• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah dalam menentukan BTSL (BTS Location) adalah menemukan F sedemikian rupa sehingga BTS ini akan mampu mencakup seluruh area dalam sistem dengan biaya yang minimum. Memilih lokasi site yang baik akan dapat mengurangi jumlah BTS dan masih memiliki kualitas layanan yang baik terhadap pengguna. Masalah untuk memilih lokasi tertentu dapat dilakukan dengan cara kombinasi optimasi. Dalam literatur Mathar dan Niessem (2000), Amadi dan Capone (2003), Amadi et al. (2006, 2008), Mazzini dan Mateus (2001a) menggunakan model mixed integer programming untuk memecahkan masalah BTSL. Erradi et al. (2013) mengusulkan sebuah model pemrograman matematika untuk masalah BTSL, dan kemudian hasilnya didapatkan dengan menggunakan model algoritma genetika. Zdunek dan Ignor (2010) menggunakan Optimization Weed Invasif untuk menemukan lokasi terbaik BTS. Sementara Gonzales et al. (2010) menggunakan

pemrograman stokastik, di mana diharapkan pengguna menggunakan distribusi untuk optimasi BTSL.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa permintaan untuk komunikasi selular sangat banyak, khususnya di kota Medan. Tingkat kenaikan dalam penggunaan telepon selular memiliki konsekuensi serius, ketersediaan frekuensi yang dapat digunakan yang diperlukan untuk komunikasi antara pengguna ponsel dan BTS pada jaringan radio selular telah melebihi lebar pita frekuensi yang disediakan. Perencanaan yang memerlukan kehati-hatian dalam merancang jaringan diperlukan untuk memastikan penggunaan yang efisien dari sumber daya frekuensi yang terbatas. Salah satu isu yang paling penting pada desain jaringan radio selular untuk menentukan alokasi spektrum adalah efisien dan bebas dari konflik saluran antar sel, sementara juga dapat melayani baik permintaan trafik dan kendala kompatibilitas elektromagnetik (EMC). Hal ini biasanya disebut sebagai Channel Assigment atau Frequency Assignment Problem (FAP). Masalah FAP pertama sekali muncul pada tahun 1960 (Metzger et al.,1970). Pengembangan layanan nirkabel baru seperti jaringan telepon selular menyebabkan kelangkaan frekuensi yang dapat digunakan dalam spektrum radio. Frekuensi yang diberikan atau yang dilisensi oleh pemerintah kepada operator dikenakan biaya untuk penggunaan setiap frekuensi tunggal secara terpisah. Ini menandakan agar operator dapat mengembangkan rencana kebutuhan frekuensi yang tidak hanya untuk menghindari tingkat gangguan yang tinggi, tetapi juga meminimalkan biaya lisensi.

Kebutuhan alokasi frekuensi merupakan masalah assignment, dimana hal ini dapat diatasi dengan menggunakan model optimasi kombinatorial. Oleh karena itu masalah ini dapat dirumuskan sebagai masalah Assigning Frequency Channels yang dibutuhkan oleh BTS yang dipilih dan juga untuk mengatasi kendala gangguan

frekuensi. Fungsi dari pemecahan masalah ini dapat bervariasi sesuai dengan konteks masalah. Ketika Assignment didasarkan pada variabel ukuran spektrum frekuensi, maka biasanya bertujuan untuk meminimalkan jumlah kanal frekuensi yang digunakan (Smith dan Palaniswani, 1998., Jaimes et al., 1996). Karena permintaan komunikasi seluler meningkat, maka untuk mendapatkan kanal yang bebas interferensi akan sulit atau tidak ada frekuensi yang tersedia. Tujuan dari meminimalkan jumlah frekuensi adalah juga untuk meminimalkan interferensi, dan terpenuhinya permintaan dalam spektrum frekuensi tetap (Aardal, 2007.; Ngo et al., 1998.). Beberapa pendekatan heuristik telah diusulkan untuk memecahkan berbagai versi dari FAP, seperti Neural Networks (Ngo et al., 1998.; Smith dan Palaniswani, 1998.; Moradi, 2010.), genetik dan evolusi algoritma (Wang, 2002.; Fu et al., 2006.; Acan et al., 2003.; Aizaz et al., 2012.; Chia et al., 2012), teknik Local Search (Amadi dan Capone, 2003), Particle Swarm Optimization (Hasselbach et al., 2008.; Mundada, 2011.), Ant Colony Optimization (Parsapoor dan Bilstrup, 2013.).

Telah disebutkan tentang bagaimana untuk menentukan lokasi menara antena BTS yang dirancang dengan jaringan yang efisien dan dari sumber daya frekuensi yang terbatas. Agar fungsi ponsel seperti yang diharapkan, maka perlu merancang konfigurasi topologi untuk menghubungkan kandidat BTS untuk jaringan telepon tetap. Masalah rancangan ini telah dibahas dalam literatur sebagai Topology Network Design (TND) (Dutta dan Kubat, 1999.; Kubat dan Smith, 2000.). Karena ini adalah masalah untuk merancang topologi konfigurasi, maka umumnya itu termasuk optimasi kombinatorial juga. Masalah ini dapat dirumuskan sebagai rancangan topologi jaringan yang mampu menghubungkan kandidat BTS untuk jaringan telepon yang tetap sehingga meminimalkan biaya. Beberapa fitur yang dapat dipertimbangkan dalam perumusan masalah ini adalah penggunaan hub, berbagai

jenis media, dan kapasitas link yang tersedia. Desain topologi jaringan adalah salah satu masalah klasik yang telah dieksplorasi dalam konteks jaringan lainnya, dan pada umumnya adalah masalah NP-hard.

Sinyal medan elektromagnetik (EMF) yang dipancarkan oleh antena BTS menimbulkan Radiasi elektromagnetik (EMR). Sinyal ini dapat mencakup hingga radius 9 km jaraknya dari BTS, tergantung pada kekuatan daya yang dipancarkan oleh BTS. Jumlah BTS sangat tergantung pada jumlah pengguna seluler (Bikram, 2014). Di kota Medan, misalnya, ada tujuh operator telepon selular, akibatnya banyak orang yang terkena paparan gelombang medan elektromagnetik yang dipancarkan antena BTS. Santini et al. (2003), Abde-Rassoul et al. (2007), Shahbazi- Gahrouei et al. (2014) membuat laporan tentang efek kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di dekat antena BTS. Sementara Government of India Ministry of Communications & Information Technology Department of Telecommunications (2010) membuat sebuah laporan bahwa radiasi EMF dari antena BTS berdampak negatif terhadap lingkungan hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan). Oleh karena itu pada penelitian ini bukan saja hanya berfokus pada masalah merancang topologi konfigurasi jaringan sistem selular, tetapi juga bertujuan mengurangi dampak negatif EMR dari antena BTS terhadap lingkungan hidup disekitar antena BTS. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah model matematis yang disebut Cellular Topological Network Design (CTND) yang ramah lingkungan, dalam hal ini digunakan faktor power density untuk mengukur besaran EMR.

Cellular topological network design (CTND) adalah merupakan masalah optimasi kombinasi dengan skala yang sangat besar yang didalamnya juga termasuk masalah BTSL, FCA dan masalah TND. Oleh karena itu, CTND adalah masalah NP- hard selama BTSL, FCA dan masalah TND merupakan NP-hard. Sangat mudah

untuk mengetahui bahwa masalah CTND dapat diselesaikan secara terpisah (separately) atau terpadu (integratedly). Banyak formulasi pemrograman matematika telah diusulkan untuk menyelesaikan secara terpisah masing-masing masalah ini, dan keduanya menghasilkan yang sama baik dengan menggunakan teknik yang sesuai. Namun, tampaknya intuitif yang baik untuk kedua masalah FCA dan TND tergantung pada solusi masalah BTSL, sesuai dengan solusi terbaik mereka masing-masing. Analisis komputasi sebelumnya dilaporkan dalam Mazzini et al. (2003) yang menunjukkan bahwa ada trade off antara BSL dan FCA dan antara BTSL dan masalah TND. Untuk menunjukkan hubungan ini, para penulis memecahkan masalah CTND untuk sebuah contoh kecil. Masalah ini diselesaikan baik secara terpisah maupun secara terpadu.

Penelitian ini menyajikan model mixed integer linear programming (MILP) untuk memecahkan masalah desain jaringan seluler untuk jaringan generasi kedua. Pada penelitian ini diperluas model yang dilakukan oleh Gonzales et al. (2010) dengan memberlakukan pembatasan jarak antara BTS di lokasi yang dipilih karena efek radiasi EMF terhadap orang-orang di sekitarnya.

4.3. M o d e l

Pada pemodelan ini mencakup kandidat BTS yang akan dipilih / dibangun. BSC yang berfungsi sebagai hub yang menghubungkan antara BTS asal MS dengan BTS dimana MS yang dituju berada. MSC berfungsi sebagai switch yang menghubungkan antara MS pada sebuah BTS dengan MS yang berada pada BSC yang berbeda. Pada model ini juga harus diperhitungkan interferensi antar BTS, dan lokasi BTS yang dilarang. Pada arsitektur jaringan telepon seluler, BSC berfungsi sebagai hub yang menghubungkan BTS dengan BTS yang dituju, dan juga dapat

menghubungkan BTS dengan MSC (switch). Sedangkan switch dapat menghubungkan antara BSC (hub) dengan BSC (hub) yang dituju, dan juga dapat menghubungkan antara BSC (hub) dengan PSTN . Set dari notasi-notasi yang digunakan adalah sebagai berikut :

Set

I : set dari kandidat base transceiver station (BTS) J : set dari hub

K : set of switch

L : set dari titik yang diinginkan M : set dari frequency channels (FCs)

Ni : set dari interferensi antara BTS-BTS ke BTS i F : Set dari BTS dalam lokasi yang dilarang

{1,..., }

N n adalah satu set lokasi menara antena BTS dan F Nadalah satu set calon lokasi menara antena BTS yang akan diinstalasi antena BTS. Setiap j lokasi pada N memiliki permintaan panggilan trafik tertentu.

Parameter-parameter yang digunakan pada pemodelan ini khususnya untuk meminimalkan biaya lokasi BTS adalah untuk instalasi BTS, koneksi BTS dengan hub, koneksi BTS dengan switch, koneksi hub dengan switch, dan biaya

memindahkan BTS i ke BTS i’ karena tidak terpenuhinya power density. Parameter-

parameter biaya tersebut adalah :

i

: biaya untuk instalasi BTS i ∀ �

ij

: biaya untuk menghubungkan BTS i dengan hub j ∀ �, ∀

ik

: biaya untuk menghubungkan BTS i dengan switch k ∀ �, ∀

jk

: biaya untuk menghubungkan hub j dengan switch k ∀ , ∀ '

ii

sedangkan parameter lainnya adalah memaksimumkan agar koneksi dapat berlangsung tanpa terjadinya drop call , parameter tersebut adalah :

i : Jumlah maksimum MS dari titik-titik yang dapat dilayani oleh BTS i ∀ �

λ

i : Jumlah maksimum dari FC yang dapat di digunakan oleh BTS i ∀ �

Dokumen terkait