• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.6 Konsep Manajemen Risiko

Pengertian manajemen risiko sangat beragam namun memiliki konsep yang sama. Secara umum manajemen risiko merupakan suatu alat atau instrumen yang digunakan untuk mengendalikan atau mengurangi risiko. Menurut Darmawi (2004), manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

50 Djohanputro (2006) mengatakan bahwa terdapat lima tahapan dalam proses manajemen risiko. Tahapan tersebut adalah identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, dan pengawasan serta pengendalian risiko. Tahapan dalam proses manajemen risiko tersebut disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 6. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko Sumber : Djohanputro, 2006

1. Identifikasi Risiko

Tahapan pertama adalah mengidentifikasi risiko yaitu tahapan manajemen risiko dengan mengadakan identifikasi terhadap risiko-risiko yang ada. Langkah pertama dan utama adalah dengan melakukan analisis pihak berkepentingan (stakeholders). Ada berbagai pihak berkepentingan yang perlu mendapat perhatian yaitu : pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan, pemain lain dalam industri, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat, dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan.

2. Pengukuran Risiko

Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor : kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur, yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi,

Identifikasi Risiko Pengukuran Risiko Pemetaan Risiko Model Pengelolaan Risiko Pengawasan dan Pengendalian Risiko

51 semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko.

3. Pemetaan Risiko

Ada risiko yang perlu mendapat perhatian khusus, tetapi ada pula risiko yang dapat diabaikan. Itulah sebabnya perusahaan perlu membuat peta risiko. Tujuan pemetaan ini adalah untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan. Penetapan prioritas risiko penting karena keterbatasan sumber daya untuk menghadapi semua risiko. Jumlah uang dan SDM yang terbatas menyebabkan perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih dahulu. Selain itu, tidak semua risiko berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan.

4. Model Pengelolaan Risiko

Setelah dilakukan identifikasi, pengukuran, dan pemetaan risiko, maka tahapan berikutnya adalah menentukan model pengelolaan risiko. Menurut Darmawi (2004), ada dua pendekatan dasar untuk itu :

a. Pengendalian risiko yang terdiri dari : menghindari risiko, mengendalikan kerugian, pemisahan, kombinasi atau pooling, dan pemindahan risiko. b. Pembiayaan risiko, meliputi : pemindahan risiko melalui pembelian

asuransi dan menanggung risiko. 5. Pengawasan dan Pengendalian Risiko

Pengawasan dan pengendalian sangat penting karena manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana. Ini berarti, monitor dan pengendalian prosedur itu sendiri. Kedua, manajemen juga perlu memastikan bahwa model pengelolaan risiko cukup efektif. Artinya, model yang diterapkan sesuai dengan dan mencapai tujuan pengelolaan risiko. Ketiga, karena risiko itu sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko.

Menurut Basyaib (2007) manajemen risiko dalam pengertian luas adalah seni pembuatan keputusan dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian.

52 Keputusan melibatkan sejumlah risiko dan imbalan. Sebuah pilihan antara melakukan sesuatu yang aman dan mengambil risiko. Seseorang dapat mengalami kebimbangan saat harus memutuskan untuk melakukan investasi dalam usaha baru, juga dalam pilihan melakukan diversifikasi, atau memagari sebuah portofolio aset.

Menurut Sofyan (2005), manajemen risiko diartikan sebagai usaha seorang manajer untuk mengatasi kerugian secara rasional agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Sofyan (2005) menambahkan bahwa manajemen risiko secara khusus diartikan sebagai kemampuan seorang manajer untuk menata kemungkinan variabilitas pendapatan dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambil dalam menggarap situasi yang tidak pasti. Konsep manajemen risiko saat ini berkembang dan terintegrasi serta menganggap bahwa suatu risiko bukan lagi sebagai beban atau biaya, melainkan sebagai sumber keunggulan bersaing. Djohanputro (2006) menjelaskan definisi manajemen risiko korporat terintegrasi atau ERM (enterprise risk management) sebagai suatu proses terstruktur dan sistematis dalam mengindentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan dalam memonitor dan mengendalikan implementasi penanganan risiko.

Manajemen risiko yang baik adalah dilakukan pada setiap fungsi-fungsi manajemen, yaitu pada fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan. Bahkan menurut Darmawi (2004), manajemen risiko memiliki kaitan yang erat dengan fungsi-fungsi perusahaan seperti fungsi accounting, keuangan, pemasaran, produksi, personalia, engineering, dan maintenance. Misalnya fungsi accounting yang menjalankan kegiatan manajemen risiko yang penting, yaitu : (1). Mengurangi kesempatan pegawai melakukan penggelapan dengan jalan melakukan internal control dan internal audit, (2). Melalui rekening

asset bagian accounting mengindentifikasi dan mengukur exposure kerugian terhadap harta, dan (3). Melalui penilaian rekening seperti rekening piutang, bagian accounting mengukur risiko piutang dan mengalokasikan cadangan dana

exposure kerugian piutang. Begitu juga halnya dengan fungsi-fungsi perusahaan lain.

53 Lebih lanjut Darmawi (2004) menjelaskan bahwa manajemen risiko dapat memberikan lima manfaat terhadap perusahaan. Manfaat pertama adalah manajemen risiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. Manfaat kedua adalah manajemen risiko dapat menunjang terhadap peningkatan laba perusahaan dan dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran kas. Manfaat ketiga adalah manajemen risiko dapat menunjang terhadap peningkatab kualitas seorang pengambil keputusan dalam mengambil keputusan bisnis. Manfaat keempat adalah manajemen risiko dapat memberikan ketenangan bagi para manajer dalam mengendalikan risiko karena adanya perlindungan terhadap risiko yang dihadapi tersebut. Manfaat yang terakhir adalah manajemen risiko dapat meningkatkan

image perusahaan yang baik di kalangan seluruh stakeholders perusahaan.

Dalam menghadapi risiko, pelaku bisnis dapat melakukan beberapa strategi. Menurut Harwood et al (1999), beberapa strategi yang dapat dilakukan meliputi :

1. Diversifikasi usaha (enterprise diversification)

Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang melibatkan partisipasi lebih dari satu aktifitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin memiliki hasil yang lebih tinggi. Kelebihan dari diversifikasi adalah mengurangi risiko, meminimalkan tenaga kerja, mengurangi penggunaan peralatan dan meminimalkan biaya. Sementara itu keterbatasan yang dimiliki diversifikasi adalah membutuhkan perlengkapan khusus, membutuhkan keahlian manajerial yang lebih luas dan teknologi menjadi lebih rumit.

2. Integrasi vertikal (vertical integration)

Integrasi vertikal merupakan salah satu strategi dalam payung koordinasi vertikal yang meliputi seluruh cara yang mana output dari satu tahapan produksi dan distribusi di transfer ke tahapan produksi lain. Dari sisi pelaku bisnis, keputusan untuk melakukan integrasi vertikal tergantung pada banyak faktor, antara lain perubahan keuntungan dengan adanya integrasi vertikal, risiko pada kuantitas dan kualitas pasokan input (atau output) sebelum dan sesudah integrasi vertikal, dan faktor-faktor lainnya.

54 3. Kontrak produksi (production contract)

Kontrak produksi khusus member kontraktor (pembeli) pengawasan terhadap proses produksi (Perry, 1997). Kontak ini biasanya menetapkan dengan rinci suplai produksi oleh pembeli, kualitas dan kuantitas komoditi tertentu yang akan di produksi, dan kompensasi yang akan dibayarkan petani.

4. Kontrak pemasaran (marketing contract)

Kontrak pemasaran adalah perjanjian, baik secara tertulis maupun lisan, antara pedagang dan produsen tentang penetapan harga dan penjualan suatu komoditi sebelum panen atau sebelum komoditi siap dipasarkan (Perry, 1997). Kepemilikan komoditi saat di produksi adalah milik pelaku bisnis, termasuk keputusan manajemen, seperti menentukan varietas benih, penggunaan input dan kapan waktunya.

5. Perlindungan nilai (hedging) 6. Asuransi (insurance)

Dokumen terkait