II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Pengelolaan Sumber Daya Alam secara Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan mulai dipopulerkan pada tahun 1987 oleh World Commission on Environment and Development (Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan), yakni pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan atau mengurangi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya (Soemarwoto 2004). Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada manusia dan lingkungannya untuk mencapai usaha dengan sepenuh potensinya secara berkelanjutan dalam periode tertentu. Tujuan pembangunan berkelanjutan adalah terciptanya suatu pendekatan yang memungkinkan perbaikan kontinu
dalam kualitas hidup saat ini pada tingkat pemanfaatan sumber daya yang lebih rendah, sehingga keberadaan sumber daya masih terjamin untuk meningkatkan kualitas hidup generasi yang akan datang (Munasinghe 2001).
Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep pembangunan yang diterima olah semua negara di dunia untuk mengelola sumber daya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep ini berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor kehutanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin karena banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan kelembagaan.
Barbier (1989) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi dimana pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development) adalah konsep pembangunan yang merujuk pada tingkat interaksi yang optimal antara tiga sistem yaitu biologi, ekonomi, dan sosial, yang dicapai melalui satu proses trade-offs yang adaptif dan dinamis. Sementara Pearce (1986) menekankan konsep pembangunan berkelanjutan pada adanya kompromi antara sistem-sistem atau antara kebutuhan generasi kini dan generasi yang akan datang.
Selanjutnya Yakin (1997) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya atau dengan kata lain pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses perubahan dalam eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan institusi, yang kesemuanya berada dalam keselarasan dan meningkatkan potensi masa kini dan yang akan datang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi harus berjalan selaras dengan kepentingan lainnya sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya memenuhi kepentingan generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang.
Munasinghe dan McNelly (1992) mengidentifikasi tiga konsep dari pembangunan berkelanjutan yakni konsep pendekatan ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Identifikasi tiga konsep pembangunan berkelanjutan tersebut
sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan oleh Munasinghe (1993) bahwa pembangunan berkelanjutan apabila memenuhi tiga dimensi yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Makna pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk estetika. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah konsep pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan (sustainable use of resources) yang bermakna bahwa eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya tidak melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam kurun waktu yang sama.
Poverty Equity Sustainability Co-evolution Social Empowerment Inclusion/consultation Governance Environmental Resilience/biodiversity Natural resources Pollution Inter-generational equity Values/culture Intra -gen era tiona l equ ity Ba sic need s/live lihoo ds Va lu ation /in tern aliza tion Inci de nce o f imp act Growth Efficiency Stability Economic
Gambar 1.Elemen kunci dalam pembangunan berkelanjutan dan interaksinya (Munasinghe 2001)
Konsep keberlanjutan menurut Munasinghe (2001) dapat diilustrasikan dalam bentuk segitiga seperti Gambar 2 di atas. Setiap titik dalam segitiga tersebut menggambarkan suatu domain (sistem) yang secara jelas dikendalikan oleh kekuatan dan tujuan masing-masing. Dalam pandangan ekonomi, keberlanjutan
terutama ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Dalam pandangan lingkungan, keberlanjutan difokuskan pada perlindungan dan mempertahankan sistem ekologi. Dalam pandangan sosial, keberlanjutan ditekankan pada pengembangan hubungan manusia dan pencapaian aspirasi dari individu dan komunitas.
Sitorus (2004), mengemukakan pentingnya pembangunan berkelanjutan dengan alasan :
a) Terbatasnya cadangan sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable resources).
b) Terbatasnya kemampuan lingkungan untuk dapat menyerap polusi. c) Terbatasnya lahan yang dapat ditanami.
d) Terbatasnya produksi persatuan luas lahan, atau batasan fisik terhadap pertumbuhan penduduk dan kapital.
2.2.2 Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Terdapat tiga komponen utama dalam kelembagaan, yakni; (1) organisasi atau wadah dan suatu kelembagaan, (2) fungsi dan kelembagaan dalam masyarakat, dan (3) aturan main yang ditetapkan itu sendiri (Sanim, 1999). Berkaitan dengan hal tersebut, organisasi dalam suatu sistem kelembagaan mempunyai fungsi pokok sebagai berikut, yakni (1) operative institution dan (2)
regulative institution. Sebagai operative institution, suatu sistem kelembagaan harus menghimpun berbagai pola atau tata cara dan perangkat aturan dalam mengelola aktivitas masyarakat yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. Sedangkan sebagai regulative institution, suatu sistem kelembagaan bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan setiap aktivitas anggota masyarakat yang menjadi bagian mutlak dan lembaga itu sendiri melalui sistem pengawasan dan kontrol.
Dalam pengelolaan dalam sumber daya kelembagaan berperan dalam penetapan dan pengaturan berbagai peraturan yang melembaga yang menetapkan berbagai tingkat pengawasan terhadap penggunaan sumber daya atau barang dan jasa kepada para pengambil keputusan yang berbeda, baik individu maupun kelompok. Jadi hak-hak milik mengacu kepada hak-hak yang diberikan kepada
pemilik sumber daya dan pembatasan dalam penggunaan sumber daya (Sanim, 1999).
Di sisi lain peranan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam, diupayakan untuk: (1) membangun kerangka umum pemanfaatan sumber daya alam agar sistem dan prosedur pendayagunaan sumber daya alam lebih etis, (2) mengarahkan dan mengatur pelaku pengguna sumber daya alam sesuai dengan segala sesuatu yang telah dikukuhkan dalam kerangka umum pemanfaatan sumber daya alam (3) mengubah perilaku, kebijakan (pengaturan alokasi sumber daya alam dan perlindungan sumber daya alam) dan teknologi pemanfaatan sumber daya alam (4) menginternalisasikan biaya oportunitas ke dalam nilai (harga) sumber daya alam, dan (5) menjamin kepentingan untuk menunjang sistem keamanan pemanfaatan sumber daya alam.
2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Partisipasi oleh beberapa ahli dikaitkan dengan upaya dalam mendukung program pemerintah. Mubyarto (1984) menyebutkan bahwa partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuannya tanpa mengorbankan diri sendiri. Partisipasi di bidang pembangunan mencakup keterlibatan mental dan emosional, penggeraknya adalah kesediaan untuk memberi konstribusi dalam pembangunan dan kesediaan untuk turut bertanggung jawab (Bryan and Louse 1982 dalam Parawansa 2007).
Pengertian partisipasi yang diharapkan dalam pembangunan masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara aktif baik moril maupun materil dalam program pembangunan untuk mencapai tujuan bersama yang di dalamnya menyangkut kepentingan individu. Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus juga sebagai keluaran atau sasaran dan pelaksanaan pembangunan. Dalam kenyataannya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat horizontal.
Tahapan partipasi masyarakat dalam pembangunan diharapkan dapat terlibat pada semua tahapan program, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemanfaatan hasil kegiatan pembangunan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jika masyarakat sejak awal dilibatkan secara penuh dalam suatu
kegiatan, maka dengan sendirinya akan timbul rasa memiliki dan tanggung jawab moral terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan.
Canter (1977), Comick (1979) dan Coulet (1989), Wengert (1979) dalam Parawansa (2007) merinci peran serta masyarakat sebagai berikut:
1) Peran serta masyarakat sebagai suatu kebijakan mengingat masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasi.
2) Peran serta masyarakat sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat agar keputusan yang dihasilkan memiliki kredibilitas.
3) Peran serta masyarakat sebagai alat komunikasi untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan yang lebih responsif. 4) Peran serta masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa melalui usaha
pencapaian konsensus, bertukar pikiran dan pandangan sehingga meningkatkan pengertian/toleransi dan mengurangi rasa ketidakpercayaan. 5) Peran serta masyarakat sebagai terapi untuk mengobati masalah-masalah
psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidakberdayaan, tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan sebagai komponen penting dalam masyarakat.
6) Pemberian wewenang kepada masyarakat untuk memberdayakan kesadaran serta mendorong tanggung jawab dan kemandirian masyarakat.
2.3 Pemangku Kepentingan (Stakeholders)