlan Syafei : pendidikan adalah proses membimbing anak iintuk mencapai

kedewasaan.17

Anak berarti turunan yang kedua atau manusia yang masih kecil.18 Anak

menjadi generasi penerus bagi orang tua. Jadi pendidikan anak berarti proses

pemberian bimbingan kepada generasi penerus agar ia tumbuh dan berkembang

menjadi manusia yang mempunyai kepribadian seimbang dan sempurna dalam

segenap aspek.

5. Feminisme Islam

Feminisme adalah suatu aliran yang mendasarkan pemikirannya pada upaya

untuk menumbuhkan kesadaran akan adanya penindasan dan ketidakadilan terhadap

perempuan dalam masyarakat serta adanya tindakan secara sadar yang dilakukan

oleh seseorang atau sekelompok orang, baik perempuan maupun laki-laki untuk

mengubah keadaan tersebut.19 Dalam Islam, feminisme merupakan alat analisis

maupun gerakan yang selalu bersifat historis-kontekstual dalam menjawab masalah-

masalah perempuan yang aktual menyangkut ketidakadilan, dan ketidaksejajaran

dipandang dari perspektif agama.

Dengan demikian konsep feminisme Islam tentang kesetaraan tanggung jawab

suami-isteri dalam pendidikan anak berarti bagaimana cara pandang/perspektif

feminisme Islam mengenai kesamaan atau kesederajatan tugas dan kewajiban suami-

isteri sebagai orang tua dalam mendidik anak.

16 Abdul Hamid Ash-Shoeid, U susu At-Tarbiyah Al-Islamiyah f i As-Sunnah An-Nabawiyah, Dar al- Arabiyah, Kairo, Tanpa Tahun, him. 25

17 M. Sahlan Syafei, Bagaimana Mendidik Anak, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, him. 2 18 W J,$. Poerwadarminta, op.cit., him. 38

(20)

G. Sistematika Penelitian

Pembahasan dalam penelitian tentang kesetaraan tanggung jawab suami-isteri

dalam pendidikan anak menurut konsep feminisme Islam ini menggunakan sistematika

penelitian yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagian muka terdiri dari halaman sampul, lembar logo, lem bu persetujuan

pembimbing, lembar persetujuan dan pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, motto,

persembahan, kata pengantar dan daftar isi.

Bagian isi terdiri dari:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, definisi istilah dan

sistematika penelitian.

A. Tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak

B. Kesetaraan tanggung jawab suami-isteri dalam pendidikan anak

Bab V : Penutup

(21)

PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA

A. Konsep Keluarga 1. Pengertian keluarga

Keluarga merupakan sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan pernikahan.

Di dalamnya hidup bersama sepasang suami-isteri secara sah karena pernikahan.

Mereka sehidup semati, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan

damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan

sejahtera lahir dan batin.

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan

sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan yang diikat

oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan

darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.

Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat. Sedangkan

dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh

adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu

dengan lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat hubungan darah.1

Pada dasarnya keluarga adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”.

Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami-isteri dan saling

berinteraksi dan berpotensi untuk mempunyai anak dan pada akhirnya membentuk

komunitas baru yang disebut keluarga. Karenanya keluarga pun dapat diberi batasan 1

1 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga : Sebuah perspektif Pendidikan Islam, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, him. 16

(22)

sebagai sebuah “grup” yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita yang

sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak.

Jadi, keluarga dalam bentuk yang mumi merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri

dari suami, isteri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat

tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.2 3

Batasan keluarga di atas merupakan batasan keluarga secara umum. Teijadinya

pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang wanita tidak selalu diikuti dengan

lahirnya seorang anak. Keluarga adalah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya

terdiri dari pasangan suami-isteri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir

dari mereka. Jadi setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-isteri, baik

mempunyai anak atau tidak sama sekali.

Sifat-sifat keluarga yang terpenting adalah hubungan suami-istri, bentuk

pernikahan dimana suami-isteri diadakan dan dipelihara, susunan nama-nama dan

istilah termasuk cara menghitung keturunan, milik atau harta benda keluarga, dan pada

umumnya keluarga mempunyai tempat tinggal bersama (rumah bersama).4

Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunitas baru karena hubungan darah pun

terbentuk pula. Di dalamnya ada suami, isteri dan anak sebagai penghuninya. Saling

berhubungan, saling berinteraksi di antara mereka melahirkan dinamika kelompok

karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga.

Misalnya, konflik antara suami-isteri, konflik antara ayah dan anak, konflik antara ibu

dan anak, dan konflik antara anak dan anak, bahkan konflik antara ayah, ibu dan anak.

2 Hartono dan Amicum Aziz, Ilmu Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, him. 79

3 Marsudi Sukamo, Buku Pintar Keluarga Muslim, Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Pernikahan Propinsi Jawa Tengah, Semarang, 2001, him. 2

(23)

Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita bagi

pasangan suami-isteri sukar diwujudkan. Penyebabnya bisa karena perbedaan

pandangan, perbedaan latar belakang kehidupan, masalah ekonomi, harga diri,

intervensi orang ketiga dalam masalah keluarga, dan sebagainya. Setiap orang tidak

ingin ada konflik dalam keluarganya, karena hal itu disadari atau tidak dapat

mengancam keutuhan keluarga. Tetapi pada umumnya, konflik ringan dalam keluarga

selalu saja ada dan hal itu sukar untuk dihindari. Namun yang terpenting adalah

berusaha agar konflik tersebut tidak sampai memicu kehancuran keutuhan keluarga.

Oleh karena itu, konflik dalam keluarga harus diminimalkan untuk

mewujudkan keluarga seimbang. Keluarga seimbang ditandai dengan adanya

keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dan ibu, antara ayah dan anak, serta

antara ibu dan anak. Setiap anggota keluarga tahu tugas dan tanggung jawab masing-

masing uan dapat dipercaya.

Pemikiran sosial dalam Islam setuju dengan pemikiran sosial modem yang

mengatakan bahwa keluarga adalah unit pertama dan institusi pertama dalam

masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian

besarnya, bersifat hubungan-hubungan langsung.5 Dalam keluarga tiap individu

tumbuh dan berkembang dan disitulah tahap-tahap awal proses pemasyarakatan mulai

terbentuk. Melalui interaksi-interaksi dalam keluarga tiap individu memperoleh

pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup.

(24)

Menurut pandangan individu, keluarga merupakan simbol bagi ciri-ciri yang

mulia seperti keimanan yang teguh kepada Allah, pengorbanan, kesediaan berkorban

untuk kepentingan kelompok, cinta kepada kebaikan, kesetiaan dan lain-lain yang

dengannya keluarga dapat menolong individu untuk menanamkannya pada dirinya.

Keberadaan keluarga diperlukan individu bukan hanya pada tingkat awal hidupnya

dan pada masa kanak-kanak, tetapi ia memerlukannya sepanjang hidupnya, sebagai

kanak-kanak, remaja, dewasa, orang tua, dan orang tua bangka untuk menanamkan

pada dirinya rasa kasih sayang, rasa tenteram dan ketenangan.

Pentingnya keluarga tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi masyarakat.

Keluarga menjadi ukuran ketat atau lemahnya suatu masyarakat, yakni jika keluarga

kuat masyarakat pun kuat, dan jika lemah maka masyarakat pun lemah. Jika susunan

dan struktur keluarga sehat, maka struktur masyarakat pun sehat, sedang kalau sakit

maka masyarakat pun sakit, selanjutnya kehidupan akhlak dan sosialnya sendiri akan

runtuh sebab runtuhnya dasar-dasar dan unsur-unsurnya yang terpenting.

Oleh sebab kepentingan yang berganda yang dimiliki oleh keluarga inilah

maka Islam berusaha keras untuk mengukuhkan, menguatkan dan mengusahakan

segala jalan untuk menolong keluarga untuk menjadi kuat dan berpadu. Islam

memberi perhatian kepada keluarga sebelum terbentuknya. Perhatian ini berterusan

sesudah keluarga terbentuk, memberi petunjuk kepada anggotanya tentang cara-cara

bekeija sama antar anggotanya untuk menguatkan dan mengokohkannya supaya dapat

memikul tanggung jawab besar yang dipikulnya, yakni pendidikan, bimbingan dan

(25)

2. Fungsi keluarga

Allah SWT memerintahkan setiap orang yang beriman untuk menjaga diri dan

keluarganya dari api neraka sebagaimana firmanNya:

^ GJ l

U t ijS j

1 j l

5

1 j

fa

1 1^5 i

y**\e.

' -y f s ^ s % -y '

i

< 1 t t *•

O O ^ a I L« ajjl (jj -fa*> il J-ii Ji»*^Lp

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.6

Menjaga diri berarti bahwa setiap orang yang beriman harus dapat melakukan

se ’f education, dan melakukan pendidikan terhadap anggota keluarganya untuk

mentaati Allah dan RasulNya.7 Dalam pandangan Islam, seseorang yang tidak berhasil

mendidik diri sendiri mustahil akan dapat melakukan pendidikan kepada orang lain.

Oleh karena itu, untuk dapat menyelamatkan orang lain, seseorang harus terlebih

dahulu menyelamatkan dirinya dari api neraka. Tidak ada seorang yang tenggelam „

yang mampu menyelamatkan orang lain yang sama-sama tenggelam.

Rasulullah SAW pun menjadikan pendidikan anak sebagai tanggung jawab

penuh kedua orang tua. Tentang hal ini beliau bersabda:

AJJC-J <jc- £ \ j

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”.

(HR. Bukhori Muslim)8

6 QS. AtTahrim 66 : 6

(26)

Dengan adanya tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak

tersebut, maka fungsi dan tugas orang tua adalah sebagai berikut:9

a. O rang tua sebagai pendidik keluarga

Orang tua adalah pendidik yang pertama dsan utama yang paling

bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak.10 11Pendidikan

dalam rumah tangga bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang

lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan

strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.11

Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergav.lan dan hubungan pengaruh

mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.

Para orang tua pada umumnya merasa bertanggung jawab atas segalanya

dari kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanya tidaklah diragukan lagi

bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua baik

diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh hatinya atau tidak. Hal

itu merupakan fitrah yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua.

Mereka tidak bisa mengelakkan tanggung jawab tersebut karena telah merupakan

amanahNya yang dibebankan kepada mereka.

Orang tua dengan pengaruhnya yang besar dapat membimbing jiwa

anaknya yang sedang berkembang ke arah cita-cita yang mereka inginkan. Seorang

ibu dipandang mempunyai pengaruh lebih terhadap anak karena rasa cinta

kasihnya lebih besar dibanding ayah. Walaupun demikian, ayah pun mempunyai

pengaruh dari kekuasaannya dalam keluarga. Ayah dan ibu merupakan dwi

9 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Bulan Bintang, Jakarta, 1997, him. 74 - 83

10 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, him. 42

(27)

tunggal yang bersama-sama menjalankan tugas pendidikan dalam keluarga. Di

antara keduanya harus ada kerja sama dan saling pengertian sebaik-baiknya agar

tidak timbul kontradiksi dalam menunaikan tugas tersebut baik yang bersifat

pedagogis maupun psikologis.

b. Orang tua sebagai pelindung/pemelihara keluarga

Disamping kekuasaan pendidikan, orang tua mempunyai tugas/kekuasaan

kekeluargaan, yakni orang tua harus memelihara keselamatann kehidupan

keluarganya baik moral maupun materialnya.

Jaminan material bagi kelangsungan hidup keluarga antara lain berupa

nafkah, baik sandang, pangan, maupun papan. Hal ini bertujuan agar keluarga

dapat hidup sejahtera dan bahagia.

Sebagai realisasi tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak, ada

empat aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua.12 Empat aspek

yang menjadi tiang utama dalam pendidikan anak tersebut adalah:

1) Pendidikan ibadah

Dalam pendidikan ibadah, orang tua memberikan bimbingan tentang kaifiyah

untuk menjalankannya yang lebih bersifat fiqhiyah. Disamping itu, orang tua

perlu menanamkan nilia-nilai yang terkandung dalam ibadah tersebut,

b) Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al Qur’an

Pendidikan dan pengajaran Al Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam yang

lain telah disebutkan dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ali bin

Abi Thalib:

(28)

4-aIc.j ( ji jS Il

“Sebaik-baik dari kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an,

kemudian mengajarkannya”. (HR. Bukhori)13

Penanaman nilai-nilai yang baik yang bersifat universal kapan pun dan dimana

pun dibutuhkan oleh manusia. Penanaman nilai-nilai baik tersebut tidak hanya

berdasarkan pertimbangan waktu dan tempat. Penanaman pendidikan ini harus

disertai dengan contoh konkret yang masuk fikiran anak, sehingga

penghayatan mereka disertai dengan kesadaran rasional, sebab dapat

dibuktikan secara empirik di lapangan.

c) Pendidikan akhlakul karimah

Tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak,

dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati

kedua orang tua, bertingkah laki yang sopan, baik dalam perilaku sehari-hari

maupun dalam bertutur kata. Pendidikan akhlah tidak hanya dikemukakan

secara teoritik melainkan disertai contoh-contoh konkret untuk dihayati

maknanya.

d) Pendidikan aqidah Islamiyah

Aqidah merupakan inti dari dasar keimanan yang harus ditanamkan kepada

anak sejak dini. Hal ini telah disebutkan dalam Al Qur’an:

(29)

j J J a J ^ • j! 4 iitj j j / dS ^ j i j L u 3 ^ 3 <-4~jS [ d r * - ^ 3!3

“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".14

Praktek pendidikan Islam inilah yang dapat dipedomani bagi umat Islam,

yang menyangkut empat aspek utama tersebut, yakni pendidikan ibadah,

pendidikan nilai dan pengajaran Al Qur’an, pendidikan akhlakul karimah, serta

pendidikan aqidah Islamiyah.

3. Syarat-syarat Pembentukan Keluarga

Islam menyadari akan pentingnya sebuah keluarga, oleh karena itu ia berusaha

keras untuk mengukuhkan, menguatkan dan mengusahakan segala jalan untuk

menolong keluarga untuk menjadi kuat dan berpadu. Dalam pembentukan sebuah

keluarga yang berfungsi sebagai wadah yang akan mendidik anak, Islam memberikan

syarat-syarat yang telah ditentukan Allah SWT seperti persyaratan keimanan,

persyaratan akhlak dan persyaratan tidak adanya hubungan darah.15 Persyaratan

tersebut sebagaimana termaktub di dalam beberapa ayat di antaranya:

a. Persyaratan keimanan

Allah SWT melarang pernikahan dengan orang yang berbeda agama,

seperti tersebut dalam firmanNya:

14 QS. Lukman 31 : 13

(30)

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu, dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu, mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.16

b. Persyaratan akhlak

Allah SWT melarang pernikahan dengan orang yang berzina, seperti

tersebut dalam firmanNya:

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan

c. Persyaratan tidak ada hubungan darah

Allah SWT melarang pernikahan dengan orang yang masih dalam

hubungan kekerabatan, seperti tersebut dalam firmanNya:

yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”.17

(31)

" ' s .

^ J'* x 'j ^

9

X

s ^ ~~ j’

^ ^ ^

^ y

^

_ ■

*" X

*

£ ) L £ = -*4

j

I <^J

l

L « j J L* ^ f l ^ L l o J l ^ ,

y *

j* j£ = = » jl

j

U

r c ^ j L4

I

^ L*j Lij2-4^

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak- anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.19

(32)

Setelah syarat-syarat tersebut di atas terpenuhi, maka dilaksanakanlah

pernikahan menurut ketentuan yang diwajibkan Allah SWT. Setelah adanya ikatan

pernikahan, maka masing-masing pasangan suami-isteri mempunyai hak dan

kewajiban yang ditentukan. Mereka dibekali dengan beberapa petunjuk dalam

mendayungkan bahtera kehidupan dengan kasih sayang dan kepatuhan kepada

ketentuanNya, agar mereka dapat meraih ketentraman dan kebahagiaan (sakinah).

Firman Allah SWT:

ZSjA

* , s ' s s s9'

.

s '

ȣ >

f ^ s * s ' s ' s

,

i _

IfcJ! t»-'jjl I W * c m

viAJ’3 j o ! 4“* ^ J j

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.20

‘ Nabi Muhammad SAW memberikan petunjuk doa ketika akan melakukan

hubungan intim suami-isteri sebagai berikut:

L

a

(jU a A u ill

L ' ' ' yj j

^jU sU uuih L iu a»

»11 A li!

“Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah

setan dari karunia (anak) yang Engkau berikan kepada kami”. (HR. Bukhori

Muslim)

(33)

Setelah terbentuknya keluarga muslim yang memenuhi persyaratan yang

ditentukan Allah SWT, dan keluarga tersebut telah siap untuk mendapatkan keturunan,

beberapa petunjuk dan pedoman yang membantu tercipianya kehidupan sakinah pun

telah dipahami dan dilaksanakan, maka selanjutnya keluarga muda itu memohon

kepada Allah SWT supaya mereka dikaruniai anak/keturunan yang saleh. Allah SWT

memberi petunjuk doa yang baik diucapkan:

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku,

berilah Aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau

Maha Pendengar doa".21

Dengan doa di atas keluarga tersebut memohon perlidungan Allah SWT dari

godaan setan, baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi anak atau keturunannya.

Demikianlah, Islam memberi perhatian kepada keluarga sebelum terbentuknya.

Perhatian ini berterusan sesudah keluarga terbentuk, memberi petunjuk kepada

anggotanya tentang cara-cara bekeija sama antar anggotanya untuk menguatkan dan

mengokohkannya supaya dapat memikul tanggung jawab besar yang dipikulnya, yakni

pendidikan, bimbingan dan pemeliharaan. Tidak ada suatu undang-undang keluarga

dalam Islam yang akan membahayakan kemasalahatan keluarga termasuk talak dan

berpoligami. Sebab kedua hal ini dibenarkan untuk menghadapi masalah-masalah

yang tidak dapat dihadapi selain dari cara itu.

(34)

B. Konsep Anak

Kejadian anak merupakan kehendak Allah SWT semata, yang menciptakan semua

manusia serta segala sesuatu yang ada.22 Pandangan terhadap ar.ak sering ditentukan oleh

cara seseorang dalam mengajar dan mengasuh mereka. Dalam kaitannya dengan hal itu

maka perlu dibahas beberapa pandangan mengenai hakikat anak.

1. Anak sebagai orang dewasa mini

Anak dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mini, terutama di Eropa

pada abad pertengahan. Yang membedakan anak dengan orang dewasa hanya ukuran

dan usianya saja. Anak justru diharapkan bertingkah laku sebagai orang dewasa.

Bahkan ai berbagai dunia ketiga, yakni di Amerika Latin dan Asia, anak-anak

diharapkan produktif secara ekonomi.23 Anak-anak menjadi anggota keluarga yang

ikut bekerja sebagaimana orang dewasa yang lain, walupun usia mereka masih empat,

lima, atau enam tahun.

Mendorong anak bertingkah laku seperti orang dewasa dapat menimbulkan

konflik antara harapan dan kemampuan. Apabila pendidik menuntut anak bertingkah

laku seperti orang dewasa, berarti hal itu berbeda dari kenyataannya sebagai anak,

sehingga harapan para pendidik seperti itu tidak realistis.

2. Anak sebagai orang yang berdosa

Pandangan anak sebagai orang berdosa yang berarti bahwa tingkah lakunya

yang menyimpang merupakan dosa keturunan terjadi pada abad ke-14 sampai abad

ke-18. Orang tua menganggap perbuatan anak yang bersalah sebagai dosa. Pandangan

tersebut terus menetap dan muncul dalam kepercayaan orang tua, sehingga tingkah

(35)

anak harus selalu dikontrol dengan keras, melalui pengawasan yang sangat keras

(kaku). Anak tidak boleh membantah kata-kata orang tua dan harus patuh. Institusi

pendidikan pada saat itu adalah sebagai tempat untuk mengajarkan tingkah laku yang

benar. Orang tua sangat berminat untuk memasukkan anaknya ke sekolah karena

orang tua merasa kurang mampu menghindarkan anak dari godaan minuman keras dan

bentuk kriminalitas lainnya. Pada masa itu banyak sekolah milik perorangan yang

berorientasi pad agama dibuka, pada prinsipnya menekankan penanaman rasa hormat,

patuh dan bertingkah laku yang baik.

3. Anak sebagai tanaman yang tumbuh

Dalam pandangan ini, orang dianggap dan berperan sebagai tukang kebun, dan

sekolah merupakan rumah kaca dimana anak tumbuh dan matang sesuai dengan pola

pertumbuhannya yang wajar. Orang tua sebagai tukang kebun berkewajiban uantuk

menyirami, memupuk, merawat, dan memelihara tanaman yang ada dalam kebun.

Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa pendidik harus melaksanakan proses

pendidikan agar mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik.

Suatu konsekuensi alami dari pertumbuhan dan kematangan ibarat pohon, banyak

miripnya dengan mekarnya bunga dalam kondisi yang tepat. Dapat dikatakan, bahwa

apa yang akan teijadi pada anak tergantung pada pertumbuhan secara wajar dan

lingkungan yang memberikan perawatan. Adapun pertumbuhan yang alami adalah

kegiatan bermain dan kesiapan atau proses kematangan. Isi dan proses belajar

terkandung dalam kegiatan bermain dan materi serta aktivitas dirancang untuk

kegiatan bermain yang menyenangkan dan tidak membahayakan. 24

(36)

Pada masa anak-anak umurnya yang siap untuk belajar adalah melalui motivasi

dan bermain. Hal itu menunjukkan bahwa anak-anak akan siap untuk dikembangkan

keterampilannya apabila telah mencapai suatu tingkatan dimana mereka dapat

mengambil keuntungan dari suatu instruksi yang tepat. Setiap anak mempunyai jadwal

kematangan berbeda dan merupakan faktor bawaan. Masing-masing anak berbeda

waktunya, maka sebaiknya orang tua dan guru tidak memaksakan anak untuk belajar

sesuatu apabila belum siap (matang).25 Apabila anak belum siap belajar menunjukkan

bahwa anak belum matang, proses yang alami belum teijadi. Oleh karena itu orang tau

hendaknya selalu memberi motivasi dalam kegiatan bermain untuk mengembangkan

keterampilan anak.

4. Anak sebagai makhluk independen

Walaupun anak dilahirkan oleh orang tua, namun pada hakikatnya anak

merupakan individu yang berbeda dengan siapa pun, termasuk dengan kedua orang

tuanya. Bahkan anak juga memiliki takdir tersendiri yang belum tentu sama dengan

orang tua.26 Dengan demikian maka jelaslah bahwa anak pada hakikatnya adalah

makhluk independen. Hal ini perlu disadari sehingga orang tua tidak berhak

memaksakan kehendaknya kepada anak. Anak dibiarkan tumbuh dewasa sesuai

dengan suara hati nuraninya, orang tua hanya memantau dan mengarahkan agar jangan

sampai menyusuri jalan hidup yang sesat.27 Orang tua hanya berkewajiban berusaha,

yakni mengusahakan agar anak tumbuh dewasa menjadi pribadi saleh dengan

merawat, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan yang benar.

25Ib id , him. 50

(37)

5. Anak sebagai nikmat, am anat dan fitnah orang tua

Sepasang suami-isteri akan merasa sangat prihatin manakala telah berpuluh-

puluh tahuh atau bahkan hingga akhir hayatnya tidak dikaruniai anak. Bagi pasangan

suami-isteri yang tidak dikaruniai anak,niscaya sangat terasa betapa berhajatnya

mereka akan kehadiran anak dalam rumah tangga yang dibinanya.28 Tiada tangis bayi,

tiada tawa anak-anak, tak pernah dimintai uang jajan, tiada yang meminta dibelikan

pakaian seragam, tidak pemak memikirkan anaknya hams kemana dan tak pernah

memberikan bimbingan agar anak-anak kelak hams begini atau begitu. Suasana

keluarga terasa sangat hampa dan kurang lengkap, maka kebahagiaan keluarga terasa

ada saja yang kurang.

Dengan hadirnya anak di tengah-tengah pasangan suami-isteri, maka jalinan

kasih sayang di antara mereka akan semakin tambah kuat. Tidak sedikit pasangan

suami-isteri yang berpisah di tengah jalan, kemudian tersambung kembali lantaran

masing-masing teringat akan anak mereka. Sebaliknya tidak jarang pula pasangan

suami-isteri yang demikian rukun dan penuh kasih sayang, tiba-tiba bercerai lantaran

*

tidak hadirnya satu anak pun di tengah-tengah mereka. Buah hati yang mereka

dambakan tak pernah hadir dalam kenyataan.29 Anak memang benar-benar merupakan

sumber kebahagiaan keluarga, buah hati yang memperkuat kehangatan tali kasih

kedua orang tuanya dan mampu membahagiakan segenap sanak saudara. Dapat

dikatakan bahwa anak laksana wewangian surga yang menyemarakkan suasana

kebahagiaan sebuah keluarga. Oleh karena itulah hendaknya orang tua menyadari pula

akan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap anak. Anak memerlukan perawatan,

asuhan, bimbingan dan pendidikan yang benar demi kelangsungan hidupnya.

(38)

Anak hanya akan terlahir dari pasangan suami-isteri manakala Allah SWT

menciptakan dan berkehendak untuk mengaruniakan kepada pasangan yang

bersangkutan. Jika Dia tidak menciptakan dan tidak berkehendak untuk

mengaruniakan kepada sebuah pasangan suami-isteri, mereka tidak akan

menghasilkan keturunan untuk selama-lamanya.30 Maka, bagi pasangan suami-isteri

yang mampu melahirkan anak hendaknya menyadari betul bahwa anaknya semat-mata

merupakan karuniaNya. Banyak orang yang sudah lama menikah dan ingin

mempunyai anak, tetapi tidak dikaruniai olehNya. Jadi, anak merupakan nikmat Allah

SWT yang begitu tinggi nilainya yang harus disyukuri dengan membina dan mendidik

anak sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman:

i*

i T o - ^ 'l j T j L iiiT i S 3 'i - j j b ^ 2 1 }

%

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan

yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih

baik untuk menjadi harapan”.31 32

Disamping anak sebagai nikmat, orang tua harus menyadari pula bahwa anak

juga merupakan fitnah baginya jika tidak mampu menjaganya. Anak akan menjadi

fitnah bagi orang tuanya manakala terdapat kekuarangan atau kelemahan pada anak

terlebih jika tidak dilandasi iman dan takwa. Banyak orang tua menjadi sengsara dan

malu akibat ulah dan perilkau anak-anaknya. Oleh karena itu orang tua hendaknya

30 Mansur, Pendidikan Anak Usia D ini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, him. 6 - 7 31 QS. Al Kahfi 16: 46

(39)

mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orang tua dan anak

itu sendiri. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di

sisi Allah-lah pahala yang besar”.33

Setiap orang tua muslim hendaknya juga menyadari bahwa anak merupakan

amanat Allah SWT yang dipercayakan kepadanya. Dengan demikian maka orang tua

muslim pantang mengkhianati amanatNya berupa dikaruniakannya anak kepada

mereka. Di antara sekian perintah Allah SWT berkenaan dengan amanatNya yang

berupa anak adalah bahwa setiap orang tua muslim wajib mengasuh dan mendidik

anak-anak dengan baik dan benar. Mendidik anak dengan baik agar menjadi generasi

yang berkulaitas merupakan salah satu cara mensyukuri karunia Allah SWT yang

berupa anak.34 Hal itu dilakukan agar tidak menjadi anak-anak yang lemah iman dan

lemah kehidupan duniawinya, namun agar dapat tumbuh dewasa menjadi generasi

yang saleh, sehingga terhindar dari siksa api nereka. Jika para orang tua benar-benar

menempuh jalan yang benar dalam mengemban amanat Allah SWT, yakni mendidik

anak-anak mereka dengan baik dan benar, niscaya fitrah Islamiyah anak akan tumbuh

dan lebih bisa diharapkan dapat masuk surga. Sebaliknya jika para orang tua lengah

dalam mengemban amanatNya, niscaya fitrah Islamiyah anak akan tercoreng atau

bahkan hilang sama sekali dan tergantikan oleh akidah lain. Dengan demikian yang

harus ditata dan ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada Allah SWT.

(40)

6. Anak sebagai milik orang tua dan investasi masa depan

Pandangan anak sebagai investasi telah ada sejak abad pertengahan. Banyak

orang tua mempunyai pandangan bahwa setelah mereka tua atau meninggal dunia,

maka anak adalah penggantinya. Pada tahun 60-an berbagai program yang berlatar

belakang pentingnya anak sebagai investasi, berkembang di berbagai negara bagian

Amerika, yakni program kesejahteraan anak berdasarkan pandangan anak sebagai

investasi. Umumnya program-program tersebut berpandangan bahwa investasi yang

paling berharga bagi negara adalah anak-anak.35 Anak adalah milik orang tua atau

institusi, sehingga orang tua mempunyai hak atas diri anak. Hukum melindungi anak-

anak dari hukuman fisik dan perlakuan salah secara emosional. Orang tua harus

memasukkan anak ke sekolah sesuai undang-undang wajib belajar bagi anak. Orang

tua seringkah menganggap bahwa dia boleh melakukan apa saja terhadap anaknya

karena berpendapat bahwa anak adalah miliknya. Namun Islam memandang bahwa

anak milik Allah SWT, sedangkan orang tua adalah yang dipercaya dan diberi amanat

olehNya untuk mendidik sehingga tidak boleh memperlakukan seenaknya sesuai

kehendak dirinya, apalagi tidak sesuai dengan ajaran Islam.

7. Anak sebagai generasi penerus orang tua dan bangsa

Dengan hadirnya anak, maka orang tua merasa ada pihak yang akan

meneruskan garis keturunannya. Garis keturunan tidak akan terputus dan

kelangsungan hidup manusia pada umumnya akan lebih teijamin.36 Sebagai orang tua

muslim, tentu menyadari betul akan pentingnya garis keturunan. Dengan

berlangsungnya garis keturunan, berarti lebih bisa diharapkan kemuslimannya akan

35 Soemantri, op.cit., him. 51

(41)

berlangsung terus. Anak keturunannya lebih bisa diharapkan menjadi generasi

perjuangan dalam menegakkan kalimat al-haqq. Allah SWT berfirman:

:'3 j\ (j* ^ cr? ^13

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”3

Disamping itu, setiap orang tua tentu menyadari betul bahwa anak adalah

pelestari pahala. Jika anak tumbuh dewasa menjadi generasi yang saleh, maka anak

dapat mengalirkan pahala walaupun orang tuanya telah meninggal dunia. Berarti jika

anak tidak menjadi generasi yang saleh, maka siksaan akan mengalir pula walaupun

orang tuanya telah meninggal dunia.

Dengan demikian apabila para orang tua muslim benar-benar menyadari

hakikat anak mereka yang dapat melestarikan pahala dan juga melestarikan siksa,

niscaya akan bangkitlah semangat untuk lebih waspada terhadap pendidikan anak-

anak mereka.37 38 Orang tua harus mempunyai tujuan dan berikhtiar agar anak di masa

depan mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari orang tuanya, minimal sejajar atau

sama dengan orang tuanya. Dengan demikian orang tua perlu mempersiapkan anak

sejak dini agar menjadi manusia unggul.

37 QS. An Nahl 16:7 2

(42)

C. Pendidikan Anak dalam Keluarga

Tahap-tahap perkembangan anak telah diakui tidak dapat dipastikan batas-

batasnya dengan tegas.39 Masing-masing ahli mengemukakan tahap-tahap perkembangan

anak berbeda-beda akibat perbedaan segi tinjauan mereka.

Pentingnya pengetahuan akan tahap-tahap perkembangan anak berkaitan dengan

keberhasilan pendidikan anak pada tahap tertentu. Para pendidik sangat berkepentingan

untuk mengetahui perkembangan anak didiknya baik secara fisik maupun psikologis.

Sebab, dengan tidak mengetahui hal ihwal anak Gidiknya, pendidik tidak akan mengetahui

tugas yang harus diusahakan, bahkan lebih dari itu dapat memungkinkan teijadinya

kegagalan kedua belah pihak yakni kegagalan cita-cita pendidik dan kegagalan hidup

psikis anak didik.

Mohammad Fauzil Adhim membagi tahap perkembangan anak menjadi 6 masa

yakni masa dalam kandungan, masa perkembangan bayi, masa kanak-kanak (thufulah),

masa tamyiz, masa amrad, dan masa taklif.40

1. Masa dalam kandungan

Pada masa dalam kandungan yang pada umumnya berlangsung selama kurang

lebih 9 bulan, kebutuhan yang paling penting bagi anak adalah kerahiman (kasih-

sayang tulus yang searah) dari ibunya.

39 M. Arifin, op.cit., him. 45

(43)

2. Masa perkembangan bayi

Masa perkembangan bayi dimulai sejak lahir hingga usia 2 tahun. Pada masa

ini anak memerlukan kasih-sayang dan perhatian dirinya untuk menuju kehidupan

berikutnya. Ibu diharapkan membimbingnya untuk mulai mengenali lingkungan

sosialnya. Ibu sudah perlu mengembangkan kasih-sayang dua arah. Selama

menumpahkan kasih-sayangnya, ibu juga merangsang anak untuk mengembangkan

kemampuannya untuk menanggapi ajakan ibunya.

c. Masa kanak-kanak (thufulah)

Masa kanak-kanak berlansung antara usia 2 - 7 tahun. Pada masa ini anak buth

dikembangkan potensinya dengan sebesar-besarnya. Anak pada masa ini sedang

berada pada tahap aktif-aktifnya, cerdas-cerdasnya, peka-pekanya, gemes-gemesnya

(cerewet-cerewetnya). Inilah masa untuk memberikan dasar-dasar tauhid kepada anak

yang akan mendorongnya untuk bergerak melakukan sesuatu yang baik.

d. Masa tamyiz (kemampuan awai membedakan baik dan buruk serta benar dan salah melalui penalarannya.

Pada usia 7 tahun, anak memasuki tahap perkembangan tamyiz. Pada tahap ini,

anak perlu mendapatkan pendidikan pokok syariat. Diharapkan pendidikan syariat dan

Al Qur’an bisa tuntas pada usia 10 atau 12 tahun.

e. Masa proses pendewasaan (amrad)

Masa amrad berlangsung mulai usia 1 0 - 1 5 tahun. Pada masa ini anak

memerlukan pengembangan potensi-potensinya untuk mencapai kedewasaan dan

kemampuan bertanggung jawab secara penuh. Ia membutuhkan latihan dan

(44)

membutuhkan dorongan, peluang-peluang dan ketersediaan ruang (terutama ruang

psikis) untuk melakukan eksperimentasi yang memungkinkan ia kelak mencapai

tanggung jaw ab dalam makna yang praktis dan tidak sekedar tuntutan formal fiqih.

Pada masa amrad ini anak mencapai apa yang lazim disebut ‘aqil-baligh

(akalnya sampai). Salah satu tuntutan atas seorang anak yang mencapai ‘aqil-baligh

adalah sifat rasyid (kecendekiaan) yang dicirikan oleh kemampuan mentasharujkan

harta (manajemen ekonomi/anggaran) yang berawal dari manajemen anggaran untuk

dirinya sendiri.

f. Masa taklif (tanggung jawab)

Menginjak usia 15 tahun, semestinya, seorang manusia sudah mencapai tahap

taklif. Selambat-lambatnya 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita, seorang

manusia sudah bisa bertanggung jawab dalam lingkup ibadah, muamalah, munakahah

dan jinayah (peradilan). Keluasan tanggung jawab meliputi tanggung jawab kepada

diri sendiri, keluarga, tetangga, komunitas masyarakat dan dunia.

Bagi seorang wanita, tanggung jawab ekonomi msih berada di tangan orang

tua sampai ia menikah. Sedang bagi laki-laki, ia seharusnya sudah mampu membiayai

hidupnya sendiri, baik untuk kepentingan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan

pendidikan.

Dalam hubungannya dengan pendidikan anak menuju dewasa, Abdul Mustaqim

membagi tahap perkembangan anak menjadi 4 tahap yakni tahap pranatal (sebelum bayi

lahir), tahap kelahiran bayi, tahap anak-anak dan tahap remaja.41

41Abdul Mustaqim,

(45)

a. Tahap pranatal (sebelum bayi lahir)

Tahap ini berlangsung sejak proses pembuahan hingga anak lahir, yakni

sekitar sembilan bulan. Meskipun relatif singkat, proses perkembangan pada tahap

ini begitu penting. Sebab, pada saat hamil itulah seorang ibu mulai berperan dalam

mendidik anak. Ketika hamil sang ibu sebaiknya tidak boleh stres, panik, atau

marah-marah. Yang perlu dilakukan ibu adalah banyak berdoa, membaca Al

qur’an, atau bersholaawat kepada Nabi Muhammad SAW. Menumbuhkan sikap

tawakkal yang tinggi kepada Allah SWT sangat membantu kesehatan ibu dan

janinnya. Begitu juga menjaga pola makan yang sehat dan berolah raga. Dengan

begitu, insyaallah janin yang dikandung akan menjadi sehat jasmani-ruhani.

b. Tahap kelahiran bayi

Proses pendidikan selanjutnya adalah setelah anak lahir. Sejak itulah fitrah

keTuhanan mulai ditumbuhkembangkan secara bertahap. Fitrah yang dimaksud

adalah kecendrungan beragama dalam diri anak. Kecenderungan ini harus benar-

benar dijaga agar tetap lurus, sehingga anak tetap memiliki sikap tauhid yang

kukuh. Allah SWT berfirman:

^ J^a3 ( jJ l 4jjl C Jjjad Jksli

C. i'

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.42

42

(46)

Berdasarkan ayat di atas, sangat dianjurkan, ketika bayi lahir, untuk

mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Hal ini

dimaksudkan agar kalimat-kalimat yang pertama kali direkam bayi adalah kalimat

tauhid dan kalimat yang mengandung kebesaran Allah SWT.

Sejak lahir anak dibekali Allah SWT seperangkat kebutuhan jasmani dan

ruhani. Untuk itu sang ibu diperintahkan untuk menyusui anak dengan ASI-nya.

Menyusui anak dengan ASI dapat memenuhi kebutuhan jasmani anak, juga

kebutuhan ruhani dan emosinya. Sebab, dengan menetek dan melekat dengan sang

ibu, anak akan merasa aman dan nyaman, serta akan tumbuh menjadi pribadi yang

mantap, kuat dan sehat. Oleh karena itu, sebaiknya sang ibu menyusui anaknya

dengan keikhlasan dan kasih sayang.

Tentang anjuran menyusui anak dengn ASI, Allah SWT berfirman:

J p j S131 CJ^y~

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yakni bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya, janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian, apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya, dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut, bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.43

(47)

Dengan memahami betapa berat perjuangan ibu dalam mendidik anak,

kelak akan dapat mengerti ihwal keajibannya untuk berbakti kepada kedua orang

tuanya. Inilah konteks pesan Allah SWT kepada manusia dalam firmanNya:

h

j i*jk 1 Aj jJ'^ J

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kembalimu”.44

c. Tahap anak-anak

Bayi yang begitu kecil mungil dapat bertumbuh-kembang dan akhirnya

menjadi anak-anak berkat asuhan orang tua. Perkembangan fisik dan mentalnya

pun mendekati kesempurnaan. Pada saat itulah muncul berbagai perkembangan

secara pesat, misalnya kemajuan dalam hal keterampilan fisik, emosi, sosialisasi,

pengertian, dan minatnya.

Keluarga sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama memililki

tanggung jawab untuk mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak. Orang

tua harus mengarahkan pendidikan dalam lingkungan keluarga ke arah

keteladanan yang positif. Pola pendidikan berbasis keteladanan dalam keluarga

sangat menentukan kepribadian anak pada masa yang akan datang.

Luqman Al Hakim adalah sosok pendidik yang patut kita contoh

keteladanannya. Untaian hikmah Luqman sangat layak kita renungkan

sebagaimana diabadikan dalam Al Qur’an:

(48)

, i=£ ^

j y s i ju l » ^ ^ a i O li l i j

“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar”.

cj j ' j i i r ^ 5 ( j o ? 3 ^ - ^ o ) t f !

n j)

J * r y > - 1

- °

<&)l (2)1 <U)l llj- d - > U

^ 1

“(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.

i _

o!

10

j

I

JO-

OjjOOJb J^lj 3 ^ > 5 1

© r > o *

“Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengeijakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.

J l i i - s ^ - " ^ OIjI o j _/• ^ V T ( j 'J j ,iiu

(49)

Dari beberapa ungkapan hikmah Luqman tersebut, ada beberapa aspek

yang harus ditanamkan kepada anak, yakni:

1) Penanaman akidah atau tauhid.

Akidah atau tauhid dapat diibaratkan sebagai fondasi. Karena itu, ia harus

kukuh dan kuat. Landasan keimanan yang kuat mengantarkan anak tumbuh

menjadi pribadi yang mantap dan memiliki komitmen moral yang tinggi.

2) Penanaman kesadaran bertindak (berakhlak)

Kesadaran bertindak (berakhlah) berarti kesadaran yang didasarkan pada

keyakinan bahwa setiap gerak dan langkah manusia selalu berada dalam

pengawasan Allah SWT. Dengan keyakinan ini, manusia akan selalu sadar

bahwa setiap tindakan akan bernilai dan berimplikasi pad sebuah hasil (baik

atau buruk).

3) Perintah untuk mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi munkar

Shalat harus mulai ditanamkan sejak kecil, sehingga ketika dewasa, anak telah

terbiasa dan disiplin dalam menjalankan shalat.

4) Pelatihan kesabaran

Kesabaran perlu ditanamkan sejak dini. Sebab, hidup ini penuh dengan

tantangan, hambatan dan rintangan. Tanpa kesabaran, seseorang akan mudah

putus asa dan patah semangat dalam meraih cita-citanya.

5) Larangan bersikap sombong dan angkuh

Kesombongan perlu dihindari karena akan mengantarkan pada kehinaan dan

kerendahan martabat, baik di mata Allah SWT maupun di mata manusia. Oleh

karena itu, sikap sombong, meremehkan orang lain dan pongah harus dibuang

jauh-jauh. Sebaliknya, sikap tawadlu’ dan rendah hati harus kita tanamkan

pada pribadi kita dan anak-anak kita.45

Referensi

Dokumen terkait

Telah dibangun pengolahan data nilai raport siswa dimana aplikasi tersebut dapat beerjalan dengan baik dikarenakaan penganalisaan sistem, perancangan program

Potensi masalah yang berasal dari tampilan feed yang tidak sah dari perangkat ini sangat banyak yaitu untuk operator infrastruktur penting dan perusahaan,

LSP pihak pertama STP Bandung membuat perjanjian yang mengikat dengan pemegang sertifikat kompetensi untuk memastikan bahwa setelah pencabutan sertifikat, pemegang

Langkah awal untuk membuat gerakan pada karakter animasi adalah membuat gambar sketsa yang menjelaskan perencanaan pose, aksi, dan ide tentang apa yang akan karakter lakukan di suatu

Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan mencakup 4 kriteria antara lain: (a) tepat golongan obat, yaitu menggunakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, (b) tepat

Hasil dari studi ini adalah struktur gedung termasuk kategori desain seismik D,sehingga dapat menggunakan sistem ganda dengan sistem rangka pemikul momen khusus

Faktor-faktor stresor kerja diatas erat kaitannya dengan para pekerja tambang, contohnya dengan kondisi lingkungan yang kurang stabil para pimpinan dilapangan atau biasa

Oleh karena ini lah ia lebih dicintai dibandingkan peserta didik yang lain, dan tidak ada keraguan kepaanya bahwa suatu saat nanti ia termasuk dari orang-orang