• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI TINJAUAN TEORI

2.4 Konsep Kecemasan .1 Pengertian Kecemasan .1 Pengertian Kecemasan

c. Post op Exercise

Misalnya diagfragmatic breathing, turning and leg exercise, dsb. Post op exercise dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam menghadapi operasi. 2.3.2 Persiapan fisik

Persiapan fisik meliputi persiapan berbagai sistem tubuh dan organ, keadaan gizi pasien, pemeriksaan laboratorium, foto dan pemasangan alat perawatan sesuai prosedur operasi serta penyulit pasca bedah lainnya yang mungkin timbul.

2.3.3 Persetujuan tindakan medik

Merupakan perjanjian legal antara dokter dan pasien yang harus ditanda tangani oleh pasien / orang tua / wali sebelum dokter melakukan tindakan (Appelbaum, 1987).

2.4 Konsep Kecemasan 2.4.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang (Nugroho, 2008).

Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (masih baik), kepribadian tetap utuh dan prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari, 2001).

22

2.4.2 Rentang Respon dan Proses Adaptasi Terhadap Cemas

Stuart dan Sundeen (2000) mengatakan rentang respon individu berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif seperti :

Adatif Maladatif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik Gambar 2.1 Rentang Respon Adaptif dan Maladaptif

Roy (1992) mengatakan manusia mahluk yang unik karenanya mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap cemas tergantung kemampuan adaptasi ini dipengaruhi oleh pengalaman berubah dan kemampuan koping individu. Menurut Stuart & Sundeen (2000) koping adalah mekanisme mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi stress. Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :

a. Mekanisme Koping Adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.

23

b. Mekanisme Koping Maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan dan menghindar.

2.4.3 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart & Sundeen (2000), tingkat kecemasan dibagi menjadi empat tingkatan yaitu :

a. Ansietas ringan

Pada fase ini pasien akan merasa :

1. Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari. 2. Kewaspadaan meningkat.

3. Persepsi terhadap lingkungan meningkat.

4. Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan kreativitas. 5. Respon kognitif tampak mampu menerima rangsangan yang kompleks,

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif dan terangsang untuk melakukan tindakan.

6. Respon prilaku dan emosi terlihat tidak dapat duduk tenang dan kadang– kadang suara meninggi.

24

b. Ansietas sedang

Pada fase ini akan muncul respon sebagai berikut :

1. Respon fisiologis terlihat sering nafas pendek, tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, sakit kepala, letih dan sering berkemih.

2. Respon kognitif tampak memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima.

3. Respon perilaku dan emosi terlihat gerakan tersentak–sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak, dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

c. Ansietas berat

Pada fase ini individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja serta mengabaikan hal yang lain, dan respon yang muncul antara lain :

1. Respon fisiologis tampak nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, pengelihatan kabur, serta tampak tegang. 2. Respon kognitif tampak tidak mampu berfikir berat dan membutuhkan

banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.

3. Respon perilaku dan emosi tampak adanya perasaan terancam yang meningkat dan komunikasi terganggu (verbalisasi cepat).

d. Ansietas sangat berat / panik

Pada fase ini respon yang muncul antara lain :

25

2. Respon kognitif terjadi gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi dan ketidakmampuan memahami situasi.

3. Respon perilaku dan emosi terlihat mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak – teriak, kehilangan kendali / kontrol diri, perasaan terancam serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

2.4.4 Faktor Pencetus Kecemasan

Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Namun demikian pencetus ansietas dapat dikelompokkan kedalam dua kategori:

a. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari–hari guna pemenuhan kebutuhan dasarnya.

b. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri dan hubungan interpersonal.

2.4.5 Dampak Kecemasan

Dampak yang paling umum dari kecemasan adalah rasa tidak nyaman baik secara fisik maupun secara psikologis (Hawari, 2008). Kecemasan itu adalah suatu proses melelahkan karena memerlukan tenaga tubuh, sumber-sumber fisik dan psikologis (Rasmun, 2004). Dampak dari kecemasan terhadap integritas dan kesehatan seseorang adalah menurunnya daya tahan tubuh karena pada saat

26

mengalami kecemasan maka tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol yang mempunyai efek menekan sistem kekebalan tubuh (Wardhana, 2010).

2.4.6 Pengukuran Kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan digunakan alat ukur kecemasan. Ada dua jenis alat ukur yang sering di gunakan untuk menilai tingkat kecemasan, alat ukur yang sering digunakan adalah Halmiton Anxiety Rating Scale (HARS)dan Depression Anxiety Stress Scale (DASS).

a. Alat ukur HARS

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS

terdapat 14 symptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). Penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi : perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik, gejala kardiovaskuler, gejala pernafasan, gejala gastroinstensinal, gejala urogenital, gejala vegetative, dan perilaku sewaktu wawancara. Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dan kategori : nilai 0= tidak ada gejala sama sekali, 1= satu dari gejala yang ada, 2= sedang atau separuh gejala yang ada, 3= berat/lebih dari setengah gejala yang ada, 4= sangat berat/semua gejala ada. Masing-masing score dari ke 14 pertanyaan tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu: <6= tidak ada kecemasan, 7-14= kecemasan ringan,

27

b. Alat ukur DASS

Menurut Hardjanah 1994 (dalam Sriati 2008) DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stress. DASS 42 dibentuk tidak hanya mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari status emosional secara signifikan biasanya digambarkan dengan stress. DASS

baik digunakan untuk individu maupun kelompok untuk tujuan penelitian.

Pengukuran skala kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan situasional, dan pengalaman subjektif yang mempengaruhi cemas. Alat ukur ini terdiri dari 14 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan diberikan penilaian (score)

antara 0-3, yang artinya adalah : nilai 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = lumayan sering, 3 = sering sekali. Masing-masing score dari ke 14 pertanyaan tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu : total score 0-7 = tidak ada kecemasan, 8-9 = kecemasan ringan, 10-14 = kecemasan sedang, 15-19 = kecemasan berat, >20 = kecemasan sangat berat (Lovibond, 1995).

Dari 2 jenis alat ukur kecemasan diatas, alat ukur dengan menggunakan DASS

yang dipilih dan dianggap sesuai dengan penelitian ini. DASS menggunakan klasifikasi penilaian yang lebih jelas dan lebih mudah dipahami, setiap item pertanyaan DASS lebih menggali kondisi psikologis yang dirasakan pasien yang mencirikan pasien yang sedang mengalami kecemasan.

28

2.4.7 Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien dengan Tingkat Kecemasan

Penerapan hubungan terapeutik perawat-pasien sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi. Keberhasilan hubungan tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan langsung kepada pasien. Status pasien dalam hubungan perawat-pasien merupakan hubungan interdependent dan perawat memberikan alternatif dan membantu pasien dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi (Cook dan Fontaine,1987). Dalam hubungan terapeutik tersebut, perawat harus mampu membina hubungan saling percaya serta tindakan yang dilaksanakan dalam konteks kehangatan dan pengertian. Maka berdasarkan hal tersebut penulis ingin membuktikan kebenaran teori dengan kenyataan dilapangan.

Berdasarkan hasil penelitian Dewi,Suarniati,Ismail (2013) di ruang perawatan bedah RSUD kota Makasar pada bulan Januari - Februari 2013 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pada pasien pre operasi di RSUD kota makasar. Dalam menilai komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat, peneliti mengukur dari segi dimensi respon dan dimensi tindakan. Dari dimensi respon dan dimensi tindakan itulah peneliti dapat mengetahui kepedulian dan kepekaan perawat untuk menempatkan diri dan memahami perilaku yang menunjukan perhatian perawat terhadap pasien yaitu dalam tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh perawat dalam merespon suatu rangsangan. Hasil penelitian menunjukan tingkat dimensi respon didapat nilai (p = 0,03) dan nilai tingkat dimensi tindakan yaitu (p =

29

yaitu (< α = 0,05). Hasil penelitian tersebut menunjukkan 27 orang (60,7%) memiliki respon baik setelah diberikan intervensi komunikasi teraupetik.

Dokumen terkait