• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Konsep Terapi Bermain 1. Pengertian Terapi bermain 1.Pengertian Terapi bermain

Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik, emosi mental, intelektual, kreativitas maupun sosial (Soetjiningsih, 2014). Terapi merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang dengan tujuan melakukan perubahan. Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku yang bermasalah dengan menempatkan anak dalam situasi bermain (Adriana, 2011).

2.3.2. Fungsi bermain

Fungsi bermain menurut Adriana (2011) berfungsi untuk merangsang perkembangan sensorimotor, perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas, kesadaran diri, nilai moral dan manfaat terapeutik.

1) Perkembangan sensorimotor: aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain pada semua usia. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot dan bermanfaat untuk melepaskan kelebihan energi. Melalui stimulasi taktil, auditorius, visual dan kinestetik, bayi memperoleh kesan. Todler dan prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala sesuatu di ruangan.

14

2) Perkembangan intelektual: melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar mengenal warna, bentuk, ukuran, tesktur dan fungsi objek-objek. Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua variabel terpenting yang terkait dengan perkembangan kognitif selama masa bayi dan prasekolah.

3) Sosialisasi: perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui bermain, anak belajar membentuk hubungan sosial dan menyelesaikan masalah, belajar pola perilaku dan sikap yang diterima masyarakat.

4) Kreativitas: anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam bermain. Kreativitas terutama merupakan hasil aktivitas tunggal, meskipun berpikir kreatif sering kali ditingkatkan dalam kelompok. Anak merasa puas ketika menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.

5) Kesadaran diri: melaui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuan diri dan membandingkannya dengan orang lain. Kemudian menguji kemampuannya dengan mencoba berbagai peran serta mempelajari dampak dari perilaku mereka terhadap orang lain.

6) Nilai moral: anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya terutama dari lingkungan. Melalui aktivitas bermain anak memperoleh kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya. Anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan sesuatu dan bertanggung jawab.

15

7) Manfaat terapeutik: bermain bersifat terapeutik pad aberbagai usia. Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan sarana untuk melepaskan diri dari ketegangann dan stress yang dihadapi di lingkungan. Dalam bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan impuls yang tidak dapat diterima dalam cara yang dapat diterima masyarakat. Melalui bermain anak-anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan, rasa takut, kecemasan dan keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat mereka ekspresikan

2.3.3. Hal-hal yang Diperhatikan dalam Terapi Bermain

Hal-hal yang perlu diperhatikan menurut Soetjianingsih (2014) saat anak dalam aktivitas bermain yaitu:

1. Energi ekstra/tambahan: bermain memerlukan energi tambahan, dimana anak yang sakit, tidak memiliki energi yang banyak untuk bermain, sehingga permainan yang di anjurkan yaitu permainan yang tidak memerlukan banyak energi.

2. Waktu: anak yang hospitalisasi harus mempunyai cukup waktu untuk bermain 3. Alat permainan: untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan

umur dan taraf perkembangan anak.

4. Ruangan untuk bermain: ruangan tidak usah terlalu besar, anak juga bisa bermain di halaman atau di tempat tidur disesuaikan dengan keadaan anak. 5. Pengetahuan cara bermain: anak belajar bermain melalui mencoba-coba

16

6. Teman bermain: anak harus yakin bahwa ia mempunyai teman bermain. Anak dapat bermain dengan orang tua, teman sebaya atau saudara sehingga anak tidak kehilangan kesempatan dalam bersosialisasi

7. Reward: pemberian reward akan membuat anak termotivasi, reward dapat diberikan berupa semangat dan pujian atau hadiah pada anak bila berhasil melakukan sebuah permainan.

2.3.4. Jenis permainan pada anak Usia Prasekolah

Permainan anak usia prasekolah menurut Adriana (2011) biasanya bersifat asosiatif (interaktif dan kooperatif) serta memerlukan hubungan dengan teman sebaya. Alat permainan yang dianjurkan untuk anak usia prasekolah yaitu berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar dan tulis, dokter-dokteran atau masak-masakan (Soetjianingsih, 2014). Pemilihan permainan untuk terapi bermain harus disesuaikan dengan usia anak. Perkembangan anak usia prasekolah yang menonjol yaitu perkembangan motorik kasar dan halus (Mary, 2005). Terapi bermain Clay therapy sesuai dengan perkembangan Anak usia prasekolah. Dimana permainan clay therapy merupakan jenis permainan meremas dan membentuk clay yang membantu anak melatih kemampuan motorik halusnya (Kearns, 2004).

2.3.5. Terapi bermain di Rumah Sakit

Terapi bermain menurut Adriana (2011) membantu anak dalam beradaptasi dengan lingkungan baru di rumah sakit, membantu mengurangi stress terhadap

17

perpisahan, dapat sebagai distraksi (pengalihan perhatian) dan relaksasi dan mencapai tujuan terapeutik. Prinsip bermain di rumah sakit yaitu:

a. Permainan tidak bertentangan dengan terapi dan perawatan yang dijalani b. Tidak membutuhkan energi yang banyak

c. Harus mempertimbangkan keamanan bagi anak d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama e. Melibatkan orang tua atau keluarga

Standar Operasional Prosedur terapi bermain menurut Andriana (2011) yaitu: Tahap Prainteraksi:

1. Melakukan kontrak waktu 2. Mengecek kesiapan anak 3. Menyiapkan alat

Tahap Orientasi:

4. Memberikan salam dan menyapa nama anak 5. Memperkenalkan diri

6. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan terapi bermain clay therapy 7. Menanyakan persetujuan dan kesiapan anak sebelum kegiatan dilakukan Tahap Kerja:

8. Memberi petunjuk pada anak mengenai cara bermain clay therapy

9. Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan sendiri/ bersama orang tua/ keluarga/ dibantu

10.Memotivasi keterlibatan anak dan keluarga

18

12.Meminta anak menceritakan apa yang dilakukan atau dibuatnya dengan clay 13.Menanyakan perasaan anak setelah bermain clay

Tahap Evaluasi:

14.Berpamitan dengan anak 15.Mencuci tangan

2.3.6. Clay Therapy

Clay therapy merupakan terapi bermain dengan menggunakan media clay sebagai bagian dalam terapi ( Rahmani dan Moheb, 2010). Clay therapy sebagai sebuah terapi dengan menggunakan media clay yang membantu seseorang dalam mengekspresikan suasana hati dan perasaannya (Buchalter, 2009 dalam Wirastania, 2012). Terapi bermain clay therapy akan dilakukan dengan beberapa tema seperti buah-buahan, sayuran, hewan, bunga dan desain lainnya. Penetapan tema dilakukan untuk membantu mengarahkan klien membuat karya dengan clay.

Clay merupakan tanah liat, dengan materi alam yang diolah dan dibentuk menjadi macam-macam bentuk yang akan dibuat sebagai keramik (Designs, 2011 dalam Rochayah, 2012). Dalam perkembangannya istilah clay digunakan dalam menyebut adonan yang menyerupai tanah liat atau clay buatan (Wahyuningsih, 2012).

Clay sebagai alat terapi yang terbukti efektif bagi anak-anak dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan harga diri, mengurangi kecemasan, pengendalian impuls dan kemarahan (Landerth, 2004). Bainbridge (1996) dalam Suryani (2011) menjelaskan bahwa bermain clay membantu dalam

19

mengasah kemampuan otak kanan dalam berkreatifitas, meningkatkan daya imanjinasi dan melatih kerja saraf motorik anak. Macam-macam clay buatan menurut Suryani (2011) yaitu:

a. Paper clay: clay ini dibuat dari bubur kertas dan pengeringannya dapat dilakukan dengan diangin-anginkan saja. Pembuatan clay ini hanya dengan kertas koran, air, lem, tepung kanji dan dapat dipercantik dengan warna yang ditambahkan.

b. Lilin malam: clay ini biasanya digunakan sebagai mainan anak-anak yang banyak dijual di toko dengan bermacam-macam warna dan mudah dibentuk. Bentuk akhirnya lunak dan tidak akan mengeras sehingga dapat diolah kembali.

c. Polymer clay: clay ini dilakukan pengeringan dengan cara di panggang dalam oven. Hasilnya dapat menyerupai batu alam, plastik atau metal.

d. Air dry clay: clay ini sering disebut dengan clay jepang atau clay korea karena clay tersebut umumnya didatangkan dari kedua negara tersebut. Pengeringan clay ini cukup dengan diangin-anginkan saja.

e. Jumping clay: clay ini menyerupai air dry clay, namun hasil akhirnya akan lebih ringan dan pengeringannya cukup dengan diangin-anginkan saja.

f. Plastisin (clay tepung): clay ini hampir sama dengan lilin malam, namun bentuknya tidak selunak lilin malam dan lebih keras dibandingkan dengan lilin malam. Clay ini dapat dibuat sendiri dengan bahan dasar tepung jagung dan pengeringannya hanya dengan diangin-anginkan saja.

Dokumen terkait