• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I PENDAHULUAN

2.2 Landasan Teori

2.2.3 Konsep Nilai Moral

Mardiatmadja (1986: 54), mengungkapkan bahwa nilai adalah hakikat suatu

hal, yang menyebabkan hal itu pantas di kejar oleh manusia demi peningkatan

kualitas manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna

untuk sesuatu tujuan. Selain itu, Nurdin ( 2001:209) menjelaskan nilai adalah

suatu pangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas

yang memberikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan dan

perilaku.

Nilai dapat diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna

bagi kemanusiaan: tradisional yang dapat mendorong pembangunan perlu kita

kembangkan. Sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya

2.2.3.2Pengertian Moral

Hadiwardoyo (1990: 13) menjelaskan mengenai moral adalah sesuatu yang

menyangkut kebaikan. Orang yang tidak baik juga disebut sebagai orang yang

tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya sebagai orang yang tidak bermoral.

Maka, secara sederhana kita mungkin dapat menyamakan moral dengan kebaikan

orang atau kebaikan manusiawi. Sedangkan dalam KBBI (2008:929) moral berarti

ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban;

ahlak budi pekerti susila.

Istilah moral dan moralitas tidak sekedar menunjuk tingkah laku atau sikap

semata, akan tetapi lebih kepada kompleks komponen yang mencakup keduanya.

Berdasarkan asumsi ini, pernyataan moral dan moralitas tidak saja mengikuti

komponen sikap akan tetapi sekaligus tingkah lakunya. Hal ini menunjukan

bahwa moral sangat erat kaitannya dengan performansi dari tingkah laku tertentu

(Haricahyono, 1995: 81).

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup

pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal

itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita biasanya

dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu

yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang

bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan,

seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis, sebab

sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita lewat sikap dan tingkah laku

tokoh-tokohnya (Nurgiantoro, 2007: 320).

2.2.3.3Nilai Moral Dalam Karya Sastra

Nurgiantoro (2005: 265), menegaskan bahwa moral, amanat, atau massage

dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu

itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi

kehidupan, dan mendidik. Moral berurusan dengan masalah baik dan buruk,

namun istilah moral selalu dikonotasikan dengan hal yang baik. Untuk bacaan

cerita fiksi anak, istilah itu dapat dipahami secara lebih konkret sebagai

mengajarkan. Hal itu disebabkan cerita fiksi hadir dan di tulis sebagai salah satu

alternatif memberikan pendidikan kepada anak lewat cerita. Walau demikian,

istilah “mendidik” dan atau “mengajarkan” haruslah tetap dipahami sebagai mendidik dan mengajarkan lewat cara-cara cerita fiksi, dalam konteks cerita fiksi

dan bukan dalam pengertian harafiah seperti yang dilakukan oleh guru kepada

murid.

Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan

hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada

umumnya, yang semua di ungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Artinya

baik cara pengungkapan maupun bahasa yang dipergunakan untuk

mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut gagasan, adalah

khas sastra, khas dalam pengertian lain daripada yang lain. Dalam bahasa sastra

daripada kepraktisan. Karakteristik tersebut berlaku dalam sastra anak

(Nurgiantoro, 2005).

Menurut Shipley (dalam Tarigan, 1985: 194), pada dasarnya karya sastra

memiliki nilai yang terkandung di dalamnya yaitu:

1) Nilai hedonik, yaitu nilai-nilai yang dapat memberikan kesenangan langsung

kepada pembaca.

2) Nilai artistik, nilai yang dapat memanifestasikan atau mewujudkan

keterampilan seseorang.

3) Nilai kultural, yaitu nilai yang mengandung hubungan yang mendalam dengan

masyarakat atau kebudayaan.

4) Nilai moral, agama atau nilai yang memberikan ajaran yang terkait dengan

etika moral dan agama.

5) Nilai praktis, yaitu nilai-nilai bersifat praktis di dalam karya sastra yang dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh pembaca.

Kehadiran moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai semacam saran

terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat praktis tetapi bukan resep atau

petunjuk bertingkah laku. Ia dikatakan praktis lebih disebabkan ajaran moral itu

disampaikan lewat sikap dan perilaku konkrit sebagaimana yang ditampilkan oleh

para tokoh cerita. Tokoh-tokoh tersebut dapat dipandang sebagai model untuk

menunjuk dan mendialogkan kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh

Nurgiantoro (2005: 266), membuat kategori nilai-nilai moral sebagai

berikut:

(1) Nilai moral dalam lingkup hubungan manusia dengan Tuhan.

(2) Nilai moral dalam lingkup hubungan manusia dengan diri sendiri.

(3) Nilai moral dalam lingkup hubungan manusia dengan sesama.

(4) Nilai moral dalam lingkup hubungan manusia dengan lingkungan.

2.2.3.4 Bentuk Penyampaian Moral

Karya sastra di pandang sebagai alat atau media pengarang untuk

menyampaikan sesuatu kepada pembaca. Baik berupa gagasan, pesan moral

maupun amanat. Semua itu di kemas dengan berbagai model bahasa dan tokoh

yang disajikan dalam sebuah karya sastra.

Nurgiantoro (1995: 335-339), menjelaskan secara umum dapat dikatakan

bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi mungkin bersifat langsung,

atau tidak langsung. Bentuk penyampaian pesan moral bersifat langsung boleh

dikatakan identik dengan pelukisan watak tokoh yang berupa uraian, atau

penjelasan. Pengarang dapat secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh

cerita yang bersifat “memberitahu” atau memudahkan pembaca untuk

memahaminya, hal demikian juga terjadi dalam penyampaian pesan moral.

Artinya moral yang ingin disampaikan atau diajarkan kepada pembaca dilakukan

secara langsung dan eksplisit. Bentuk penyampaian tidak langsung yang dimaksud

adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang hanya tersirat dalam cerita,