• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pengelolaan Kolaboratif

2.4.4 Beberapa Konsep/Teori untuk Mengembangkan Kolaborasi

2.4.4.3 Konsep Property Right

Bromley (1991) mendefinisikan hak properti sebagai kapasitas untuk menyatakan kolektifitas yang mendukung klaim seseorang akan suatu manfaat. Konsep properti sejauh ini hanya didefinisikan dalam istilah ekonomi yang terkait dengan kondisi yang diperlukan untuk berfungsinya pasar secara efisien seperti objek fisik yaitu tempat tinggal, lahan atau properti lainnya. Terkait dengan konsep ini, properti bukan suatu obyek, tetapi suatu hubungan sosial yang membatasi hak-hak pemilik properti yang terkait dengan keuntungan. Sebagai

hubungan sosial, properti akan menghubungkan antara orang yang satu dengan lainnya yang terkait dengan lahan dan sumber daya lainnya. Oleh karena itu, hubungan properti adalah pengaturan kontrak yang terkonstruksi secara sosial diantara sekelompok orang yang terkait dengan nilai obyek dan lingkungan mereka (Bromley 1998).

Agrawal dan Ostrom (1999) menggambarkan hak properti sebagai otoritas yang dapat dilaksanakan untuk mengambil aksi tertentu pada domain spesifik, dengan demikian hak properti dapat dianggap sebagai institusi atau peraturan institusi untuk membuat individu-individu menginternalisasi eksternalitas produksi mereka atau membangun dan memfasilitasi penggunaan dan pertukaran sumber daya dan komoditas dalam suatu masyarakat. Salah satu posisi teoritis mengenai hak properti adalah kalau mereka mengembangkan untuk internalisasi- ekternalitas ketika perolehan internalisasi menjadi lebih besar daripada biaya internalisasi (Baland dan Platteau 1996). Institusi seperti itu berguna untuk meregulasi interaksi perilaku dan sosial terkait dengan obyek yang memiliki nilai, karena institusi ini adalah suatu bentuk hambatan dan perizinan yang memberi kemampuan kepada individu untuk mengaplikasikannya dalam situasi ketika nilai obyek tertentu adalah jarang, diskriminasi yang konsisten, dapat diprediksi dan diterima secara sosial (Challen 2000).

Demsetz (1967) menyatakan bahwa fungsi utama hak properti adalah memandu insentif dalam rangka menyadari internalisasi-eksternalisasi yang lebih besar. Terkait dengan sumber daya alam, hak properti memainkan peranan dalam menentukan pola kesamaan dan ketidaksamaan akses, dan juga kreasi insentif untuk keseluruhan manajemen dan perbaikan yang berkelanjutan. Meinzen-Dick dan Knox (1999) membuat ringkasan mengenai pentingnya hak properti sebagai berikut: ketetapan insentif untuk manajemen, menyediakan otorisasi yang diperlukan dan mengontrol sumber daya, dan memperkuat aksi kolektif.

Agrawal dan Ostrom (1999) menyatakan ada lima macam hak propeti yang relevan terhadap eksploitasi sumber daya alam: 1) hak akses terhadap sumber daya, 2) hak mengeluarkan atau memperoleh produk sumber daya, 3) hak untuk mengelola sumber daya, 4) hak untuk pengecualian terhadap yang lain, dan 5) hak untuk mengalihkan hak kepada orang lain. Eggertsson (1990) juga

menyatakan hal yang serupa yaitu mendefinisikan hak properti sebagai hak individual untuk memanfaatkan sumber daya. Sebagai konsep operasional, sistem hak properti terdiri dari dua komponen: (1) hak properti yaitu sekumpulan hak kepemilikan yang menetapkan hak dan kewajiban dalam pemanfaatan sumber daya alam, dan (2) peraturan properti yang menentukan cara pelaksanaan hak dan kewajiban (Bromley 1991). Aspek penting dari hak properti adalah apakah hak properti ini penerapannya telah sesuai atau dibiarkan tidak terdefiniskan atau spesifikasinya tidak sesuai.

Selanjutnya, hak properti bisa dianggap efisien apabila hak properti ini memenuhi beberapa hak dasar termasuk di dalamnya kepemilikan, dapat ditransfer, dan dapat dilaksanakan. Hak properti dan pemenuhan insentif, merangsang pengguna untuk bekerja sama dalam manajemen sumber daya alam. Rezim properti merupakan bagian dari institusi masyarakat, kendala organisasi yang menyusun struktur interaksi dan bentuk insentif bagi manusia (North, 1990). Bromley (1998) menyatakan bahwa sebagai suatu institusi hak properti bisa merupakan kendala dan juga bisa sebagai penunjang.

Perbedaan rezim hak properti akan tergantung pada kondisi kepemilikan, hak dan kewajiban pemilik, peraturan penggunaan, dan tempat pengawasan. Tabel 3 menunjukkan klasifikasi sederhana dari empat tipe rezim hak properti dan kewajibannya (McCay dan Acheson 1987; Bromley 1989; Hanna et al. 1995). Tabel 3. Tipe hak kepemilikan

No. Tipe Hak kepemilikan

Pemilik Hak kepemilikan Kewajiban pemilik

1. Private property Perorangan Kepemilikan perorangan, pemiliknya dengan mudah untuk mengakses dan mengontrol

pemanfaatan sumber daya

Menghindari pemanfaatan yang tidak dapat diterima secara sosial

2. Common property

Kelompok Tidak melibatkan mereka di luar kelompok

Pemeliharaan, pemanfaatan Sumber daya terbatas sesuai dengan batasan-batasan yang ada

3. State property Negara Memanfaatkan sumber daya sesuai dengan aturan Pemanfaatan untuk tujuan sosial 4. Open access (nonproperty) Tidak ada pemilik

Private property mewajibkan pemberian nama kepemilikan individu, jaminan terhadap pemiliknya untuk mengontrol akses dan hak pemanfaatan sosial yang dapat diterima (Black 1968). Hal ini mengharuskan pemiliknya untuk menghindari pemanfaatan khusus yang tidak diterima secara sosial, seperti polusi air sungai.

Common property dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki hak untuk mengeluarkan mereka yang bukan pemilik dan berkewajiban memelihara penggunaan properti sesuai dengan batasan-batasan yang ada (McCay dan Acheson 1987; Stevenson 1991). Rezim seperti ini seringkali diimplementasikan untuk sumber daya publik yang sulit untuk dibagi (Ostrom 1990).

State property dimiliki oleh negara dalam unit politik yang memberikan kewenangan kepada agen publik untuk membuat aturan (Black 1968). Agen publik tersebut memiliki kewajiban untuk memastikan kalau aturan-aturan yang dibuat mempromosikan tujuan-tujuan sosial. Negara memiliki hak untuk memanfaatkan sumber daya sesuai dengan aturan.

Open access tidak ada pemiliknya dan terbuka untuk umum. Dinamika dari open access merupakan dasar dari apa yang disebut “tragedy of the

commons”. Dibawah rezim open access, pemilik tidak memiliki kawajiban untuk memelihara sumber daya atau membatasi penggunaannya. Penting untuk diketahui bahwa keempat sistem ini tidak berlawanan satu dengan lainnya melainkan merupakan sebuah kombinasi sepanjang spektrum dari open access

hingga kepemilikan pribadi (Hanna et al. 1995).

Para ahli hak properti tetap menganggap sistem properti publik lebih disukai dari pada yang lainnya dalam situasi ketika muncul kegiatan kolektif yang cukup untuk mengelola sumber daya alam (Ostrom 1990; Meinzen-Dick dan Knox 1999). Rezim hak properti harus menampilkan fungsi tertentu dengan penggunaan terbatas, koordinasi pengguna, dan respon terhadap perubahan- perubahan lingkungan. Aktivitas ini membutuhkan biaya transaksi untuk koordinasi, pengumpulan informasi, monitoring dan pelaksanaan (Eggerstsson 1990; Hanna et al. 1995). Semakin langkanya sumber daya, maka rezim hak properti harus semakin memperhitungkan peraturan yang mengatur distribusi sumber daya dan pemanfaatan yang menaikkan biaya. Suatu hal yang mungkin

adalah terciptanya suatu sistem dengan biaya pelaksanaan tinggi sehingga jauh melebihi manfaat yang diperoleh dari pengawasan. Gerakan untuk merubah rezim hak properti seringkali digerakkan oleh usaha-usaha untuk mengurangi biaya transaksi.

Dokumen terkait