• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga

Menurut Cramer dan Jensen (1991) efisiensi harga merupakan akurasi dan kecepatan dalam penetapan harga produk yang secara tepat menggambarkan permintaan konsumen yang ditransmisikan melalui saluran tataniaga untuk meningkatkan efisiensi harga dengan meningkatkan informasi pasar dan persaingan. Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi teknis atau operasional

24 merujuk pada kondisi biaya minimum yang dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, serta fasilitas. Menurut Kohl dan Uhl (2002) cara meningkatkan efisiensi operasional adalah penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga melalui tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui analisis terhadap biaya/marjin tataniaga, farmer’s share, rasio biaya dan keuntungan tataniaga.

3.1.6.1 Konsep Biaya dan Marjin Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) harga semua barang serta penambahan aktivitas dan fungsi keragaan dari tataniaga perusahaan. Harga tersebut termasuk biaya tataniaga juga keuntungan tataniaga perusahaan. Marjin tataniaga juga merupakan perbedaan harga dari tingkat produsen dengan harga di tingkat lembaga pertama, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga berikut dalam saluran tataniaga komoditi yang sama. Marjin tataniaga adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar untuk suatu barang dan jasa dan apa yang petani/produsen terima.

Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran

Sumber : Hammond dan Dahl, 1977 Keterangan :

Sd : Derived supply (kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk di tingkat pedagang)

25 Sp : Primary suppy (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat

petani)

Dd : Derived demand (kurva permintaan turunan atau permintaan pedagang) Dp : Primary demand (kurva permintaan primer atau kurva permintaan di tingkat

konsumen akhir)

Pr : Harga di tingkat pedagang pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Q*: Jumlah produk di tingkat petani dan pedagang pengecer.

Gambar 2, menunjukkan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani (Pr-Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani kemudian dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai tersebut terdiri dari marketing cost dan marketing charge. Pendekatan marjin tataniaga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu return to factor dan return to institution. Return to factor adalah penerimaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses tataniaga seperti wages, interest, rent, dan profit. Return to institution adalah pengembalian (return) terhadap jasa atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses tataniaga (Hammond dan Dahl, 1977).

Terkadang tinggi atau rendahnya marjin tataniaga menjadi salah satu tolak ukur apakah kegiatan tataniaga tersebut sudah efisien atau belum. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) tinggi atau rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Tingginya marjin tataniaga dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain : ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan risiko kerusakan. Nilai marjin tataniaga merupakan hasil kali dari perbedaaan harga di tingkat pedagang dan harga di tingkat petani dengan jumlah yang diperdagangkan.

Nilai dari perbedaan nilai marjin antara harga di tingkat pedagang dan di tingkat petani diukur berdasarkan komoditi per unit. Marjin tataniaga terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga. Biaya tataniaga adalah semua jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam

26 tataniaga suatu komoditi mulai dari produsen hingga ke konsumen. Rumus yang dapat ditulis : Mi = Pri - Pfi

Keterangan :

Mi : Marjin tataniaga pada lembaga ke-i

Pri : Harga di tingkat pedagang pada lembaga ke-i Pfi : Harga di tingkat petani pada lembaga ke-i

3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share pada Tataniaga

Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dapat dilihat dari sisi pendapatan petani. Saluran tataniaga yang tidak efisien akan menyebabkan marjin/biaya tataniaga yang lebih besar. Marjin/biaya tataniaga ini kecenderungan dibebankan kepada petani dan konsumen melalui penetapan harga di tingkat petani (Pf) yang rendah dan harga di tingkat konsumen (Pr) yang tinggi. Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang besar akan menurunkan nilai farmer’s share. Saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin/biaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga di tingkat petani dengan konsumen lebih kecil maka akan menyebabkan nilai farmer’s share meningkat.

Nilai farmer’s share ditentukan oleh besar rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan konsumen (Pr), secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : Fs = (Pf/Pr) x 100%

Keterangan : Fs : Farmer’s share

Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen

Farmer’s share adalah selisih antara harga retail dan marjin tataniaga. Hal ini digunakan untuk mengetahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani (Kohl dan Uhl, 2002). Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh (1) tingkat pemrosesan; (2) biaya transportasi; (3) keawetan produk; dan (4) jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa suatu sistem tataniaga berjalan secara efisien. Hal ini

27 berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk (value added) yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah total penerimaan yang didapatkan oleh produsen dari hasil penjualan produk yang mereka hasilkan. Farmer’s share merupakan suatu alat analisis untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditi selain marjin tataniaga dan analisis keuntungan atas biaya yang menunjukan bagian yang diterima oleh petani.

3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya pada Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem tataniaga akan semakin efisien.

Besar rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntungan dan biaya = Li/Ci Keterangan :

Li : Keuntungan Lembaga tataniaga ke-i Ci : Biaya tataniaga

Dokumen terkait