• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis risiko usaha pemotongan ayam broiler: kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis risiko usaha pemotongan ayam broiler: kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER

(

Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor)

SKRIPSI

BUDY SANTOSO H34076038

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2

ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER

(

Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor)

SKRIPSI

BUDY SANTOSO H34076038

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3 RINGKASAN

BUDY SANTOSO. Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA).

Sentra Usaha Pemotongan Ayam yang terletak di Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu tempat pemotongan yang ada di Kota Bogor dengan jumlah kapasitas pemotongan per hari mencapai 13.000 ekor. Dalam menjalankan usahanya dengan melakukan kegiatan pemotongan setiap hari namun pendapatan yang diterima pengusaha berfluktuasi di setiap periode. Hal ini menunjukkan pengusaha masih menghadapi berbagai risiko usaha seperti risiko harga, risiko penjualan, dan risiko pendapatan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis risiko usaha baik itu risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan pada usaha pemotongan ayam, (2) Menganalisis manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha pemotongan ayam. Penelitian ini dilaksanakan di Sentra Tempat Pemotongan Ayam (TPA) Kecamatan Tanah Sareal, Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2009 sampai Februari 2010. Responden diambil dengan menggunakan metode sensus.

Jumlah responden yang diambil adalah 38 responden dan dibagi ke dalam beberapa skala pemotongan yaitu skala kecil berjumlah 28 orang, skala sedang berjumlah 7 orang, dan skala besar berjumlah 3 orang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, expected value, ragam (variation), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (standard variation), dan nilai batas bawah.

Risiko harga yang dihadapi pengusaha pemotongan ayam adalah adanya fluktuasi atau variasi harga baik harga ayam hidup di tingkat peternak maupun harga karkas di tingkat konsumen. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan ayam di peternak yang tak menentu. Harga jual ayam di pasar cenderung menurun saat ketersediaan ayam hidup di peternak meningkat, begitu juga sebaliknya harga jual karkas ayam akan meningkat saat terjadi kelangkaan pasokan ayam hidup dari peternak. Berdasarkan hasil analisa, nilai Coeficient Variation untuk harga input maupun harga output pada skala kecil diperoleh hasil sebesar 0,08 dan 0,03, pada skala sedang nilai Coeficient Variation sebesar 0,13 dan 0,03 dan pada skala besar nilai

Coeficient Variation untuk harga input maupun harga output sebesar 0,12 dan 0,02 mendefinisikan bahwa risiko harga paling berpengaruh terhadap usaha pemotongan ayam skala sedang karena nilai Coeficient Variation lebih besar dibandingkan skala usaha lainnya

(4)

4 karena risiko yang dihadapi pengusaha untuk setiap 1 Kg penjualan akan mengalami risiko sebanyak 0,32 Kg.

Perhitungan analisis risiko pendapatan diperoleh dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang ada. Skala kecil cenderung mengeluarkan biaya kecil karena jumlah pemotongannya yang sedikit, dan tidak memiliki tempat pemotongan. Berbeda dengan pengusaha skala sedang dan besar yang melakukan pemotongan dalam jumlah banyak setiap harinya. Pengusaha skala besar dibebankan biaya listrik, biaya air, pemanas serta biaya tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Analisis risiko pendapatan diperoleh hasil bahwa nilai Coeficient Variation pada skala usaha kecil sebesar -0,18. Pada skala usaha sedang nilai

Coeficient Variation sebesar -0,26 dan nilai Coeficient Variation pada skala besar sebesar -0,19. Risiko pendapatan terbesar yang harus ditanggung oleh pengusaha adalah pada skala sedang dikarenakan nilai Coeficient Variation sebesar -0,26 dari nilai return yang diperoleh pengusaha. Artinya untuk setiap Rp. 1 return yang diterima pengusaha akan menghasilkan risiko sebesar Rp. 0,26.

Manajemen risiko yang telah dilakukan adalah penggunaan teknologi dalam proses pemotongan ayam, usaha pemotongan dilakukan setiap hari untuk mengetahui fluktuasi harga input serta memperhatikan mekanisme pasar seperti permintaan terhadap daging ayam. Dalam upaya mitigasi risiko, pengusaha pemotongan ayam memiliki usaha lain untuk menambah pendapatannya seperti : membuka Rumah Makan, dan menjadi supplier ayam hidup. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, pengusaha selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang dapat mengancam usaha pemotongan seperti : isu terkait Flu Burung, rencana relokasi tempat pemotongan, serta mengikuti aturan Pemerintah Daerah dengan selalu membayar retribusi pemotongan.

(5)

5

ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER

(

Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor)

BUDY SANTOSO H34076038

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

6 Judul Skripsi : Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) Nama : Budy Santoso

NIM : H34076038

Disetujui, Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MS

NIP. 19631227 199003 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(7)

7 PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(8)

8 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Maret 1986. Penulis adalah anak ke enam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Suparno dan Ibunda Darmini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pondok Rumput I Bogor pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 5 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 2 Bogor.

(9)

9 KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan judul “Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes

Kota Bogor)”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko usaha pada usaha pemotongan ayam. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha pemotongan ayam. Hasil ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak manajemen usaha pemotongan ayam Kelurahan Kebon Pedes.

Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kendala yang dihadapi dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(10)

10 UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT dan menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ir. Dwi Rachmina, MS. sebagai dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan, dengan penuh kesabaran selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. yang telah bersedia menjadi dosen evaluator pada kolokium serta menjadi dosen penguji utama pada ujian sidang skripsi, dengan segala saran dan kritik yang sangat membantu pada penyusunan skripsi ini.

3. Arif karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan koreksi pada teknik penulisan juga saran kepada penulis.

4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua Departemen Agribisnis.

5. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih, kesabaran yang luar biasa, dan doa yang diberikan.

6. Bapak Sony Listen selaku ketua IWPA, Bapak Saiman selaku sekretaris IWPA, dan Bapak Rustanto selaku bendahara IWPA yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian.

7. Ismi Shaumi Ratna Arum yang telah berkenan menjadi pembahas pada seminar hasil penulis, dengan segala kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.

8. Yuliastri, Amd. atas dukungan, cinta, semangat, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

9. Hussen, Wilmar, Mugi, Ivo, Lia, Saud, Aa, Benri, Agung, Didit, Dwi, Dana yang tergabung dalam BETA HOUSE, atas segala semangat dan kebersamaannya selama ini.

10. Mahasiswa Ekstensi Angkatan III atas segala kehangatan, canda tawa, dan persahabatan yang indah.

(11)

11 12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(12)

12 DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan ... 12

1.4 Manfaat ... 12

1.5 Ruang Lingkup ... 12

II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Kegiatan Subsistem Agribisnis Hilir ... 13

2.2 Usaha Pemotongan Ayam ... 15

2.3 Studi Terdahulu Mengenai Risiko ... 16

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Permintaan, Penawaran, dan Penentuan Harga barang ... 20

3.1.2 Teori Utilitas ... 25

3.1.3 Konsep Dasar Risiko ... 25

3.1.4 Sumber Risiko ... 28

3.1.5 Sikap Dalam Menghadapi Risiko ... 29

3.1.6 Konsep Manajemen Risiko ... 31

3.1.7 Ukuran Risiko ... 36

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

IV METODE PENELITIAN ... 39

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2 Metode Penentuan Responden ... 39

4.3 Data dan Instrumentasi ... 38

4.4 Metode Pengolahan Data ... 40

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 40

4.4.2 Analisis Risiko ... 40

4.4.3 Analisis Keuntungan ... 45

4.6 Definisi Operasional ... 46

V GAMBARAN UMUM ... 47

5.1 Kondisi Umum Kelurahan Kebon Pedes ... 47

5.2 Sejarah Berdirinya Usaha Pemotongan Ayam (UPA) ... 53

5.3 Organisasi dan Manajemen Usaha ... 55

5.4 Kelas dan Kategori Usaha Pemotongan Ayam ... 56

5.5 Sumber Daya Usaha di Sentra Usaha Pemotongan Ayam ... 57

5.5.1 Sumberdaya Manusia ... 57

5.5.2 Aset Usaha ... 58

5.5.3 Sumberdaya Finansial ... 59

(13)

13

VI ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN ... 60

6.1 Identifikasi Risiko Harga ... 60

6.1.1 Penilaian Risiko Harga Ayam Usaha Pemotongan Skala Kecil ... 66

6.1.2 Penilaian Risiko Harga Ayam Usaha Pemotongan Skala Sedang ... 67

6.1.3 Penilaian Risiko Harga Ayam Usaha Pemotongan Skala Besar ... 69

6.2 Identifikasi Risiko Penjualan ... 70

6.2.1 Penilaian Risiko Penjualan Ayam Usaha Pemotongan Skala Kecil ... 71

6.2.2 Penilaian Risiko Penjualan Ayam Usaha Pemotongan Skala Sedang ... 72

6.2.3 Penilaian Risiko Penjualan Ayam Usaha Pemotongan Skala Besar ... 73

6.3 Analisis Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil ... 75

6.3.1 Biaya ... 75

6.3.2 Penerimaan ... 78

6.3.3 Analisis Keuntungan ... 80

6.3.4 Penilaian Risiko Pendapatan Ayam Usaha Pemotongan Skala Kecil ... 80

6.4 Analisis Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang ... 83

6.4.1 Biaya ... 83

6.4.2 Penerimaan ... 86

6.4.3 Analisis Keuntungan ... 88

6.4.4 Penilaian Risiko Pendapatan Ayam Usaha Pemotongan Skala Sedang ... 88

6.5 Analisis Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar ... 90

6.5.1 Biaya ... 90

6.5.2 Penerimaan ... 92

6.5.3 Analisis Keuntungan ... 95

6.5.4 Penilaian Risiko Pendapatan Ayam Usaha Pemotongan Skala Besar ... 95

6.6 Perbandingan Nilai Risiko di Usaha Pemotongan Ayam ... 96

6.7 Strategi Pengelolaan Risiko Harga di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes ... 99

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

7.1 Kesimpulan ... 103

7.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(14)

14 DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kandungan Protein Ayam, Sapi, dan Kambing ... 1 2. Populasi Unggas Indonesia Tahun 2003–2008 ... 2 3. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003–2009 ... 4 4. Perkembangan Populasi Daging Ayam Ras Pedaging (ekor) Per

Provinsi Tahun 2004-2008 ... 5 5. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) Per

Provinsi Tahun 2004-2008 ... 5 6. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) di

Jawa Barat Tahun 2004-2008 ... 6 7. Jenis Sumber Air Bersih di Kelurahan Kebon Pedes

Tahun 2008 ... 48 8. Sebaran Tingkatan Pendidikan di Kelurahan Kebon Pedes

Tahun 2008 ... 49 9. Sebaran Mata Pencaharian di Kelurahan Kebon Pedes

Tahun 2008 ... 49 10.Sebaran Angkatan Kerja di Kelurahan Kebon Pedes

Tahun 2008 ... 51 11.Lembaga Keuangan dan Usaha di Kelurahan Kebon Pedes

Tahun 2008 ... 52 12.Hasil Penilaian Risiko Harga Usaha Pemotongan Ayam

Skala Kecil Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 67 13.Hasil Penilaian Risiko Harga Usaha Pemotongan Ayam

Skala Sedang Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 69 14.Hasil Penilaian Risiko Harga Usaha Pemotongan Ayam

Skala Besar Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 70 15.Hasil Penilaian Risiko Penjualan Usaha Pemotongan Ayam

Skala Kecil Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 72 16.Hasil Penilaian Risiko Penjualan Usaha Pemotongan Ayam

Skala Sedang Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 73 17.Hasil Penilaian Risiko Penjualan Usaha Pemotongan Ayam

Skala Besar Selama Periode Pengamatan

(15)

15 18.Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 76 19.Kontribusi Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam

Skala Kecil di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 77 20.Penerimaan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 79 21.Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 80 22.Hasil Penilaian Risiko Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam

Skala Kecil Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 81 23.Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 84 24.Kontribusi Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam

Skala Sedang di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 85 25.Penerimaan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 87 26.Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 88 27.Hasil Penilaian Risiko Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam

Skala Sedang Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 89 28.Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 91 29.Kontribusi Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam

Skala Besar di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan

(September-Februari 2010) ... 92 30.Penerimaan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

(16)

16 31.Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 95 32.Hasil Penilaian Risiko Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam

Skala Besar Selama Periode Pengamatan

(17)

17 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fluktuasi Harga Ayam Broiler dan Karkas Ayam di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes

Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 10 2. Fluktuasi Penjualan Hasil Pemotongan Ayam Broiler di

Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama

Kejadian (September-Februari 2010) ... 10 3. Pola Distribusi Sarana Produksi Ternak dan Produk Ternak .... 14 4. Hubungan Antara Varian dan Expected Return ... 30 5. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat

dan Tetap ... 31 6. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko ... 32 7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 38 8. Struktur Organisasi di Sentra Usaha Pemotongan Ayam

Kelurahan Kebon Pedes 2009 ... 56 9. Fluktuasi Harga Ayam Broiler dan Karkas Ayam di Usaha

Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes

Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010) ... 61 10.Fluktuasi Harga Output Ayam Broiler di Usaha Pemotongan

Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Kejadian

(18)

18 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Nilai Expected Return dan Nilai Ragam (Variance)

Skala Kecil ... 108 2. Perhitungan Nilai Expected Return dan Nilai Ragam (Variance)

Skala Sedang ... 109 3. Perhitungan Nilai Expected Return dan Nilai Ragam (Variance)

(19)

19

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat cepat. Berdasarkan sensus penduduk pada Tahun 2010 penduduk Indonesia tercatat 237,6 juta jiwa2. Hal ini perlu diimbangi dengan ketersediaan pangan yang cukup dan memadai. Pangan yang merupakan kebutuhan hidup manusia adalah segala sesuatu baik itu makanan ataupun minuman yang dikonsumsi oleh manusia. Sektor agribisnis pangan memegang peranan penting dalam hal ini karena hampir semua makanan dan minuman berasal dari sektor ini. Produk dari agribisnis pangan sangat beragam meliputi : ikan, ternak, dan tanaman. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah serta tingginya keanekaragaman hayati menjadi salah satu faktor pendukung dalam pengembangan sektor pertanian terutama subsektor peternakan. Sumbangan subsektor peternakan dalam Produk Domestik Bruto sebesar Rp 34.530,7 milyar atau 1,6 persen pada tahun 2007 dan masih menyumbang 1,6 persen pada tahun 2008 membuktikan bahwa subsektor peternakan mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Kebutuhan protein penduduk umumnya dipenuhi dari beberapa ternak diantaranya adalah ayam, sapi, kambing dan lain-lain. Kandungan gizi yang terdapat di dalam daging ayam, sapi, kambing yang dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Protein Ayam, Sapi, dan Kambing

Jenis Daging Protein ( % ) Air (%) Lemak (%) Abu (%)

Ayam 23,40 73,70 1,90 1,00

Sapi 21,50 69,50 8,00 1,20

Kambing 19,50 71,50 7,50 1,50

Sumber: Balai Besar Industri Hasil Pertanian dalam Siregar, 2009

Data tersebut menunjukan bahwa ayam mempunyai protein lebih tinggi dari sapi sebesar 1,9 persen dan 3,9 persen dari daging kambing. Kandungan air pun lebih tinggi dari daging sapi sebesar 4,2 persen dan 2,2 persen dari daging kambing serta mempunyai kandungan lemak dan abu yang lebih sedikit dibanding

2

(20)

20 sapi dan kambing. Selain itu, kandungan gizi yang dimiliki daging ayam sangat lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Daging ayam tinggi protein, memberikan semua asam amino yang diperlukan tubuh. Kandungan vitamin A, beberapa vitamin B, mineral fosfor juga cukup tinggi, sehingga ideal sebagai sumber gizi yang sehat3.

Dunia perunggasan adalah salah satu subsektor peternakan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Dalam perunggasan modern ayam ras pedaging atau broiler menjadi komoditas utama karena pertumbuhannya yang cepat.Secara umum perkembangan ayam broiler memberikan manfaat yang besar untuk para pelaku usaha peternakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan populasi perunggasan Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan populasi unggas Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Unggas Indonesia Tahun 2003 – 2008

Jenis Unggas

Tahun (ekor)

2004 2005 2006 2007 2008 Laju

(%/Thn)

Ayam Ras Pedaging 778.970 811.189 797.527 891.659 1.075.885 8,31 Ayam Buras 276.989 278.954 291.085 272.251 290.803 1,35 Ayam Ras Petelur 93.416 84.790 100.202 111.489 116.479 6,17

Itik 32.573 32.405 32.481 35.867 36.931 0,62

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah) * ) Angka Sementara

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi terbesar unggas yaitu ayam ras pedaging dengan laju pertumbuhan dari tahun 2004 sampai 2008 sebesar 8,31 persen per tahun, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2006 menjadi sebesar 797.527 ekor namun pada tahun 2008 populasi meningkat menjadi 1.075.885 ekor. Pergerakan kenaikan populasi unggas terjadi setiap tahunnya, meskipun sempat terjadi penurunan antara tahun 2004 sampai 2005 pada jenis unggas ayam ras petelur dan itik serta pada jenis unggas ayam buras antara tahun 2006 sampai

3

(21)

21 2007 namun secara keseluruhan untuk semua jenis unggas mengalami kenaikan populasi.

Pada tahun 2006 populasi ayam ras pedaging kembali mengalami penurunan karena terjadi kenaikan harga jagung Internasional. Kenaikan harga jagung terjadi karena adanya persaingan kebutuhan jagung untuk bahan bakar nabati dan untuk pakan ternak sedangkan harga MBM (meat bone meal)/tepung tulang naik karena keterbatasan jumlah importir. Kenaikan harga jagung dan MBM terjadi pada pada bulan Januari 2006 sampai bulan Januari 2007 sebesar 130 dolar menjadi 235 dolar dan harga MBM sebesar 350 dolar sampai 370 dolar, kedua bahan tersebut merupakan bahan baku sangat penting untuk pakan ternak karena komposisi bahan pakan terdiri dari 51 persen jagung dan komposisi MBM sekitar 5 persen. Kenaikan harga jagung diikuti oleh kenaikan bea masuk impor sebesar 5 persen yang semakin membebani harga pakan, sehingga biaya produksi pakan naik sekitar Rp 500/kg.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki ayam sebagai bahan konsumsi telah menyebabkan terdapatnya preferensi yang tinggi dari masyarakat terhadap daging potong. Di DKI Jakarta saja, kebutuhan ayam potong mencapai 1,5 juta ekor per hari. Sementara di Tanah Air kebutuhan ayam potong diperkirakan mencapai tiga juta sampai lima juta ekor per hari4. Komoditas ayam mempunyai prospek pasar yang baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang relatif murah dengan akses yang mudah karena sudah merupakan barang publik dan merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional. Dalam keadaan perekonomian keluarga yang terbatas, sementara agar sehat perlu tetap mengkonsumsi protein hewani, daging ayam menjadi prioritas pilihan yang paling layak sebagai sumber protein hewani bagi keluarga5.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan masyarakat akan daging ayam semakin meningkat. Faktor lain yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan daging ayam adalah meningkatnya jumlah pendapatan masyarakat sehingga daya beli pun meningkat, dan kesadaran

4

Tim Liputan 6 SCTV. Dusta Pedagang Ayam Potong. http://www.Liputan6.com. [2 Mei 2009] 5

Setiawan, Nugraha. 2008. Daging dan Telur Ayam Sumber Protein Murah.

(22)

22 masyarakat akan pentingnya gizi protein hewani yang meningkat (Tabel 1). Kebutuhan masyarakat akan daging ayam dapat dilihat dari jumlah konsumsi daging ayam. Jumlah konsumsi daging ayam broiler di Indonesia disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003-2009

Tahun Jumlah (Ton) Perubahan (%)

2003 1.368.200 -

2004 1.425.300 4,00

2005 1.573.000 9,39

2006 1.486.100 -5,85

2007 1.564.200 4,99

2008 1.447.000 -8,01

2009 1.537.600 5,89

Laju pertumbuhan (%/thn) 1,74

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3, jumlah konsumsi daging ayam broiler terbesar terjadi pada tahun 2005 sebesar 1.573.000 ton dengan tingkat pertumbuhan sebesar 9,39 persen dari tahun sebelumnya. Namun terjadi penurunan tingkat konsumsi pada tahun 2006 sebesar 5,85 persen dan meningkat kembali sebesar 4,99 persen dengan jumlah konsumsi 1.564.200 ton. Pada tahun 2009 jumlah konsumsi daging ayam mencapai 1.537.600 atau meningkat 5,89 persen dari tahun sebelumnya sebesar 1.447.000. Secara keseluruhan laju pertumbuhan konsumsi ayam broiler di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2009 adalah sebesar 1,74 persen per tahun. Besarnya jumlah konsumsi tersebut menggambarkan minat masyarakat yang tinggi terhadap daging ayam. Potensi inilah yang harus dikembangkan dengan baik agar agribisnis ayam broiler dapat terus berkembang secara berkelanjutan.

(23)

23 Tabel 4. Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging (ekor) Per Provinsi Tahun

2004-2008 Provinsi

Populasi (ekor)

2004 2005 2006 2007 2008 Laju

(%/Thn)

Jawa Barat 328.015.536 352.434.300 343.954.090 377.549.055 417.373.596 6,34

Jawa Timur 162.781.000 142.602.400 119.525.124 148.854.817 140.005.968 -2,24

Sumatra

Utara 38.045.260 35.568.236 42.763.530 78.152.052 42.891.621 12,84

Jawa Tengah 50.356.308 62.043.412 61.258.115 64.552.829 54.643.212 7,99

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4, jumlah populasi tertinggi terletak di Sumatera Utara dengan tingkat laju pertumbuhan sebesar 12,84 persen per tahun selama lima tahun dan merupakan provinsi dengan tingkat laju pertumbuhan tertinggi di Indonesia pada tahun 2004 sampai tahun 2008. Populasi yang terus meningkat ini merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik agar usaha peternakan ayam ras pedaging bisa terus berkembang di masa yang akan datang.

Budidaya ayam mempunyai banyak kelebihan, salah satunya adalah siklus produksi yang sangat pendek yaitu sekitar 30-40 hari. Siklus produksi yang pendek inilah yang menjadi daya tarik bagi para peternak karena perputaran modalnya yang relatif lebih cepat. Modal yang telah dikeluarkan akan cepat kembali, sehingga keuntungan akan cepat didapatkan. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap minat para peternak untuk terus memproduksi ayam pedaging. Jumlah produksi ayam pedaging terus meningkat seiring meningkatnya jumlah konsumsi terhadap daging ayam. Jumlah produksi ayam pedaging setiap provinsi disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) Per Provinsi Tahun 2004-2008

Provinsi

Produksi (ton)

2004 2005 2006 2007 2008 Laju

(%/Thn)

(24)

24 Berdasarkan Tabel 5, laju peningkatan produksi ayam pedaging di Jawa Barat periode 2004 sampai 2008 adalah sebesar 6,51 persen per tahun. Jumlah produksi yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju populasi ayam di Jawa Barat sebesar 6,34 persen per tahun (Tabel 4). Laju pertumbuhan tertinggi terdapat di provinsi DKI Jakarta sebesar 13,61 persen per tahun selama periode 2004 sampai 2008. Peningkatan produksi ayam pedaging harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan jumlah pendapatan masyarakat, meningkatnya daya beli, dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi protein hewani.

Komoditas ayam sudah dikenal secara luas oleh masyarakat. Selain karena mudah ditemui dimana saja, cara pengolahan ayam pun sangat beragam untuk dijadikan berbagai macam makanan. Perkembangan produksi ayam pun dari tahun ke tahun semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ayam. Peningkatan produksi tersebut dapat dilihat dari berkembangnya produksi ayam di setiap kota di Jawa Barat (Tabel 6).

Pada Tabel 6. Untuk daerah Kota di Provinsi Jawa Barat, peningkatan produksi daging ayam tertinggi berada di Kota Depok dengan peningkatan produksi dari tahun 2004 sampai pada tahun 2008 sebesar 141,44 persen per tahun. Peningkatan yang sangat tinggi tersebut disebabkan karena terjadi lonjakan produksi daging ayam pada tahun 2008 sebanyak lebih dari enam kali lipat dari tahun sebelumnya. Kondisi sebaliknya terjadi di Kota Tasikmalaya dengan produksi daging ayam mengalami penurunan dengan laju sebesar -12,13 persen.

Tabel 6. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) di Jawa Barat Tahun 2004-2008

Kota

Produksi (ekor)

2004 2005 2006 2007 2008 Laju

(%/Thn)

Tasikmalaya 6.285 3.582 3.477 3.387 3.388 -12,13 Bekasi 2.601 2.445 2.266 3.225 4.309 15,65 Sukabumi 1.455 1.725 1.786 1.935 2.340 12,84 Depok 1.176 1.205 1.577 1.358 8.777 141,44

Bogor 907 1.831 858 867 1.060 18,14

(25)

25 Lapangan usaha yang beraneka ragam bisa dikembangkan dari komoditas ayam ini, sehingga menjadikan ayam sebagai usaha di bidang ternak yang memiliki prospek cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi para pelaku usaha. Usaha yang dapat dikembangkan dengan menggunakan ayam sebagai komoditas utamanya bukan hanya sebatas pada industri hulu atau budidayanya, melainkan juga meliputi berbagai usaha, salah satu contohnya adalah Usaha Pemotongan Ayam (UPA).

Usaha Pemotongan Ayam (UPA) menjadi sektor yang penting mengingat produksi daging ayam broiler yang terus meningkat. Selain itu, usaha ini juga dapat sedikit membantu menstabilkan harga daging ayam di pasaran. Keberadaan rumah potong seharusnya bukan hanya dilihat dari sisi entitas bisnis, tetapi juga sebagai stabilisator harga daging ayam atas kemampuannya memproduksi daging ayam beku6.

Kebutuhan masyarakat terhadap komoditas ayam ( khususnya ayam potong ) semakin meningkat dan keinginan konsumen akan daging ayam segar siap olah membuat usaha pemotongan ayam menjadi bagian sentral dalam sistem agribisnis ayam. Saat ini kontribusi rumah potong ayam telah mencapai 15 persen dari total kebutuhan ayam di dalam negeri, atau mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 5 persen7. Namun saat ini keberadaan usaha pemotongan modern masih sedikit dikarenakan peralatan yang digunakan relatif mahal sehingga diperlukan biaya besar. Pertumbuhan rumah potong ayam yang berskala modern sudah ada meski belum pesat dan jumlahnya sekitar 22 rumah potong di Indonesia8.

Usaha pemotongan ayam tidak terlepas dari beberapa kendala yang dihadapi. Kendala tersebut merupakan hambatan yang cukup kompleks dalam menjalankan usaha. Kendala yang dimaksud adalah tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Risiko yang dihadapi dalam usaha pemotongan ini adalah risiko usaha baik itu risiko harga, risiko penjualan, maupun risiko pendapatan.

6

Supit, Anton. 2009. Rumah Potong Ayam Masih Menjanjikan.

www.harian-global.com/index.php[2 Maret 2011] 7

Hartono. 2009. Rumah Potong Belum Diminati. www.koran-jakarta.com [2 Maret 2011] 8

(26)

26 Pengelolaan usaha pemotongan ayam yang dihadapkan pada risiko tinggi harus disertai dengan pengetahuan pengusaha dalam meminimalkan risiko. Kemampuan mengelola risiko yang baik sangat diperlukan pengusaha untuk meminimalkan risiko, sehingga pengusaha bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal. Manajemen risiko adalah alat bantu bagi pengusaha dalam proses pengambilan keputusan untuk mengurangi atau menghindari risiko yang dihadapinya. Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha pemotongan ayam harus efektif agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Harapannya adalah usaha peternakan ayam ini dapat menjalankan usahanya dengan meraih keuntungan yang tinggi dan terjamin kontiunitas usaha.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu kajian yang menganalisis risiko dan manajemen risiko dalam usaha pemotongan ayam. Kajian ini diperlukan untuk menekan peluang risiko yang terjadi dalam usaha pemotongan ayam. Dengan kajian ini, diharapkan pengusaha pemotongan ayam dapat mengambil keputusan yang tepat dan strategis terkait dengan risiko yang dihadapinya. Harapannya adalah para pengusaha pemotongan ayam dapat menjalankan usahanya dengan lebih baik di masa yang akan datang.

1.2Perumusan Masalah

Sentra Usaha Pemotongan Ayam yang terletak di Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu tempat pemotongan yang ada di Kota Bogor dengan jumlah kapasitas pemotongan per hari mencapai 13.000 ekor. Sentra pemotongan di Kelurahan Kebon Pedes memiliki wadah organisasi bernama Ikatan Warga Pemotong Ayam (IWPA). Organisasi ini dibentuk agar pengelolaan pemotongan ayam di Kelurahan Kebon Pedes terkendali dan terkoordinasi dengan baik. IWPA juga berfungsi sebagai wadah untuk mengumpulkan iuran rutin serta tempat silahturahmi tukar pikiran antara sesama pemotong ayam mengenai perkembangan usaha seperti perkembangan fluktuasi harga ayam.

(27)

27 sedangkan pada skala sedang berjumlah 7 orang. Sementara jumlah pengusaha pemotongan ayam skala besar sebanyak 3 orang. Perbedaan antara pengusaha skala kecil dengan pengusaha skala sedang dan besar adalah pada pengusaha skala kecil yang tidak memiliki tempat pemotongan ayam sendiri, berbeda dengan pengusaha skala sedang dan skala besar yang intensitas pemotongannya besar dan memiliki tempat pemotongan ayam.

Dalam menjalankan usahanya dengan melakukan kegiatan pemotongan setiap hari namun tetap terjadi beragam fluktuasi baik itu fluktuasi harga, penjualan, dan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha di Sentra Usaha Pemotongan Ayam menghadapi berbagai risiko usaha seperti risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan.

Risiko harga yang dihadapi adalah berfluktuatifnya harga input produksi berupa ayam hidup dan harga output berupa karkas ayam siap jual. Harga ayam hidup cenderung naik terutama pada saat sebulan menjelang bulan Ramadhan atau menjelang hari raya Idul Fitri, karena banyaknya peternak musiman yang mengharapkan keuntungan. Pasca Lebaran harga akan kembali turun dan akan kembali meningkat pada saat hari Natal serta Tahun Baru. Selain faktor Hari Raya, fluktuasi harga jual karkas ayam dipengaruhi ketersediaan ayam yang melebihi pasokan (over supply) sehingga ayam beredar di pasar sangat banyak sedangkan daya beli masyarakat menurun. Faktor lain adalah pada bulan Suro penanggalan Jawa dimana masyarakat kebanyakan tidak melakukan aktifitas seperti hajatan dan faktor cuaca yang menyebabkan transportasi ayam terhambat. Fluktuasi harga ayam broiler dan karkas ayam disajikan dalam Gambar 1.

(28)

28 Gambar 1. Fluktuasi Harga Ayam Broiler dan Karkas Ayam di Sentra Usaha Pemotongan Ayam

Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010) Sumber : Ikatan Warga Pemotong Ayam (2010)

Fluktuasi penjualan terjadi karena pada Sentra Usaha Pemotongan Ayam banyak terdapat pengusaha pemotongan dengan intensitas pemotongan yang berbeda-beda mulai dari skala kecil hingga skala besar. Keterbatasan modal yang dimiliki pengusaha mempengaruhi penjualan ayam yang dilakukan setiap harinya. Faktor lain adalah berat ayam hidup dari peternak yang berbeda setiap harinya mempengaruhi penjualan pengusaha pemotongan ayam. Fluktuasi penjualan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Fluktuasi Penjualan Hasil Pemotongan Ayam Broiler di Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Kejadian (September-Februari 2010)

18800

12200 12500 12000

11200 12700 24500 21200 20800 19700 18000 18500 10000 11500 13000 14500 16000 17500 19000 20500 22000 23500 25000 26500 28000 29500

September Oktober November Desember Januari Februari

Ayam Broiler Karkas Ayam Periode R u p iah 4.207

2.048 2.012 2.352 2.235 2.915

10.512

5.769 6.126 4.884 5.333 6.535

22.994 14.571 16.039 11.580 13.502 14.671 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000

September Oktober November Desember Januari Februari

Skala Kecil Skala Sedang Skala Besar

(29)

29 Intensitas pemotongan setiap skala usaha usaha berbeda-beda setiap periodenya. Intensitas pemotongan terkecil adalah sebesar 2.012 Kg sedangkan intensitas pemotongan terbesar selama periode pengamatan adalah sebesar 22.994 Kg. Adanya fluktuasi penjualan pada setiap skala usaha menyebabkan pengusaha sulit memprediksi penjualan ayam pada periode berikutnya.

Risiko harga dan risiko penjualan yang terjadi di Usaha Pemotongan Ayam menyebabkan terjadinya fluktuasi pendapatan pada setiap skala usaha pemotongan dari skala kecil hingga skala besar. Risiko pendapatan terjadi karena adanya fluktuasi harga input dan output pemotongan serta fluktuasi penjualan

output itu sendiri sehingga pendapatan yang diperoleh berbeda-beda. Pendapatan diperoleh karena adanya jumlah harga yang terbentuk dengan banyaknya jumlah komoditas ayam yang dijual.

Pada prinsipnya ketika pengusaha telah pemotongan setiap hari untuk mengetahui fluktuasi usaha, seharusnya pengusaha bisa memperoleh kepastian pendapatan sehingga pengusaha dapat mengelola risiko agar mendapatkan harga yang baik, penjualan dan pendapatan yang optimal. Pengukuran risiko ditujukan pula untuk merumuskan alternatif manajemen risiko yang bisa diterapkan oleh Sentra Usaha Pemotongan Ayam.

Pengembangan usaha pemotongan ayam akan berhasil apabila pengusaha pemotongan mampu mengelola risikonya dengan baik. Pengelolaan harus ditunjang dengan kemampuan manajemen yang baik, mulai dari manajemen produksi, keuangan, sumber daya manusia, sampai kepada manajemen pemasaran. Pengusaha pemotongan sebagai pengambil keputusan bisnis harus memiliki kompetensi yang baik dalam mengelola seluruh bagian perusahaan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya.

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana risiko usaha yang terjadi baik itu risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan pada usaha pemotongan ayam ?

(30)

30 1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis risiko usaha baik itu risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan pada usaha pemotongan ayam.

2. Menganalisis manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha pemotongan ayam.

1.4Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak terkait, seperti :

1 Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemilik usaha pemotongan dalam mengambil suatu keputusan bisnis, sehingga pengambil keputusan dapat mengambil keputusan bisnis yang strategis dan tepat sasaran.

2 Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Harapannya adalah penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan bisa menganalisis lebih dalam lagi berkaitan dengan penulisan ilmiah tentang usaha pemotongan khususnya tentang risiko dalam usaha pemotongan ayam.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

(31)

31

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kegiatan Subsistem Agribisnis Hilir

Subsistem agribisnis hilir adalah kegiatan yang mengelola komoditas primer menjadi produk olahan, baik untuk produk antara (Intermediet Product) maupun untuk produk akhir (Final Product) beserta kegiatan perdagangannya. Subsistem ini termasuk diantaranya Tempat Pemotongan Ayam/Rumah Potong Ayam (TPA/RPA), industri pengolahan daging unggas, industri pengolahan telur beserta industri jasa boga/restoran (Food Service Industry) seperti Fried Chicken,

MC Donald’s, Wendy’s, A&W (Saragih, 2000).

Subsistem agribisnis hilir sangat terkait sekali dengan kegiatan perdagangan. Sistem produksi modern terjadi dari breeding farm/perusahaan pembibit (parent stock) yang melakukan budidaya untuk menghasilkan telur siap tetas/Hatching Eggs (HE) yang akan didistribusikan ke Hatchery (penetasan ayam) yang akan ditetaskan selama 21 hari menjadi ayam umur sehari/DOC yang siap jual maupun dibudidayakan. DOC Final Stock didistribusikan ke peternak oleh perusahaan pembibit, baik pada peternak yang menjalin kemitraan mupun ke peternak mandiri.

Industri pakan mendistribusikan pakan ke seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses budidaya, baik ke Breeding Farm yang melakukan budidaya untuk menghasilkan DOC Final Stock maupun ke peternakan mandiri dan kemitraan yang menghasilkan ayam hidup siap panen untuk dijual sebagai produk konsumsi maupun olahan. Pola ini dikatakan sistem produksi modern karena terjadi pada kegiatan yang membutuhkan sarana produksi ternak yang modern juga karena membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dan trampil untuk proses produksinya. Dikatakan modern juga karena kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai modal yang cukup. Pola distribusi sarana produksi dan produk ternak dapat dilihat dalam bagan9.

9

(32)
[image:32.595.119.528.43.513.2]

32 Gambar 2. Pola Distribusi Sarana Produksi Ternak dan Produk Ternak

Sumber : Sudirman-Biotek dalam Trobos April 2007

Pola pendistribusian produk unggas sebagian besar melalui sistem pasar tradisional yang dijual dalam bentuk daging ayam utuh atau karkas, adapun pola pendistribusian pada sistem pasar tradisional berawal dari hasil panen pada peternakan kemitraan dan peternak mandiri yang didistribusikan pada broker ayam. Biasanya broker mendatangi langsung kandang untuk membeli atau mengambil ayam hidup, setelah itu broker menjualnya ke penampungan di setiap daerah. Dari penampungan ayam didistribusikan ke pasar becek atau pasar-pasar tradisional baik dijual dalam keadaan hidup maupun sudah disembelih lalu dijual ke konsumen akhir, selain langsung ke pasar tradisional atau pasar becek, dan ke

Breeding Farm

Hatchery

RPA

Peternak

Mandiri

Broker Ayam

Penampungan

Pasar Becek/TPA Pasar Modern

Pengolahan

Lanjutan

Konsumen

SistemProduksi

Modern

Feedmill

Sistem Pasar

(33)

33 pasar hewan. Produk ternak juga didistribusikan ke TPA (Tempat Pemotongan Ayam) untuk dipotong terlebih dahulu baru ke konsumen akhir.

Selain pada broker, peternak kemitraan dan peternak mandiri mendistribusikan ayam hidupnya ke rumah potong ayam, kemudian dari rumah potong ayam mendistribusikan ayam dalam bentuk karkas dan ikutannya ke pasar modern seperti supermarket, hypermarket dan swalayan-swalayan lain, selain ke pasar modern yang dijual, daging ayam didistribusikan untuk pengolahan lebih lanjut, pemain pasar modern biasanya adalah perusahaan-perusahaan besar, baik perusahaan yang terintegrasi secara vertikal dari hulu sampai hilir, maupun perusahaan pengolahan atau jasa perdagangan saja.

Pendistribusian dan pemasaran sangat terkait dengan transportasi atau pengangkutan. Adapun tujuan dari pengangkutan adalah untuk memperlancar pemasaran produk agar sampai ke konsumen. Beberapa fungsi pengangkutan adalah jenis alat angkut, volume diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis produk yang akan diangkut. Produk peternakan yang diangkut tanpa memperhatikan fungsi-fungsi tersebut dapat menyebabkan kerusakan, penyusutan produk, bahkan kematian produk khususnya ternak hidup. Proses pengangkutan ayam harus dengan hati-hati, jangan sampai ternak mengalami stres, pengangkutan pada ayam dapat bertahan maksimum dua hari dan lebih dari itu pengangkutan bisa mengakibatkan kematian (Rahardi, 2008).

2.2Usaha Pemotongan Ayam

Di Indonesia banyak pengusaha pemotong ayam yang masih menerapkan cara pemotongan tradisional dengan tempat pemotongan sederhana serta peralatan dan tata cara pemotongan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga produk yang dihasilkan masih jauh dari aspek higienis daging. Sementara perusahaan pemotongan ayam yang menggunakan mesin pemotongan modern masih sangat sedikit. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan daging ayam dipenuhi oleh pemotongan ayam tradisional ini.

(34)

34 Kategori I, Kategori II, dan Kategori III. Usaha pemotongan ayam kategori I adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan pemotongan ayam milik sendiri di rumah pemotongan sendiri. Usaha pemotongan ayam kategori II adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan menjual jasa pemotongan ayam atau melaksanakan pemotongan ayam milik orang lain. Usaha pemotongan kategori III adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan pemotongan ayam pada rumah pemotongan ayam atau tempat pemotongan ayam milik pihak lain.

2.3Studi Terdahulu Mengenai Risiko

Pada kajian penelitian terdahulu, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian yaitu penelitian dengan topik manajemen risiko. Selain topik, peneliti juga mengkaji analisis risiko dengan melihat alat analisis yang digunakan yaitu dengan menghitung expected return, ragam (variation), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (standard variation), batas bawah pendapatan, statistik deskriptif dan alat analisis lainnya yang berhubungan dengan manajemen risiko. Hal tersebut bertujuan untuk melihat perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini sehingga dapat menunjukkan adanya persamaan, keunggulan dan kelemahan pada penelitian.

Solihin (2009) dan Aziz (2009) memiliki persamaan dalam menganalisis risiko di usaha peternakan ayam. Risiko yang diteliti adalah risiko harga dan risiko produksi serta menganalisis manajemen risiko di usaha peternakan ayam. Pada risiko harga permasalahan yang terjadi adalah fluktuasi harga baik harga

input berupa Sarana Produksi Ternak maupun harga jual output berupa ayam

(35)

35 Dari analisis risiko menunjukkan bahwa nilai Coefficient Variation pada penelitian Aziz (2009) sebesar 1,75 sedangkan pada Solihin (2009) sebesar -2,63. Dari kedua nilai Coefficient Variation, hasil penelitian Solihin lebih besar dibandingkan Aziz dikarenakan pada penelitian Solihin kapasitas pemeliharaan ayam sebesar 16.000 ekor sedangkan pada penelitian Aziz hanya sebesar 4000 ekor sehingga semakin besar usaha yang dijalankan maka risiko yang dihadapi pun semakin besar. Hal ini juga diperkuat dengan hasil batas bawah pendapatan pada penelitian Solihin sebesar Rp -111.107.708, lebih besar dibandingkan penelitian Aziz yang hanya sebesar Rp -14.421.977 (ceteris paribus). Pada analisis manajemen risiko dari kedua penelitian tersebut terdapat beberapa kesamaan diantaranya adalah dalam hal pengaturan sirkulasi kandang, pengawasan dalam pengobatan terhadap gejala klinis kepada Field Controller, memasang insulasi di atap kandang (Roof Insulation), serta upaya untuk membentuk suatu kelompok peternak untuk memperkuat posisi tawar dalam menjalin kemitraan.

Kajian penelitian tentang manajemen risiko pernah dilakukan oleh Trangjiwani (2008) dan Lestari (2009). Kesamaan dari kedua penelitian ini adalah mengindentifikasi sumber-sumber risiko yang ada lalu dilakukan pemetaan risiko menggunakan matriks yang memberikan alternatif penanganan risiko berdasarkan hasil pemetaan. Hasil penelitian Trangjiwani (2008) menunjukkan bahwa risiko operasional yang terindentifikasi dapat dikelompokkan menjadi risiko sistem, proses, SDM, dan risiko eksternal. Penanganan risiko berdasarkan nilai status risiko diutamakan untuk komoditi tomat dibandingkan dengan keempat komoditi lainnya. Alternatif penanganan risiko dengan mitigasi atau detect and monitor

dilakukan untuk : a) risiko sistem, SDM, proses, dan eksternal pada tomat, b) risiko sistem dan eksternal pada kol, c) risiko sistem, proses dan eksternal pada

lettuce head dan d) risiko sistem, proses, dan eksternal pada cabai merah. Penanganan risiko secara low control dapat dilakukan untuk risiko yang memiliki nilai kemungkinan dan dampak risiko yang rendah, yaitu a) risiko sistem dan SDM pada kentang, b) risiko proses dan SDM pada kol, c) risiko SDM pada

(36)

36 Sedangkan pada penelitian Lestari (2009) Sumber-sumber risiko yang terdapat di PT. Suri Tani Pemuka dalam kegiatan pembenihan ini dapat diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Strategi yang dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka untuk mengurangi terjadinya risiko dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pengepakan dan pemanenan benur, serta pelatihan sumber daya manusia. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa risiko penurunan derajat kelangsungan hidup berada pada kuadran 2. Risiko produksi benur dan risiko penerimaan terdapat pada kuadran 3 dan risiko produksi naupli berada pada kuadran 4, sedangkan untuk kuadran 1 tidak terisi risiko.

(37)

37 satu hari penjualan. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan juga disebabkan karena siklus layer yang lama daripada broiler.

Strategi yang dijalankan PT. Sierad Produce Tbk untuk mengatasi risiko adalah dengan melakukan pemusnahan DOC dan telur tetas hingga mencapai 40 persen dan menjual DOC dengan harga yang sangat murah jika terjadi kelebihan pasokan. Strategi ini belum dikatakan berhasil karena dapat menimbulkan biaya baru dan belum dapat menstabilkan harga harga jual DOC. PT. Sierad Produce Tbk harus membuat dan melaksanakan strategi yang baik yang dapat mengatasi risiko harga DOC yaitu dengan melakukan perencanaan produksi dan perencanaan penjualan dengan mempelajari pola data harga DOC sebelumnya dengan melakukan analisis harga secara rutin per periode dan menjadikan harga jual DOC sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi harga pada periode yang akan datang.

Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini meneliti komoditas ayam broiler sama dengan penelitian Solihin dan Aziz, kecuali Siregar tentang DOC. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh Solihin dan Aziz, yaitu dengan menghitung expected return, ragam (variation), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (standard variation), batas bawah pendapatan, dan analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko. Namun perbedaannya dengan penelitian Solihin dan Aziz adalah bahwa di penelitian ini tidak menganalisis risiko produksi dan juga tempat penelitiannya yang berbeda.

(38)

38

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka teoritis merupakan suatu kerangka yang menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan topik penelitian. Dalam bab ini akan dibahas mengenai permintaan, penawaran, dan konsep risiko.

3.1.1 Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang

1. Permintaan

Menurut McConnel dan Brue (1990) permintaan didefinisikan sebagai suatu daftar yang menunjukkan jumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu. Hyman (1996) mendefinisikan permintaan sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang diminta yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen, kesejahteraan konsumen, ekspektasi perubahan harga di masa depan, harga barang substitusi, selera konsumen dan jumlah penduduk yang dilayani oleh pasar.

Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan suatu barang terhadap harga barang tersebut. Hukum permintaan merupakan suatu hipotesa yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang makan akan semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka akan semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Hukum permintaan hanya menekankan perhatian pada hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Sedangkan pada kenyataannya jumlah barang yang diminta tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri.

Menurut McConnel dan Brue (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga yaitu :

a. Selera dan Preferensi Konsumen

(39)

39 masyarakat terhadap suatu barang. Sebagai contoh permintaan terhadap mesin tik berkurang ketika ditemukan teknologi komputer.

b. Jumlah Penduduk

Peningkatan jumlah konsumen dalam suatu pasar jelas akan meningkatkan permintaan terhadap suatu barang pada pasar tersebut. begitu pula sebaliknya, ketika jumlah konsumen menurun maka permintaan terhadap suatu barang juga akan mengalami penurunan. Umumnya pertambahan jumlah penduduk juga akan diikuti dengan perkembangan kesempatan kerja yang kemudian diiringi dengan peningkatan pendapatan. Dengan demikian pertambahan penduduk dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan permintaan (Sukirno 1985).

c. Pendapatan

Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap permintaan suatu barang. Perubahan pendapatan akan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat pendapatan masyarakat maka barang ekonomi dibedakan menjadi dua golongan yaitu barang normal dan barang inferior.

Barang normal adalah suatu barang yang mengalami kenaikan permintaan ketika pendapatan masyarakat meningkat dan sebaliknya. Sedangkan barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah sehingga ketika pendapatan naik maka permintaan terhadap barang tersebut justru akan menurun.

d. Harga barang-barang lain

Permintaan konsumen terhadap suatu barang juga tergantung pada harga barang lain. Berdasarkan fungsinya terhadap barang lain maka barang ekonomi dapat digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu barang substitusi, komplementer dan barang lain yang tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan barang tersebut. barang substitusi adalah barang yang fungsinya dapat saling menggantikan sedangkan barang komplementer adalah barang yang fungsinya saling melengkapi.

(40)

40 digantikan. Contoh barang substitusi adalah margarin dan mentega, minyak tanah dan gas dan sebagainya. Sementara barang komplementer, peningkatan harga akan menyebabkan penurunan permintaan suatu barang. Sebaliknya ketika harga barang komplementer turun maka akan terjadi kenaikan permintaan. Contoh barang dengan fungsi saling melengkapi adalah pulpen dan tinta, teh dengan gula dan sebagainya. Banyak jenis barang yang tentu saja tidak memiliki hubungan satu sama lain sehingga kenaikan atau penurunan harga suatu barang tidak akan mempengaruhi harga barang lain, misalnya saja hubungan antara komoditi kentang dengan suku cadang mobil.

e. Harapan di masa yang akan datang

Ramalan masyarakat terhadap harga suatu barang yang akan bertambah tinggi di masa depan akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap barang tersebut pada saat ini. Jika masyarakat memperkirakan harga suatu barang akan turun pada masa yang akan datang maka permintaan barang tersebut pada saat ini mengalami penurunan. Begitu pula jika terdapat ramalan bahwa lowongan kerja akan bertambah sulit pada masa yang akan datang maka masyarakat akan lebih berhemat sehingga permintaan terhadap barang akan menurun.

Lipsey et al. (1995) mengemukakan bahwa untuk memahami pengaruh setiap faktor-faktor tersebut terhadap permintan secara sekaligus dalam waktu yang bersamaan merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, semua variabel dipertahankan konstan kecuali satu variabel yang akan dipelajari pengaruhnya. Dengan cara yang sama pengaruh semua variabel lainnya dapat dianalisis sehingga tingkat kepentingan masing-masing variabel dapat dipahami.

Upaya mempertahankan konstan semua variabel yang ada pengaruhnya dikenal dengan istilah ceteris paribus. Jika dinyatakan bahwa pengaruh harga daging ayam terhadap jumlah daging ayam yang diminta ceteris paribus maka hal ini berarti perubahan harga daging ayam mempengaruhi jumlah daging ayam yang diminta jika semua faktor lain yang mempengaruhi permintaan daging ayam tetap.

2. Penawaran

(41)

41 terpenuhi apabila penjual menyediakan barang-barang yang diminta oleh konsumen tersebut. Menurut McConnel dan Brue (1990) penawaran adalah sebuah daftar yang menunjukkan jumlah suatu produk yang ingin dan dapat diproduksi oleh produsen dan tersedia di pasar pada harga dan waktu tertentu. Hyman (1996) mendefinisikan penawaran sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang ditawarkan. Hukum penawaran menjelaskan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin tinggi pula penawaran terhadap barang tersebut.

Selain akibat perubahan harga barang itu sendiri, penawaran menurut McConnel dan Brue (1990) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

a. Harga Sumber Daya atau Harga Input

Biaya produksi dan penawaran memiliki hubungan yang sangat erat. Peningkatan harga input meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Demikian pula sebaliknya, ketika harga input turun maka suatu perusahaan dapat menekan biaya produksi sehingga penawaran dapat ditingkatkan.

b. Teknologi

Perkembangan teknologi memiliki arti bahwa penemuan teknologi baru tersebut memungkinkan kita untuk memproduksi suatu unit barang secara lebih efisien dengan jumlah sumber daya yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pembelian sumber daya atau input menjadi berkurang sehingga perusahaan dapat meningkatkan penawaran. Biaya yang lebih rendah akan meningkatkan keuntungan potensial sehingga mendorong produsen untuk meningkatkan penawaran.

(42)

42 c. Pajak dan Subsidi

Sebuah usaha seringkali terkena pajak sebagai suatu biaya. Oleh karena itu peningkatan pajak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Sebaliknya subsidi yang merupakan kebalikan dari pajak akan mengakibatkan berkurangnya biaya dan meningkatkan penawaran.

d. Harga barang-barang lain

Barang dengan posisi yang saling menggantikan akan mengalami perubahan penawaran jika salah satu barang mengalami perubahan harga. Ketika harga barang substitusi mengalami kenaikan maka permintaan masyarakat terhadap barang yang digantikan akan meningkat. Kenaikan permintaan ini akan memberikan dorongan kepada produsen untuk menaikkan produksi.

e. Ekspektasi

Perkiraan harga suatu barang di masa depan oleh produsen akan mempengaruhi kenaikan produsen untuk memproduksi barang tersebut pada saat ini. Sebagai contoh petani kemungkinan akan menahan hasil panen jagung untuk mengantisipasi tingginya harga jagung pada masa yang akan datang. Hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan penawaran jagung pada saat ini.

f. Jumlah Produsen

Peningkatan jumlah produsen akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan. Selama beberapa waktu terakhir peningkatan jumlah produsen merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan penawaran.

3. Mekanisme Pembentukan Harga Pasar

(43)

43 3.1.2 Teori Utilitas

Suatu barang dikatakan mempunyai utiliti apabila barang tersebut berguna atau dengan kata lain dapat memenuhi kebutuhan. Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas oleh karena barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut sehingga bila seseorang meminta sesuatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna barang tersebut.

Pada konsep utilitas terdapat titik optimum konsumen dimana terjadi titik pertemuan antara kepuasan maksimum dengan sumberdaya yang dimiliki. Semakin tinggi meningkat pendapatan konsumen maka titik persinggungannya pun semakin tinggi. Sebaliknya jika pendapatan konsumen menurun maka tingkat konsumsi terhadap suatu barang pun menurun serta disesuaikan dengan harga barang itu sendiri. Terdapat beberapa jenis barang yang dapat mempengaruhi konsumen dalam menggunakan utiliti tersebut :

1. Barang normal yaitu jenis barang yang permintaannya akan meningkat jika pendapatan konsumen bertambah. Contohnya apabila pendapatan konsumen meningkat maka ada kecenderungan untuk membeli banyak susu walaupun harga susu mahal.

2. Barang inferior yaitu jenis barang yang permintaannya akan turun ketika pendapatan konsumen bertambah. Contohnya apabila konsumen terbiasa untuk mengkonsumsi singkong sebagai makanan sehari-hari lalu pendapatannya meningkat maka kecenderungan untuk mengkonsumsi singkong akan berkurang dan menggantinya dengan membeli beras.

3.1.3 Konsep Dasar Risiko

(44)

44 bisnis sebagai pembuat keputusan dalam bisnis. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dalam kegiatan bisnis dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dalam kegiatan bisnis dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha.

Selanjutnya menurut Harwood, et al. (1999) bahwa risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Basyaib (2007) mendefinisikan risiko sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi. Vaughan (1978) dalam Darmawi (2004) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut :

1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian)

Chance of loss (kans kerugian) dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.

2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)

Istilah kemungkinan (possibility) berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu artinya bahwa risiko merupakan probabilitas suatu hasil aktual yang menyimpang dari hasil yang diharapkan. 3. Risk is Uncertainly (Risiko adalah ketidakpastian)

Bahwa risiko erat hubungannya dengan ketidakpastian (uncertainly) sehingga dapat dikatakan risiko itu sama artinya dengan ketidakpastian. Ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan suatu ketidakpastian antara lain : jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir, keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan atau keterampilan atau tehnik mengambil keputusan.

(45)

45 dijual, risiko karena kelangkaan bahan baku, risiko dalam hal teknologi seperti rusaknya mesin, dan alat-alat pertanian serta terjadinya pencurian terhadap mesin dan alat-alat pertanian.

Dalam Robison dan Barry (1987), Frank Knight menyatakan bahwa ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Peluang kejadian yang tidak diketahui secara kuantitatif atau sulit diukur oleh pelaku bisnis dapat dikarenakan beberapa hal diantaranya tidak ada informasi atau data pendukung baik berdasarkan data historis atau pengalaman pelaku bisnis selama mengelola kegiatan usaha dalam menghadapi suatu kejadian. Selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur oleh pelaku bisnis maka kejadian tersebut termasuk ke dalam kategori ketidakpastian.

Djohanputro (2006) menyatakan bahwa ketidakpastian adalah keadaan dimana ada beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu sendiri tidak diketahui secara kuantitatif. Peluang kejadian yang tidak diketahui secara kuantitatif atau sulit diukur oleh pelaku bisnis dapat dikarenakan beberapa hal diantaranya tidak ada informasi atau data pendukung baik berdasarkan data historis atau pengalaman pelaku bisnis selama mengelola kegiatan usaha dalam menghadapi suatu kejadian. Selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur oleh pelaku bisnis maka kejadian tersebut termasuk ke dalam kategori ketidakpastian.

(46)

46 3.1.4 Sumber Risiko

Risiko pada kegiatan agribisnis bersifat unik dibanding lainnya. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktifitas agribisnis terhadap kondisi alam terutama iklim dan cuaca. Harwood et al (1999) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko, yaitu meliputi :

1. Production or Yield Risk

Faktor risiko produksi dalam kegiatan agribisnis disebabkan adanya beberapa hal yang tidak dapat dikontrol terkait dengan iklim dan cuaca, seperti curah hujan, temperatur udara, hama dan penyakit. Selain itu, teknologi juga berperan dalam menimbulkan risiko pada kegiatan agribisnis. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan produktivitas alih-alih efisiensi yang diharapkan.

2. Price or Market Risk

Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input. Pada umumnya kegiatan produksi merupakan proses yang lama. Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Begitu pula harga input yang dapat berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada return yang diperoleh petani.

3. Institutional Risk

Institutional Risk berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah yang mempengaruhi sektor agribisnis. Misalnya, adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input. Secara umum, Institutional Risk ini cenderung tidak dapat diantisipasi sebelumnya.

4. Financial Risk

(47)

47 Menurut Kountur (2004), risiko dapat dibedakan berdasarkan sudut pandang manajer perusahaan dan dari sumber penyebab risiko. Risiko menurut manajer perusahaan adalah risiko spekulatif yaitu risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan kemungkinan merugikan dan kemungkinan menguntungkan, dan risiko murni adalah risiko dimana tidak ada kemungkinan yang menguntungkan dan yang ada hanya kemungkinan merugikan. Sedangkan risiko berdasarkan penyebabnya terdiri dari risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah ris

Gambar

Gambar 2. Pola Distribusi Sarana Produksi Ternak dan Produk Ternak Sumber : Sudirman-Biotek dalam Trobos April 2007
Gambar 4. Hubungan Antara Varian dan Expected Return Sumber : Debertin (1986)
Gambar 5. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap Sumber : Debertin (1986)
Gambar 6. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko            Sumber : Djohanputro, 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Menganalisis kelayakan usaha pemotongan Ayam yang dilakukan oleh para pengusaha yang berada di wilayah

[r]

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam menganalisis pendapatan usaha ternak ayam broiler pada peternak kemitraan dan peternak mandiri untuk membuktikan dalam pola

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Analisis Risiko Keberadaan Tempat Pemotongan Ayam di Kawasan Pondok Rumput Bogor terhadap Penyebaran Penyakit

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam menganalisis pendapatan usaha ternak ayam broiler pada peternak kemitraan dan peternak mandiri untuk membuktikan dalam pola

Jika pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan peternak, maka peternak akan merasa puas dalam menjalin hubungan

1. Perusahaan menjaga hubungan baik dengan peternak untuk menghindari pesaing. Menjaga kualitas ayam pedaging broiler untuk menghindari pendatang baru. Memanfaatkan tenaga

Faktor pendukung setelah menjalin kemitraan dengan PT peternak mengeluarkan biaya tidak mahal, tingkat kematian ayam broiler menurun serta pemasarannya sangat mudah dan