• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radioterapi adalah modalitas klinis yang menggunakan radiasi sinar pengion untuk mengobati pasien dengan neoplasma ganas (dan beberapa penyakit jinak) (Kusumadjati & Djakaria, 2015). Radioterapi ataupun terapi radiasi merupakan perawatan kanker yang menggunakan radiasi dosis tinggi untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor. Ahli onkologi radiasi menggunakan terapi radiasi untuk mencoba menyembuhkan kanker, untuk mengontrol pertumbuhan kanker atau untuk meredakan gejala, seperti rasa sakit (NCI, 2019).

2.2.2 Tujuan Penggunaan Radioterapi

Radioterapi seperti juga halnya pembedahan yang merupakan terapi lokoregional, yaitu terapi untuk kanker yang luas esktensinya masih terbatas, lokal dan/atau lokoregional (Sukardja, 2000). Radioterapi dapat diberikan untuk tujuan:

a) Kuratif

Radioterapi kuratif biasanya diberikan berbentuk terapi tunggal untuk penyembuhan suatu kanker (Fitriatuzzakiyyah et al., 2017). Secara langsung mencegah kambuh lokal dan regional, dan secara tidak langsung mencegah terjadinya metastasis jauh. Selain itu, untuk mengecilkan tumor agar meningkatkan operabilitas (Susworo & Kodrat, 2017).

b) Paliatif

Radioterapi paliatif diberikan untuk mengurangi nyeri, mengecilkan tumor atau tukak, mengatasi perdarahan, menghilangkan gejala neurologi akibat metastasis (Susworo & Kodrat, 2017).

2.2.3 Satuan Pengukuran Radioterapi

Untuk mengukur kekuatan radiasi dipakai dosimetri yaitu alat untuk mengukur banyaknya energy yang diserap perunit jaringan (Rad = Radiation Absorbed Dose) (Sukardja, 2000).

a. Satu Gray (Gy) = 1 Joule per kg jaringan b. Satu Rad = 1 centi Gy = 0,01 Gy.

2.2.4 Prinsip Radioterapi

Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tata laksana kanker serviks. Radioterapi dalam tata laksana kanker serviks dapat diberikan sebagai terapi kuratif definitif, adjuvan post-operasi, dan paliatif. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018), prinsip radioterapi adalah sebagai berikut:

a. Radioterapi Definitif/Radikal

Radioterapi pasca operasi diberikan sebagai terapi ajuvan bila memenuhi salah satu kriteria batas sayatan positif atau close margin, karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang – buruk, karsinoma adenoskuamosa, adenokarsinoma, invasi limfovaskuler positif, dan invasi kelenjar getah bening pelvis. Bentuk dan dosis radiasi:

a. Pada keadaan dimana batas sayatan tidak bebas tumor atau pada close margin, diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole pelvis dengan dosis 50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi 5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi ovoid 3x7 Gy preskripsi pada permukaan ovoid.

b. Pada bentuk dini, diberikan radiasi ekserna saja terhadap whole pelvis.

2. Stadium I-IIA Tanpa Pembedahan

Pada stadium I-IIA tanpa pembedahan, indikasi radiasi adalah stadium Ib2, IIA dengan ukuran tumor > 4cm, indeks obesitas > 70 %, usia

> 65 tahun, kontra indikasi anestesi, pasien menolak pembedahan. Bentuk dan dosis radiasi:

a. Diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi, 5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy

b. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai radiosensitiser (kemoradiasi).

3. Stadium IIB-IIIA, IIIB

Indikasi pemberian radiasi pada stadium IIB-IIIA, IIIB adalah sebagai terapi primer pada stadium IIB-IIIB. Bentuk dan dosis radiasi:

a. Diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi, 5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy .

b. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai radiosensitiser (kemoradiasi)

c. Apabila masih terdapat residu parametrium setelah 50 Gy, dapat diberikan tambahan booster radiasi eksterna di daerah parametrium dengan dosis 15-20 Gy, atau brakiterapi interstitial, atau kombinasi intrakaviter dan interstitial.

4. Stadium IVA dengan respon baik

Indikasi radiasi stadium IVA yang menunjukkan respon baik dari tumor yang menginfiltrasi kandung kemih atau rektum setelah radiasi eksterna dosis 40 Gy. Bentuk dan dosis radiasi:

a) Bila respon baik, radioterapi dilanjutkan sampai dengan dosis 50 Gy, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy.

b) Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai radiosensitiser (kemoradiasi).

c) Bila tidak berespon atau respon tumor < 50 % radiasi dihentikan dan dianjurkan untuk pemberian kemoterapi dosis penuh.

b. Radiasi Paliatif

Indikasi radiasi paliatif adalah stadium IVA dengan respon buruk setelah 40 Gy dan stadium IVB paliatif pada tumor primer atau lokasi metastasis. Bentuk dan dosis radiasi:

1. Radioterapi paliatif bertujuan untuk mengurangi gejala dengan dosis 40 Gy pada tumor primer bila terdapat perdarahan, atau pada tempat metastasis dengan dosis ekuivalen 40 Gy untuk memperbaiki kualitas hidup.

2. Radiasi dapat diberikan bersamaan dengan kemoterapi.

2.2.5 Jenis Radioterapi

Menurut Susworo & Kodrat (2017), jenis radioterapi adalah sebagai berikut:

1) Radiasi Eksterna

Radiasi eksterna disebut juga teletherapy, merupakan metode pemberian radiasi dengan sumber radiasi terletak pada suatu jarak tertentu dari tubuh pasien dan radiasi ini mempunyai jangkauan yang luas, sehingga bukan hanya tumor primer dan kelenjar yang berdekatan yang mempunyai tumor yang memperoleh radiasi, tetapi juga jaringan sehat disekitarnya. Namun, pemberian lapangan radiasi yang luas mempunyai risiko terlalu banyak jaringan sehat yang ikut serta dalam radiasi, yang akan mengakibatkan tingginya efek samping, baik akut ataupun lanjut.

Berbagai faktor berperan dalam pembatasan pemberian dosis ini, antara lain luasnya lapangan radiasi, semakin luas tentunya semakin rendah dosis yang dapat diberikan. Adanya organ vital yang terikut serta dalam radiasi ini akan sangat membatasi dosis maksimal yang dapat diberikan, terlebih apabila organ vital ini mempunyai kepekaan lebih tinggi terhadap radiasi.

2) Brakiterapi

Brakiterapi (brachytherapy; braki = pendek) merupakan komplemen metode teleterapi dengan cara memasangkan sumber radiasi ke dalam tumor. Brakiterapi bertujuan untuk memberikan dosis terapi tambahan (booster) setelah pemberian radiasi eksterna sehingga akan tercapai dosis tumorisidal.

Perbedaan dengan radiasi eksterna dengan brakiterapi adalah pada brakiterapi cakupan daerah radiasi jauh lebih sempit, dengan demikian hanya sedikit jaringan sehat yang akan memperoleh radiasi. Oleh karena itu dapat diberikan dosis tinggi tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada jaringan sehat sekitarnya.

3) Kombinasi radiasi eksterna dan brakiterapi

Kombinasi radiasi eksterna dan brakiterapi dilakukan untuk memperoleh hasil pengobatan kanker yang optimal, yakni dosis maksimal pada jaringan tumor tetapi minimal pada jaringan sehat. Radiasi eksterna

bertujuan mematikan tumor primer serta metastasis disekitarnya. Salah satu syarat keberhasilan kombinasi kedua sistem radiasi ini adalah adanya respon tumor primer maupun penjalaran terhadap radiasi eksterna.

2.2.6 Efek Samping Radioterapi

Pada kanker serviks, efek samping radioterapi antara lain:

1. Kelelahan

Semua pasien yang disinar mengalami tingkat kelelahan tinggi selama pengobatan sehingga harus benar-benar dibantu dan diperhatikan, khususnya dalam mengerjakan tugas-tugasnya (Nurwijaya et.al., 2010).

2. Masalah kulit

Kulit yang terkena pengobatan mungkin tampak merah, seperti terbakar matahari, cokelat atau teriritasi. Kulit menjadi sangat sensitif dan pasien tidak boleh terpapar langsung sinar matahari, tidak memakai lotion tubuh dan tidak memakai pakaian ketat (selama pengobatan dan untuk setidaknya selama satu tahun setelah radiasi) (Nurwijaya et.al., 2010).

3. Kehilangan nafsu makan

Hilangnya nafsu makan dapat menyebabkan kelelahan dan kehilangan nutrisi. Selain itu mual, muntah, penurunan kadar Hb juga sering terjadi pada terapi radiasi (Nurwijaya et.al., 2010).

4. Sistisis akut

Sistisis akut merupakan infeksi saluran kemih bawah yang berisfat akut.

Pada kanker serviks efek akut yang terjadi adalah sistisis akut yang ditandai dengan keluhan perasaan sering buang air kecil tetapi ternyata tidak ada yang keluar. Keluhan ini pada umumnya dapat diatasi dengan pengobatan simptomatis (Susworo & Kodrat, 2017).

5. Lainnya

Efek samping yang lain akibat radiasi adalah alopesia (kerontokan rambut). Pemberian radioterapi pada dosis 30 dan 35 Gy dapat

sebulan setelah pemberian radioterapi [Otto, 2001; Erfina, 2010]. Efek samping lanjut pada rektum biasanya lebih sering terjadi di Indonesia, berupa fibrotik dinding anterior rektum yang seringkali mengakibatkan perdarahan setiap kali buang air besar (Susworo & Kodrat, 2017). Selain itu, pembedahan yang dilanjutkan dengan radiasi telah dihubungkan dengan efek samping gastrointestinal berupa diare ataupun inkontinensia fekal dan pada genitourinari berupa inkontinensia urin (Brohet & Ramli, 2014).

2.3 KONSEP PENGETAHUAN

Dokumen terkait