BAB II LANDASAN TEORI
C. Konsep dan Teori Implementasi
Implementasi adalah sesuatu untuk memahami apa yang senyatanya
terjadi setelah suatu program dinyatakan berlaku dan dirumuskan, yakni kejadian-kejadian atau kegiatan-kegiatan yang timbul setelah tersahkannya pedoman kebijakan negara yang mencakup baik usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan suatu dampak nyata pada masyarakat (Mazmanian dan Sabatier (1979) dalam Wahab 2012:135).
Implementasi bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu ikatan (linkage) yang memudahkan dalam tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Implementasi kebijakan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh beberapa individu dan kelompok pemerintahan maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan atau kebijakan sebelumnya Van Meter dan Van Horn (1975) (dalam Winarno, 2014:149).
Implementasi kebijakan adalah suatu kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yaitu yang dilakukan oleh beberapa implementor kepada suatu kelompok sasaran (target group) sebagai upaya dalam mewujudkan suatu tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan tersebut diharapkan muncul ketika (policy output) dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik oleh para kelompok sasaran sehingga dalam jangka panjang hasil kebijakan tersebut akan mampu diwujudkan (Purwanto dan Sulistyastuti, 2015:21). Implementasi kebijakan merupakan hal yang rumit dan kompleks, sehingga hal ini dapat dipahami karena proses implementasi melibatkan interaksi banyak orang dengan kepentingan dan sekaligus merumuskan mekanisme untuk memberikan informasi kebijakan
tersebut. Kompleksitas dalam suatu proses implementasi tidak jarang memunculkan permasalahan, Edwards III mengidentifikasi bahwa ada empat kriteria factor yang mempengaruhi keberhasilan proses implementasi.
Keempat faktor tersebut yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi atau perilaku, dan struktur birokrasi (Purwanto dan Sulistyastuti, 2015:85).
a. Komunikasi Secara umum Edwards III membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi kebijakan, seperti transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity) (Winarno, 2014:178). Persyaratan pertama tentang transmisi dalam komunikasi kebijakan menjelaskan bahwa mereka yang melaksanakan suatu keputusan tersebut dan harus diketahui mengapa dan apa yang harus mereka lakukan, keputusan kebijakan dan perintah harus diteruskan kepada setiap orang yang tepat sebelum keputusan- keputusan kebijakan dan perintah-perintah tersebut di diikuti.
Komunikasi tersebut harus akurat serta harus dimengerti dengan cermat oleh pelaksana. Yang kedua mengenai konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin berlangsung secara efektif maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Selanjutnya, mengenai kejelasan, jika kebijakan-kebijakan tersebut diimplementasikan sebagaimana apayang telah diharapkan, maka arahan pelaksanaan kepada pelaksana kebijakan tidak hanya diterima tetapi juga harus jelas bentuknya.
b. Sumber daya implementasi dalam kebijakan bisa jadi diteruskan dengan jelas dan konsisten kepada seorang pelaksana, tetapi jika seorang pelaksana kekurangan sumberdaya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan suatu kebijakan, maka implementasi cenderung tidak akan efektif. Sumber daya merupakan faktor yang paling penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Yang dimaksud meliputi staf yang memiliki suatu keahlian yang baik untuk melaksanakan kebijakan, wewenang dan fasilitas yang memadai guna melaksanakan kebijakan.
Staf sepertinya merupakan sumber yang paling penting dalam melakukan kebijakan. Staf yang banyak belum tentu dapat melaksanakan kebijakan dengan baik, begitu pula dengan staf yang sedikit. Sumber lain yang penting adalah wewenang. Setiap wewenang akan berbeda-beda dalam setiap kebijakan. Selanjutnya adalah mengenai fasilitas. Seorang pelaksana harus memiliki staf yang memadai dan mungkin mempunyai suatu wewenang untuk melakukan tugasnya tetapi tanpa bangunan kantor untuk berkoordinasi, perlengkapan dan perbekalan maka besar kemungkinan implementasi kebijakan tidak akan tercapai. Disposisi dari pelaksana kebijakan merupakan faktor yang penting dalam implementasi kebijakan. Jika para pelaksana melakukan sikap baik dalam kebijakan, seperti halnya mendukung suatu kebijakan, maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan dengan baik. Banyak kebijakan yang dilaksanakan dengan baik karena mendapat banyak dukungan dari pelaksana, namun ada pula kebijakan yang bertentangan dengan pandangan- pandangan pelaksana, kepentingan pribadi atau organisasi pelaksana. Jika kebijakan dilaksanakan kepada para pihak yang tidak
mendukung, maka kesalahan - kesalahan tidak dapat dijelaskan, yakni adanya jarak antara keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan.
c. Struktur Birokrasi merupakan salah satu organisasi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana sebuah kebijakan.
Birokrasi memiliki struktur yang dibuat untuk mencari solusi dalam setiap permasalahan masyarakat. Ada dua karakteristik utama birokrasi, yakni prosedur kerja, ukuran dasar atau sering disebut SOP dan fragmentasi (Winarno, 2014:206).
Implementasi sebagai tindakan yang administratif dan dapat diteliti pada satu tingkat program tertentu Grindle dalam Mulyadi (2015:47).
Implementasi adalah sebagai tindakan yang dilakukan oleh beberapa individu atau pejabat serta kelompok pemerintahan atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah digariskan dalam kebijakan Horn dalam Tahir (2014:55). Implementasi adalah perbedaan yang paling penting dalam suatu negara dengan negara yang lain serta tidak terletak pada bentuk atau ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan negara tersebut untuk melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan itu juga dapat dilihat pada suatu kemampuan dalam mengimplementasikan setiap keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh sebuah polibiro, kabinet dan Presiden (Huntington dalam Mulyadi 2015:24). Implementasi adalah kegiatan yang diarahkan pada suatu realisasi program. Dengan demikian suatu implementasi merupakan sebuah proses dalam melaksanakan suatu rencana kebijakan yang berupa peraturan pemerintah maupun lembaga
negara lainnya untuk mencapai tujuan kebijakan tersebut, jadi implementasi merupakan langkah yang sangat penting dalam suatu proses kebijakan. Biarpun pemerintah membuat kebijakan yang sangat baik, tetapi belum diimplementasikan atau belum dilaksanakan dengan baik, maka kebijakan tersebut tidak berguna atau tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap kehidupan negara (Gordon dalam Posolong dalam Mulayadi 2015:24). Ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana dan kondisi sosial, ekonomi dan politik Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2011: 99).
Menurut Mulyadi (2015:12), implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan- keputusan tersebut menjadi sebuah pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan besar dan kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.
Implementasi juga pada hakikatnya adalah upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah suatu program dilaksanakan. Dalam suatu tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar.
Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yaitu:
a. Tahapan pengesahan peraturan perundang-undangan.
b. Pelaksanaan keputusan oleh suatu instansi pelaksana.
c. Kesediaan suatu kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.
d. Dampak nyata dalam keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.
e. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.
Implementasi adalah studi untuk mengetahui suatu proses implementasi, tujuan utama yaitu proses implementasi itu sendiri untuk memberi umpan balik kepada pelaksanaan kebijakan dan juga untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan telah sesuai dengan rencana atau standar yang telah ditetapkan, selanjutnya untuk mengetahui hambatan atau problem yang muncul dalam suatu proses implementasi Wahyu dalam Mulyadi (2015:50). Implementation as to carry out, acoumplish, fulfill, produce, complet maksudnya adalah membawa, menyelesaikan, mengisi menghasilkan dan melengkapi. Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai aktifitas yang beralian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil Pressman dan Wildavsky dalam Syahida (2014: 8-9). Implementasi merupakan salah satu tahap dalam sebuah proses kebijakan publik dalam sebuah negara. Biasanya implementasi tersebut harus dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas, termasuk tujuan jangka pendek, menengah dan panjang Syaukani dkk dalam Pratama (2015: 229). Implementasi menetapkan bahwa apakah organisasi dapat membawa jumlah orang, material dalam unit organisasi secara kohesif dan mendorong mereka mencari bagaimana cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan William (Taufik dan Isril, 2013:136). Implementasi adalah pelaksanaan keputusan
kebijakan dasar, yang biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan- keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin segera diatasi, menyebutkan bahwa secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur dan mengatur proses implementasinya Mazmanian dan Sebatier (Waluyo, 2007:49).
Webster Dictionary (Syahida, 2014:8) mengenai pengertian implementasi menyatakan bahwa: “Implementasi adalah terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”, kata to implement yang berasal dari bahasa latin “implementatum” dari asal kata
“impere” yang dimaksudkan “to fill up”, “to fill in” yang artinya mengisi penuh, melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi. Selanjutnya kata “to implement” dimaksudkan sebagai:
a. Pertama, to implement maksudnya adalah membawa ke suatu hasil atau akibat, melengkapi dan menyelesaikan”.
b. Kedua, to implement maksudnya adalah “menyediakan sarana atau alat untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu”.
c. Ketiga, to implement maksudnya adalah menyediakan atau melengkapi dengan alat menyatakan, bahwa implementasi sebagai operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sebuah sasaran tertentu serta menyentuh seluruh jajaran manajemen mulai dari manajemen puncak
sampai pada karyawan terbawah. Salusu dalam Tahir (2014:55-56).
Kapioru (2014:105) menyebutkan, ada empat faktor yang mempengaruhi suatu kinerja implementasi, yaitu:
a. Kondisi lingkungan (environmental conditions)
b. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship) c. Sumberdaya (resources)
d. Karakter institusi para implementor (characteristic implementing agencies)
Purwanto dalam Syahida, 2014:13), beberapa faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses implementasi yaitu:
a. Kualitas kebijakan itu sendiri.
b. Kecukupan input kebijakan (terutama anggaran).
c. Ketepatan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan suatu kebijakan seperti pelayanan, subsidi, hibah, dan lainnya.
d. Kapasitas implementor yaitu struktur organisasi, dukungan SDM, koordinasi, pengawasan, dan sebagainya.
e. Karakteristik dan dukungan para kelompok sasaran apakah kelompok sasaran tersebut adalah individu atau kelompok, laki-laki atau perempuan, terdidik atau tidak.
f. Kondisi lingkungan seperti geografi, sosial, ekonomi, dan politik dimana implementasi tersebut dilakukan. Implementasi Those Activities directed toward putting a program into effect yang artinya sebuah proses mewujudkan program hingga memperlihatkan sebuah hasil,
sedangkan Those actions by public and private individual (or group) that are achievement or objectives set forth in prior poslicy yang atinya tindakan yang dilakukan pemerintah. Sehingga implementasi dapat di artikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan setelah sebuah kebijakan telah di tetapkan.
Implementasi adalah suatu cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya dengan baik teori Jones dalam Mulyadi (2015:45).
Implementasi juga diartikan sebagai sebuah hasil, maka implementasi menyangkut tindakan seberapa jauh arah yang sudah diprogramkan itu benar-benar memuaskan Lister dalam Taufik dan Isril (2013:136).
Definisi implementasi secara eksplisit adalah mencakup tindakan oleh individu atau kelompok privat (swasta) dan publik yang telah langsung pada serangkaian pencapaian tujuan untuk terus-menerus dalam sebuah keputusan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya Ekawati dalam Taufik dan Isril (2013:136). Implementasi juga dapat diartikan sebagai penyedia sarana untuk melaksanakan sebuah kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu Menurut Widodo dalam Syahida (2014:10). Implementasi adalah persoalan yang mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan yang telah ditetapkan Naditya dkk (2013:1088).
Implementasi merupakan sebagai operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu serta menyentuh seluruh jajaran manajemen mulai dari manajemen tertinggi sampai pada karyawan
terbawa Salusu dalam Tahir (2014:55-56). Implementasi atau implementation, adalah yang sebagaimana disebutkan dalam kamus Webster and Roger dipahami sebagai to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan implementasi adalah suatu pelaksanaan, penerapan, dan sebuah pemenuhan. Michael Hill and Peter Hupe 2002 dalam Handoyo (2012:93-94). Istilah implementasi adalah menunjuk sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan yang dimaksud tentang tujuan program dan hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintahan. Implemetasi juga mencakup tindakan atau tanpa tindakan oleh berbagai aktor, khusunya para birokrat pemerintah, yang dikhususkan untuk membuat sebuah kebijakan Grindle dalam Winarno (2012:148). Grindle memandang implementasi secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kegiatan linkage yang memudahkan tujuan kebijakan sehingga bisa terealisasikan sebagai suatu output dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup terbentuknya a policy delivery system dimana suatu sarana tertentu dirancang dan di implementasi dengan sebuah harapan sampai pada tujuan-tujuan yang telah diinginkan Grindle dalam Winarno (2012:149). Keberhasilan implementasi dapat juga diukur oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).
Variabel tersebut dapat mencakup sejauh mana kepentingan sebuah kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, jenis
manfaat yang diterima oleh target group, sejauh mana perubahan yang telah diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat, apakah suatu kebijakan telah menyebutkan bahwa implementornya secara rinci, dan apakah suatu program telah didukung oleh sumberdaya yang memadai Merilee S. Grindle (dalam Subarsono, 2011: 93). Secara umum implementasi mempunyai sebuah tugas dalam membentuk suatu hubungan yang dapat mempermudah mencapai suatu tujuan kebijakan sehingga dapat diwujudkan sebagai pengaruh dari suatu kegiatan pemerintah Grindle (1980:6) dalam Winarno (2016: 135).
Implementasi adalah sesuatu yang dapat memberikan otoritas terhadap program, kebijakan, keuntungan (benefit), dan suatu jenis pengeluaran bersifat nyata (tangible output) yang telah terjadi setelah undang-undang tersebut ditetapkan. Agar memiliki dampak dan mencapai suatu tujuan dari kebijakan tersebut, maka suatu program dari kebijakan tersebut harus dapat diimplementasikan dengan baik Ripley dan Franklin dalam Hamdi (2014: 134). Implementasi merupakan kegiatan untuk mendistribusikan sebuah keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh beberapa implementor kepada kelompok sasaran (target group) sebagai suatu upaya untuk mewujudkan sebuah tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan dapat diharapkan akan muncul ketika hasil kebijakan (policy output) tersebut dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik oleh beberapa kelompok sasaran sehingga dalam jangka waktu panjang hasil kebijakan tersebut akan mampu
diwujudkan Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2012:21). Ripley dan Franklin dalam (Winarno, 2014: 148). Menyatakan bahwa implementasi adalah apa yang telah terjadi setelah undang-undang ditetapkan serta dapat memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), dan sebuah jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi adalah mencakup tindakan-tindakan sebagai aktor, khususnya untuk para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan lancar. Menurut Ripley dan Franklin, ada tiga cara yang dominan bagi suksesnya implementasi kebijakan, yaitu:
a. Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku
b. Adanya suatu kelancaran pelaksanaan rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah
c. Pelaksanaan dan dampak yang dikehendaki terarah
Implementasi secara umum, tugas implementasi adalah membentuk sebuah kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan suatu kebijakan yang bisa direalisasikan sebagai dampak dari sebuah kegiatan pemerintah, implementasi kebijakan berhimpit pada studi pengambilan keputusan di sektor publik. Studi awal implementasi kebanyakan hanya berupa catatan, meski cukup rinci, mengenai bagaimana sebuah keputusan otoritatif dilaksanakan Grindle dalam Winarno (2016:135).
Implementasi merupakan bahwa implementasi dapat berhasil bergantung pada keterkaitan dengan berbagai organisasi dan departemen pada tingkat lokal yang terlibat dalam implementasi. Kerja sama, koordinasi, dan
mengkontrol dan memegang peranan sangat penting Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky dalam Soetari (2014:238). Implementasi adalah apa yang terjadi dalam sebuah undang-undang di telah ditetapkan dan memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output) Ripley dan Franklin dalam Winarno (2016:134). Implementasi adalah memahami apa yang telah terjadi setelah suatu program dinyatakan telah berlaku, dirumuskan, fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman kebijakan yang mencakup, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk rnenimbulkan akibat dan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (dalam Azam Awang 2010: 28).
Implementasi “Those Activities directed toward putting a program into effect” dapat diartikan sebagai proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya Jones (Mulyadi, 2015:45). Implementasi merupakan sebuah hasil, maka implementasi yang menyangkut tindakan seberapa jauh arah yang telah diprogramkan itu benar-benar memuaskan Taufik dan Isril (2013:136). Implementasi merupakan sebuah proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu Grindle dalam Mulyadi (2015:47). Implementasi sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh baik individu, pejabat, kelompok pemerintah dan swasta dapat diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijakan Horn dalam Tahir (2014:55).
Meter dan Van Horn Van Meter Van Horn dalam Deddy Mulyadi (2015:72-73) menjelaskan bahwa ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
a. Standar dan sasaran kebijakan yang harus jelas dan terukur, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik diantara para agen implementasi.
b. Sumber daya kebijakan perlu didukukng oleh sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau sumber daya non manusia.
c. Komunikasi antar organisasi serta penguatan aktivitas dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program tersebut terkadang perlu didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lainnya agar tercapai keberhasilan yang diinginkan.
d. Karakteristik agen pelaksana Sejauh mana kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. Termasuk di dalamnya karakteristik para partisipan yakni dapat mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada pada lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
e. Kondisi sosial, ekonomi, politik kondisi sosial, ekonomi, politik yang mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan tersebut.
f. Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu:
g. Respon implementor terhadap suatu kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;
h. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap suatu kebijakan;
i. Intensitas pada posisi implementor yakni preferensi nilai yang harus dimiliki oleh implementor.
Keberhasilan implemantasi juga dipengaruhi oleh isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan kebijakan (content of implementation).
Ide dasarnya adalah setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan harus dilakukan. Merile S. Grindle dalam Deddy Mulyadi (2015:66-67).
Daniel Mazmanian & Paul Sabatier Mazmanian dan Sabatier dalam Deddy Mulyadi (2015:70-71). Implementasi menjelaskan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni:
a. Karakteristik dari suatu masalah (tractability of the problems)
b. Karakeristik kebijakan atau Undang-undang (ability of statue to structure implementation)
c. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementations) Implementasi sebagai: “Those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions yang diartikan sebagai suatu tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh individu, pejabat, kelompok pemerintah dan swasta yang telah diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan Van Horn dan Van Meter yang dikutip oleh Purwanto dan Sulistyastuti (2012: 21).
D. Konsep dan Teori E-Government
E-government berkembang mengadopsi electronic business, electronic commerce, dan electronic market yang lebih dulu mengaplikasikan suatu teknologi tersebut dalam institusi bisnis dengan menggunakan jasa yaitu internet (Akadun, 2009:130). E-government merupakan pemrosesan secara elektronik yang digunakan untuk pemerintah dalam mengkomunikasikan, menyebarkan dan mengumpulkan informasi sebagai fasilitas dan perizinan untuk suatu tujuan (Wyld dalam Akadun (2009:131). E-government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan suatu hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan, dan dalam prakteknya, e-government merupakan penggunaan internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan setiap pelayanan publik agar lebih baik dan berorientasi pada pelayanan masyarakat Menurut Indrajit yang dikutip dalam Akadun (2009:131).
E-Government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh instansi pemerintah yang memiliki kemampuan untuk mengubah suatu hubungan dengan warga negara, bisnis, atau unit lain dari pemerintah.
Teknologi yang digunakan ini dapat melayani sebuah keragaman yang berbeda yaitu pemberian sebuah pelayanan pada warganegara yang lebih baik, serta
meningkatkan interaksi pada dunia bisnis dan industri, pemberdayaan masyarakat melalui akses terhadap informasi, atau manajemen pemerintah yang lebih efisien. Hasil yang didapat yaitu korupsi yang berkurang, transparansi yang meningkat, kenyamanan yang lebih besar, peningkatan penerimaan negara, dan pengurangan biaya (Grönlund, 2008). E-government merupakan garda terdepan dari upaya pemerintah dalam menyediakan suatu informasi dan pelayanan kepada setiap masyarakat, kelompok bisnis, pegawai pemerintah, dan organisasi masyarakat (Yu-Che Chen & James Perry, 2003).
UNDP (United Nation Development Programme) mendefinisikan e-Goverment secara lebih sederhana, dapat diartikan yaitu “e-Government is the application of the Information and Communication Technology (ICT) by government agencies”. (Indrajit, 2004: 2). e-Government diartikan sebagai “E-Government is the use of information and communications technology (ICT) to promote more efficiency and cost-effective government, facilitate more convenient government services, allow greater public access to information, and make goverment more accountable to citizens” (Wescott dalam Indrajit, 2004: 4-5).
The Government of New Zealand yang mendefinisikan bahwa e-Government sebagai “a way for governments to use the new technologies to provide people with more convenient access to government information and services, to improve the quality of the services and to provide greater opportunities to participate in our democratic institutions and processes” (Bovaird, 2005: 19).
E-Government adalah sebuah cara bagi pemerintah untuk menggunakan sebuah teknologi baru untuk melayani masyarakat akses terhadap informasi dan
pelayanan pemerintah dengan nyaman, untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta menyediakan kesempatan yang lebih besar dalam berpartisipasi pada sebuah proses dan institusi demokratis. Sedangkan holmes memberi penjelasan tentang e-Government: “is the use of information technology, in particular the internet, to deliver public services in a much more convenient, customer-oriented, cost-efective, and altogether diffrent and better way. It affects an
pelayanan pemerintah dengan nyaman, untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta menyediakan kesempatan yang lebih besar dalam berpartisipasi pada sebuah proses dan institusi demokratis. Sedangkan holmes memberi penjelasan tentang e-Government: “is the use of information technology, in particular the internet, to deliver public services in a much more convenient, customer-oriented, cost-efective, and altogether diffrent and better way. It affects an