• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia

2.1.2. Konsep Successful Aging

Perkembangan teori-teori tersebut kemudian melahirkan bagan atau kerangka konseptual untuk menguraikan hasil/akibat yang ideal dari proses penuaan. Salah satu dari terminologi yang paling umum digunakan untuk menguraikan suatu masa tua yang sukses adalah "succesful aging", yang pertama kali dikemukakan oleh R. J. Havighurst pada tahun 1961 dalam Bearon (1996). Konsep dari sukses di usia lanjut

merupakan pusat dari ilmu usia lanjut (gerontologi), dan artikel oleh Havighurst muncul sebagai konsep dalam isu pertama tentang publikasi Gerontologis.

Definisi konsep sukses ini sendiri menimbulkan kerancuan tidak ada definisi yang dengan baik diterima atau model tentang successful aging yang telah teruji selama ini. Havighurst dalam Bearon (1996), mendefinisikannya sebagai "adding life to the years" dan "memperoleh kepuasan hidup". Palmore (1995) dalam ensiklopedi tentang proses penuaan, mengemukakan bahwa suatu definisi yang komprehensif tentang successful aging yang berkombinasi dengan survival (umur panjang), kesehatan (ketiadaan cacat), dan kepuasan hidup (kebahagiaan).

Terdapat tiga teori gerontologi sosial yang dijadikan dasar dari munculnya konsep successful aging ini, diantaranya:

1. Teori keterlepasan

Teori keterlepasan mengemukakan pada proses/rangkaian penuaan yang normal, seseorang secara berangsur-angsur menarik atau melepaskan dari peranan sosial sebagai tanggapan alami untuk mengurangi kemampuan dan mengurangi minat, dan untuk kurangnya dorongan untuk partisipasi bermasyarakat. Di dalam model ini, orang yang sukses di masa tuanya dengan sepenuh hati mengundurkan diri dari pekerjaan atau kehidupan berkeluarga dan dengan puas berada di kursi goyang, atau mengucilkan diri, aktivitas pasif yang bersiap-siap menghadapi kematian (Bearon, 1996).

2. Teori aktivitas

Teori aktivitas mengemukakan bahwa orang berumur lebih sukses ketika mereka mengambil bagian dalam suatu aktivitas satu harian penuh, artinya, tetap sibuk (Lemon, dkk., dalam Bearon, 1996). Kini, teori-teori tersebut tidak lagi digunakan oleh gerontologis yang memandang hal ini sebagai sesuatu yang terlalu membatasi dalam anjuran dari suatu gaya hidup tertentu. Riset empiris menunjukkan heterogenitas para Lansia, mencakup orang-orang yang memilih kehidupan sedikit terstruktur tersusun atau tidak memperhatikan kesehatan atau berarti untuk mengejar suatu jadwal aktivitas penuh. Meskipun demikian, aktivitas secara luas diakui oleh para Lansia sendiri sebagai kunci mereka menuju sukses diusia tuanya, sehingga gerontologis sudah menggelari filosofi ini "etnis yang sibuk" (Powell, 2001).

3. Teori kesinambungan

Teori kesinambungan mengusulkan bahwa orang berumur paling sukses sukses adalah mereka yang memindahkan kebiasaan, pilihan, gaya hidup dan hubungan dari paruh baya hingga akhir hidup (Bearon, 1996). Kriteria sukses dalam pembinaan kelompok usia lanjut, cukup kompleks seperti indikator subyektif dan obyektif. Indikator subyektif di antaranya meliputi kepuasan batin (makna hidup). Sedang indikator obyektif berupa usia yang panjang, kesehatan mental dan produktif sosial. Itu akan bisa tercapai jika seseorang bisa melakukan kontrol

Konsep succesful aging sebagai perspektif yang berorientasi pada proses merupakan mekanisme dengan modal selektif, optimalisasi dan kompensasi. Hal ini, yang dimaksud selektif adalah membatasi aktivitas sehari- hari secara proaktif sesuai dengan motivasi dan kemampuan yang dimiliki. Model kedua adalah kompensasi, model ini tidak hanya mengandung adaptasi terhadap aktivitas yang selama ini dilakukan tetapi juga menciptakan aktivitas baru sesuai dengan kondisi Lansia. Agar hasilnya bisa maksimal di samping dua hal tersebut, perlu diimbangi dengan optimalisasi. Sebab dengan adanya optimalisasi secara tidak langsung memberikan kesempatan pada Lansia untuk melakukan praktek dan latihan dengan menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif.

Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka cukup aman karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih kecil. Para usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan, dan kaya pengetahuan. Mereka sering berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun pada kenyataannya banyak diantara mereka tidak mempunyai pendidikan formal. Pengalaman hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat menjadi panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan

berbudaya. Walaupun sangat sulit untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para generasi penerus mereka (Yasa, 1999 dalam Suhartini, 2004). 2.1.3. Masalah Kesehatan pada Lanjut Usia

Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti sel serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Siburian dalam Khadijah (2010), menyatakan bahwa ada sebanyak 14 yang menjadi masalah kesehatan pada lansia, yaitu :

a. Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa dan faktor lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf dan penyakit jantung.

b. Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor intrinsik (yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses menua, penyakit maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya akan timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang

akan membatasi pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan psikologik berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjadi.

c. Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan frekuensinya sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal ini akan membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.

d. Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari.

e. Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.

f. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalencence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi, penyembuhan dan kulit), merupakan akibat dari proses menua dimana semua panca indera berkurang fungsinya, demikian juga pada otak, saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk berbicara, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.

g. Impaction (konstipasi = sulit buang air besar), sebagai akibat dari kurangnya gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, dan lainnya.

h. Isolation (depresi), akibat perubahan sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi yang muncul adalah depresi yang terselubung, dimana yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebardebar, nyeri pinggang, gangguan pecernaan, dan lain-lain.

i. Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat), terutama karena kemiskinan, gangguan panca indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan, dan lainnya.

j. Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka kemampuan tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka tidak akan mempunyai penghasilan.

k. Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia yang mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan dalam waktu yang lama, jika tanpa pengawasan dokter maka akan menyebabkan timbulnya penyakit akibat obat-obatan.

l. Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana mereka mengalami sulit untukmasuk dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika terbangun susah tidur kembali,

m. Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu akibat dari prose menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat dari penyakit menahun, kurang gizi dan lainnya.

n. Impotence (impotensi), merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan. Hal ini disebabkan karena terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah, baik karena proses menua atau penyakit.

Data penyakit lansia di Indonesia (umumnya pada lansia berusia lebih dari 55 tahun) adalah sebagai berikut:

a. Penyakit kardiovascular b. Penyakit otot dan persendian

c. Bronchitis, asma dan penyakit respirasi lainnya d. Penyakit pada mulut, gigi dan saluran cerna e. Penyakit syaraf

f. Infeksi kulit g. Malaria h. Lain-lain

Dokumen terkait