• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG

DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

FITRIANI H34104092

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

1 Paraf Dosen Pembimbing___________

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG DI KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR,

PROVINSI JAWA BARAT ¹Fitriani ²Tintin Sarianti

¹Mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104092 ²Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, SP, MM

ABSTRACK

Indonesia is one of high rice consumer country in the world. Indonesia has large rice field. Almost of that field is managed if traditional way. Best alternative to get maximum result of farming is changing the way of farming from conventional to modrn way. The problem is, this changging is not easy. We must ensure farmer about the advantages of modern farming. Gapoktan (Gabungan kelompok tani) is a group built by goverment to lead farmer’s farming aim from traditional to comercial. This Gapoktan direct farmer to sell their rice.

This research analise farmer in Bogor, West Java and use thirty five samples. Sample is a farmer who use Ciherang rice kind in their field. Based on research and analisist, could be conclude there are many distribution way, distribution fungtion, kind of market an market stucture of rice comodity.

(3)
(4)

1 Paraf Dosen Pembimbing___________

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG DI KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR,

PROVINSI JAWA BARAT ¹Fitriani ²Tintin Sarianti

¹Mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104092 ²Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, SP, MM

ABSTRAK

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern walau masih sulit diterapkan di pedesaan Kecamatan Pamijahan, akan tetapi dengan bantuan penyuluh dan diadakan gabungan kelompok petani (gapoktan) maka para petani diarahkan untuk komersial/menjual hasil produksi padi walau masih bertahap hanya sebagian dari hasil keseluruhan hasil panen.

Penarikan sample menggunakan metode Judgment sampling proses random menggunakan undian nama-nama petani berdasarkan rujukan ketua penyuluh sehingga diambil sebanyak 30 nama petani. Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan setiap saluran tataniaga padi varietas ciherang masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda yang dilihat berdasarkan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar.

(5)
(6)

ii

RINGKASAN

FITRIANI. Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Tintin Sarianti).

Penduduk Indonesia dengan beragam suku dan budaya juga memiliki ciri khas tersendiri dalam mengkonsumsi makanan pokok, seperti jagung, sagu, dan beras. Makanan pokok rata-rata dari keseluruhan penduduk Indonesia adalah beras yang berasal dari olahan padi. Komoditi beras merupakan produk pangan dari hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sebagai kebutuhan jasmani yang mengandung karbohidrat untuk energi dalam melakukan aktivitas. Total penduduk Indonesia secara update tepat pada tahun 2011 tercatat mencapai 241 juta jiwa dan pengkonsumsi beras tertinggi di dunia dengan rata-rata per orang mengkonsumsi 130-140 kg/tahun. Komoditas pangan untuk beras di Negara Indonesia adalah pengkonsumsi tertinggi dibandingkan Malaysia, RRC, Jepang, Amerika Serikat (AS), dan dunia yang hanya mengkonsumsi beras 30-50 persen terlebih lagi AS yang hanya mencapai delapan persen dari Indonesia.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pertanian telah mengeluarkan kebijakan prioritas Tahun 2009 yaitu menjamin ketersediaan pangan yang berasal dari produk dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani. Tujuan tersebut apabila tercapai maka Indonesia akan memiliki beras yang berdaya saing tinggi dengan stok yang mencukupi masyarakat. Hal ini akan mewujudkan bahwa produk beras lokal tidak kalah bersaing dengan beras impor dan volume permintaan beras impor pun secara berangsur-angsur diharapkan menurun. Kecamatan Pamijahan yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang terdiri dari lima belas desa, mayoritas penduduk di pedesaan ini berprofesi sebagai petani dikarenakan pendidikan yang rendah yang secara umum hanya memiliki keterampilan dan pengalaman di bidang pertanian juga didukung lahan di desa-desa masih banyak tersedia dibandingkan di kota-kota yang sudah mengalami perkembangan untuk kepentingan pemukiman maupun pembangunan industri-industri. Kesuburan lahan masih dinyatakan mendukung memproduksi tanaman padi, sehingga wilayah ini sebagai potret yang penting dalam memperlihatkan dan menyumbangkan hasil produksi padi dengan mengingat perkembangan Kabupaten Bogor yang telah mengarah pengembangan pembangunan, namun di Kecamatan Pamijahan lahan-lahan yang dimiliki para petani mulai dari 0,1 ha ditanami tanaman padi yang cukup berpotensi sebagai sentra penghasil padi.

(7)

iii diproses oleh para pelaku atau lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat menjadi Rp 7.500,- hingga Rp 9.000,- yang harus dibayar oleh petani-petani yang termasuk konsumen akhir untuk mendapatkan satu kg beras.

Penjelasan ini akan mendasari rumusan permasalahan yang akan dibahas untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan analisis tataniaga padi yaitu : Bagaimana saluran tataniaga padi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ? Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga yang terlibat ? dan Bagaimana tingkat efesiensi saluran tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ? Penelitian ini bertujuan Menganalisis saluran tataniaga serta fungsi-fungsi tataniaga komoditi padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga padi yang terlibat. Menganalisis tingkat efesiensi tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang mengkaji rantai tataniaga hasil produksi padi di tiga desa Kecamatan Pamijahan yaitu Desa Ciasmara, Ciasihan, dan Gunung Sari berdasarkan lahan sawah yang terluas (BPS 2011). Penarikan sample menggunakan metode Judgment sampling proses berdasarkan rujukan ketua penyuluh yaitu Pak Adang Wahidin, Sp yang mengemukakan terdapat petani-petani penghasil produksi padi varietas ciherang juga berdasarkan informasi ketua gapoktan (gabungan kelompok petani) yang masing-masing per kelompok memiliki 30-50 anggota petani di Desa Ciasmara, Ciasihan, dan Gunung Sari pada Kecamatan Pamijahan, sehingga diambil sebanyak 30 nama petani dengan alasan sesuai data statistik yang telah mewakili dari keseluruhan sampel.

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan : saluran tataniaga padi varietas ciherang hingga sampai ke konsumen akhir terdapat tiga saluran yaitu :

Petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen akhir Petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen akhir Petani – pedagang pengumpul – konsumen akhir.

(8)

iv

ANALISIS TATANIAGA PADI VARIETAS CIHERANG

DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

PROVINSI JAWA BARAT

Fitriani

H34104092

Skripsi ini merupakan satu syarat untuk Memperoleh gelar sarjana pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

v Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang

di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat

Nama : Fitriani

NIM : H34104092

Disetujui, Pembimbing

Tintin Sarianti, SP, MM NIP 19750316 2005012 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

(10)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penelitian yang di mulai pada bulan Juni hingga Desember Tahun 2012 bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat” merupakan hasil karya penulis sendiri yang belum diajukan pada suatu perguruan tinggi manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang telah disebutkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2013

(11)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Fitriani dilahirkan di Baturaja-Sumatra Selatan pada tanggal 11 Juni 1988. Penulis merupakan anak ke-10 dari dua belas bersaudara pasangan H. Masuni dan Hj. Rusniati (alm).

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri No. 8 Putri Baturaja pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Baturaja tahun 2001-2003 dan pindah ke SLTP NEGERI 1 Muara Bungo tepat pada tahun 2004 menyelesaikan pendidikan SLTP dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Muara Bungo lulus pada tahun 2007.

(12)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Padi di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian di lapangan yang merupakan salah satu syarat kelulusan memperoleh gelar SE (Sarjana Ekonomi) pada Departemen Agribisnis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan pada masa yang akan datang.

Akhir kata dengan segala kekurangan penulis berharap agar laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan kepada para pembaca.

Bogor, Januari 2013

(13)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada :

1. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan, serta dukungan moril kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen akademik yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Amzul Rifin, PhD selaku dosen evaluator pada seminar proposal atas saran dan ilmu yang bermanfaat.

4. Ir. Juniar Atmakusuma, MS dan Rahmat Yanuar, SP, Msi selaku dosen penguji pada sidang atas saran dan ilmu yang bermanfaat.

5. Kedua orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis pada satu titik menuju masa depan. 6. Adang Wahidin, SP sebagai penyuluh di Desa Pemijahan yang telah

memberikan informasi dalam proses pengumpulan data.

7. Petani-petani di Desa Gunung Sari, Ciasmara, dan Ciasihan Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang telah menyediakan waktu sebagai responden.

8. Pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer yang turut membantu dalam memberikan informasi penyusunan skripsi.

9. Adhe Rahmana Fajrin, SE yang memberi dukungan serta semangat dan rekan-rekan Agribisnis Alih Jenis I yang telah memberikan banyak kritik dan saran yang membangun serta kebersamaan dan kerjasamanya.

10. Dwi Nursyamsiah, SE rekan yang merekomendasikan tempat penelitian sehingga membantu penulis dalam memutuskan judul penelitian.

11. Kholfiyatum Mujahidah, SE sebagai pembahas yang telah memberikan keritik dan saran.

(14)

x

2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Tataniaga ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran dan Lembaga Pemasaran 32 4.4.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 32

4.4.3 Analisis Struktur Pasar ... 33

4.4.4 Analisis Perilaku Pasar ... 33

4.4.5 Analisis Efisiensi Pemasaran ... 33

(15)

xi

6.1 Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang ... 42

6.1.1 Pola Saluran Tataniaga I ... 43

6.1.1.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga I .. 44

6.1.1.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga I ... 45

6.1.1.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran I ... 45

6.1.2 Pola Saluran Tataniaga II ... 46

6.1.2.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga II 47

6.1.2.2 Fungsi Fisik pada Saluran II ... 48

6.1.2.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran I I ... 49

6.1.3 Pola Saluran Tataniaga III ... 50

6.1.3.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga III 51 6.1.3.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga III ... 52

6.1.3.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga III ... 53

6.2 Struktur Pasar ... 54

6.2.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani ... 55

6.2.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul ... 55

6.2.3 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar ... 56

6.2.4 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer ... 56

6.3 Perilaku Pasar ... 57

6.3.1 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga I ... 57

6.3.1.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 57

6.3.1.2 Sistem Penentuan Harga ... 58

6.3.1.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 59

6.3.2 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga II ... 60

6.3.2.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 60

6.3.2.2 Praktik Penentuan Harga ... 60

6.3.2.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 61

6.3.3 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga III ... 62

6.3.3.1 Praktik Pembelian dan Penjualan ... 62

6.3.3.2 Sistem Penentuan Harga ... 62

6.3.3.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 62

6.4 Keragaan Pasar ... 63

6.4.1 Margin Tataniaga ... 64

6.4.2 Farmer’s Share ... 66

6.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ... 67

6.5Analisis Efisiensi Tataniaga ... 69

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

7.1 Kesimpulan ... 73

7.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(16)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Konsumsi Per Kapita/Tahun Komoditass Pangan Beberapa

Negara Tahun 2012 ... 2 2. Produksi Padi Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2011. 3 3. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Padi Kabupaten Bogor

2010.. ... 4 4. Rata-Rata Harga Eceran Beras di Pasar Tradisional di Kota-Kota

Pulau Jawa Tahun 2008-2011 (Rupiah/Kg) ... 7 5. Luas Lahan Sawah dan Jumlah Kelompok Tani di 15 Desa Kec.

Pamijahan, Kab. Bogor, Jawa Barat Tahun 2011 ... 37 6. Sebaran Petani Berdasarkan Usia di Kecamatan Pamijahan 2012 .. 38 7. Sebaran Responden Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Formal di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 39 8. Persentase Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan

Pamijahan Pada Tahun 2012 ... 40 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani

Padi di Kecamatan Pamijahan 2012 ... 40 10.Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani

Padi Di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 41 11.Sebaran Jumlah Responden Petani Padi Varietas Ciherang

Menurut Status Kepemilikan Lahan di Kecamatan Pamijahan 2012 ... 41 12.Fungsi Tataniaga Masing-Masing Lembaga Tataniaga dalam

Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kec. Pamijahan Tahun 2012 ... 54 13.Struktur Pasar pada Masing-Masing Lembaga Tataniaga Padi

Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 57 14.Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Padi

Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 63 15.Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin

Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 64 16.Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di

Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 67 17.Rasio Keuntungan dan Biaya pada Masing-Masing Saluran

Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 68 18.Nilai Efisiensi Tataniaga Pada Masing-Masing Saluran Tataniaga

(17)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Komoditas Penyumbang Utama Inflasi Tahun 2010 ... 3

2. Kurva Marjin Pemasaran ... 24

3. Kerangka Pemikiran Operasional... 29

4. Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 ... 42

5. Penjemuran Padi ... 43

6. Penggilingan Padi ... 47

7. Hasil Panen Padi ... 47

8. Lahan Usahatani Padi ... 50

9. Lokasi Pedagang Pengumpul ... 51

10.Kegiatan Petani Setelah Panen Padi ... 52

11.Kegiatan Petani Sebelum Penjemuran Padi ... 52

(18)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Rata-Rata Harga Gabah (Rp/Kg) Berdasarkan Setiap Provinsi

Pada Tahun 2008-2009 ... 77 2. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Padi Kabupaten Bogor

2010 ... 79 3. Data Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Provinsi di

Indonesia Tahun 2008 ... 80 4. Rata-Rata dan Hasil Produksi Padi Kecamatan Pamijahan ... 81 5. Rincian Biaya Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan

Pamijahan Tahun 2012 ... 82 6. Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Padi Varietas

(19)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Menurut peraturan pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Food and Agriculture Organization (FAO) bertujuan untuk menaikkan tingkat nutrisi dan taraf hidup, meningkatkan produksi, proses, pemasaran dan penyaluran produk pangan dan pertanian, mempromosikan pembangunan di pedesaan, dan melenyapkan kelaparan sehingga peran pemerintah-pemerintah setiap negara yang pengkonsumsi pangan pokok yaitu beras harus terlibat fokus dalam memenuhi kebutuhan.

Bahan pangan pokok secara umum mengandung karbohidrat karena berfungsi sebagai sumber energi. Di Indonesia, bahan pangan berkabohidrat seperti padi-padian dan umbi-umbian. Penduduk Indonesia dengan beragam suku dan budaya juga memiliki ciri khas tersendiri dalam mengkonsumsi makanan pokok, seperti jagung, sagu, dan beras. Makanan pokok mayoritas dari keseluruhan penduduk Indonesia adalah beras yang berasal dari olahan padi. Komoditi beras merupakan produk pangan dari hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sebagai kebutuhan jasmani yang mengandung karbohidrat untuk energi dalam melakukan aktivitas. Beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia mulai dari sarapan hingga makan malam secara umum mengandung bahan baku dari komoditi beras yang sudah menjadi kebiasaan harus dikonsumsi.

(20)

2 Tabel 1 memperlihatkan perbandingan konsumsi beras antara Indonesia dengan beberapa negara.

Tabel 1. Konsumsi Per Kapita/Tahun Komoditass Pangan Beberapa Negara Tahun 2012

Komoditas Pangan

Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun)

Indonesia Malaysia RRC Jepang AS Dunia

Beras 139,5 76,52 76,8 56,63 8,26 52,96

Daging 4,9 48,99 53,45 46,13 122,79 40,09

Susu 11,48 36,89 28,7 76,45 253,8 84,93

Telur 9,6 12,24 17,41 19,59 14,29 8,57

Ikan 31,64 50,08 26,46 60,78 24,05 16,69

Sayur 54,3 45,21 279,89 106,18 127,61 119,53

Buah 30,2 57,4 64,42 58,2 110,96 69,09

Sumber : FAOSTAT, untuk data Indonesia diolah BPS, Kementan, dan KK dalam Investor Daily (2012)

(21)
(22)

4 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pertanian telah mengeluarkan kebijakan prioritas Tahun 2009 yaitu menjamin ketersediaan pangan yang berasal dari produk dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani.1 Tujuan tersebut apabila tercapai maka Indonesia akan memiliki beras yang berdaya saing tinggi dengan stok yang mencukupi masyarakat. Hal ini akan mewujudkan bahwa produk beras lokal tidak kalah bersaing dengan beras impor dan volume permintaan beras impor pun secara berangsur-angsur diharapkan menurun.

Tabel 3. Realisasi Intensifikasi Luas Panen, Produksi, dan Hasil Pertanian/Pangan di Kecamatan Pamijahan Tahun 2011

Sumber : Herna Djumhana, S. Sos (Camat Pamijahan)

1

(23)

5 Tabel 3 menunjukkan jenis tanam padi memiliki luas tanam 8.031, luas panen 7.668, produktivitas 6.462 Ku/Ha, dan produksi yang terbesar yaitu 496 ton dibandingkan dengan produksi jenis tanam ubi kayu 15 ton, ubi jalar 18 ton, talas 11 ton, jagung 6 ton, kacang tanah 6,3 ton, kacang merah 1,6 ton, kacang panjang 4,9 ton, buncis 5,9 ton, daun bawang 5,9 ton, petsai/sawi 3,6 ton, terung 7,9 ton, tomat 6,4 ton, ketimun 8,9 ton, cabai besar 7 ton, dan cabai rawit 4,3 ton sehingga tanaman padi dapat dikatakan sebagai sentra atau penghasil produksi hasil pertanian/pangan yang menyumbangkan potensi besar di Kecamatan Pamijahan.

(24)

6 1.2 Perumusan Masalah

Penelitian Mardiyanto (2005) petani padi sudah dapat menjual hasil panen secara mandiri, namun kelembagaan tataniaga di tingkat petani masih belum banyak berfungsi sebagai lembaga tataniaga. Keberadaan gabungan kelompok petani maupun koperasi tani masih lebih banyak terfokus untuk menangani aspek budidaya dan belum berfungsi sebagai lembaga tataniaga karena keterbatasan kemampuan dalam mengolah maupun mengevaluasi manajemen tataniaga, sehingga pengkajian menganalisis tataniaga padi diperlukan dalam berupaya memperbaiki rantai tataniaga hasil produksi padi pada Kecamatan Pemijahan Kabupaten Bogor, Jawa barat.

Pada lampiran 1 memperlihatkan harga gabah per kilogram pada Tahun 2008-2011 santara Rp 3.000,- hingga Rp 4.000,- dan setelah menjadi beras yang diproses oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat menjadi Rp 7.500,- hingga Rp 9.000,- yang harus dibayar oleh petani-petani yang termasuk konsumen akhir untuk mendapatkan satu kg beras yang siap dimasak menjadi nasi, sehingga perlu dianalisis rantai tataniga komoditi padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ketepatan penyampaian komoditi terhadap konsumen akhir yang dituju serta dievaluasi dengan memberikan pemecahan solusi sekaligus menganalisis peran keberadaan gapoktan telah mengalihkan para petani atau belum untuk tidak menjual kepada tengkulak yang mematok harga terkadang tidak sesuai dengan harga pasaran sehingga para petani tidak mendapatkan keuntungan yang optimal. Penelusuran rantai-rantai tataniaga dengan sample yang berdasarkan metode akan memperlihatkan beberapa rantai tataniaga padi mulai dari petani hingga ke konsumen akhir.

(25)

7 pelaku agribisnis dalam memproduksi produk adalah bertujuan hasil produk dapat tersalurkan secara efektif dan efisien namun meraup keuntungan yang optimal.

Petani-petani Indonesia secara umum masih berpola tradisional yaitu hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan (dikonsumsi) keluarga petani itu sendiri jika ada kelebihan baru dijual ke pasar, paradigma peralihan dari pola pikir tradisional ke tahap pola pikir modern atau komersial masih sangat sulit diterapkan sehingga taraf kesejahteraan secara merata juga sulit dicapai oleh penduduk di desa-desa. Daerah pedesaan di Kecamatan Pemijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat identik mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dengan didukung ketersediaan lahan untuk bercocok tanam. Produktivitas per ha mencapai 5,6-6,1 ton per musim yang secara mayoritas padi yang ditanam bervarietas ciherang.

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern walau masih sulit diterapkan di daerah ini, akan tetapi dengan bantuan penyuluh dan diadakan gabungan kelompok petani (gapoktan) maka para petani diarahkan untuk komersial/menjual hasil produksi padi walau masih bertahap hanya sebagian dari hasil keseluruhan hasil panen, namun hasil produksi padi yang diolah menjadi beras untuk diproses menjadi nasi juga merupakan kebutuhan dasar sebagai makanan pokok para petani yang menanam komoditi tersebut.

Tabel 4. Rata-Rata Harga Eceran Beras di Pasar Tradisional di Kota-Kota Pulau Jawa Tahun 2008-2011 (Rupiah/Kg)

Kota

Tahun (rupiah/kg)

2008 2009 2010 2011

Jakarta 5.838,09 6.143,26 7.982,68 9.229,87 Bandung 5.599,00 5.779,26 6.888,16 7.492,38 Serang 5.020,62 5.087,39 5.868,78 6.119,33 Semarang 5.469,96 5.644,64 6.668,52 7.316,85 Yogyakarta 5.241,32 5.563,05 6.357,81 6.722,56 Surabaya 5.240,08 5.578,45 6.673,45 7.239,18 Sumber : Hasil Survei Harga Konsumen, BPS/Based on Consumer Price Survey,

BPS-Statistics Indonesia (diolah).

(26)

8 pendekatan kisaran harga-harga beras yang terjadi di tempat penelitian yang berlokasi di Kecamatan Pamijahan-Bogor yang termasuk bagian Pulau Jawa.

Tataniaga merupakan pembahasan inti yang penting dibahas secara terus menerus terutama tataniaga yang dibahas ini komoditi beras yang berkaitan kebutuhan pokok orang banyak, sehingga perlu mengetahui rantai tataniaga padi sekalipun sudah terjamah oleh peneliti lain untuk menganalisis sudah mendekati sistem tataniaga yang tepat atau perlu pembenahan rantai tataniaga yang lebih tepat lagi. Beras adalah komoditi pangan yang utama harus disediakan secara skala besar dan jangka panjang sekaligus berkelanjutan sehingga cadangan komoditi beras pun harus siap sedia tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat harga. Penjelasan ini akan mendasari rumusan permasalahan yang akan dibahas untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan analisis tataniaga padi yaitu :

1) Bagaimana saluran tataniaga padi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ?

2) Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga yang terlibat ?

3) Bagaimana tingkat efesiensi saluran tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian analisis tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai potret kecil dalam menganalisis sistem tataniaga padi di daerah pedesaan di Indoensia berdasarkan perumusan masalah yang bertujuan : 1) Menganalisis saluran tataniaga serta fungsi-fungsi tataniaga komoditi padi di

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2) Mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga padi yang terlibat.

(27)

9 1.4 Manfaat Penelitian

Tahap perumusan masalah dan pembahasan hingga mendapatkan kesimpulan diharapkan sebagai sumbang saran maupun ide dasar memperbarui sistem tataniaga beras di Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak : 1) Petani sebagai produsen utama dapat menjadi referensi dalam memutuskan

saluran tataniaga yang efektif dan efisien sehingga dapat melakukan kebijakan yang lebih tepat dalam menmyalurkan hasil produksi padi.

2) Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab menjaga kestabilan ketahanan pangan dan harga beras, sehingga lebih mengetahui identifikasi sistem tataniaga padi hingga menjadi komoditi beras yang terjadi di lapangan sehingga pemerintah harus lebih fokus dalam mengatur sistem tataniaga padi di Indonesia sekaligus menciptakan program-program yang turut mencapai sistem tataniaga yang efektif dan efisien yang bertujuan meratakan keuntungan.

3) Peneliti sebagai pihak yang dapat mempersentasikan kepada masyarakat sebagai konsumen komoditi beras dalam menjelaskan alasan yang menyebabkan harga komoditas beras cukup tinggi dengan menghubungkan kondisi yang terjadi di lapangan dengan keterkaitan sistem tataniaga padi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(28)

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Gambaran Umum Komoditi

Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban, meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, disebut sebagai padi liar. Padi berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 sebelum masehi. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.

Komoditi beras berasal dari tumbuhan padi (bahasa latin : Oryza sativa L.), secara biologi. Beras adalah bagian biji yang terdiri dari aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit, endospermia, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan embrio yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Kandungan Beras : sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85 persen). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat : amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang dan amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20 persen yang membuat butiran nasi terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.

2.1.1 Deskripsi Umum Tanaman Padi

(29)

11 Menurut Siregar (1987), tumbuhan padi termasuk dalam golongan tumbuhan Graminae yang memiliki ciri khas khusus berupa batang yang tersusun dari beberapa ruas. Varietas tanaman padi terdapat ribuan yang satu sama lain memiliki ciri-ciri khas sehingga tidak ada dua jenis varietas padi yang memiliki bentuk tubuh (morphologic) yang sama dengan satu yang lain tetapi apabila ditinjau satu jenis varietas dengan jenis varietas lain memiliki persamaan sifat umum yang dapat digolongkan menjadi :

1) Golongan Indica

Jenis tanaman padi golongan Indica secara umum terdapat di negara-negara yang termasuk daerah tropis yang biasa tumbuh di daerah beriklim panas. Di Indonesia jenis ini biasa disebut varietas cere atau cempo.

2) Golongan Yaponica/Sub-Yaponica/Indo-Yaponica

Tumbuh di negara-negara di luar daerah tropis atau beriklim dingin, di Indonesia biasa disebut varietas bulu atau gundil.

Tahun 1986 Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan melalui Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) terus berupaya merakit

varietas unggul baru dengan sifat-sifat yang lebih baik. Departemen Pertanian

hingga saat ini telah melepas lebih dari 175 varietas unggul padi yang sebagian

besar dihasilkan oleh Puslitbang Tanaman Pangan. Data survei pada MT 2002/03

di 12 propinsi penghasil padi membuktikan sekitar 90 persen dari 9,2 juta ha lahan

sawah telah ditanami varietas unggul baru. Dari sekitar 80 varietas padi yang telah

berkembang di petani, IR64, Way Apoburu, Ciliwung, Memberamo, dan Ciherang

lebih disukai, masing-masing dengan luas tanam 4,20 juta ha, 0,80 juta ha, 0,62

juta ha, 0,43 juta ha, dan 0,41 juta ha. Di Jawa Barat, luas areal tanam varietas

Ciherang pada MT 2002/03 menduduki urutan kedua setelah IR64,

masing-masing 18 persen dan 33 persen dari total areal pertanaman padi di sentra

produksi nasional ini. Lain halnya di Kabupaten Purwakarta, Subang, dan

Indramayu Jawa Barat, varietas Ciherang menduduki posisi pertama dengan luas

tanam 36-40 persen, sedangkan luas tanam IR64 hanya 14- 28 persen dari total

areal pertanaman padi di ketiga kabupaten tersebut. Pada MT 2004, areal tanam

varietas Ciherang terus meluas. Data survei di 20 propinsi penghasil padi

(30)

12 Banten, Jawa Barat Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa

Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,

Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan

Timur) menunjukkan varietas Ciherang telah menempati posisi kedua dengan luas

tanam 16,7 persen dari total areal pertanaman padi. Posisi pertama masih

ditempati oleh IR64 dengan luas tanam 33,2 persen.

Data survei pada MT 2005 menurut Badan Litbang Pertanian menunjukkan

varietas Ciherang makin unggul di Jawa Barat dengan luas tanam 0,73 juta ha,

atau 33 persen lebih luas dari areal tanam IR64. Di Jawa Tengah, luas tanam

Ciherang masih di bawah IR64, masing-masing 0,35 juta ha dan 0,95 juta ha. Di

Jawa Timur, areal tanam Ciherang juga lebih luas dari IR64, masing-masing 0,65

juta ha dan 0,45 juta ha. Varietas unggul lainnya yang cukup populer di ketiga

propinsi penghasil utama beras ini adalah Widas, Way Apoburu, Cisadane,

Memberamo, dan Cibogo. Di antara varietas unggul yang telah berkembang di

petani, IR64 paling lama bertahan karena hasil dan mutu berasnya tinggi.

Sebenarnya, Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan

varietas lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan

mutu berasnya yang tinggi. Varietas Ciherang makin mendominasi areal

pertanaman padi di Indonesia diitinjau dari perkembangan areal tanamnya,

Ciherang yang dilepas pada tahun 2000 ini tampaknya akan terus meluas

pengembangannya.

2.1.2 Deskripsi Umum Beras

(31)

13 merupakan bentuk olahan yang dijual pada tingkat konsumen. Hasil sampingan yang diperoleh dari pemisahan ini adalah :

1) Sekam (atau merang), yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

2) Bekatul, yakni serbuk kulit ari beras; digunakan sebagai bahan makanan ternak. 3) Dedak, campuran bekatul kasar dengan serpihan sekam yang kecil-kecil untuk

makanan ternak.

Nasi adalah beras (atau kadang-kadang serealia lain) yang telah direbus (dan ditanak). Proses perebusan beras dikenal juga sebagai tim. Penanakan diperlukan untuk membangkitkan aroma nasi dan membuatnya lebih lunak tetapi tetap terjaga konsistensi. Pembuatan nasi dengan air berlebih dalam proses perebusannya akan menghasilkan bubur. Warna nasi yang telah masak (tanak) berbeda-beda tergantung dari jenis beras yang digunakan. Warna nasi adalah putih bila beras yang digunakan berwarna putih. Beras merah atau beras hitam akan menghasilkan warna nasi yang serupa dengan warna beras. Kandungan amilosa yang rendah pada pati beras akan menghasilkan nasi yang cenderung lebih transparan dan lengket. Ketan yang patinya hanya mengandung sedikit amilosa dan hampir semuanya berupa amilopektin, memiliki sifat semacam itu. Beras Jepang (japonica) untuk sushi mengandung kadar amilosa sekitar 12-15 persen sehingga lebih lengket daripada nasi yang dikonsumsi di Asia Tropika, yang kadar amilosa sekitar 20 persen. Beras dengan kadar amilosa lebih dari 24 persen akan menghasilkan nasi yang pera (tidak lekat, keras, dan mudah terpisah-pisah). Keanekaragaman tipe beras/nasi :

1) Padi Pera adalah padi dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20 persen pada berasnya. Butiran nasinya jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari padi pera adalah padi pulen. Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras yang dijual di pasar Indonesia tergolong padi pulen. Penggolongan ini terutama dilihat dari konsistensi nasi.

2) Ketan (sticky rice), baik yang putih maupun merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di bawah satu persen pada pati berasnya. Pati didominasi oleh amilopektin, sehingga jika ditanak sangat lekat. 3) Padi Wangi (aromatic rice) dikembangkan orang di beberapa tempat di Asia,

(32)

14 2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Tataniaga

Hasil kesimpulan penelitian-penelitian yang terdahulu sebagai dasar untuk melakukan penelitian di masa sekarang dengan mengkorelasikan keterkaitan penelitian terdahulu terhadap penelitian yang akan dibahas. Penelitian ini berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat” maka untuk mengetahui tingkat kepentingan penelitian ini diyakinkan oleh penelitian Hatta Madia Kusumah (2011) yang mengangkat judul penelitian Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) sehingga sistem tataniaga beras di Indonesia pada kesimpulan dapat dianalisis untuk menuju sistem tataniaga beras yang efektif dan efisien walaupun di lingkup Jawa Barat dan Sulewesi Selatan yang termasuk sebagian wilayah Indonesia yang otomatis hasil penelitian membantu para pelaku mengevalusi sistem tataniaga sehingga memperoleh keuntungan yang merata.

(33)

15 tataniaga di Kecamatan Pamijahan yang menghasilkan produksi padi terutama yang bersumber dari desa Gunung Sari, Ciasiahan, dan Ciasmara akan memberikan potret kecil untuk Negara Indonesia kondisi sistem tataniaga yang sedang terjadi sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan dalam program memperbaiki tataniaga padi yang merupakan komoditi pangan yang paling utama sebagai kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, namun tujuan paling khusus mensejahterakan petani secara merata.

(34)

petani-16 petani Kecamatan Pamijahan yang baru akan menerapkan semi organik atau ramah lingkungan yang bertujuan meningkatkan keuntungan.

(35)

17

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Fungsi kerangka pemikiran dalam penelitian adalah untuk menguraikan nalar dari peneliti dalam upaya menjawab tujuan penelitian secara deduktif. Kerangka pemikiran dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian yang terdahulu sehingga kualifikasi peneliti harus relevan dengan topik penelitian. Penelitian analisis tataniaga padi ini memerlukan konsep kerangka pemikiran teoritis maupun pemikiran operasional sebagai pelengkap kajian untuk pembahasan penelitian yang bertujuan menarik kesimpulan.

3.1.1 Sistem Tataniaga

Definisi tataniaga adalah serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir (Hammond dan Dahl, 1977). Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yanng lebih tinggi kepada konsumen sehingga tataniaga dapat didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari produsen hingga konsumen akhir. Sistem tataniaga merupakan keterkaitan antara sub-sub sistem dalam aliran tataniaga tersebut,mulai dari aliran produk atau jasa yang melibatkan semua perusahaan, industri dengan berbagai aktifitas bisnis (fungsi-fungsi tataniaga) yang sasarannya kepuasan konsumen (Asmarantaka, 2009).

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas

bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk tersebut

dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen juga menyatakan

bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan

(36)

18

a) Pendekatan fungsi (Functional approach), ,menganalisis sistem tataniaga dengan

menitikberatkan yang dilakukan dalam mengantarkan produk pertanian dari

produsen hingga ke pihak konsumen.

b) Pendekatan kelembagaan (Instutional approach), pendekatan yang memfokuskan kajian pada orang maupun organisasi bisnis yang terlibat dalam proses tataniaga produk pertanian.

c) Pendekatan perilaku (Behavioral-system approach), pendekatan yang menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga.

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga

tataniaga yang mengambil alih hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan

jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Penyaluran produk yang

dihasilkan oleh produsen tidak dapat dilakukan oleh produsen itu sendiri dikarenakan jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, maka fungsi lembaga tataniaga sangat diharapkan untuk menggerakkan produk dari produsen hingga ke konsumen. Perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan.

(37)

19 dipasarkan, seperti agen, makelar, dan lembaga pelanggan; (3) Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan. Fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas ini akan dilakukan oleh lembaga-lembaga perantara tersebut. Lembaga tataniaga ini harus tepat waktu dalam penyaluran barang dan jasa terutama produk pertanian karena sifat dari produk tersebut adalah mudah rusak, volume yang besar dan cepat busuk sehingga dibutuhkan penanganan khusus terhadap produk tersebut.

Limbong dan Sitorus (1987) menyebutkan beberapa faktor penting yang menjadi dipertimbangkan produsen ketika memilih pola penyaluran, yaitu :

1) Pertimbangan pasar meliputi siapa yang menjadi konsumen produk (rumah tangga atau industri), berapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa besar jumlah pesanan, bagaimana kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian.

2) Pertimbangan barang meliputi beberapa besar nilai per unit barang tersebut, berapa besar dan berat barang, apakah mudah sobek atau tidak, bagaimana sifat teknis dari barang tersebut, apakah berupa barang standar atau pesanan, dan bagaimana luas produk lain perusahaan yang mempengaruhi.

3) Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan oleh penjual.

4) Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen serta volume penjualan dan pertimbangan biaya.

Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan untuk dikonsumsi (Kotler, 2002). Menurut Kohl dan Uhl (2002) lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya : 1) Pedagang perantara (merchant middlemen) adalah perantara yang memiliki hak

(38)

20 2) Agen perantara (agent middlemen) adalah perwakilan dari institusi atau lembaga mereka tidak memiliki kekuasaan atas produk tersebut. Agen perantara mendapatkan keuntungan komisi dari penanganan atas produk yang dikehendaki oleh lembaga atau institusi. Agen perantara meliputi pencari komisi (commission men) dan broker.

3) Spekulator (speculative middlemen) adalah perantara yang melakukan pembelian

dan penjualan atas produk dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari

pergerakan harga.

4) Pengolahan dan pabrikan (processors and manufacture) adalah lembaga yang

menangani produk dan merubah bentuk produk yaitu bahan baku menjadi bahan

setengah jadi atau produk akhir.

5) Organisasi (facilitative organizations) adalah lembaga yang membantu agar

aktivitas berjalan dengan lancar.

3.1.3 Fungsi-Fungsi Tataniaga

Fungsi-fungsi tataniaga Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan untuk memperlancar kegiatan tersebut dinamakan fungsi tataniaga. Konsep fungsi tataniaga memiliki peranan dalam Agribisnis yaitu : (1) penghubung gap antara kebutuhan produsen dan konsumen; (2) Membantu produsen memahami lebih baik kebutuhan konsumen sehingga produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan tepat; dan (3) Membantu produsen memutuskan apa yang diproduksi dan kapan harus diproduksi.2

Menurut Kohl dan Uhl (2002) fungsi-fungsi tataniaga dikelompokan menjadi tiga fungsi utama sebagai berikut :

1) Fungsi pertukaran (exchange function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari produsen kepada konsumen. Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dimulai dengan pencarian pemasok kemudian mengubah bahan baku menjadi produk jadi yang akan dijual kepada konsumen untuk memenuhi permintaan akhir konsumen.

2

(39)

21 Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang meliputi pencarian tempat, waktu, pengemasan, saluran tataniaga yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen.

2) Fungsi fisik (physical function) adalah semua tindakan yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari : (1) fungsi penyimpanan, merupakan kegiatan untuk membuat produk selalu tersedia pada waktu yang dibutuhkan; (2) fungsi pengangkutan, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah dan mutu; (3) fungsi pengolahan, merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah pada barang dan jasa dengan cara mengolah bahan baku menjadi komoditi yang dibutuhkan oleh konsumen.

3) Fungsi fasilitas (facilitating function) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi : (1) fungsi standarisasi merupakan suatu keseragaman dalam penentuan kualitas dan kuantitas produk yang akan diproduksi, sedangkan grading adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian hasil-hasil produk menurut standarisasi yang diinginkan; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk berbagai keperluan produksi dan tataniaga; (3) fungsi penanggungan risiko adalah penerimaan kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga produk akibat dari risiko fisik maupun risiko pasar; (4) fungsi informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan informasi pasar dan menafsirkan informasi tersebut.

3.1.4 Struktur Pasar

(40)

22 suatu kerangka pasar yang menunjukan bagaimana suatu sistem pasar diorganisasikan. Kohl dan Dahl (2002) mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu (1) pasar persaingan sempurna (perfect competition), (2) pasar monopoli atau monopsoni (monopoly/monopsony), (3) pasar oligopoli atau oligopsoni (oligopoly/oligopsony), (4) pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition), berikut penjelasan empat pasar yang dimaksud :

1) Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak pembeli dan penjual yang memperdagangkan komoditi dimana output yang dihasilkan merupakan sebagian kecil dari total komoditi di pasar oleh karena itu komoditi memiliki sifat homogen sehingga pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar. Tidak ada hambatan untuk memasuki dan keluar pasar baik hambatan dari teknologi, hukum, dan keuangan. Pengetahuan yang dimiliki oleh pembeli dan penjual relatif sempurna dan lengkap.

2) Struktur pasar monopoli adalah keadaan pasar dimana hanya terdapat satu penjual atau satu pembeli. Seorang monopoli dapat menentukan harga dari output yang dihasilkan karena kurva permintaan dari perusahaan sama dengan kurva permintaan dari pasar selain itu penjual juga bebas untuk menentukan tingkatan output yang dihasilkan untuk memaksimalkan keuntungan. Penjual juga memiliki keterbatasan dalam menentukan harga jual dari produk mereka. Dilihat dari sisi permintaan jika harga yang ditetapkan terlalu tinggi maka konsumen akan mencari produk subtitusi. Dilihat dari sisi produksi jika profit yang didapat terlalu tinggi maka perusahaan lain akan mencoba masuk ke dalam pasar. Perusahaan monopoli mempunyai penguasaan terhadap bahan baku dan hak paten yang diberikan karena skala ekonomi yang besar dan tindakan pemerintah.

(41)

23 pasar tersebut dalam menetapkan jumlah produksi dan harga harus mempertimbangkan dampak kepada harga pasar dan reaksi pesaing.

4) Struktur pasar persaingan monopolistik adalah keadaan pasar yang berada diantara pasar persaingan sempurna dan oligopoli. Setiap perusahaan berusaha membuat produk atau layanan yang unik dan berbeda dari perusahaan lain. Penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling.

3.1.5 Perilaku Pasar

Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli utnuk mencapai tujuannya masing-masing (Asmarantaka, 2009). Menurut Dahl dan Hammond (1977) perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa ada empat hal yang perlu yang diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu (1) Input-output system, digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengembangkan input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; (2) Power system, menjelaskan bahwa perusahaan mengembangkan kualitas, pemimpin pasar, dan memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga dapat menentukan harga; (3) Communications system, menjelaskan bagaimana mendirikan saluran informasi yang efektif; (4) System for adapting to internal and exsternal change, menerangkan bagaimana perusahaan beradaptasi dalam suatu sistem tataniaga dan dapat bertahan di pasar.

3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga

(42)

24 merujuk pada kondisi biaya minimum yang dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, serta fasilitas. Menurut Kohl dan Uhl (2002) cara meningkatkan efisiensi operasional adalah penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga melalui tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui analisis terhadap biaya/marjin tataniaga, farmer’s share, rasio biaya dan keuntungan tataniaga.

3.1.6.1 Konsep Biaya dan Marjin Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) harga semua barang serta penambahan aktivitas dan fungsi keragaan dari tataniaga perusahaan. Harga tersebut termasuk biaya tataniaga juga keuntungan tataniaga perusahaan. Marjin tataniaga juga merupakan perbedaan harga dari tingkat produsen dengan harga di tingkat lembaga pertama, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga berikut dalam saluran tataniaga komoditi yang sama. Marjin tataniaga adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar untuk suatu barang dan jasa dan apa yang petani/produsen terima.

Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran

Sumber : Hammond dan Dahl, 1977 Keterangan :

(43)

25 Sp : Primary suppy (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat

petani)

Dd : Derived demand (kurva permintaan turunan atau permintaan pedagang) Dp : Primary demand (kurva permintaan primer atau kurva permintaan di tingkat

konsumen akhir)

Pr : Harga di tingkat pedagang pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Q*: Jumlah produk di tingkat petani dan pedagang pengecer.

Gambar 2, menunjukkan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani (Pr-Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani kemudian dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai tersebut terdiri dari marketing cost dan marketing charge. Pendekatan marjin tataniaga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu return to factor dan return to institution. Return to factor adalah penerimaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses tataniaga seperti wages, interest, rent, dan profit. Return to institution adalah pengembalian (return) terhadap jasa atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses tataniaga (Hammond dan Dahl, 1977).

Terkadang tinggi atau rendahnya marjin tataniaga menjadi salah satu tolak ukur apakah kegiatan tataniaga tersebut sudah efisien atau belum. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) tinggi atau rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Tingginya marjin tataniaga dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain : ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan risiko kerusakan. Nilai marjin tataniaga merupakan hasil kali dari perbedaaan harga di tingkat pedagang dan harga di tingkat petani dengan jumlah yang diperdagangkan.

(44)

26 tataniaga suatu komoditi mulai dari produsen hingga ke konsumen. Rumus yang dapat ditulis : Mi = Pri - Pfi

Keterangan :

Mi : Marjin tataniaga pada lembaga ke-i

Pri : Harga di tingkat pedagang pada lembaga ke-i Pfi : Harga di tingkat petani pada lembaga ke-i

3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share pada Tataniaga

Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dapat dilihat dari sisi pendapatan petani. Saluran tataniaga yang tidak efisien akan menyebabkan marjin/biaya tataniaga yang lebih besar. Marjin/biaya tataniaga ini kecenderungan dibebankan kepada petani dan konsumen melalui penetapan harga di tingkat petani (Pf) yang rendah dan harga di tingkat konsumen (Pr) yang tinggi. Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang besar akan menurunkan nilai farmer’s share. Saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin/biaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga di tingkat petani dengan konsumen lebih kecil maka akan menyebabkan nilai farmer’s share meningkat.

Nilai farmer’s share ditentukan oleh besar rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan konsumen (Pr), secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : Fs = (Pf/Pr) x 100%

Keterangan : Fs : Farmer’s share

Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen

(45)

27 berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk (value added) yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah total penerimaan yang didapatkan oleh produsen dari hasil penjualan produk yang mereka hasilkan. Farmer’s share merupakan suatu alat analisis untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditi selain marjin tataniaga dan analisis keuntungan atas biaya yang menunjukan bagian yang diterima oleh petani.

3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya pada Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem tataniaga akan semakin efisien.

Besar rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntungan dan biaya = Li/Ci Keterangan :

Li : Keuntungan Lembaga tataniaga ke-i Ci : Biaya tataniaga

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(46)

28 panjang sekaligus berkelanjutan sehingga cadangan komoditi beras pun harus siap sedia tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat harga.

Kepemilikan lahan-lahan untuk produksi pertanian cenderung dikuasai oleh para pengusaha sehingga para petani hanya sebagai penggarap atau sewa lahan jika pun milik pribadi rata-rata setiap petani memiliki lahan seluas 0,1 ha hingga lebih dari 1 hektar. Kesuburan lahan masih dinyatakan kondisi mendukung produksi tanaman padi. Hasil produksi padi perlu dibahas terus menerus sebagai pengetahuan yang terkini sekalipun risiko telah dapat diminimalisasi, sasaran pemasaran sudah tepat tetapi jika saluran tataniaga tidak efektif dan efesian maka perlu pengkajian sebagai upaya evaluasi dalam memperbaiki dan memperbarui rantai tataniaga hasil produksi padi yang diproduksi oleh petani-petani yang berlokasi di Kecamatan Pemijahan, kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai gambaran kajian yang penting dianalisis yang bertujuan mencakup kesimpulan pola tataniaga padi di negara Indonesia karena komoditi beras memiliki demand yang tinggi dan berkelanjutan sehingga perlu menjaga ketepatan penyaluran beras hingga ke pihak konsumen akhir dengan harga yang tidak memonopoli.

(47)

29 s

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Identifikasi Tataniaga padi

di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

Saran kepada petani dan lembaga yang terlibat dalam pola tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

1) Kecamatan Pamijahan merupakan penghasil produksi padi terbesar di Kabupaten Bogor

2) Harga gabah ditingkat petani mengalami perbedaan penawaran harga 3) Terkaji pola tataniaga hasil produksi padi yang tidak efektif dan efisien

1) Bagaimana saluran dan fungsi-fungsi tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ?

2) Bagaimana struktur dan perilaku pasar tataniaga padi pada masing-masing lembaga yang terlibat?

3) Bagaimana tingkat efesiensi tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ?

Analisis Tataniaga Padi

(Produksi Padi Kec. Pamijahan, Kab. Bogor, Jawa barat)

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif

1) Analisis saluran tataniaga 2) Analisis lembaga dan fungsi

tataniaga yang dilakukan 3) Analisis struktur pasar 4) Analisis perilaku pasar

1) Analisis marjin tataniaga

2) Analisis farmer’s share tataniaga

(48)

30

IV.

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan tempat penelitian terdapat studi kasus yang akan dianalisis mengenai tataniaga padi. Lokasi penelitian di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang mengkaji rantai tataniaga hasil produksi padi di tiga desa Kecamatan Pamijahan yaitu Desa Ciasmara, Ciasihan, dan Gunung Sari yang memiliki lahan tanam padi yang terluas berdasarkan sumber data dari Bapak Adang Wahidin selaku ketua penyuluh dengan masing-masing setiap desa diambil sepuluh petani responden. Hasil pembahasan studi kasus di tempat penelitian ini akan memberikan gambaran secara ilmiah saluran tataniaga yang terjadi di lapangan sehingga dapat dievaluasi. Waktu penelitian mulai dari pengumpulan dan pengolahan data dimulai pada bulan April 2012 hingga Desember.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung (observasi), wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) kepada pelaku saluran tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel, konsumen individu dan organisasi. Wawancara dengan petani untuk memperoleh data mengenai karakteristik petani, jumlah Produksi, produk yang dijual, produk yang ditahan (stok), biaya tataniaga. Pengamatan secara langsung juga dilakukan terhadap kegiatan pemasaran beras yang terjadi dan penelusuran saluran pemasaran dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran beras.

(49)

31 4.3 Metode Penentuan Sampel

Penelitian ini menggunakan dua kelompok responden yaitu petani (produsen) dan pedagang (lembaga pemasaran). Penarikan responden untuk petani dilakukan pada petani-petani di Desa Ciasmara, Ciasihan, dan Gunung Sari pada Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan responden petani dengan sengaja bertujuan agar saluran tataniaga padi yang berada di Kecamatan Pamijahan dapat terkaji.

Pengambilan sampel lembaga tataniaga selain petani menggunakan teknik snowball sampling hal ini dilakukan karena penulis tidak mengetahui lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga padi di Kecamatan Pamijahan. Petani yang menjadi responden memberitahukan penulis lembaga tataniaga yang terlibat dan penulis akan mengikuti arahan dari petani responden. Lembaga tataniaga selanjutnya akan diketahui dari lembaga tataniaga sebelumnya yang telah menjadi reponden dalam penelitian ini.

(50)

32 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui analisis R/C rasio, marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. Analisis kualitatif untuk mengetahui gambaran umum mengenai daerah penelitian serta mendeskripsikan saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar dan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada daerah penelitian. Data yang diperoleh kemudian diolah untuk mendapatkan mengenai sistem tataniaga padi.

4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran dan Lembaga Pemasaran

Analisis saluran pemasaran padi di Kecamatan Pemijahan dilakukan dengan menelusuri kegiatan dimulai dari petani hingga ke konsumen akhir. Penelusuran mengenai saluran pemasaran padi akan diketahui pola saluran pemasaran yang terjadi dan jumlah lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Perbedaan pada saluran pemasaran akan berpengaruh kepada tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat.

4.4.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran

(51)

33 4.4.3 Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar dapat dilihat dari jumlah pembeli, jumlah penjual, sifat produk, pengetahuan akan informasi pasar dan hambatan untuk masuk dan keluar pasar sehingga diketahui struktur pasar yang dihadapi oleh pelaku pemasaran. Struktur pasar yang mungkin dihadapi oleh pelaku pemasaran adalah pasar persaingan sempurna, persaingan monopolistik, monopoli dan oligopoli.

4.4.4 Analisis Perilaku Pasar

Tingkah laku dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam kegiatan pemasaran. Kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga, cara pembayaran dan kerjasama yang dilakukan mempengaruhi perilaku setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Analisis perilaku pasar untuk mengetahui karakteristik konsumen.

4.4.5 Analisis Efisiensi Pemasaran

Indikator tercipta efisiensi pemasaran adalah ada penurunan biaya pemasaran tanpa mempengaruhi output yang dipasarkan. Sistem pemasaran akan tercipta bila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran memperoleh kepuasan dari kegiatan tersebut. Efisiensi pemasaran padi dapat dilihat dari beberapa faktor seperti marjin pemasaran, farmer’s share, serta analisis keuntungan biaya dan biaya, termasuk saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, lembaga-lembaga pemasaran, juga struktur pasar dan perilaku pasar.

4.4.5.1 Analisis Marjin Pemasaran

(52)

34 Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

MT = Σ Mi ... 1 Mi = Psi – Pbi ... 2 Mi = Ci + π ... 3 Dengan menggabungkan persamaan (2) dan (3) diperoleh :

Psi- Pbi = Ci + π ... 4 Sehingga keuntungan lembaga di tingkat ke- i

πi = Psi – Pbi – Ci ... 5 Keterangan :

Mi : Marjin tataniaga tingkat ke – i Psi : Harga jual pasar tingkat ke – i Pbi : Harga beli pasar tingkat ke – i

Ci : Biaya lembaga pemasaran tingkat ke – i πi : Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke – i MT : Marjin total

4.4.5.2 Analisis Farmer’s share

Analisis farmer’s share digunakan untuk mengetahui persentase harga yang diterima oleh petani padi terhadap harga di konsumen akhir. Farmer’s share menjadi salah satu indikator efisiensi pemasaran selain marjin pemasaran dan rasio keuntungan dan biaya. Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran. Semakin tinggi marjin pemasaran maka semakin kecil bagian yang diperoleh petani.

Secara sistematis farmer’s share dirumuskan sebagai berikut : FS = (Pf/Pr) x 100%

Keterangan : FS : farmer’s share

Pf : harga di tingkat petani

Gambar

Tabel 3. Realisasi Intensifikasi Luas Panen, Produksi, dan Hasil Pertanian/Pangan
Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 4. Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data tabel di atas persentase daya serap (DSK) sebesar 60,9% belum mencapai indikator yang di tetapkan SDN 1 Kombo yaitu 65% demikian juga persentase

JUDUL : TIGA MASALAH GIZI DI YOGYAKARTA MEDIA : MINGGU PAGI. TANGGAL : 20

Contoh notasi yang digunakan dalam antraian (M/M/2);(FIFO/∞/∞), notasi tersebut bermakna bahwa tingkat kedatangan pelanggan berdistribusi poisson, waktu pelayanan

• Desain komunikasi visual (DKV) adalah ilmu yang mengembangkan bentuk bahasa komunikasi visual/rupa, berupa pengolahan pesan untuk tujuan sosial atau komersial, dari

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar dan adapula

Tujuan yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan ini adalah (1) Mengidentifikasi pesan penyuluhan program Keluarga Berencana Nasional di Puskesmas Pembantu

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pemikiran terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia mengenai perbandingan konsep materi dan konsep pembelajaran teks