• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAGASAN DAN AKTIFITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH

4.1 Konsep Tajdid

Muhammadiyah sebagai organisasi besar dengan jumlah anggota-anggotanya yang banyak akan membuat Muhammadiyah sangat diperhitungakan dalam tataran politik. Muhammadiyah dengan Kepribadiannya dan khittahnya sesungguhnya menyadari benar pentingnya politik, tetapi Muhammadiyah membatasi diri dalam proses politik langsung (politik praktis). Batas-batas itu penting terutama untuk memelihara stabilitas dan keberadaan Muhammadiyah sebagai Organisasi Sosial Keagamaan dan bukan sebagai organisasi politik. Hanya saja dengan adanya garis-garis batas organisasi tersebut, tentu tidak berarti Muhammadiyah menjadi anti politik.

Muhammadiyah,melalui pendidikan politiknya memperkenalkan konsep tajdid, dalam Muhammadiyah tajdid ditujukan baik kepada ajaran Islam yang bersifat tertutup maupun yang terbuka. Untuk ajaran Islam yang bersifat tertutup, tajdid dilakukan dalam bentuk purifikasi atau pemurnian. Sedangkan untuk ajaran Islam yang bersifat terbuka, tajdid dilakukan dalam bentuk dinamisasi, reformasi, reinterpretasi, reaktualisasi atau apa pun istilahnya.59

memberikan kebebasan kader dan anggota organisasi untuk aktif dalam kegiatan politik dengan batasan–batasan organisasi. Peranan dari elit Muhammadiyah sebagai suatu komunitas tersebut harus dimainkan dengan dinamik dan terorganisasi sehingga menjadi kekuatan lobi, komunikasi Politik dan tindakan–tindakan politik sebagai saluran partisipasi Politik.Kader dalam organisasi Muhammadiyah, adalah merupakan minoritas-minoritas pribadi–pribadi yang dipilih melalui suatu Musyawarah untuk melayani Muhammadiyah

59

Musyawarah Nasional Tarjih XXIV di Malang tahun 2000 menggunakan istilah pemurnian (tajdid salafi) dan pengembangan (tajdid khalafi)Oleh Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.

sebagai suatu kolektiva terorganisasi dalam rangka merealisasikan tujuan–tujuan Muhammadiyah dalam bidang kehidupan. Dalam konteks ini, kader Muhammadiyah dapat digolongkan ke dalam ketegori Stategic elite dalam bidang sosial keagamaan, elit Muhammadiyah juga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan politik60. Dalam Muhammadiyah, elit bersifat Kolegial, setiap perumusan dan pengimplementasian kebijakan- kebijakan dilakukan secara kolektif dan jarang sekali mengandalkan seseorang karena elit tersebut berada dalam suatu Solidaritas Mekanik. Dapat dikatakan bahwa setiap orientasi sikap dan tujuan yang mengatasnamakan organisasi selalu dimusyawarakan di antara elit61

Tajdid bisa juga diartikan sebagai ikhtiar menemukan kembali substansi agama untuk pemaknaan baru dalam pengungkapannya dalam suatu konteks baru yang berubah, baik melalui purifikasi maupun dinamisasi. Purifikasi atau pemurnin ialah mengembalikan ajaran Islam pada yang aseli sebagaimana telah ditentukan segala sesuatunya secara baku dalam Al- Quran dan As-Sunnah yang sahih khususnya yang menyangkut ibadah dan akidah. Sedangkan dinamisasi atau pembaruan ialah memperbarui urusan-urusan keagamaan sesuai pesan substansial ajaran Islam, lebih khusus di bidang mu’amalat dunyawiyah

.

62

Kodifikasi dan konsensus tajdid yang bercorak purifikasi dan dinamisasi tergambar pula dalam keputusan Muktamar ke-45 tahun 2005 di Malang yang telah menggariskan program strategis yaitu “Program Nasional Bidang Tarjih, Tajdid, dan Pemikiran Islam”. Program tersebut memiliki Rencana Strategis, yaitu: “Menghidupkan tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam dalam Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang kritis-dinamis dalam kehidupan masyarakat dan proaktif dalam menjawab problem dan tantangan perkembangan sosial budaya dan kehidupan pada umumnya sehingga Islam selalu menjadi sumber pemikiran, moral, dan praksis sosial di tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan

60

Syarifuddin Jurdi, Elite Muhammadiyah Dan Kekuasaan Politik Studi Tentang Tingkah laku Politik Elit Lokal

Muhammadiyah Sesudah Orde Baru. Yogyakarta : UGM Press. 2004, hal 31.

61

Ibid

62

negara yang sangat kompleks.”. Adapun Garis Besar Program: (1) Mengembangkan dan menyegarkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat yang multikultural dan kompleks; (2) Mensistematisasi metodologi pemikiran dan pengamalan Islam sebagai prinsip gerakan tajdid dalam gerakan Muhammadiyah; (3) Mengoptimalkan peran kelembagaan bidang tajdid, tarjih dan pemikiran Islam untuk selalu proaktif dalam menjawab masalah riil masyarakat yang sedang berkembang; (4) Mensosialisasikan produk- produk tajdid, tarjih dan pemikiran ke-Islaman Muhammadiyah ke seluruh lapisan masyarakat; dan (5) Membentuk dan mengembangkan pusat penelitan, kajian, dan informasi bidang tajdid dan pemikiran Islam yang terpadu dengan bidang lainnya.

Aqidah Islam haruslah dipastikan murni berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak bercampur dan dicampurkan dengan keyakinan lain yang datang dari Islam.63

63

Dalam aspek aqidah, dalam MKCH disebutkan bahwa Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

Keyakinan tauhid misalnya, harus dimurnikan dari segala unsur kemusyrikan, takhayul dan khurafat. Purifikasi tauhid inilah yang dilakuka n oleh Muhammadyah sejak awal berdirinya sampai sekarang dan tidak akan pernah berhenti pada masa yang akan datang. Setiap zaman punya tantangan sendiri-sendiri. Jika pada masa yang lalu Muhammadiyah banyak berhadapan dengan praktek tawasul, kultus individu terhadap orang-orang yang dianggap wali dan memiliki keramat, kepercayaan kepada klenik, mistik, perdukunan dan sejenisnya, maka pada masa sekarang ini, di samping tantangan lama belum sepenuhnya habis, muncul tantangan baru berupa faham sinkretisme dan relativisme agama, keyakinkan bahwa semua agama benar, semua pemeluk agama akan masuk sorga. Faham bahwa pada hakikatnya Tuhan adalah Satu tapi dengan nama yang berbeda-beda, dengan cara penyembahan yang juga berbeda-beda (perenialisme) Ujungnya tetap saja kepada sinkretisme agama, relativisme agama bahkan sampai kepada pluralisme agama. Penggunaan istilah pluralisme agama

memang mengundang konroversi. Satu pihak, seperti MUI mendefenisikan pluralisme agama dalam pengertian pembenaran semua agama, tetapi pihak lain menyatakan pluralisme agama adalah sikap mengakui dan menghormati keragaman agama dengan tetap meyakini kebenaran agama masing-masing.

Pluralitas dalam Islam bukanlah sesuatu yang baru, baik pluritas yang bersifat alami, kodrati, seperti perbedaan warna kulit, bahasa, suku bangsa, maupun pluralitas hasil konstruksi sosial budaya, seperti pemikiran, kebudayaan, peradaban, bahkan pluralitas agama didalam intern umat Islam sendiri kita sudah lama mengenal pluralitas, keberadaan aliran- aliran teologis dan mazhab-mazhab fiqih misalnya adalah contoh pluralitas internal umat Islam.

Dokumen terkait