• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

D. Konsep Peraturan Desa

Pembangunan yang semakin luas di daerah telah menciptakan wilayah-wilayah perkotaan, yang pada gilirannya menciptakan tuntutan yang semakin kompleks. Semakin besar hambatan, semakin tidak dapat dihindarkan masalah sosial yang timbul di wilayah-wilayah tersebut, seperti masalah kriminalitas, pemukiman kumuh, persediaan air yang tidak mencukupi, fasilitas kebersihan yang terbatas, persekolahan yang tidak memuaskan, pengangguran, dan lain-lain.

Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius dengan melibatkan unsur lembaga yang mampu menciptakan keteraturan. Pemerintah Daerah dengan berbagai produk peraturannya dipandang penting peranannya untuk mengatasi permasalahan yang kompleks, sebab jangkauan dan kemampuan Pemerintah Pusat terlalu jauh untuk menangani masalah-masalah ini (Sarundajang, 2011:

23).

Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sarat dengan muatan otonom daerah dan nuansa pemberdayaan masyarakat memberikan arah baru dalam mereformasi semua kebijakan, pada bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan hukum. Hal ini menyebabkan terdapat beberapa produk hukum yang perlu dicabut, ditinjau dan disempurnakan dengan kondisi yang berkembang, termasuk di dalamnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan desa (HAW. Widjaya, 2010: 82).

Dalam rangka untuk meningkatkan kelancaran dalam penyelenggaraan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan perkembangan dan tuntutan reformasi serta dalam rangka mengimplementasikan

pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 1999 tentang Pencabutan Beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, hal-hal yang berkaitan dengan peraturan desa perlu ditinjau kembali untuk disesuaikan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Peraturan Desa adalah semua peraturan desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dimusyawarahkan dan telah mendapatkan persetujuan Badan perwakilan Desa (HAW. Widjaya, 2010: 83).

Kedudukan Perdes dalam hukum perundang-undangan dan kemudian dikaitkan kedudukan pembentuknya dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, hierarki Perdes berada di bawah satu level dari Perda Kabupaten/Kota (Ateng Syafruddin, dkk, 2010: 75).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan peraturan Desa dalam hukum perundang-undangan kemudian dikaitkan kedudukan pembentukannya dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, dengan melalui peraturan desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dimusyawarahkan dan telah mendapatkan persetujuan Badan permusyarawatan Desa (BPD).

Ateng Syafruddin, dkk (2010: 77) mengemukakan bahwa fungsi Peraturan Desa adalah sebagai berikut:

1) Melaksanakan pengaturan mengenai kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. Tentang hak asal usul desa merupakan hak dan kewenangan desar secara historis, seperti hak atas tanah “bengkok”, hak atas kebun desa, dan lain-lain.

2) Melaksanakan pengaturan mengenai kewenangan yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan diatasnya sebagai urusan desa.

3) Melaksanakan pengaturan tentang tata cara teknis penyelenggaraan tugas pembantuan (medebewind)

Dalam hal evaluasi terhadap Perdes (termasuk Perdes tentang APBDes) sangat bergantung kepada ada ataupun tidaknya Perda yang mengatur tentang Tata Cara Pembuatan Perdes. Karena biasanya dalam Perda tentang Tata Cara Pembuatan Perdes diatur pula tentang evaluasi terhadap Perdes (termasuk Perdes tentang APBDes), paling tidak bertolak dari 2 (dua) hal utama, yaitu: Pertama, secara formal berkenaan dengan jabatan ataupun pejabat yang berwenang membentuk dan tata cara pembentukannya. Dalam hal ini, Perdes dibentuk ataupun dibuat oleh Kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Sedangkan tata cara pembentukannya berkaitan dengan mekanisme ataupun prosedur pembahasan dan penetapannya yang memerlukan kebersamaan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa. Kedua, berkenaan dengan substansi ataupun materi muatan yang seharusnya diatur dalam Perdes. Dalam hal ini yang boleh diatur dalam Perdes adalah apa yang menjadi kewenangan desa (I Gde Pantja Astawa, 2009: 332).

Berdasarkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain diberi kewenangan untuk mengatur dan mengur-us kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, maka guna me-ningkatkan kelancaran dalam penyelenggaraan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan perkembangan dan tuntutan reformasi serta dalam rangka mengimplementasikan pelaksanaan UU No. 32 Th.

2004, ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan demikian maka Peraturan Desa harus merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat, dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (Pasal 2 Permendagri NO 29 Tahun 2006), meliputi:

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan, dan g. Keterbukaan.

Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dalam rangka

pe-laksanaan UU No. 32 Th. 2004 dan PP No. 72 Th. 2005, Peraturan Desa yang wajib dibentuk berdasarkan PP No. 72 Th. 2005 adalah sebagai berikut

1. Peraturan Desa tentang Pembentukan Dusun (atau sebutan lain) (Pasal3);

2. Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa (Pasal 12 ayat (5));

3. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Pasal 73 ayat (3));

4. Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) (Pasal 64 ayat (2));

5. Peraturan Desa tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Pasal 76);

6. Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Pasal 78 ayat (2)), apabila Pemerintah Desa membentuk BUMD;

7. Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Kerja Sama (Pasa182 ayat (2));

8. Peraturan Desa tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan (Pasal 89 ayat (2)).

Selain Peraturan Desa yang wajib dibentuk seperti tersebut di atas, Pemerintahan Desa juga dapat membentuk Peraturan Desa yang merupakan pe-laksariaan lebih lanjut dari Peraturan Daerah dan peraturan perundangundangan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat, antara lain.

Peraturan Desa tentang Pembentukan panitia pencalonan, dan pemilihan Kepala Desa;

1. Peraturan Desa tentang Pembentukan panitia pencalonan, dan pemilihan

Kepala Desa;

2. Peraturan Desa tentang Penetapan yang berhak menggunakan hak pilih dalam pemilihan Kepala Desa;

3. Peraturan Desa tentang Penentuan tanda gambar calon, pelaksanaan kampanye, cara pemilihan dan biaya pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;

4. Peraturan Desa tentang Pemberian penghargaan kepada mantan kepala desa dan perangkat desa;

5. Peraturan Desa tentang Penetapan pengelolaan dan pengaturan pelimpahan/pengalihan fungsi sumber-sumber pendapatan dan kekayaan desa;

6. Peraturan Desa tentang Pungutan desa;

Jadi Peraturan desa merupakan produk hukum yang bersifat mengatur dan mengikat serta harus di taati demi menciptakan rasa aman/ tertib, teratur dan merupakan ukuran, kaidah dan kontrol sosial masyarakat. Kaitannya dengan peraturan desa yang bersifat mengikat maka perumusan peraturan desa dilakukan secara partisipatif melibatkan seluruh stakeholders maupun unsur dari masyarakat supaya substansi dari peraturan desa tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat sehingga tidak ada yang saling dirugikan. Selain itu peraturan desa juga merupakan landasan dan pedoman penyelenggaran pemerintahan desa.

E. Kerangka Fikir

Sebagaimana dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa

bersama Badan Permusyarawatan Desa. Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Perturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa.

Hubungan kerja Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan Kepala Desa, Kepala desa adalah pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain yang dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, demikian yang disebut dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jadi desa adalah penyelenggara pemerintahan desa (Pasal 23 dan Pasal 25 UU Desa). Adapun tugas kepala desa dalam pasal 26 ayat (1) UU Desa yaitu menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Sedangkan BPD, yakni lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 4 UU Desa.

Membahas dan menyepakati bersama peraturan Desa (Pasal 1 angka 7 UU Desa), peraturan Desa yaitu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama kepala Desa. Membahas bersama pengelolaan kekayaan milik

Desa (Pasal 77 ayat (3) UU Desa), menjadi hal yang penting demi keberhasilan penyusunan Peraturan Desa.

Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir F. Fokus Penelitian

Berdasarkan judul dan teori yang digunakan, dengan demikian yang menjadi fokus penelitian adalah Hubungan Kerja Pemerintah Desa dan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dalam Penyusunan Peraturan Desa di Desa Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone.

Faktor Penghambat 1. Minimnya

pendapatan/insentif 2. Fasilitas operasional

yang kurang 3.

Hubungan Kerja Badan

Permusyarawatan Desa (BPD) dan Kepala Desa

Peraturan Desa yang

Baik 1. Membahas Ranperdes

2. Membahas dan Menyepakati bersama Peraturan Desa 3. Membahas bersama

Pengelolaan

Kekayaan Milik Desa

Faktor Pendukung 1. Pola Hubungan Kerja

Sama dengan Pemerintah Desa 2. Masyarakat

G. Deskripsi Fokus Penelitian

Deskripsi Fokus Penelitian ini adalah Hubungan Kerja Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan Kepala Desa, dengan indikator sebagai berikut :

1. Hubungan kerja Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan Kepala Desa Adapun hubungan keja Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam penyusunan Peraturan Desa di Desa Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone yaitu kerjasama antar Desa dilakukan sesuai kewenangannya untuk kepentingan Desa dan diatur dengan peraturan bersama yang dilakukan kepala Desa setelah mendapat persetujuan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.

2. Membahas Ranperdes

Ranperdes diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat berasal dari usul inisiatif Badan Permusyarawatan Desa (BPD). Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap Ranperdes, yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

3. Membahas dan menyepakati bersama peraturan desa

Peraturan Desa adalah peraturan Desa yang dibuat oleh Badan Permusyarawatan Desa (BPD) bersama kepala desa, keduanya harus menyepakati peraturan Desa demi keberhasilan penyusunan Peraturan Desa.

4. Membahas bersama pengelolaan kekayaan milik desa

Pengelolaan Kekayaan Desa di Desa Cenrana Kecamtan Kahu Kabupaten Bone pada khususnya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, karena belum adanya satu pedoman yang dapat digunakan.

Sebagai gambaran secara menyeluruh penerapan fungsi manajemen dalam pengelolaannya, pengelolaan kekayaan Desa selama ini hanya terbatas pada pencatatan saja.

5. Peraturan Desa merupakan produk hukum yang bersifat mengatur dan mengikat serta harus di taati demi menciptakan rasa aman/ tertib, teratur dan merupakan ukuran, kaidah dan kontrol sosial masyarakat. Tetapi perumusan peraturan Desa di Desa Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone belum dilakukan secara partisipatif sehingga seluruh stakeholders maupun unsur dari masyarakat substansi dari peraturan desa tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat yang berlaku di Desa Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone.

6. a. Faktor penghambat yakni:

1. Minimnya pendapatan/insentif

Pemberian pendapatan/insentif dari pemerintah memacu kinerja BPD untuk menjadi lebih baik dan adanya insentif juga merupakan wujud penghargaan dan kepedulian pemerintah terhadap BPD. Tetapi anggota BPD di desa Cenrana Kecamatan kahu Kabupaten Bone insentif tersebut belum memadai serta insentif yang diberikan oleh pemerintah masih sangat minim sehingga terkadang membuat anggota BPD menomor duakan tugasnya dan mencari pekerjaan sampingan.

2. Fasilitas operasional yang kurang

Fasilitas operasional menjadi faktor berpengaruh demi terjaganya hubungan kerja antara Pemerintah Desa dengan BPD. Tetapi fasilitas operasional yang ada di Desa Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone kurang memadai sehingga dapat menyebabkan hubungan antara Pemerintah Desa dan BPD menjadi buruk, dan lebih mementingkan tinggal di rumah atau mengerjakan pekerjaan yang dekat dengan rumah mereka dibandingkan datang rapat bersama antara Pemerintah Desa dengan BPD.

b. Faktor Pendukung yakni:

1. Pola Hubungan Kerja Sama dengan pemerintah Desa

Salah satu faktor yang berpengaruh di dalam hubungan kerja BPD dan Kepala Desa di Desa Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone yaitu pola hubungan kerja sama terciptanya hubungan yang harmonis antara BPD dengan Pemerintah Desa dengan senantiasa menghargai dan menghormati satu sama lain, serta adanya niat baik untuk saling membantu dan saling mengingatkan mendukung jalannya kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

2. Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan hubungan kerja Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam penyusunan Peraturan Desa di Desa Cenrana Kecamtan Kahu Kabupaten Bone. Kemauan dan semangat dari masyarakatlah yang menjadikan

segala keputusan dari Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa menjadi mudah untuk dilaksanakan.

Dokumen terkait