• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

B. Konsep Perpindahan Kalor

fisika di sekolah.

3. Kemampuan menggunakan metode TGT dan metode STAD dalam meningkatkan hasil belajar pada sub konsep perpindahan kalor kelas X belum banyak diperoleh.

5

Asih Kusumoningrum, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dan TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras pada Siswa Kelas II Semester I SMPN 27 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi S1: UNNES 2005, h. 64.

6

Reny Wulandari, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II Semester 1 SMP Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi S1: UNNES 2005, h. 57.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkanidentifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah:

1. Komparasi dalam penelitian ini adalah membandingkan hasil belajar fisika antara siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dengan metode Student Teams Achievement Division (STAD).

2. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar fisika aspek kognitif pada jenjang hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4) berdasarkan taksonomi bloom pada sub konsep Perpindahan Kalor.

3. Metode Teams Games Tournaments (TGT) adalah model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Dalam Teams Games Tournaments (TGT) digunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu.

4. Metode Student Teams Achievement Division (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah cara yang bagus untuk digunakan dalam pembelajaran kooperatif.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil belajar fisika siswa pada sub konsep Perpindahan Kalor antara siswa yang belajar menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan metode Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas X semester genap SMA

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Hasil belajar fisika sub konsep Perpindahan Kalor antara siswa yang menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan siswa yang menggunakan metode Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas X semester genap SMA Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapn dapat bermanfaat untuk:

1. Siswa, dapat menumbuhkan semangat kerjasama dalam belajar karena keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok.

2. Guru, dapat menciptakan suasana kelas yang saling menghargai nilai-nilai ilmiah dan bermotivasi untuk mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan bidang studi.

3. Sekolah, dapat memperbaiki proses pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar untuk dapat meningkatkan prestasi siswa.

7

A. Deskripsi Teoretis 1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.1 Perubahan tersebut sebagai hasil dari suatu proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar. Dengan demikian belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku meliputi perubahan ketrampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi.

Slameto menjelaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Sedangkan menurut Purwanto, belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.3 Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Dalam psikologi proses belajar berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai tujuan tertentu. 4 Dalam pengertian tersebut tahapan perubahan dapat diartikan sepadan

1

Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Dunia, 1989), h. 5. 2

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mampengaruhinya, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003) Cet. Ke-4, h. 2

3

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2006) Cet. Ke-10, h. 85

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. 3, h.111

dengan proses. Jadi proses belajar adalah tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa.

Belajar merupakan proses aktif pelajar untuk mengkonstruksikan arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:

1) Belajar membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dipunyai.

2) Konstruksi arti adalah proses secara terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.

3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 5

Dalyono mendefinisikan belajar adalah suatu usaha perbuatan yang dilakukan sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, dana, panca indra, otak dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi bakat, motivasi, minat, dan sebagainya.6

Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru.7

Dalam bukunya berjudul Psikologi Pengajaran, Winkel menyebutkan

bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam

5

Muhibbin Syah, Ibid, h. 91 6

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta 1997), Cet. 1, h.49. 7

Ali Imron, Strategi Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya 1996), Cet. 1, h. 2.

interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan

dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai serta sikap”.8

Belajar merupakan suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan anak menguasai bahan pelajaran yang disajikan

itu”.9

Oleh karena itu anak harus dibiasakan untuk menerima sesuatu yang dianggap baru bagi mereka, agar dapat memperoleh pengetahuan.

Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha seseorang dengan menggunakan potensi yang dimilikinya untuk mengadakan perubahan fisik, mental juga tingkah laku yang harus didukung oleh lingkungannya. Oleh karenanya belajar merupakan kegiatan manusia yang terpenting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup.

2. Teori Belajar

a. Aliran Psikologi Tingkah Laku 1) Teori Thorndike

Thorndike mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect.10 Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.

8

Wasty Soemanto, ”Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) h. 103

9

Wina Sanjaya, “Kurikulum Pendidikan, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 259

10

Erman Suherman, dkk, Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung: IMSTEP, 2003), h. 28.

2) Teori Skinner

Teoeri ini menerangkan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Dalam pembelajaran menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya. 3) Teori Ausubel

Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa hanya menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan sendiri oleh siswa.11 4) Teori Gagne

Menurut Gagne belajar ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan konsep dan aturan.12

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.

b. Aliran Psikologi Kognitif 1) Teori Piaget

Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas) yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologi, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami oleh individu secara lebih rinci, dari mulai bayi hingga dewasa. Perkembangan kognitif

11

Herman Hodojo, “Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika”.( Malang: Universitas Malang , 2001) h. 93

12

individu dipengaruhi oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Jadi, karena efektivitas hubungan antar setiap individu dengan lingkungan dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama lain maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai oleh setiap individu juga berbeda pula.

2) Teori Bruner

Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.

3) Teori Gestalt

Dewey mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut:13

a) Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.

b) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.

c) Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar. 4) Teorema Van Hiele

Dalam pengajaran terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Hiele yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak. Menurut Hiele, tiga unsur utama yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam yaitu: a) Tahap Pengenalan (visualisasi)

Dalam tahap ini anak mulai belajar suatu bentuk geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya.

b) Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya dan anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.

13

c) Tahap Pengurutan (deduksi informal)

Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal berpikir deduktif dan sudah mulai mampu mengurutkan.

d) Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.

e) Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. 14

3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar selama proses pembelajaran. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa ditentukan oleh kerelevansian dalam penggunaan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Sehingga tujuan pembelajaran akan dicapai dengan penggunaan model yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan dalam tujuan pembelajaran.15

Pengajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.16

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya

14

Erman Suherman, dkk, Ibid., h. 47

15

Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) h. 237

16

Ramlawati dan Nurmadunah, ”Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan setting Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa kelas XI3 SMA Negeri Takalar”,

melalui ketrampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif.17

Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akademis. Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran teman sebaya dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab bagi individu maupun kelompok terhadap tugas-tugas.18 Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan bila dibandingkan dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai kesuksesan akademik dan sosial siswa.

Menurut Ibrahim, Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

17

Anita Lie, Cooperatif Learning (Jakarta: Grasindo, 2004) h. 41 18

Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) h. 240

7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.19

Agar siswa dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya perlu diajarkan ketrampilan-ketrampilan kooperatif pada peserta didik. Ketrampilan-ketrampilan tersebut sebagai berikut:

1. Siswa tetap berada dalam kerja kelompok meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, dengan melatih ketrampilan ini, siswa akan menyelesaikan tugas dalam waktu tepat dengan karakteristik yang lebih baik. 2. Siswa bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas sehingga

kegiatan akan terselesaikan pada waktunya.

3. Memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.

4. Memperhatikan informasi yang disampaikan teman dan menghargai pendapat teman sehingga anggota kelompok yang menjadi pembicara akan merasa senang karena apa yang mereka sumbangkan itu berharga.

5. Siswa menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok. Apabila teman sekelompok tidak tahu jawabannya baru menanyakan pada guru. Hal ini penting karena siswa yang tidak aktif didorong untuk aktif.20

Perlu diterapkan pembelajaran kooperatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa karena pembelajaran kooperatif tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar, meningkatkan kehadiran siswa dan kerja siswa yang lebih positif, menambah motivasi dan percaya diri serta menambah rasa senang berada di sekolah.

a. Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif

1. Teori Motivasi

Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran kooperatif terutama terletak dalam bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan siswa melaksanakan kegiatan. Diidentifikasikan ada tiga macam struktur pencapaian tujuan yaitu:

a) Kooperatif, dimana orientasi tujuan masing-masing siswa turut membantu pencapaian tujuan siswa lain.

b) Kompetitif, dimana upaya siswa untuk mencapai tujuan akan menghalangi siswa lain dalam pencapaian tujuan.

19

Muslimin Ibrohim, loc. cit. 20

Widyantini, “Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP” (Jogjakarta; Depdiknas, 2008)

c) Individualistik, dimana upaya siswa untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut.21

Berdasarkan pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan situasi dimana satu-satunya cara agar tujuan tiap anggota kelompok tercapai adalah jika kelompok tersebut berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, anggota kelompok harus membantu teman sekelompoknya dalam hal apa saja yang dapat membuat kelompok berhasil, dan lebih penting mendorong teman kelompoknya untuk berusaha secara maksimal. Dengan kata lain penghargaan kepada kelompok berdasarkan pada kemampuan kelompok dalam menciptakan struktur penghargaan antar perorangan sedemikian rupa sehingga anggota kelompok akan saling member penguatan sosial sebagai respon terhadap upaya-upaya pengerjaan tugas teman sekelompoknya.

2. Teori kognitif a) Teori Perkembangan

Asumsi dasar teori perkembangan adalah interaksi siswa diantara tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.22 Vygotsky mendefinisikan Zone of Proximal Development sebagai jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu.

b) Teori Elaborasi kognitif

Teori ini mempunyai pandangan yang berbeda. Penelitian dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa supaya informasi dapat disimpan di dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada dalam memori itu, maka siswa harus terlibat dalam kegiatan restruktur atau elaborasi kognitif atas suatu materi.

Terdapat enam langkah dalam pembelajaran kooperatif yang dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:

21

Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey: Prentice Hall, 1995).

22 Ibid.,

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif.23

Langkah Indikator Tingkah Laku

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi yang akan dicapai serta memotivasi siswa

2 Menyampaikan

informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menginformasikan pengelompokan siswa 4 Membimbing kelompok belajar

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi pembelajaran yang telah dilaksanakan

6 Memberikan

penghargaan

Guru memberikan penghargaan secara individual dan kelompok

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Metode TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri tiga sampai lima siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam TGT ini digunakan turnamen akademik, dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil

23

Widyantini, “Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP” (Jogjakarta; Depdiknas, 2008)

atau prestasi serupa pada waktu lalu. Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan kelompok.24

a. Penyajian Materi Pembelajaran

Dalam TGT, materi mula-mula dalam penyajian materi pembelajaran. Siswa harus memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok.

b. Kelompok Belajar

Kelompok Belajar dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau materi lain. Seringkali dalam pembelajaran tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman sekelompok membuat kesalahan. Pada anggota kelompok ditekankan untuk menjadi yang terbaik bagi timnya dan tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberikan dukungan untuk pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan perhatian, saling menguntungkan dan respek penting sebagai dampak hubungan intergroup, harga diri dan penerimaan dari siswa sekelompok.

c. Permainan (Game)

Permainan dalam TGT disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi dan latihan tim. Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja, dan masing-masing siswa mewakili tim yang berbeda yang dipilih secara acak. Kebanyakan game berupa sejumlah pertanyaan bernomor pada lembar-lembar khusus. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan yang bersesuaian dengan nomor tersebut.

24

Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey: Prentice Hall, 1995).

d. Pertandingan (Turnamen)

Pertandingan (Turnamen) merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1, guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang sama ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang lalu memberi kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah turnamen satu, siswa pindah meja tergantung pada hasil mereka dalam turnamen satu. Pemenang satu pada tiap meja ditempatkan ke meja berikutnya yang setingkat lebih tinggi, misal dari 5 ke 6. pemenang kedua pada meja yang sama, dan yang kalah diturunkan ke meja di

Dokumen terkait