• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri

Dalam dokumen Mahasiswa dan Twitter (Halaman 33-39)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Pustaka

2.2.2 Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Kita membayangkan munculnya pertanyaan-pertanyaan untuk diri kita sendiri seperti:

1. Bagaimana watak saya sebenarnya? Apa yang membuat saya bahagia atau sedih? Apa yang sangat mencemaskan saya?

2. Bagaiamana orang lain memandang saya? Apakah mereka menghargai atau merendahkan saya? Apakah mereka membenci atau menyukai saya?

3. Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya?apakah saya orang yang cantik atau jelek? Apakah tubuh saya kuat atau lemah? Jawaban pada tiga pertanyaan yang pertama menunjukkan persepsi psikologis tentang diri kita, jawaban pada tiga pertanyaan kedua persepsi sosial tentang diri kita, dan jawaban pada tiga pertanyaan terakhir yaitu persepsi fisis tentang diri kita. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita. Jadi, konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita. Anita Taylor et al mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”, “semua yang anda pikirkan dan anda rasakan adalah seluruh kompleks dari keyakinan dan sikap yang anda pegang tentang diri anda.” (Rakhmat, 2005: 100)

Terdapat dua komponen konsep diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Contoh komponen kognitif ialah “saya ini orang bodoh” dan komponen afektif kita berkata, “saya senang diri saya bodoh, ini lebih baik bagi saya”. Ada juga contoh lain yang komponen kognitifnya sama seperti tadi tetapi komponen afektifnya berkata, “saya malu sekali karena saya menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra-diri (self image), dan komponen afektif disebut harga-diri (self esteem). (Rakhmat, 2005: 100)

2.2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri

Faktor paling kuat yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang ialah orang lain. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima

orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. (Rakhmat, 2005: 100)

Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead (1934) menyebut mereka significant others yaitu orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang-orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966: 105) menyebutnya affective others yaitu orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah secara perlahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan pelukan mereka, membuat kita menilai diri kita secara positif. Sedangkan ejekan dan cemoohan membuat kita memandang diri kita secara negatif. (Rakhmat, 2005: 101-102)

Significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh secara emosional. Orang-orang tersebut bisa saja masih hidup atau sudah tiada. Bisa juga idola kita, bintang film, pahlawan kemerdekaan, tokoh sejarah atau orang yang kita cintai diam-diam. (Rakhmat, 2005: 103)

Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep ini juga berasal dari George Herbert Mead yaitu memandang diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti kita mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Contohnya, bila kita seorang ibu, bagaimana ibu memandang kita. Mengambil peran sebagai ibu, ayah atau sebagai

generalized others disebut role taking. Role taking sangat penting dalam pembentukan konsep diri. (Rakhmat, 2005: 103-104)

Konsep diri mempunyai dua dimensi yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal:

Dimensi Internal

1. Diri identitas, yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label-label ini akan terus bertambah seiring dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang.

2. Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku tersebut, sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan, disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.

3. Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. Di samping fungsinya sebagai jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya.

Dimensi Ekternal (terkait dengan konsep diri positif dan konsep diri negatif)

1. Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moreno & Cervelló (2005) membuktikan bahwa terdapat relevansi yang

signifikan antara intensitas melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik dengan tinggi rendahnya konsep diri fisik individu. Semakin sering individu melakukan kegiatan-kegiatan fisik seperti olah raga dan bekerja maka akan semakin tinggi pula konsep diri fisiknya, demikian pula sebaliknya.

2. Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal.

3. Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan, memiliki minat terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, peduli akan nasib orang lain, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh tak acuh, tidak memiliki empati pada orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang peduli terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial. (Nashori, 2000).

2.2.2.2 Konsep diri Positif dan Negatif

Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri individu, positif atau negative. Sebagai peminat komunikasi, ada baiknya mengetahui tanda-tanda konsep diri yang positif dan negatif. Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (1976: 42-43) ada lima tanda orang yang memilki konsep diri negatif. yaitu:

1. Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri.

2. Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat penghargaan.

3. Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.

4. Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan terhadap orang lain.

5. Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.

Sedangkan orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal yaitu:

1. Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.

2. Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.

3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan sebelumnya.

4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. 5. Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan

proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang. (Rakhmat, 2005: 105)

Dalam dokumen Mahasiswa dan Twitter (Halaman 33-39)

Dokumen terkait