• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Dasar Perilaku Makan Pada Remaja Putri

Menurut Le (2013) Definisi perilaku makan adalah tanggapan atau reaksi individu yang terbukti digerakkan atau di aktivitaskan dalam kehidupan sehari-hari yang ditunjukkan individu untuk bertahan hidup dimana aktivitas tersebut untuk menyediakan kebutuhan nutrisi terutama untuk energi dan pertumbuhan yang dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Penelitian Tan (dalam Fradjia, 2008) mengatakan bahwa perilaku makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan tata karma makan, frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan, dan pemeliharaan makanan.

Perilaku makan pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Faktor biologis

Model biologis dari perilaku makan berfokus pada pusat regulasi nafsu makan di hipotalamus yang mengontrol mekanisme neurokimiawi untuk makan dan perasaan kenyang. Penurunan kadar dopamine yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku makan seseorang

diduga sebagai suatu cara untuk mengkompensasi penurunan aktivasi area penghargaan yang dirangsang oleh dopamine Wang, et al (2001) dalam Stuart & Laraia (2005) mengatakan bahwa leptin adalah sebuah protein yang meningkatkan asupan makanan, dan gliserin, juga mempengaruhi perilaku makan seseorang (Jimerson, D, (2002); Tanaka et al, 2002 (dalam Stuart & Laraia 2005)).

2. Faktor psikologis

Perpisahan dini, konflik individu, perasaan ketidakbergunaan, ketidakberdayaan, kesulitan menginterpretasikan perasaan dan bertoleransi terhadap fase emosional dan ketakutan terhadap kedewasaan dapat mempengaruhi perilaku makan pada remaja Greeno, Wing dan Shiffman, 2000; Stien dan Core 2003 (dalam Stuart & Laraia, 2005). 3. Faktor lingkungan

Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi perilaku makan seseorang. Keluarga dengan penyalahgunaan obat, bunuh diri, pembolosan, dan masalah emosional lainnya, dapat mempengaruhi perilaku makan anggota keluarga tersebut. Orang tua yang menunjukkan penolakkan terhadap orang-orang dengan kelebihan berat badan dapat mempengaruhi perilaku makan anak-anaknya Brink, Ferguson & Sharma, 1999 (dalam Stuart & Laraia, 2005). Orang tua yang terus-menerus menghindari makanan apabila mengalami stress dan menunjukkan perilaku makan yang buruk, serta tidak mengajarkan anak-anak tentang nilai yang pantas mengenai makanan, juga dapat berpengaruh dalam perilaku makanannya sehari-hari. Intervensi

keperawatan yang dapat dilakukan termasuk mengedukasi orang tua dan anak-anak tentang perilaku makan yang sehat White, 2000 (dalam Stuart & Laraia, 2005).

4. Faktor sosiokultural

Pengaruh teman sebaya cukup besar di kalangan remaja. Menurut Newman dan Shichor (dalam Hurlock, 1994), remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya sebagai kelompok sehingga berpengaruh besar pada sikap, minat penampilan dan perilakunya, termasuk perilaku makan remaja.

2.2.2 Gangguan perilaku makan

Gangguan perilaku makan adalah suatu permasalahan yang serius, kadang sulit untuk disembuhkan dengan terapi, disertai banyak komplikasi medis dan angka mortalitas yang tinggi sejalan dengan tingkat komorbiditas psikiatri yang tinggi pula (Striegel-Moore, Wonderlich, Walsh & Mitchell, 2011). Gangguan perilaku makan diartikan suatu sindrom psiaktri yang ditandai oleh pola makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan (Lisal, 2008). Thompson (dalam Sucita, 2008) yang mengungkapkan bahwa semua perempuan memperhatikan berat badannya dan takut mengalami kelebihan berat badan sehingga cenderung untuk mengalami gangguan dalam perilaku makan. Remaja putri merupakan kelompok masyarakat yang paling berisiko, dan diestimasikan hingga 70% remaja putri terkena permasalahan ini (Gibney, Margetts, Kaerney & Arab, 2004).

2.2.3 Klasifikasi Gangguan Perilaku Makan

Klasifikasi dari gangguan perilaku makan sebagai suatu gangguan mental dimulai dengan anorexia nervosa pada sekitar tahun 1970, diikuti dengan bulimia nervosa pada sekitar tahun 1980, dan klasifikasi untuk gangguan perilaku makan yang berbeda dari 2 klasifikasi tersebut (Levin & Becker, 2010). Berdasarkan panduan diagnostik dan statistik untuk gangguan mental edisi ke 4 (DSM-IV), gangguan perilaku makan dibagi menjadi 3 yaitu : AN, BN (Lemberg, 1991).

1. Anorexia Nervosa (AN)

Anorexia Nervosa adalah gangguan makan disertai dengan keinginan untuk kurus yang dilakukan dengan cara menahan lapar. Anorexia Nervosa merupakan sebuah gangguan serius yang dapat menyebabkan kematian. Anorexia Nervosa mengandung tiga ciri utama, yaitu :

1) Memiliki berat badan kurang dari 85% orang yang disebut normal, dilihat dari usia dan tinggi tubuh.

2) Memiliki ketakutan yang intens terhadap penambahan berat badan. Ketakutan ini tidak hilang meskipun berat badan tubuh sudah berkurang.

3) Memiliki gambaran yang salah mengenai bentuk tubuhnya (Rigaud et al, 2007). Meskipun mereka sangat kurus, mereka memandang diri mereka terlalu gemuk. Mereka tidak pernah menganggap diri mereka cukup kurus, khususnya dibagian perut, pantat & paha. Biasanya mereka sering menimbang berat

badan, sering kali menggunakan alat ukur tubuh, dan sering bercermin memandang tubuhnya sendiri dengan kritis (Seindenfeld, Sosin & Rickert, 2004).

Anorexia nervosa biasanya dimulai diawal hingga pertengahan belasan tahun, sering kali diikuti dengan diet dan beberapa jenis stress (Lee et al, 2005). Anorexia nervosa 10 kali lebih banyak dialami oleh remaja putri dibandingkan remaja putra. Jika anorexia nervosa terjadi pada remaja laki-laki, maka biasanya gejala dan karakteristik lain (seperti distorsi gambaran tubuh dan konflik keluarga) yang biasanya dilaporkan, menyerupai dengan yang dilaporkan oleh perempuan yang mengalami gangguan ini (Araceli et al, 2005).

2. Bulimia Nervosa (BN)

Bulimia nervosa adalah gangguan makan dimana individu secara konsisten mengikuti pola makan berlebihan dan membersihkannya (binge and purge). Para penderita bulimia ini makan terus-menerus, kemudian mengosongkan perut dengan cara membuat dirinya muntah-muntah atau menggunakan obat pencuci perut. Meskipun terdapat banyak orang yang melakukan hal ini dan kadangkala bereksperimen dengan hal tersebut, seseorang dianggap menderita kelainan bulimia hanya jika kejadian tersebut berlangsung minimal 2 kali seminggu selama 3 bulan (Napierski-Prancl, 2009).

Seperti penderita anorexia, sebagian besar penderita bulimia sering memikirkan makanan, sangat takut jadi gemuk, depresi atau cemas dan memiliki citra tubuh yang salah. Sebuah penelitian terbaru menentukan

bahwa penderita bulimia berlebihan menilai berat dan bentuk tubuh dan penilaian yang berlebihan ini terkait dengan depresi yang lebih tinggi dan percaya diri yang rendah (Hrabosky et al, 2007). Tidak seperti penderita anorexia, orang yang makan terus-menerus biasanya memiliki rentang berat tubuh normal, yang membuat penderita bulimia sulit dideteksi.

Bulimia nervosa biasanya dimulai di akhir masa remaja atau awal dewasa. Banyak wanita yang menderita bulimia nervosa pernah mengalami kelebihan berat tubuh sebelum gangguan ini muncul ; sering kali makan terus-menerus ini sering kali dimulai selama masa diet. Seperti anorexia nervosa, sekitar 70% individu yang menderita bulimia nervosa setelah beberapa waktu pulih dari gangguan (Agras et al, 2004).

DSM-IV membagi BN kepada 2 bentuk yaitu purging dan nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunaan obat pencahar, diuretic atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa secara berlebihan.

Tidak seperti AN, penderita BN masih dapat memiliki berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka. Akan tetapi, seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan akan bertambahnya berat badan dan menjalani tindakan ekstrim untuk mengurangi berat badan, serta merasa sangat tidak puas atas ukuran dan bentuk tubuh (APA, 2005).

Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas, maupun permasalahan penyalahgunaan zat, akibat fisik dari BN antara lain, ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah yang berkaitan dengan rongga mulut dan gigi (APA, 2005).

2.2.4 Pengukuran perilaku makan

Identifikasi kecenderungan terjadinya gangguan perilaku makan pada umumnya menggunakan intrumen Eating Attitudes Test (26), EAT-26 tidak digunakan untuk mendiagnosis gangguan makan, namun untuk mengidentifikasi individu-individu yang memiliki kecenderungan gangguan dalam perilaku makan dan membutuhkan penanganan lebih lanjut (Anderson, 2004). EAT-26 telah digunakan sebagai alat skrining untuk menilai risiko gangguan perilaku makan di sekolah, kampus, hingga sampel berisiko seperti atlet dan sebagainya yang mencakup tiga aspek yaitu :

1. Dieting (perilaku diet)

Komponen ini terdiri dari aspek menghindari makanan berlemak dan keinginan kuat untuk memiliki tubuh kurus.

2. Bulimia and food preoccupation (bulimia dan makna makanan)

Komponen ini terdiri dari aspek pemikiran dan pemaknaan terhadap makanan.

3. Oral control (kontrol oral)

Komponen ini terdiri dari aspek control diri dalam perilaku makan serta aspek tekanan yang diterima oleh orang lain atas kelebihan berat badan.

Dokumen terkait