• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Perencanaan Transportasi

2.2.3 Konsep Perencanaan Transportasi

Dalam perencanaan transportasi terdapat beberapa konsep yang telah

berkembang sampai saat ini dan yang paling populer adalah “ Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap”. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari

beberapa sub model yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Dalam sistem perencanaan transportasi terdapat empat langkah yang saling terkait satu dengan yang lain (Tamin, 1997), yaitu:

Konsep perencanaan transportasi ada 4 tahap, antara lain adalah (Ofyar Z Tamin,2000) :

1. Bangkitan pergerakan (Trip Generation)

Mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona menjadi tujuan dasar model ini. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang akhirnya akan menghasilkan pergerakan lalulintas. Bangkitan ini mencakupi lalulintas yang meninggalkan lokasi dan lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi.

2. Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)

Merupakan permodelan terhadap pola pergerakan antar zona. Model ini dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas sistem jaringan antar zona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona. Pola sebaran arus lalulintas antara zona yang satu dengan zona yang lain (zona asal – zona tujuan), merupakan hasil yang terjadi secara bersamaan yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan (keduanya akan menghasilkan arus lalulintas), dan pemisahan ruang, interaksi antara dua buah tata guna lahan yang akan menghasilkan pergerakan manusia maupun barang.

3. Pemilihan Moda (Moda choice)

Pemilihan moda yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

2.2.4 Klasifikasi Perjalanan

Perjalanan merupakan pergerakan satu arah dari zona asal ke zona tujuan, termasuk pergerakan berjalan kaki. Berhenti secara kebetulan tidak

dianggap sebagai tujuan pergerakan meskipun terpaksa melakukan perubahan rute. Meskipun pergerakan sering diartikan dengan pergerakan pulang dan pergi, dalam ilmu transportasi biasanya analisis keduanya harus dipisahkan (Lestarini, 2007).

Tamin (2000) menyaakan lima katagori tujuan pergerakan berbasis tempat tinggal, yaitu :

1. Pergerakan ke tempat kerja

2. Pergerakan ke sekolah atau universitas (pergerakan dengan tujuan pendidikan)

3. Pergerakan ke tempat belanja

4. Pergerakan untuk kepentingan sosial 5. Pergerakan untuk tujuan rekreasi

Suatu pergerakan yang terjadi baik itu untuk bekerja ataupun pendidikan disebut tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang dan setiap hari, sedangkan tujuan pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan. Pergerakan berbasis bukan rumah hanya sekitar (15-20)% dari total pergerakan yang terjadi.

Menurut Warpani (1990, dalam Lestarini, 2007), Yang dimaksud dengan perjalanan kerja adalah perjalanan yang dilakukan dengan maksud bekerja. Perjalanan kerja juga dapat dikatakan sebagai perjalanan ulang-alik, yaitu perjalanan yang terjadi setiap hari dan waktu yang tetap. Pelayanan moda transportasi yang dibutuhkan dan memenuhi syarat adalah moda transportasi yang mampu meminimumkan waktu atau moda transportasi yang mampu menjamin

dengan rentang waktu yang pasti untuk perjalanan dari rumah ketempat kerja dan tiadanya hambatan sepanjang lintasan perjalanan.

2.3 Angkutan Umum

Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain (Warpani, 1990). Sedangkan angkutan kota adalah angkutan dari suatu tempat ketempat lain dalam wilayah kota dengan menggunakan mobil bus dan atau mobilpenumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur (SK Dirjen Perhubungan Darat no. 687, 2001).

Angkutan umum adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar (Munawar, 2004). Angkutan umum juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem tranportasi kota dan merupakan komponen yang peranannya sangat signifikasi karena kondisi sistem angkutan umum yang kurang bagus akan menyebabkan turunnya efektifitas maupun afesien dari sistem transportasi kota keseluruhan, hal ini akan menyebabkan terganggunya sistem kota secara keseluruhan, baik ditinjau dari pemenuhan kebutuhan mobilitas masyarakat maupun ditinjau dari mutu kehidupan (SK Dirjen Perhubungan Darat, 2002).

Ukuran pelayanan angkutan umum yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah, dan nyaman, serta pelayanan akan berjalan dengan baik apabila tercipta keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan (Warpani, 1990).

2.3.1 Jenis Angkutan Umum

Jenis angkutan umum dapat dibedakan menjadi (Munawar, 2004): 1. Dari segi kualitas angkutan umum meliputi:

a. Bus umum: penumpang tidak dijamin mendapat tempat duduk. b. Bus patas: semua penumpang mendapatkan tempat duduk.

c. Bus patas a.c. : semua penumpang mendapatkan tempat duduk yang nyaman dengan waktu perjalanan yang cepat.

2. Dari segi kapasitas, misalnya:

a. Mikrolet: kapasitas sekitar 12 orang. b. Bus sedang: kapasitas 40 orang. c. Bus besar: kapasitas 60 orang. d. Bus tingkat: kapasitas 100 orang.

e. Bus gandeng: kapasitas sekitar 150 orang.

2.3.2 Pengguna Angkutan Umum

Menurut Gray (1997), pengguna angkutan umum di pengaruhi oleh beberapa faktor lain:

a. Keselamatan baik didalam kendaraan maupun di tempat pemberhentian, termasuk keselamatan dari kecelakaan dan keselamatan penumpang dan pencurian dan kekerasan fisik serta keselamatan kendaraan dari pengerusakan.

b. Kenyamanan, mencakup kenyamanan fisik penumpang di dalam kendaraan dan di tempat pemberhentian (kualitas perjalanan pada saat naik, pengawasan lingkungan yang memadai, keadaan tempat duduk, tempat masuk dan keluar serta akomodasi paket/barang), kualitas estetika dari sistem (kebersihan dan hiburan di dalam kendaraan, tempat pemberhentian yang menarik, terminal dan fasilitas lainnya), perlindungan lingkungan bagi

pengguna (kebisingan dan gas buang), fasilitas terhadap gangguan dan layanan yang baik dari operator.

c. Aksebilitas (kemudahan pencapaian), secara tidak langsung merupakan tercukupinya distribusi rute di seluruh area yang dilayani, kapasitas kendraan, frekwensi pelayanan dan rentang waktu operasi, ciri khas pemberhentian dan kendaraan serta distribusi informasi mengenai jarak, jadwal dan lain-lain.

d. Realibitas, bergantung pada kecilnya rata-rata penyimpangan pelayanan khusus yang disediakan pada saat penyimpanan terjadi, ketaatan pada jadwal dengan cukupnya informasi mengenai berbagai perubahan pelayanan dan terjaminnya ketersedian transfer.

e. Perbandingan biaya, berarti kelayakannya berdasarkan jarak minimum dan kemudahan makanisme transfer dan kemungkinan pengurangan biaya bagi penumpang dan kelompok-kelompok khusus (pelajar,anak-anak, lansia dan lain-lain).

f. Efesiensi, termasuk tingginya kecepatan rata-rata dengan waktu singgah/tinggal minimum dan ketiadaan tundaan lalu - lintas, cukupnya pemberhentiannya dengan waktu berjalan minimum (tetapi tidak terlalu banyak karena dapat meningkatkan waktu perjalanan) jadwal dan tempat transfer yang terkoordinasi dengan pengguna yang tidak dapat dilayani minimum, rute langsung serta pelayanan ekspres dan khusus yang terjamin. Efesiensi juga mencakup kemudahan sistem pemeliharaan dengan fasilitas-fasilitas pemeliharaan yang menandai, efesiensi sistem manajemen.

Seperti yang diungkapkan Tamin (2003) pengguna angkutan umum terdiri dari kelompok captive users yaitu sekelompok masyarakat yang memenuhi kebutuhan mobilitasnya tergantung pada angkutan umum (tidak punya alternatif lain kecuali angkutan umum), kelompok ini tidak memenuhi salah satu syarat sebagai berikut:

 Fisik: sedang sakit, penyandang cacat, sudah uzur.  Legal formal: tidak punya SIM.

 Finansial: tidak punya kendraan pribadi.

Sedangkan kelompok choice user untuk masyarakat yang dalam pemenuhan kebutuhan mobilitasnya mempunyai alternatif lain (tidak tergantung pada angkutan umum. kelompok ini memenuhi salah satu syarat sebagai berikut:  Legal formal: punya SIM.

 Finansial: punya kendaraan pribadi.

2.3.3 Wilayah Pelayanan Angkutan Umum.

Wilayah pelayanan angkutan perkotaan adalah wilayah yang di dalamnya bekerja satu sistem pelayanan angkutan penumpang umum karena adanya kebutuhan pergerakan penduduk dalam wilayah perkotaan (SK Dirijen Perhubungan Darat No.687, 2002). Penentuan wilayah angkutan penumpang umum ini diperlukan untuk:

a. Merencanakan sistem pelayanan angkutan penumpang umum.

b. Menetapkan kewenangan penyediaan, pengelolaan, dan pengaturan pelayanan angkutan penumpang umum.

Menurut Warpani (1990), trayek merupakan rute kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus mempunyai asal, tujuan,

lintasan dan jadwal tetap. Kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang membentuk jaringan trayek yang ditatapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagai berikut (SK.Dirjen Perhubungan Darat nomor 687, 2002): a. Pola tata guna lahan

Pelayanan angkutan umum di usahakan mampu menyediakan aksebilitas yang baik, yaitu lintasan angkutan umum di usahakan melewati tata guna lahan dengan potensi permintaan yang tinggi dan potensial tujuan bepergian.

b. Pola pergerakan penumpang angkutan umum

Rute angkutan umum yang baik adalah arahnya mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih efesien.

c. Kepadatan penduduk

Trayek angkutan umum diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi.

d. Daerah pelayanan

Pelayanan angkutan umum juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada, sehingga terjadi pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum.

e. Karakteristik jaringan

Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur.

Klasifikasi trayek angkutan umum dan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek Ukuran kota klasifikasi trayek Kota raya >1.000.000 Kota besar 500.000- 1.000.000 Penduduk Kota sedang 1.00.000-5.00.00 penduduk Kota sedang <100.000 penduduk Utama  K.A  Bus besar (SD/DD)

 Bus besar  Bus besar/ sedang

 Bus sedang

Cabang  Bus besar/ sedang  Bus sedang  Bus sedang/ kecil  Bus kecil

Ranting  Bus sedang/ kecil

 Bus kecil  MPU (hanya roda empat)  MPU (hanya roda empat) Langsung  Bus besar  Bus besar  Bus sedang  Bus sedang (sumber: Warpani S, 1990)

Tabel 2.2. Klasifikasi Trayek Angkutan

Klasifikasi Trayek

Jenis Pelayanan Jenis angkutan

Kapasitas penumpang perhari/kendaraa

n

Utama  Non Ekonomi  Ekonomi  Bus besar (lantai ganda)  Bus besar (lantai tunggal)  Bus sedang 1.500-1.800 1.000-1.200 500-600

Cabang  Non ekonomi  Ekonomi  Bus besar  Bus sedang  Bus kecil 1.000-1.200 500-600 300-400 Ranting Ekonomi  Bus sedang

 Bus kecil  Bus MPU (hanya roda empat) 500-600 300-400 250-300 Langsung Non ekonomi  Bus besar

 Bus sedang  Bus kecil 1.000-1.200 500-600 300-400 (sumber: Warpani S, 1990)

Menurut Munawar (2004), angkutan umum masih kurang menarik, karena masih terdapat kekurangan-kekurangannya, terutama dari segi:

a. Kenyamanan b. Keamanan c. Kecepatan d. Ketepatan e. Kemudahan

f. Frekwensi dan jadwal keberangkatan g. Fasilitas di terminal halte

Dapat disimpulkan kekurangan dari angkutan umum yang telah disebutkan di atas menekankan dibutuhkannya pelayanan yang maksimal oleh angkutan umum, oleh karena itu diperlukan analisis pelayanan angkutan umum. Analis pelayanan mengkaji beberapa parameter sebagai berikut:

a. Faktor muat (load factor);

b. Jumlah penupang yang diangkut; c. Waktu antara (headway);

d. Waktu tunggu penumpang; e. Kecepatan perjalanan; f. Sebab-sebab kelambatan; g. Ketersediaan angkutan; dan h. Tingkat konsumsi bahan bakar;

2.4 Pemilihan Moda (Moda Choice) 2.4.1 Pengertian

Dalam melakukan pemilihan moda, konsumen lebih memfokuskan pada variabel – variabel atribut yang ditawarkan oleh suatu moda (a bundle of atribut) yang disebut sebagai utilitas, dalam melakukan penialaian, konsumen dianggap selalu bertindak rasional. Nilai utilitas merupakan fungsi dari beberapa atribut pelayanan yang mungkin dipersepsikan /ditafsirkan secara berbeda bagi setiap individu, sesuai dengan banyaknya informasi yang diterima dan latar belakang sosial ekonomi.

Pemilihan moda merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan yang bertugas dalam menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai model transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Sebagai contoh,

misalkanlah seorang pelaku perjalanan “A” yang akan melakukan perjalanan dari

asal Medan menuju Sidikalang dengan maksud perjalanan bisnis/dinas, dan ia dihadapkan kepada masalah memilih alat angkut apa yang akan dipakainya yang tersedia melayani jalur titik Medan menuju Sidikalang tersebut. Apakah dengan bus umum atau mobil pribadi/dinas, atau dengan jenis kenderaan lainnya

barangkali. Hal ini tergantung dengan perilaku si “A” yang dipengaruhi oleh

sekumpulan faktor atau variabel (Fidel Miro,2005).

Menurut Tamin (2000) pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang digunakan (umum atau pribadi). Ini

disebabkan oleh banyak faktor yang sulit dikuantifikasikan, misalnya kenyamanan, keamanan, keandalan atau ketersediaan mobil pada saat diperlukan. Pemilihan moda juga mempertimbangkan pergerakan yang menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan (multimoda). Maka, dapat dikatakan bahwa pemodelan pemilihan moda merupakan bagian yang terlemah dan tersulit dimodelkan dari keempat tahapan model perencanaan transportasi.

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda

Dalam cakupan identifikasi permasalahan yang dikaji, dapat dikenali dari faktor penentu pemilihan jenis angkutan atau moda dan faktor yang mempengaruhi pemilihan, dimana faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain:

1. Ciri pengguna jalan, faktor ini akan sangat mempengaruhi pemilihan moda yaitu:

a. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi b. Pemilikan Surat Ijin Mengemudi (SIM)

c. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan dan lain-lain)

d. Pendapatan

e. Faktor lain misal keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak.

2. Ciri pergerakan, dalam hal pemilihan moda akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

b. Waktu terjadinya pergerakan c. Jarak perjalanan

3. Ciri fasilitas moda transportasi, terdapat dua kategori yaitu:

a. Faktor kuantitatif seperti waktu perjalanan , biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lainnya), ketersediaan ruang dan tarif parkir b. faktor kualitatif yang cukup sulit dihitung, meliputi kenyamanan dan

keamanan, keandalan dan keteraturan dan lain-lain, 4. Ciri kota atau zona:

Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk. Model pemilihan moda yang baik harus mempertimbangkan semua faktor tersebut. Dari semua model pemilihan moda, pemilihan peubah bebas yang digunakan sangat tergantung pada:

a. Orang yang memilih model tersebut b. Tujuan pergerakan

c. Jenis model yang digunakan

Dari semua faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi dan bagaimana satu faktor berpengaruh terhadap faktor lainnya, maka secara ilustrasi dapat digambarkan dalam Kajian Masalah seperti (Gambar 2.1).

Selain itu dalam pengkajian perilaku model berdasarkan pada representasi dari pilihan individu saat berhadapan dengan alternatif pada suatu moda. Pengalaman umum menunjukkan bahwa dalam situasi pilihan berat seseorang memilih berdasarkan keuntungan dan kerugian dari salah satu alternatif. Perbandingan ini dibuat pada penilaian atau atribut setiap alternatif, seperti harga atau kualitas. Sebuah keputusan logis adalah memilih alternatif yang

memberikan 'kenikmatan terbesar', „tingkat kepuasan optimal', 'utilitas tertinggi',

atau apa saja yang digambarkan memberi sesuatu yang terbaik.

Gambar 2.1 Kajian Masalah

Gambar 2.2. Proses Pemilihan Moda

Bruton (1975, dalam Imelda M.P, 2012) menyatakan memilih moda angkutan di daerah bukanlah merupakan proses acak, melainkan dipengaruhi oleh faktor kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, keandalan, ketersediaan moda, ukuran kota, serta usia, komposisi, dan sosial-ekonomi pelaku perjalanan. Semua faktor ini dapat berdiri sendiri atau saling bergabung.

Ada 4 (empat) faktor yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pelaku perjalanan atau calon pengguna (trip maker behavior). Masing-masing faktor ini terbagi lagi menjadi beberapa variable yang dapat diidentikkan. Variable-variabel ini dinilai secara kuantitatif dan kualitatif. Faktor atau variabel tersebut adalah :

1. Faktor Karakteristik Perjalanan (Travel Characteristics Factor)

Pada kelompok ini terdapat beberapa variabel yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna jasa moda transportasi dalam memilih moda angkutan, yaitu :

a. Tujuan Perjalanan seperti (trip purpose) bekerja, sekolah, sosial dan lain-lain.

b. Waktu Perjalanan seperti (time of trip made) seperti pagi hari, siang hari, tengah malam, hari libur dan seterusnya.

c. Panjang perjalanan (trip length), merupakan jarak fisik (kilometer) antara asal dengan tujuan, termasuk panjang rute/ruas, waktu pembanding kalau menggunakan moda-moda lain, di sini berlaku bahwa semakin jauh perjalanan, semakin orang cenderung memilih naik angkutan umum (Fidel Miro, 2002).

2. Faktor Karakteristik Pelaku Perjalanan (Traveler Characteristics Factor) Pada kelompok faktor ini, seluruh variabel berhubungan dengan individu si pelaku perjalanan. Variabel-variabel dimaksud ikut serta berkontribusi mempengaruhi perilaku pembuat perjalanan dalam memilih moda angkutan. Menurut Bruton, variabel tersebut diantaranya adalah :

a. Pendapatan (income), berupa daya beli sang pelaku perjalanan untuk membiayai perjalanannya, entah dengan mobil pribadi atau angkutan umum.

b. Kepemilikan kendaraan (car ownership), berupa tersedianya kendaraan pribadi sebagai sarana melakukan perjalanan.

c. Kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dll)

d. Kepadatan permukiman (density of residential development)

e. Sosial-ekonomi lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, punya anak, pensiun atau bujangan, dan lain-lain), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan, punya lisensi mengemudi (SIM) atau tidak, serta semua variabel yang mempengaruhi pilihan moda. (Fidel Miro, 2002)

3. Faktor Karakteristik Sistem Transportasi (Transportation System Characteristics Factor)

Pada faktor ini, seluruh variabel yang berpengaruh terhadap perilaku si pembuat perjalanan dalam memilih moda transportasi berhubungan dengan kinerja pelayanan sistem transportasi seperti berikut :

waktu jalan ke terminal (walk to terminal time) dan waktu di atas kendaraan.

b. Biaya relatif perjalanan (Relative Travel Cost), merupakan seluruh biaya yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi seperti tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain.

c. Tingkat pelayanan relatif (Relative Level of Service), merupakan variabel yang cukup bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel-variabel kenyamanan dan kesenangan, yang membuat orang mudah gonta-ganti moda transportasi.

d. Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.

e. Tingkat kehandalan angkutan umum disegi waktu (tepat waktu/reliability), ketersediaan ruang parkir dan tarif.

Variabel nomor 1 dan 2 merupakan kelompok variabel yang dapat diukur dikuantifikasikan), sementara ketiga variabel terakhir (3,4,5) merupakan kelompok variabel yang sangat subjektif sehingga sulit diukur (dikuantifikasikan) dan masuk kelompok variabel kualitatif. (Fidel Miro, 2002)

2.5 Permodelan Transportasi 2.5.1 Defenisi Model

Black (1981, dalam Oktavia F, 2013) menyatakan model dapat didefenisikan sebagai suatu representasi ringkas dari kondisi ril dan berwujud

suatu bentuk rancangan yang dapat menjelaskan atau mewakili kondisi ril tersebut untuk suatu tujuan tertentu.

Model merupakan representasi atau simplifikasi dari alam/kenyataan, agar terkendali dengan pengabaian dan pembatasan sampai tingkat tertentu sehingga detail eksternal dapat dihindari dan faktor – faktor utama yang menjadi tinjauan menjadi terobservasi. Tujuan utama model umumnya adalah untuk mengestimasi perilaku sistem tertentu di alam terhadap perubahan –

perubahan yang mungkin terjadi. Dengan pemodelan perilaku sistem tersebut dapat diestimasi dengan biaya dan resiko yang relarif rendah menurut Djoko et all (2003, dalam Oktavia F, 2013).

Model transportasi terdiri atas model perilaku dasar interaksi antar komponen sistem transportasi dan model interaksi komponen sistem transportasi dengan waktu. Kedua sub model ini memiliki dimensi ruang dan tingkat kedalaman/akurasi tertentu. Model dengan akurasi tinggi memiliki implikasi terhadap besarnya sumber daya (termasuk biaya dan waktu) yang diperlukan untuk pembangunannya juga kemungkinan tidak praktis dalam penggunaannya yang berakibat model menjadi kurang efisien. Maka, model transportasi yang baik semestinya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

 Tingkat akurasi model yang sesuai tujuan dan lingkup kajian  Praktis dan ekonomis dalam pembangunan dan penggunaan model

 Mampu menghasilkan parameter yang sesuai dengan tujuan dan lingkup kajian

 Mampu merepresentasikan proses dan interaksi, komponen transportasi tinjauan

 Memiliki dimesi ruang yang mencukupi  Dapat diketahui tingkat keandalannya

2.5.2 Prosedur Pemilihan Moda

Beberapa prosedur pemilihan moda memodel pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi: angkutan umum dan angkutan pribadi. Di beberapa negara Barat terdapat pilihan lebih dari dua moda, misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus, dan mobil. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojeg di tambah becak dan berjalan kaki. Pejalan kaki termasuk penting di Indonesia. Jones (1977, dalam Imelda, M.,P, 2012) menekankan dua pendekatan umum tentang analisis sistem dengan dua buah moda seperti terlihat pada gambar berikut ini (Tamin 2008, Perencanaan Pemodelan & Rekayasa Transportasi) :

Gambar A mengasumsikan pemakai jalan membuat pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Jika diputuskan untuk membuat pergerakan, pertanyaannya adalah dengan angkutan umum atau pribadi. Jika angkutan umum yang dipilih, pertanyaan selanjutnya apakah bus atau kereta api.

Sedangkan pada gambar B mengasumsikan bahwa begitu keputusan menggunakan kendaraan diambil, pemakai jalan memilih moda yang tersedia. Model pemilihan moda yang berbeda tergantung pada jenis keputusan yang diambil. Gambar sebelah kiri lebih sederhana dan mungkin lebih cocok untuk kondisi di Indonesia. Akan tetapi, khusus untuk Indonesia, pendekatan yang lebih cocok adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Proses Pemilihan Moda Untuk Indonesia Sumber: Tamin (2008), Perencanaan Pemodelan & Rekayasa Transportasi

2.6 Teknik Stated Preference 2.6.1 Pengertian

Metode stated preference merupakan pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Dalam metode ini peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Masing-masing individu ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferesinya terhadap pilihan yang ditawarkan). Kebanyakan stated preference menggunakan perancangan eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden. Rancangan ini biasanya dibuat orthogonal,artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara bebas satu sama lain. Keuntungannya adalah bahwa efek dari setiap atribut yang direspon lebih mudah diidentifikasi (Pearmain et al.,1991 dalam Imelda M,P, 2010 ).

Ortuzar dan Willumsen (2001), mengemukakan sifat utama dari survai teknik stated preference adalah :

1. Stated preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternative hipotesa.

2. Setiap pilihan direpresentasikan sebagai „paket dari atribut‟ dari atribut yang

berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reliability dan lain-lain.

3. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (eksperimental design).

4. Alat interview (questionare) harus memberikan alternative hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapid dan dapat masuk akal.

Dokumen terkait