• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Konsep Bermain

1. Pengertian Bermain Bagi Anak Usia Dini

“Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan sesuatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan sesuatu yang produktif” (Schwartzman,1978 dalam Patmonodewo, 1995: 102). Bermain menurut Suyadi (2010: 284) merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan dengan ditandai adanya gelak tawa oleh anak yang melakukan. Karena itu, suasana hati menjadi penentu apakah anak tersebut sedang bermain atau tidak. Menguatkan pendapat tersebut (Harun,2009: 78) memaparkan bahwa bermain adalah proses aktivitas

30

fisik dan psikis anak untuk mencari dan mendapatkan kesenangan yang bebas dari aturan dan ketentuan yang ketat. Sesuai dengan hal tersebut, menurut Hurlock (1978: 320) bermain merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Hurlock menegaskan bahwa bermain merupakan lawan dari kerja karena bermain dilakukan dengan penuh kesenangan, tanpa beban dan dilakukan tanpa tujuan atau hasil akhir.Menambahkan pendapat tersebut, (Docket dan fleer, 2000: 41 dalam Sujiono, 2012: 144) bermain merupakan kebutuhan bagi anak karena melalui bermain anak memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan sesuatu yang berbeda dengan aktivitas lain seperti bekerja dan belajar yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil akhir.

Sedikit berbeda dengan pendapat Hurlock, Sujiono (2012: 145) menyatakan bahwa bermain bagi anak merupakan kegiatan yang dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa. Anak memberikan konsentrasi yang penuh dalam bermain. Bermain juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Sedangkan Mayesty (1990: 196-197 dalam Sujiono, 2012: 144) bermain adalah kegiatan yang diulang-ulang sepanjang hari karena bagi anak hidup adalah bermain dan bermain adalah hidup. Anak akan terus melakukan permainan dimanapun dan kapanpun anak memiliki kesempatan.

“Bermain adalah suatu kegiatan yang serius, tetapi mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaan anak terwujud. Anak dapat memilih aktivitasnya sendiri karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Bermain merupakan salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya dan medium dimana anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan manapun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia melatih kemampuannya.”(Setyawan, 2000: 20)

31

Menurut Piaget (Partini, 2010: 50) bermain merupakan aktivitas yang dapat mengembangkan kemampuan fisik-motorik anak karena anak belajar mengontrol gerakannya menjadi gerakan yang terkoordinasi. Anak terlahir dengan kemampuan refleks sehingga dengan bermain anak belajar menggabungkan dua atau lebih gerak refleks hingga mampu mengontrol dengan baik. Hoorn dalam penelitiannya (Partini, 2010: 50) juga menerangkan bahwa bermain memiliki peran penting dalam perkembangan kemampuan berpikir logis, imajinatif, dan kreatif. Bermain juga membebaskan anak dari kehidupan sebenarnya yang menghambat berpikir abstrak. Anak belajar memahami pengetahuan melalui interaksi dengan objek sekitarnya yang didapat dari bermain.

Dari beberapa kutipan yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak usia dini secara berulang-ulang untuk memperoleh kesenangan dan bebas dari aturan yang ketat, tujuan atau hasil akhir, dan kehidupan nyata yang menghambat anak untuk berpikir abstrak. Melalui bermain anak dapat mencobakan dirinya, baik dalam dunia fantasi maupun dunia nyata. Anak juga dapat mengembangkan kemampuan fisik-motorik, kemampuan berpikir logis, imajinatif, dan kreatif. 2. Tahapan Bermain

Dalam bermain, anak belajar berkomunikasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Dari komunikasi tersebut, kemampuan sosial anak menjadi semakin berkembang. Parten dan Rogers dalam Dockett dan Fleer (1999: 62) dalam Sujiono (2012: 147) menerangkan mengenai perkembangan bermain yang terdiri dari beberapa tahap dipandang dari sudut sosial, dari kemampuan anak bermain

32

secara individual sampai pada tahap bermain bersama. Tahapan-tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Unoccupied atau tidak menetap

Kegiatan bermain ini merupakan kegiatan dimana anak tidak benar-benar terlibat dalam permainan itu. Anak hanya melihat-lihat dan mengamati keadaan di sekitarnya, sambil duduk atau berdiri. Anak juga tidak sedang memberikan konsentarsai penuh pada keadaan di sekitarnya (Harun, 2009: 92).

b. Onlooker atau penonton/ pengamat

Dalam ruangan yang sama, anak hanya menonton anak lain. Selama anak sedang menonton, mungkin anak tersebut terlihat pasif, namun anak tersebut tetap waspada dengan apa yang terjadi di sekitarnya dan sangat peduli dengan tingkah laku anak di sekitarnya yang sedang bermain. Misalnya, anak tersebut hanya duduk pasif dan menonton. Namun disaat bersamaan, anak tersebut bercerita dengan teman lainnya sambil menonton anak lain yang sedang bermain atau bermain sendiri sambil melihat anak lain yang sedang bermain (S.Patmonodewo, 2003: 103).

c. Solitary independent play atau bermain sendiri

Beberapa anak berada dalam ruangan yang sama namun seorang anak bermain secara individual. Anak tidak akan memperhatikan apa yang dikerjakan oleh anak lain. Anak terlihat sibuk dan asyik bermain sendirian. Kehadiran anak lain tidak menarik untuk anak. Misalnya, seorang anak yang sedang menyusun balok tanpa mempedulikan kegiatan anak lain yang berada di dekatnya (S.Patmonodewo, 2003: 104).

33

d. Parallel activity atau kegiatan parallel

Kegiatan bermain yang dilakukan oleh sekelompok atau beberapa anak dengan menggunakan alat permainan atau materi yang sama, namun anak tetap bermain secara individual. Kegiatan satu anak tidak tergantung pada anak yang lain. Contoh dari bermain paralel adalah bermain puzzle. Bila satu anak

meninggalkan ruang, anak yang lain masih dapat melanjutkan permainan (S.Patmonodewo, 2003: 104).

e. Associative play atau bermain dengan teman

Kegiatan bermain oleh beberapa anak namun tidak ada suatu aturan atau ketentuan yang disepakati bersama. Misalnya, seorang anak memilih menjadi penjahat, sedang anak lain memilih untuk berlari mengejar penjahat. Namun dalam bermain asosiatif tidak ditentukan peran masing-masing anak. Jadi apabila satu anak tidak berlari, yang lain tetap berlari melanjutkan permainan (S.Patmonodewo, 2003: 104).

f. Cooperative or organized play atau kerja sama dalam bermain atau dengan

aturan

Kegiatan bermain dimana setiap anak memiliki peran tertentu untuk mencapai tujuan permainan. Misalnya beberapa anak yang sedang bermain “kucing dan tikus”. Dua anak menjadi kucing dan tikus, anak yang lain membentuk lingkaran menjadi pagar untuk melindungi si kucing (S.Patmonodewo, 2003: 104).

Sedangkan menurut Hurlock (1978:324) tahap perkembangan bermain pada anak terdapat empat tahapan, yaitu:

34

a. Tahap penjelajahan (exploartory stage)

Tahapan ini terjadi pada bayi sampai usia sekitar 3 tahun. Bermain yang dilakukan hanya melihat orang lain dan benda serta berusaha menggapai benda yang dilihatnya. Selanjutnya bayi mulai mampu mengendalikan tangan untuk mengambil, memegang, dan mempelajari benda kecil. Setelah itu bayi bermain dengan merangkak atau berjalan untuk memperhatikan apa saja yang ada dalam jangkauannya.

b. Tahap mainan (toy stage)

Bermain jenis ini merupakan bermain dengan barang atau mainan yang terjadi pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada usia 5 atau 6 tahun. Awalnya, anak hanya mengeksplor mainannya. Lalu pada usia 2-3 tahun anak membayangkan seolah-olah barang mainannya memiliki sifat hidup seperti dapat bergerak, berbicara, dan merasakan. Namun dengan berkembangnya kecerdasan, anak tidak lagi mengganggap benda mati sebagai benda hidup. Ketika mencapai usia sekolah, anak mulai lebih nyaman bermain bersama teman daripada mainan karena menurut anak bermain dengan mainan merupakan permainan bayi.

c. Tahap bermain (play stage)

Tahapan bermain dimana anak menunjukkan ketertarikan terhadap beragam jenis permainan. Tahapan ini terjadi pada usia ketika anak mulai memasuki masa sekolah. Jenis bermain anak sangat beragam. Bermain dengan barang mainan masih dilakukan ketika anak sedang sendiri. Namun ketika bersama teman-teman , anak lebih tertarik pada permainan yang lebih matang seperti olahraga dan hobi.

35

d. Tahap melamun (Daydream stage)

Tahap melamun terjadi pada anak yang mendekati masa puber. Anak mulai kehilangan minat yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktu dengan melamun. Biasanya melamun yang dilakukan terjadi ketika anak menganggap dirinya tidak diperlukan dan tidak dimengerti oleh siapapun. Sementara itu, Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968) dalam Berk (1994) dalam Tedjasaputra (2001: 28), mengemukakan tahapan bermain sebagai berikut:

a. Bermain fungsionil (Functional Play)

Umumnya tahapan bermain ini terjadi pada anak usia 1-2 tahun yang berupa gerakan sederhana dan berulang-ulang. Anak dapat bermain dengan atau tanpa alat. Misalnya, anak berlari-lari di halaman rumah, menarik mobil-mobilan, dan meremas-remas tanah liat tanpa maksud merubah bentuk (Tedjasaputra, 2001: 28).

b. Bangun-membangun (Constructif Play)

Bermain pada tahapan ini biasanya terjadi pada anak usia 3-6 tahun. Anak dapat membentuk sesuatu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya, anak membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego (Tedjasaputra, 2001: 28).

c. Bermain pura-pura (make-believe play)

Kegiatan bermain pura-pura umumnya dilakukan oleh anak usia 3-7 tahun. Anak menirukan kegiatan yang dijumpai oleh orang-orang terdekatnya. Anak sering menirukan gerakan atau gaya bicara orag terdekat seperti ayah dan

36

ibunya. Anak juga berperan menjadi tokoh film yang dikenalnya seperti batman dan doraemon (Tedjasaputra, 2001: 29).

d. Bermain dengan peraturan (Games with rules)

Dalam kegiatan bermain ini, anak sudah dapat mematuhi aturan. Lambat laun anak memahami bahwa peraturan tersebut boleh diubah sesuai dengan kesepakatan bersama asal tidak terlalu menyimpang dari aturan umumnya. Biasanya terjadi pada anak usia 6-11 tahun (Tedjasaputra, 2001: 29).

Sesuai dengan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan bermain terus berkembang mulai dari kemampuan bermain anak yang bersifat individual sampai pada kemampuan anak bermain dengan cara melibatkan teman-teman di sekitarnya. Anak usia 5-6 tahun berada pada tahapan bermain dimana anak mulai bermain dengan anak lain. Umumnya anak lebih menyukai permainan peran. Anak menirukan penampilan atau gaya bicara dari orang di sekitarnya atau tokoh yang sering dia jumpai di televisi. Terkadang anak melakukannya dengan anak lain. Meskipun demikian, dalam permainan tersebut tidak ada aturan ketat di dalamnya.

3. Manfaat Bermain Bagi Anak Usia Dini

Menurut Agung Triharso (2013: 10-13) bermain memiliki beberapa manfaat untuk perkembangan anak usia dini, antara lain adalah:

a. Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak

Anak usia dini bersifat aktif, banyak gerak, dan rentang perhatiannya masih sangat terbatas. Oleh sebab itu anak perlu mendapat kesempatan untuk bergerak. Anak merasa bosan bila diminta untuk duduk berjam-jam, maka

37

sebaiknya energi yang dimiliki disalurkan melalui bermain dimana anak melakukan gerakan-gerakan tubuh yang dapat menjadikan tubuh lebih sehat dan otot menjadi lebih kuat.

b. Bermain dapat digunakan sebagai terapi

Bermain dapat dijadikan psiko terapi atau media “pengobatan” bagi anak. Anak yang beramasalah dan tidak cukup ditangani dengan konseling atau konsultasi saja, maka memerlukan sebuah pengobatan. Dalam menjadikan bermain sebagai psiko terapi, diperlukan adanya seorang ahli yang menangani banyak masalah apada anak. Tindakan yang diberikan ahli psiko terapi sangat diperlukan.Hal ini bisa terjadi pada anak yang tantrum, agresif, dan kurang percya diri.

c. Bermain meningkatkan pengetahuan anak

Dengan bermain, anak mendapat pengetahuan dari apa yang dipelajarinya dengan mengenal bahkan memahami konsep warna, ukuran, bentuk, arah, dan besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan yang lain. Aktivitas motorik kasar dan motorik halus anak ikut berkembang. Misalnya ketika anak menulis, menggambar, dan mencorat- coret. Perkembangan motorik kasar dapat dilihat ketika anak berlari dan berjalan. d. Bermain melatih penglihatan dan pendengaran

Ketajaman dan kepekaan penglihatan dan pendengaran juga sangat perlu dikembangkan. Kedua indera tersebut memudahkan anak untuk belajar membaca serta menulis di kemudian hari. Perkembangan keduanya dapat dilatih melalui bermain.

38

e. Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak

Anak usia dini memiliki rentang perhatian yang terbatas dan sulit diatur. Dengan bermain, anak akan merasa senang dan terkontrol sehingga kreativitas pun meningkat. Kreativitas akan terlatih dan muncul dengan sendirinya. Dalam hal ini orang dewasa perlu untuk membebaskan anak namun tetap dalam pengawasan. Umumnya, kreativitas diawali dengan rasa ingin tahu anak dengan mengeksplorasi setiap hal dalam kehidupan sehari-harinya.

f. Bermain mengembangkan tingkah laku sosial anak

Dengan berkembangnya usia, anak perlu untuk dilatih berpisah dengan ibu atau pengasuhnya. Anak harus diberi pengertian bahwa perpisahan hanya terjadi sementara. Sedangkan dengan teman sebaya, anak harus belajar berbagi hak milik, menggunakan mainan secara bergiliran, melakukan kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang dibina, serta mencari solusi mengenai masalah yang dihadapi bersama. Dengan bermain, anak akan mendapatkan kebutuhan- kebutuhan tersebut.

g. Bermain mempengaruhi nilai moral anak

Dengan bermain yang dilakukan bersama teman sebaya, anak memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri, yaitu tentang kelebihan yang dimiliki. Hal tersebut membantu pembentukan konsep diri dalam diri anak seperti percaya diri dan harga diri. Dari hal tersebut anak belajar bagaimana bertingkah laku seperti bersikap jujur,murah hati, dan tulus.

Menurut Wolfgang dan Wolfgang (1999: 32-37 dalam Sujiono, 2012: 145) manfaat bermain untuk anak usia dini adalah sebagai berikut:

39

a. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui pemahaman kerja tubuh

b. Dapat mengembangkan keterampilan emosi, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering berpura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain.

c. Dapat mengembangkan kemampuan intelektual karena dengan bermain anak dapat bereksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai wujud dari rasa keingintahuan.

d. Dapat mengembangkan kemandirian dan menjadi diri sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan belajar mengambil keputusan, berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan dan kelebihan dirinya.Sementara itu, manfaat bermain menurut Tedjasaputra (2001: 38) adalah:

a. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik

Bermain dengan melibatkan gerakan tubuh membuat anak menjadi lebih sehat. Otot-otot tubuh akan tumbuh dan menjadi kuat. Anak juga mendapat kesempatan untuk menyalurkan energi yang berlebihan sehingga tidak akan merasa bosan karena pada dasarnya anak usia dini adalah anak yang tidak dapat berdiam diri, anak lebih senang untuk melakukan gerakan-gerakan yang bebas. b. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus

Sejak lahir, anak belajar untuk mengembangkan kemampuan motorik halusnya. Tanpa disadari, ketika tumbuh anak melakukan beragam kegiatan bermain yang mengembangkan otot-otot kecil seperti menggambar dan menulis yang diawali dengan membuat coretan dan membuat garis lengkung. Anak juga belajar menggambar bentuk-bentuk tertentu yang biasanya merupakan gabungan dari bentuk geometri seperti gambar rumah, orang, dan lain-lain. Anak juga dapat bergerak dengan melibatkan otot-otot besar sehingga motorik kasar juga meningkat. Hal ini dapat diperlihatkan ketika anak berlari, berjalan, dan gerakan lain yang biasanya melibatkan otot besar.

40

c. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial

Bermain yang dilakukan secara bersamaan (bermain sosial) melatih anak untuk belajar berbagi hak milik, menggunakan mainan secara bergilir, melakukan kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, dan mencari solusi dari masalah yang dihadapinya. Anak juga belajar berkomunikasi dengan orang lain, baik untuk mengungkapkan isi pikiran maupun memahami perkataan orang lain sehingga anak dapat bertukar informasi. Hal tersebut mengajarkan anak mengenai sistem nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut oleh masyarakat sekitarnya.

d. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian

Bermain merupakan kebutuhan alamiah yang ada dalam diri anak sehingga bila dilakukan anak dapat melepaskan ketegangan yang dialami karena banyaknya tekanan, anak dapat memenuhi kebutuhan dan dorongan yang tidak bisa didapatkan dari dunia nyata. Anak juga belajar menilai kelebihan yang dimiliki sehingga membantu pembentukan konsep diri yang positif.

e. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif

Dengan bermain, anak mendapat pengetahuan dan pengalaman yang meningkatkan kemampuan kognisinya. Pengetahuan tersebut seperti pengenalan warna, ukuran, pola, bahasa, dan pengetahuan lainnya. Sedangkan pengalaman dapat menimbulkan kreativitas (daya cipta) yang dilakukan anak dalam beberapa kesempatan untuk bereksplorasi. Anak yang bereksplorasi akan menemukan hal baru yang membuat anak tersebut tertarik untuk mengasah daya cipta terkait hal yang baru ditemuinya sehingga penemuan tersebut dapat dijadikan pengalaman.

41

f. Manfaat bermain untuk perkembangan mengasah ketajaman penginderaan Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan peraba. Kelima aspek tersebut perlu diasah agar anak menjadi lebih tanggap atau peka terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Penglihatan dan pendengaran anak usia dini perlu distimulasi lebih tajam karena dapat memudahkan anak belajar mengenal dan memahami bentuk dan kata tertentu yang akan memudahkan anak untuk membaca dan menulis di kemudian hari.

Dari beberapa manfaat tersebut yang dipaparkan, maka dapat dismipulkan bahwa bermain memiliki manfaat terhadap perkembangan anak usia dini, yaitu:

a. Meningkatkan perkembangan fisik.

Anak memiliki banyak energi. Maka sebaiknya anak menyalurkan energi tersebut dengan bermain. Bermain dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui pemahaman kerja tubuh.

b. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan.

Anak dapat menemui dan mengeksplor hal baru dalam hidupnya sebagai wujud rasa keingintahuan. Anak juga memahami konsep warna, ukuran, bentuk, arah, dan besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan yang lain.

c. Meningkatkan kreativitas anak.

Eksperimentasi dalam bermain mengakibatkan anak mendapat kepuasan dengan merancang sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas akan muncul

42

dengan sendirinya ketika anak dihadapkan pada kegiatan bermain. Selanjutnya anak akan mengalihkan minat kreativitasnya ke situasi di luar lingkungan bermain.

d. Mengembangkan tingkah laku sosial.

Anak belajar komunikasi dengan anak lain sehingga anak mampu untuk memahami apa yang sedang dibicarakan dengan anak lain. Hal tersebut mendorong anak untuk belajar membinan hubungan sosial.Anak juga dapat belajar memecahkan masalah yang timbul dari hubungan tersebut.

e. Meningkatkan perkembangan nilai moral anak.

Hal ini terkait dengan tingkah laku sosial anak. Karena dengan berinterkasi dengan orang lain, maka anak belajar untuk bekerja sama, jujur, sportif murah hati, tulus, dan disukai banyak orang.

f. Anak belajar mengenai konsep diri.

Anak dapat belajar mengenai keterampilan emosi, rasa percaya diri, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif sehingga anak mengetahui kelebihan dan kekurangan dirinya.

4. Karakteristik Bermain Anak Usia Dini

Smith et al: Garvey; Rubin, Fein & Vandenber (dalam Johnson et al, 1999 dalam Suyadi, 2010: 284) mengemukakan ciri-ciri atau karakteristik bermain. Karakteristik tersebut antara lain:

a. Dilakukan atas pilihan sendiri, motivasi pribadi, dan untuk kepentingan sendiri. b. Anak yang melakukan aktivitas bermain mengalami emosi-emosi positif. c. Adanya unsur fleksibilitas, yaitu mudah ditinggalkan untuk beralih ke aktivitas

yang lain.

d. Tidak ada tekanan tertentu atas permainan yang sedang dilakukan sehingga tidak ada target yang dicapai.

43

e. Bebas memilih. Ciri mutlak bagi anak usia dini.

f. Mempunyai kualitas pura-pura, seperti anak memegang kertas lalu dilipat pura- pura menjadi pesawat dan sejenisnya.

Menguatkan hal tersebut, Jeffrey, McConkey dan Hewson (1984: 15-18 dalam Sujiono,2012: 146) memaparkan karakteristik bermain, yaitu:

a. Bermain muncul dari dalam diri anak

Keinginan bermain harus muncul dari dalam diri anak dan sesuai dengan caranya sendiri. Itu artinya, bermain dilakukan dengan kesukarelaan atau tanpa paksaan.

b. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat

Anak memiliki cara bermain sendiri sehingga kegiatan bermain harus terbebas dari aturan yang mengikat. Hal tersebut dapat menimbulkan suasana menyenangkan, mengasyikkan, ceria, dan menggairahkan bagi anak.

c. Bermain adalah aktivitas yang nyata atau sesungguhnya

Bermain merupakan aktivitas nyata bagi anak. Media yang digunakan ketika bermain dapat membantu anak mendapatkan pengalaman dalam kehidupan. Misalnya ketika anak bermain air. Anak melakukan aktivitas dengan air dan mengenali air melalui kegiatan bermain yang dilakukan.

d. Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil

Anak fokus dan menekankan pada proses bukan hasil yang diciptakan oleh anak. Dengan demikian, anak dapat mengenal dan mengetahui apa yang dimainkan dan mendapatkan keterampilan baru, meningkatkan perkembangan dalam diri dan memperoleh pengetahuan dari apa yang dimainkan. Proses dalam suatu kegiatan mengakibatkan anak belajar mengenai banyak hal.

44

e. Bermain harus didominasi oleh pemain

Bermain harus didominasi oleh anak bukan orang dewasa. Hal tersebut bertujuan agar anak mendapat makna apapun dari kegiatan bermain yang dilakukan.

f. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain

Anak sebagai pemain harus aktif. Bila anak pasif, anak tidak akan memperoleh pengalaman baru, karena bagi anak bermain adalah bekerja untuk mendapat pengetahuan dan keterampilan baru.

Menguatkan pendapat tersebut, Hurlock (1978: 322) menjelaskan karakteristik bermain antara lain adalah:

a. Bermain dipengaruhi tradisi

Anak kecil bermain meniru anak yang lebih besar dimana anak-anak tersebut juga meniru kegiatan bermain yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Setiap generasi pasti menurunkan bentuk permainan yang sama pada generasi berikutya.

b. Bermain mengikuti pola perkembangan yang dapat diramalkan

Sejak bayi hingga tahap pematangan, terdapat bentuk permainan yang melibatkan pola perkembangan. Artinya, dalam melakukan suatu bentuk permainan, anak mengalami tahapan bermain yang berbeda, dari yang sederhana dan terus berkembang pada tahapan yang lebih baik.

c. Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia

Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya waktu dan minat bermain pada anak yang lebih besar. Anak lebih senang bermain dengan waktu yang lebih

Dokumen terkait