• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Konsep dan Teori

1. Teori Administrasi Pembangunan

Siagian (2007) menyatakan bahwa administrasi pembangunan mencakup dua pengertian, yaitu (1) administrasi dan (2) pembangunan. Administrasi berarti keseluruhan proses pelaksanaan keputusan yang sudah diambil dan siselenggarakan oleh dua orang atau lebih guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pembangunan biasanya di definisikan sebagai rangkaian usaha menciptakan pertumbuhan dan perubahan secara terancang dan sadar, yang di

tempuh suatu Negara bangsa mengarah modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Siagian (2007) akhirnya mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai: segala usaha yang dilakukan untuk suatu Negara bangsa untuk bertumbuh, berkembang, dan berbuah secara sadar dan terencana dalam semua segi kehidupan dan penghidupan Negara bangsa yang bersangkutan dalam rangka pencapaian tujuan akhirnya.

2. Pengertian Program

Pembahasan mengenai program tidak dapat di lepaskan oleh aspek kebijakan. Menurut Dye (1992), kebijakan yang dalam hal ini kebijakan publik bisa didefinisikan sebagai “Whatever government choose to do or not to do”. Hal itu diperkuat oleh Hogwood dan Gunn (1986) yang menyatakan

bahwa kebijakan publik yaitu seperangkat kegiatan pemerintah yang dirancang untuk mencapai hasil tertentu. Dan sebagai suatu perangkat yang dibuat oleh pemerintah, kebijakan publik dapat berbentuk aturan-aturan umum atau khusus baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan keharusan, larangan atau kebolehan yang dilakukan untuk mengarahkan seluruh warga masyarakat, pemerintah dan dunia usaha atas tujuan tertentu.

Sedangkan pengertian program itu sendiri, menurut Jones (1984), program yaitu cara yang disahkan agar mencapai tujuan. Maka pengertian tersebut menggambarkan bahwa program itu muncul pada Rencana Strategis Kementrian/Lembaga atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

3. Konsep Kebijakan Publik

Kebijakan publik (public policy) adalah segala hal yang mengatur dan mengikat semua lapisan masyarakat dalam suatu Negara. Suatu kebijakan publik bukan membatasi aktivitas dan peran masyarakat, tapi lebih menyelaraskan peran Negara dan masyarakat dalammencapai tujuan-tujuan bernegara secara efektif dan efisien. Riant Nugroho (2004) dalam Yuwono, dkk (2008:4) mengartikan kebijakan publik yaitu segala sesuatu yang dibuat dan tidak dibuat oleh pemerintah sebagai tokoh sentral kebijakan publik . kebijakan public merupakan kebijkan yang dibuat oleh pemerintah (public organizations) yang dilaksanakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk kepentingan masyarakat atau rakyat dengan berbagai strategi dan program.

Thomas R. Dye (1992) dalam Yuwono, dkk (2008:6) menguraikan proses kebijakan publik dalam beberapa tahapan yaitu: a) identifikasi masalah kebijakan, yang dibuat melalui pengenalan apa yang sebagai tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah. b) penyusunan agenda yang dilakukan dengan memfokuskan perhatian kepada pejabat public dan media masa atas hasil keputusan terhadap masalah public tertentu. c) perumusan kebijakan yang diawali dengan pengusulan rumusan kebijakan dan pembentukan usulan kebijakan dengan organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan dan birokrasi pemerintah. d) pengesahan kebijakan yaitu dengan kegiatan politik oleh partai politik, presiden dan kongres. e)implementasi kebijakan, yang dilaksanakan dengan birokrasi, anggaran publik dan aktivitas agen

eksekutif yang terorganisasi. f) evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, konsultan di luar pemerintah, pers, dan masyarakat (publik).

4. Konsep Implementasi Kebijakan

Menurut smith (Tachan, 200:37), implementasi kebijakan di pandang sebagai suatu proses atau alur. Model smith ini memandan proses implementasi kebijakan melaui proses kebijakan perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan guna melakukan perbaikan atau perubahan pada masyarakat sebagai kelompok sasaran.

Menurut George C. Edward III (dalam Subarsono, 2011:90-92) Implementasi kebijakan memiliki aspek penting dalam mengukur keberhasilan suatu implementasi kebijakan, dengan melihat aspek sebagai berikut:

1. Komunikasi adalah keberhasilan implementasi kebijakan menuntut agar implementor memahami apa yang harus dilakukan, dimana yang merupakan tujuan dan sasaran kebijakan harus transmisikan terhadap kelompok sasaran (target group) sehingga untuk mengurangi distorsi implementasi. Proses penyampaian informasi komunikator dalam hal ini. 2. Sumber Daya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas

dan sesuai, namun ketika implementor kekurangan sumberdaya untuk melakukan, lalu implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumber daya tersebut bisa berbentuk sumber daya manusia, misalnya kemampuan implementor dan sumber daya finansial.

3. Disposisi, yaitu watak dan karakteristik yang dimiliki bagi implementor, seperti tanggungjawab, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor mempunyai disposisi yang baik, kemudian implementor tersebut dapat melaksanakan kebijakan dengan baik sebagaimana apa yang diharapkan dari pembuat kebijakan. Jika implementor mempunyai sikap atau pandangan yang bertentangan dengan pelaksana kebijakan, kemudian proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak berhasil.

4. Struktur Birokrasi, struktur birokrasi atau struktur organisasi yang bekerja mengimplementasikan kebijakan mempunyai pengaruh yang penting kepada implementasi kebijakan. Bagian dari struktur organisasi yaitu Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang sangat panjang akan condong melemahkan pengawasan dan melahirkan red-tape, yaitu proses birokrasi yang rumit dan berbelit-belit yang membuat aktivitas organisasi tidak fleksibel.

5. Perspektif Implementasi

Meski penelitian implementasi telah dikembangkan selama hampir 30 tahun, implementasi telah diuji secara perspektif dari berbagai strategi, standar evaluasi, konsep, ruang lingkup dan metodologi sebagaimna disebutkan sebelumnya. (Parawangi, 2011).

Para ahli telah mengidentifikasi tiga generasi penelitian implementasi. Menurut Goggin 1986 (dalam Parawangi, 2011). Pertama; meriview segala sesuatu yang dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan selanjutnya. Kedua; strategi penelitian model: top down dan botton up. Ketiga; pengujian

secara sistematis berdasarkan kepada perbandingan dan disain peneliti statistik.

Senada dengan Goggin dikemukakan Peter deLeon dan Linda deLeon (2002) mengakomodir pendekatan-pendekatan implementasi kebijakan publik kedalam tiga kelompok generasi. Generasi pertama yaitu; pada tahun 1970-an, menafsirkan implementasi kebijakan menjadi persoalan yang terjadi antara kebijakan dan pelaksanaannya. Peneliti yang mempergunakan pendekatan ini antaralain Graham T.Allison dengan studi kasus misil kuba (1971,1999). Pada generasi ini implementasi kebijakan berhimpitan dengan studi pengambilan keputusan di sektor publik. Generasi Kedua; tahun 1980-an, yaitu generasi yang menguraikan pendekatan implementasi kebijakan yang berkarakter “dari atas ke bawah” (top down). Perspektif ini lebih inti pada tugas birokrasi untuk melakukan kebijakan yang telah diputuskan sebagai politik. Para ilmuan sosial yang menafsirkan pendekatan ini, terutama Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (1983), Robert Nakamura dan Frank Smallwood (1990), dan Paul Berman (1980). Pada waktu yang serupa, lahir pendekatan bottom-up yang dikembangkan oleh Michaael Lipsky (1971,1980), dan Benny Hjeren (1981,1983).

Generasi Ketiga; tahun 1990-an, di kembangkan oleh ilmuan sosial Malcolm L.Goggin (1990), mendatangkan pemikiran bahwa faktor perilaku faktor implementasi kebijakan makin menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Pada saat yang sama hadir pendekatan kontigensi atau situasional dalam implementasi kebijakan banyak di dukung oleh adaptasi implementasi

kebijakan tersebut. Para ilmuan yang mengembangkan pendekatan ini antara lain Richard Matland (1995), Helen Ingram (1990) dan Denise Scheberle (1997).

Tapi suatu pertanyaan yang memprihatinkan dikemukakan deLeon, bahwa pada tahun 2000-an, study tentang implementasi kebijakan secara intelektual berada di ujung buntu. (The study policy implementation has reached an intellectual dead end).

Sesungguhnya, study implementasi kebijakan, jika kita cermati dewasa ini, bukan berada di ujung buntu, seperti dikuatirkan deLeon tersebut, namun pada suatu muara di mana begitu banyak cabang ilmu pengetahuan memberikan kontribusi pada studi implementasi kebijakan. Masuknya pengaruh berbagai cabang ilmu pengetahuan, menurut Riant Nugroho (2009:503) memang membawa implikasi praktikalitas.

Perkembangan selanjutnya, adalah Generasi Keempat; yang salah satu pengaruh dapat kita lihat akhir-akhir ini adalah manajemen, khususnya manajemen yang dikembangkan pada sektor bisnis, sebagaimana Winter, Seren C (2004) mengembangkan model “An Integreted Implementation Model” Ia menekankan bahwa dalam konteks sosio-ekonomi keberhasilan implementasi di pengaruhi oleh: 1) formulasi kebijakan; 2) proses implementasi kebijakan; dan 3) dampak/hasil implementasi kebijakan.

6. Model Implementasi Kebijakan

Beberapa model implemntasi kebijakan yang dikemukakan oleh Agustino dalam bukunya Dasar-dasar Kebijakan Publik (2008:140) antara

lain:

a) Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn. Model ini disebut dengan model A Model Of The Policy Implemention. Proses implemntasi ini dilakukan secara sengaja untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai factor. Faktor tersebut antara lain: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik agen pelaksana; (4) sikap/ kecenderungan para pelaksana; (5) komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana; (6) lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Gambar 2.1

Model implementasi kebijakan Van Metter dan Carl Van Horn

(Sumber: Van Metter dan Van Horn dalam Indiahono (2009,40)) 1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

Kemampuan implementasi kebijakan dapat diukur tahap kesuksesannya pada ukuran dan tujuan kebijakan yang berwatak efisien dan sosio-kultur yang ada di tahap pelaksana kebijakan. Apabila bentuk dan dan

Komunikasi Antar Organisasi dan Pelaksana Standar dan Sasaran Sumber Daya Karakteristik Badan Pelaksana Lingkungan Sosial Ekonomi dan Politik Sikap Pelaksana Kinerja Kebijakan

sasaran kebijakan sangat sempurna (utopis), maka tentu susah direalisasikan (Agustino, 2006).

2. Sumber daya

Kesuksesan implementasi kebijakan benar-benar bergantung pada potensi menggunakan sumber daya yang ada. Manusia adalah sumber daya yang sangat penting dalam mensyaratkan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Selain sumberdaya manusia dan sumberdaya finansial waktu merupakan perhitungan yang penting kepada keberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Fokus kepedulian biro pelaksana mencakup organisasi resmi dan organisasi tidak resmi yang hendak berperan serta kepada pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting sebab kinerja implementasi kebijakan akan banyak dipengaruhi oleh kualitas yang tepat serta cocok oleh para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan kondisi kebijakan yang hendak dilakukan pada sebagian kebijakan didesak pelaksana kebijakan yang selektif dan displin.

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan tindakan-tindakan pelaksanaan Supaya kebijakan publik mampu dilakukan dengan efisien, menurut Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang merupakan standar tujuan perlu dipahami oleh para individu (implementors). Yang berfungsi berdasarkan pencapaian standar dan tujuan kebijakan, sebab itu tolak ukur dan tujuan perlu dikomunikasikan terhadap para pelaksana.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Berdasarkan pandangan (Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006)): “sikap penerimaan atau penolakan dari para biro pelaksana kebijakan benar-benar mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini benar-benar sepertinya berjalan karena kebijakan yang dilakukan tidaklah hasil perumusan warga setempat yang mengetahui pasti permasalahan dan persoalan yang mereka lalui.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal yang terakhir harus dilihat untuk menilai kinerja implementasi kebijakan yaitu sejauh mana lingkungan internal ikut serta membawa keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak mendukung bisa sebagai awal masalah oleh kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh sebab itu, usaha implementasi kebijakan menentukan kondisi lingkungan eksternal yang mendukung.

b.) Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier. Model ini disebut A Framework for Policy Impleention Analysis. Peranan penting implementasi kebijakan publik yaitu kemampuan dalam pengenalan faktor-faktor yang mempengaruhi berhasilnya tujuan-tujuan formal pada keutuhan proses implementasi. Faktor tersebut yaitu: (1) mudah tidaknya masalah yang akan dilakukan; (2) kapasitas kebijakan membentuk metode implementasi secara akurat; (3) faktor di luar undang-undang yang mempengaruhi implementasi.

Gambar 2.2

Model implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Tahapan dalam proses implementasi

(Sumber:Subarsono 2005:95)

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono (2005: 94) dan Tilaar dan Nugroho (2008: 215), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi :

a. Mudah tidaknya masalah dikendalikan (tractability of the problem).

b. Kapasitas kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi (ability of statute to structure implementation)

c. Variabel di luar kebijakan / variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)

c.) Model George C. Edward III. Model ini disebut dengan Direct And Indirect Impact On Implemtion. Menurut Edward terdapat 4 yang sangat menentukan kebijakan adalah: (1) komunikasi (2) sumberdaya (3)

Mudah tidaknya masalah dikendalikan 1. Dukungan teori dan teknologi 2. Keragaman perilaku kelompok

sasaran

3. Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk 4. Ruang lingkup perubahan perilaku

yang diinginkan

Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi

1. Kejelasan dan konsisten tujuan 2. Dipergunakannya teori kausal 3. Ketepatan alokasi sumber dana

4. Keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana

5. Aturan pelaksana dari lembaga pelaksana 6. Perekrutan pejabat pelaksana

7. Keterbukaan kepada pihak luar

Variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi

1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi 2. Perhatian media terhadap masalah

tersebut 3. Dukungan public

4. Sikap dan risorsis dari konsistuen 5. Dukungan pejabat yang lebih tinggi 6. Komitmen dan kualitas kepemimpinan

dari pejabat pelaksana

Output Kebijakan dari lembaga pelaksana Kepatuhan target untuk mematuhi output kebjakan

Hasil nyata output kebijakan

Diterimanya hasil tersebut

Revisi undang-undang

disposisi (4) struktur birokrasi.

Gambar 2.3

Model Implementasi George C. Edward III:

(Sumber: Subarsono,2005:91)

a. Menurut Edward dalam Budi Winarno (2007:174) komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan di komunikasikan kepada organisasi atau publik dan sikap serta tanggapan dari para pihak yang terlibat. Sedangkan pengertian komunikasi itu sendiri merupakan proses penyampaian informasi dari komunikasi kepada komunikan.

b. Sumber Daya, sumberdaya menjadi salah satu faktor penting dalam implementasi kebijakan publik. Sumberdaya meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, dan sumberdaya fasilitas. Sumberdaya manusia berkenaan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk mengimplemntasikan kebijakan secara efektif.

c. Disposisi, adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh implementor. Disposisi menentukan keberhasilan sebuah implementasi

Komunikasi Struktur Birokrasi Sumber Daya Disposisi Implementasi

kebijakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

d. Struktur Birokrasi, ada dua karakteristik utama dari birokrasi menurut Edward, yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi (Winarno,2014:206). SOP yang baik adalah yang mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerja implementor.

d.) Model Merilee S. Grindle. Model Grindle ini dikenal dengan Implemention as A Political and Administrative Process. Menurut Grindle variabel yang mempengaruhi kebijakan ini adalah outcome merupakan berhasil atau tidaknya tujuan yang akan diraih. Pengukuran kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal yaitu: (1) dilihat dari prosesnya; (2) tujuan kebijakan tercapai.

Gambar 2.4

Faktor Konten berikutnya diperinci lagi ke dalam 6 unsur sebagai berikut:

1. Kelompok yang kepentingannya dipengaruhi The odore Lowi (dalam Grindle, 1980) mengatakan maka bentuk kebijakan publik yang dilakukan akan menyebabkan dampak tertentu terhadap bentuk kegiatan politik. Dengan begitu, jika kebijakan publik dimaksud untuk mendatangkan perubahan pada hubungan sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya, untuk bisa mendatangkan munculnya perlawanan dari kelopok-kelompok yang keinginannya berbahaya dari kebijakan publik tersebut.

2. Jenis manfaat yang bisa didapat (type of benefits) rencana yang memberikan keuntungan secara bersama-sama atau kepada banyak orang akan bertambah ringan untuk mendapatkan dorongan dan derajat kedisiplinan yang tinggi dari sasaran group atau masyarakat banyak. 3. Capaian perubahan yang bisa di inginkan (extent of change envisioned)

karakter masyarakat dan tidak secara spontan atau secepat mungkin bisa dirasakan fungsinya oleh masyarakat cenderung lebih mendapat kesulitan dalam implementasinya.

4. Kedudukan pengambil keputusan (site of decision making) bertambah menjalar kedudukan pengambil keputusan pada implementasi kebijakan publik, baik secara geografis atau organisatoris, akan lebih sulit pula implementasi program. Karena semakin banyak unit-unit pengambil keputusan yang berpartisipasi di dalamnya.

5. Pelaksana-pelaksana program (program implementors) Keahlian pelaksana program dapat mempengaruhi pencapaian implementasi program itu. Birokrasi yang mempunyai staff yang rajin, bermutu, berkompeten serta berdedikasi tinggi kepada pelaksanaan kewajiban dan banyak mendukung keberhasilan implementasi program.

6. Sumber-sumber yang dapat disediakan (resources committed) Tersajinya sumber-sumber secara layak akan membantu keberhasilan implementasi program dan kebijakan publik.

7. Konsep Pembangunan Infastruktur a. Pengertian infrastruktur

Menurut Fajar Suryanto (2009) infrastruktur adalah suatu rangkaian yang terdiri atas adanya berbagai bangunan fisik yang masing-masing saling mengkait dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Pembangunan infrastruktur jalan berdasarkan atas sebuah gagasan, yang dimana memiliki maksud dan tujuan yang harus mampu meningkatkan masyarakat luas,

keberhasilan sebuah pembangunan infrastruktur yaitu dapat diukur dari sejauhmana pemanfaatan dan akibatnya bagi dinamika pembangunan ekonomi masyarakat menambah. Menurut Fajar Suryanto (2009) infrastruktur dapat digolongkan kedalam beberapa kategori yaitu:

1. Objek rahasia: gedung pusat pemerintahan, pusat penelitian, instansi militer, instansi polisi, BIN.

2. Objek vital: pusat dan jaringan listrik, pusat dan jaringan komunikasi perdagangan, pusat konsentrasi masyarakat, serta sarana dan prasarana transportasi.

3. Objek strategis: pabrik alat tempur militer, pabrik obat-obatan, radar pengamat, garisb perbatasan.

4. Objek umum: bangunan fasos dan fasum (pendidikan, peribadatan, tempat hiburan dll).

b. Definisi Pembangunan

BintoroTjokroamidjo dan Mustofadidjaja (2002:10) berpendapat bahwa pembangunan yaitu suatu upaya suatu masyarakat/bangsa yang merupakan suatu perubahan sosial yang besar dalam berbagai bidang kehidupan ke arah masyarakat yang tamba berkembang dan baik, sesuai pandangan masyarakat/bangsa itu. Pembangunan adalah cara yang terancang dan berkelanjutan untuk membentuk situasi yang dapat menyiapkan berbagai alternatif yang berlaku bagi pencapaian ambisi setiap warga yang sangat humanistik (Anwar, 2005:59).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan berarti upaya yang dilakukan dengan tujuan menempatkan manusia pada posisi perannya secara wajar yakni sebagai subyek dan obyek pembangunan untuk nanpu mengembangkan dan memberdayakan dirinya sehingga kdluar dapat berhubungan secara serasi, selaas, dinamis, sedangkan ke dalam mampu menciptakan keseimbangan (Suryono, 2004:37).

c. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan merupakan campur tangan pada ikatan kejadian-kejadian sosial kemasyarakatan dengan tujuan untuk menyempurnakan susunan kejadian dan tindakan yang ada dengan tujuan: (a) menumbuhkan efisiensi dan rasionalitas, (b) menumbuhkan peran kelembagaan dan profesional dan (c) merubah atau memperluas pilihan-pilihan untuk menuju tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi bagi seluruh warga masyarakat (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Berdasarkan jangka waktunya, perencanaan dapat dibagi menjadi: 1) Perancanaan jangka panjang, umumnya memiliki rentang waktu antara

10 sampai dengan 25 tahun. Perencanaan jangka panjang yaitu cetak biru pembangunan yang perlu dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang.

2) Perancanaan jangka menengah, umunya memiliki rentang waktu antara 4 sampai dengan 6 tahun. Dalam perencanaan jangka menengah meskipun masih umum, namun sasaran pada kelompok besar sudah bisa diproyeksikan dengan jelas.

3) Perencanaan jangka pendek, memiliki rentang waktu 1 tahun umumnya disebut juga dengan rencana operasional tahunan. Apabila membandingkan pada rencana jangka panjang dan jangka menengah, rencana jangka pendek umumnya lebih akurat (Munir, 2002:47).

Dokumen terkait