• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Kepuasan 1 Definisi 1 Definis

Dalam dokumen skripsi full sett (Halaman 48-64)

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Konsep Kepuasan 1 Definisi 1 Definis

Kepuasan pelayanan adalah pelayanan yang berorientasi pada setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penggunaan jasa. Kepuasan adalah suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat dipenuhi melalui produk yang diberikan (Haffizurrachman, 2006).

Kepuasan adalah ungkapan perasaan senang atau kecewa seseorang dari hasil perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dengan yang diharapkannya. Disatu pihak, kepuasan pasien dipandang sebagai hasil yang didapatkan dari pengalaman mereka yang memanfaatkan produk barang atau jasa. Berdasarkan pihak lain, kepuasan pasien juga kerap kali dipandang sebagai proses orientasi yang lebih mampu mengungkapkan pengalaman yang mereka rasakan secara keseluruhan dibandingkan orientasi hasil (Kotler, 2007).

Hermanto (2010) berpendapat bahwa kepuasan pasien dapat dinilai berdasarkan interpretasi pasien terhadap pelayanan yang diterima sudah sesuai dengan harapan mereka seperti kelengkapan sarana dan prasarana, keramahan dan kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan serta keterampilan petugas pada saat memberikan pelayanan. Sri (2006) mempunyai pendapat yang hampir serupa yang menyatakan kepuasan pelanggan merupakan bentuk evaluasi dari pelanggan terhadap produk yang telah mereka dapatkan, sudah sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat melebihi harapan mereka.

Bentuk dari evaluasi kepuasan pelanggan terhadap produk jasa maka akan dapat mempengaruhi pelanggan untuk datang kembali dan mampu mempengaruhi konsumen lainnya.

2.3.2 Indikator–indikator Pembentuk Kepuasan Pasien

Menurut Westbrook, Robert A dan Richard L. Oliver dalam Fuad Mas’ud (2004) menjelaskan dalam penelitiannya tentang indikator-indikator yang membentuk kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Tingkat harga yang kompetitif 2. Utilisasi produk

3. Pengalaman yang positif dalam bidang kepuasan konsumen

Model dikonfirmasikan harapan yang dikembangkan oleh Oliver (2007) Menyatakan bahwa kepuasan keseluruhan ditentukan oleh ketidaksesuaian harapan yang merupakan perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.

Berdasarkan hal diatas maka ditarik kesimpulan bahwa kepuasan dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu :

1. Kepuasan terhadap kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan 2. Kepuasan terhadap kemauan membantu pelanggan

3. Kepuasan terhadap pengetahuan dan kesopanan 4. Kepuasan terhadap kepedulian pada pelanggan 5. Kepuasan terhadap penampilan fasilitas fisik

Meskipun terdapat definisi yang berbeda-beda mengenai kepuasan pelanggan, namun hal yang terpenting adalah bahwa kepuasan pelanggan

tidak dapat diukur secara langsung dengan pengukuran yang objektif, kepuasan pelanggan harus dilihat sebagai sesuatu hal yang abstrak dan merupakan fenomena teoritis yang dapat diukur dengan banyak indikator. Lebih lanjut Andreassen dalam Setiyawati (2009) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dapat dibentuk melalui tiga item yaitu:

1. Tingkat kepuasan terhadap pelayanan secara keseluruhan (overall satisfaction) Menurut Fornel, dkk dalam Tjiptono (2005), Kepuasan pelanggan keseluruhan merupakan cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka terhadap jasa atau produk. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap jasa atau produk perusahaan/institusi bersangkutan dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap jasa para pesaing.

2.Tingkat kepuasan terhadap pelayanan apabila dibandingkan dengan jasa sejenis (expectation) Menurut Fornel, dkk dalam Tjiptono (2005), dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja actual produk perusahaan/institusi pada sejumlah atribut atau dimensi penting. Menurut Oliver, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa, namun sebaliknya bila kinerja sesuai harapan maka pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan

dibentuk oleh masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan member komentar yang baik tentang perusahaan/institusi tersebut. Menurut Muninjaya (2004) kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesuadah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan.

3.Tingkat kepuasan pelanggan selama menjalin hubungan dengan perusahaan (experience) Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-ofmouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2005). Dengan memberikan kepuasan pada pelanggan akan membangun kesetiaan pelanggan dan akhirnya dapat menciptakan hubungan yang erat antara pelanggan dan perusahaan/institusi.

Sedangkan menurut Anthanassopoulos, et al (2001) dalam Mas’ud

(2004) memberi banyak gambaran pengukuran untuk kepuasan pelanggan pada bidang jasa perbankan terdiri dari :

1. Terdapatnya iklim antar karyawan di perusahaan memberikan kontribusi untuk pelayanan yang lebih baik.

2. Letak perusahaan yang sangat strategis sehingga mempermudah dalam pelayanan.

Berdasarkan dari gambaran–gambaran pengukuran kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dari para peneliti diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan dapat dilihat dan diukur dari beberapa indikator- indikator antara lain :

1. Kepuasan terhadap tingkat pelayanan secara keseluruhan

2. Kepuasan terhadap tingkat pelayanan apabila dibandingkan dengan jasa sejenis

3. Tingkat kepuasan pelanggan selama menjalin hubungan dengan perusahaan 4. Kepuasan terhadap iklim antar karyawan

5. Kepuasan terhadap lokasi dari perusahaan 2.3.3 Mekanisme Kepuasan Pelanggan (Pasien)

Kepuasan pelanggan (Pasien) terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapannya dapat terpenuhi. Harapan tersebut dapat terpenuhi melalui jasa (pelayanan kesehatan) yang diterima olehnya. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah selisih (gap) antara layanan yang diterima oleh pasien dengan harapan pasien pada layanan tersebut (Supriyanto, 2010).

Kepuasan merupakan selisih antara persepsi dengan harapan, artinya terdapat dua unsur penting dalam menimbulkan suatu kepuasan pada pasien, antara lain:

1. Persepsi pasien/pelanggan

Potter & Perry (2005), persepsi merupakan proses seseorang memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu

gambaran. Persepsi terbentuk oleh apa yang diharapkan dan adanya suatu pengalaman. Gunarsa (2006), persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap suatu pelayanan, kepuasan tersebut akan timbul apabila perbandingan nilai persepsi atau kenyataan yang dirasakan tersebut lebih besar daripada harapan pelanggan.

2. Harapan pasien/pelanggan

Olson dan Dover dalam Tjiptono (2005), harapan merupakan keyakinan seseorang sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dapat dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja suatu produk tersebut.

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan

Kepuasan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari pihak pemberi pelayanan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor dari luar maupun dari dalam diri pasien. Faktor dari dalam mencakup sumber daya, pendidikan, pengetahuan, dan sikap. Faktor dari luar mencakup budaya, sosial ekonomi, keluarga, dan situasi yang dihadapi (Gerson, 2004).

Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien dengan berfokus pada aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranoto, 2006), yaitu:

1. Tangibles (Wujud nyata)

Wujud yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.

2. Reliability (Kepercayaan)

Pelayanan yang disajikan dengan segera dan memuaskan aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan terhadap permasalahan yang dialami pasien, kendalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang diberikan keakutaran penanganan.

3. Responsiveness (Tanggung Jawab)

Keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapai permintaan pasien dengan cepat.

4. Assurance (Jaminan)

Adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf.

Berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepeningan konsumen, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.

Menurut Hafizzurachman (2006), kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan sangat dipengaruhi oleh beberapa factor meliputi : reabilitas (konsistensi dan kehandalan), ketanggapan (kesediaan, kesiapan dan ketepatan waktu), kompetensi (kemudahan kontak dan pendekatan), komunikasi (mendengarkan serta memelihara hubungan pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan kejujuran), jasminan rasa aman (dari resiko dan keraguan), pengertian (upaya untuk mengerti keluhan dan keinginan pasien), wujud pelayanan yang dirasakan.

Menurut Mediawati (2010), menyebutkan bahwa puas atau tidak puasnya pasien biasanya ditentukan oleh hal meliputi : mutu produk atau jasa, mutu pelayanan, harga, waktu penyerahan, dan keamanan. Semua faktor kepuasan pasien tersebut pada hakikatnya sangat berkaitan dan ditentukan oleh mutu kerja para perawat, sehubungan dengan hal tersebut, pada dasarnya kepuasan pasien dipengaruhi oleh faktor-faktor: teknologi, kemampuan kerja perawat, kemauan perawat, dan lingkungan kerja perawat.

Menurut Purnomo (2006), faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien diantaranya :

1. Hubungan Perawat dan Pasien

Hubungan yang terjalin antara perawat dan pasien, baik berupa lisan maupun sikap yang ditujukan oleh perawat.

2. Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, baik segi tindakan, ruangan, dan lingkungan.

3. Kebebasan Melakukan Pilihan 4. Pengetahuan dan Kompetensi Teknis

Pengetahuan yang dimiliki perawat, serta keterampilan seorang perawat dalam melakukan tindakan keperawatan.

5. Keamanan Tindakan

Perawat memberikan keamanan dalam melakukan tindakan, missal menjelaskan prosuder tindakan, dan meminta persetujuan pasien atau keluarga sebelum melakukan tindakan.

2.3.5 Teori Kepuasan Pelanggan

Beberapa model konseptual dan teori kepuasan pelanggan menurut Tjiptono (2004) diantaranya sebagai berikut:

1. Expectancy Disconfirmation Model

Model konsep ini mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai penilaian yang dirasakan sesuai dengan harapan. Jika pelayanan yang diterima pelanggan lebih rendah dari harapan pelanggan maka akan menghasilkan ketidakpuasan emosional (negative disconfirmation). Sebaliknya, jika pelayanan yang diterima pelanggan lebih tinggi dari harapan pelanggan

maka akan menghasilkan kepuasan emosional (positive disconfirmation). Pelayanan yang diterima pelanggan sama dengan harapan pelanggan, hasilnya bukan kepuasan ataupun ketidakpuasan. Berdasarkan model ini, kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh karakteristik pelanggan itu sendiri (pengalaman) dan pelayanan itu sendiri (harga dan karakteristik pelayanan).

2. Equity Theory

Perbandingan hasil yang diterima oleh pelanggan A harus sama dengan hasil yang diterima pelanggan B. Apabila kedua keadaan tersebut tidak sama maka pelanggan yang melakukan evaluasi terhadap pelayanan akan merasakan ketidakpuasan akibat ketidakadilan dari pemberi pelayanan. 3. Attribution theory

Pelanggan akan melakukan identifikasi terhadap pelayanan yang ia dapatkan dan pelayanan yang mempengaruhi kepuasannya. Apabila pelayanan tidak sesuai harapan pelanggan maka pelanggan akan berusaha menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut. Penyebab ketidaksesuaian pelayanan diduga akibat dari kelalaian pemberi pelayanan, maka perasaan tidak puas pasti muncul. Sebaliknya, penyebab ketidaksesuaian pelayanan dengan harapan pelanggan berasal dari pelanggan sendiri, maka rasa tidak puas akan menurun levelnya.

4. Experientally-Based Affective Feelings

Model ini berpendapat bahwa kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh dimensi respon afektif (perasaan positif dan perasaan negatif) pada pelayanan.

5. Assimilation-Contrast Theory

Apabila pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan tidak terlalu berbeda dengan harapan pelanggan maka pelayanan tersebut akan diterima dan dievaluasi secara positif oleh pelanggan yakni dalam bentuk kepuasan pelanggan.

6. Opponent Process Theory

Model ini berusaha menjelaskan penyebab pengalaman konsumen yang awalnya sangat memuaskan cenderung kurang memuaskan setelah dievaluasi pada kejadian berikutnya. Apabila ada stimulus positif atau negatif yang mengganggu keseimbangan konsumen, maka proses sekunder akan berlangsung dan akhirnya pelanggan tersebut akan kembali ke kondisi semula. Emosi awal pelanggan terhadap pelayanan disebut proses primer dan proses berikutnya adalah proses adaptif (opponent process). Respon awal terhadap suatu pelayanan tidak mungkin meningkat seiring adanya pengulangan, opponent process akan menjadi semakin kuat sehingga ketertarikan pelanggan pada pelayanan tersebut akan melemah pada pengalaman berikutnya.

7. Model Anteseden dan Konsekuensi Pelanggan

anteseden pelanggan meliputi ekspektasi pelanggan (sebagai antisipasi kepuasan), diskonfirmasi ekspektasi (ekspektasi berperan sebagai standar pembanding untuk pelayanan), kinerja atau pelayanan (performance),

affect, dan equity. Konsekuensi pelanggan ada tiga kategori, yaitu perilaku komplain, negative word-of-mouth, dan minat pembelian ulang.

2.3.6 Mengukur Tingkat Kepuasan

Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranoto (2006), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentuan pelanggan, kemudian dimonitor dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat pelanggan terhadap pelayanan yang pernah dirasakan sebelumnya. Dapat dilakukan pemilihan cara mengukur tingkat kepuasaan, salah satunya adalah Skala likert Karena format skala likert dirancang untuk memungkinkan pasien menjawab dalam berbagai tingkatan pada setiap butir pernyataan. Dengan kategori puas, cukup puas dan tidak puas.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu (Kotler, 2007):

1. Sistem keluhan dan saran

Menyediakan berupa kotak saran, dalam memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyampaikan keluhan, saran, dan kritikan mereka tentang pelayanan yang diterimanya.

2. Pembelanja Misterius (Ghost Shopping)

Metode ini merupakan bentuk strategi pelayanan kesehatan yang menggunakan beberapa orang untuk bersikap sebagai konsumen yang kemudian melaporkan temuannya sehingga hasil tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi dan pengambilan keputusan.

3. Lost Customer Analisis

Perusahaan berusaha mencari informasi mengenai para konsumen yang telah berhenti membeli produknya, agar nantinya pihak perusahaan mampu memahami kebutuhan yang diharapkan oleh konsumen.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Kepuasan konsumen yang dapat di ukur berdasarkan kuesioner, pos, telepon, ataupun wawancara langsung untuk memperoleh tingkat kepuasan pasien.

Akhtan (2010) berpendapat mengukur kepuasan pasien dapat dijadikan bahan evaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan, sehingga nantinya dapat membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Berdasarkan metode pengukuran kepuasan pelanggan diatas peneliti memilih untuk menggunakan Survei Kepuasan Pelanggan karena peneliti akan mengukur hubungan antara persepsi mutu pelayanan asuhan

keperawatan dengan kepuasan pasien rawat inap yang menggunakan kuesioner, sehingga dengan metode survey ini dapat nantinya menggambarkan mutu pelayanan dengan kepuasan pasien di rumah sakit. 2.4 Hubungan Antara Sikap Perawat Dalam Pelaksanaan Timbang Terima

Dengan Kepuasan Pasien.

Dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara sikap perawat dalam pelaksanaan timbang terima dengan kepuasan pasien memiliki keeratan hubungan yang kuat. Hal ini didukung oleh penelitian di tiga rumah sakit di Jawa Tengah yang menjelaskan bahwa indikator kepuasan pasien yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan adalah penjelasan perawat terhadap tindakan yang akan dilakukan, pemberian dan penjelasan obat, respon perawat terhadap keluhan pasien serta sikap dan ketrampilan perawat. Berdasarkan indikator tersebut sebanyak 13,23% pasien menyatakan tidak puas, dan 86,77% puas. Dengan demikian komunikasi dan pemberian pendidikan kesehatan oleh perawat kepada pasien merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam memenuhi kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan (Suryawati, dkk., 2006).

Berdasarkan peneliti pada tanggal 14 April 2015 melalui observasi di salah satu ruang rawat inap RSUD Toto Kabila, prosedur timbang terima selama ini sudah dilakukan pada setiap pergantian shift jaga, namun cara penyampaian isi timbang terima belum terungkap secara komprehensif, meliputi: isi timbang terima (masalah keperawatan pasien lebih focus pada diagnosis medis), dilakukan secara lisan tanpa ada pendokumentasian,

sehingga rencana tindakan yang belum dan sudah dilaksanakan, dan hal-hal penting masih ada yang terlewati untuk disampaikan pada shift berikutnya. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan pendapat dari Chen, dkk (2007) dimana respon atau daya tanggap dan empati merupakan faktor yang sangat penting dalam kualitas asuhan keperawatan, sehingga nantinya perawat mampu memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan pasien serta dapat menumbuhkan rasa percaya pasien untuk mendapatkan pelayanan asuhan keperawatan kembali di rumah sakit tersebut. Parasuraman,dkk (2006) menyatakan daya tanggap dan empati dapat dirasakan oleh pasien dari pertama kali pasien masuk sampai dengan pasien keluar dari rumah sakit.

Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pelatihan Timbang Terima terhadap Pelaksanaan Timbang Terima dan Penerapan Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Husada Jakarta pada bulan Maret sampai dengan April 2012, dengan sampel 43 perawat pelaksana di instalasi rawat inap. Dewi mendiskripsikan timbang terima pasien membantu perawat mengidentifikasi area pelayanan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang bermakna pada pelaksanaan timbang terima dan penerapan keselamatan pasien setelah mendapatkan pelatihan timbang terima pasien. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah ada pengaruh pelatihan timbang terima pasien terhadap pelaksanaan timbang terima dan penerapan keselamatan pasien. Keakuratan data yang diberikan saat timbang terima sangat penting, karena dengan timbang terima ini maka pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan akan bisa

dilaksanakan secara berkelanjutan, dan mewujudkan tanggungjawab dan tanggunggugat dari seorang perawat. Bila timbang terima tidak dilakukan dengan baik, maka akan muncul kerancuan dari tindakan keperawatan yang diberikan karena tidak adanya informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pemberian tindakan keperawatan. Hal ini akan menurunkan kualitas pelayanan keperawatan dan menurunkan tingkat kepuasan pasien. Kegiatan timbang terima yang telah dilakukan perlu dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya. Timbang terima adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien (Frisen, 2008).

46 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Dalam dokumen skripsi full sett (Halaman 48-64)

Dokumen terkait