• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.3 Konsep Transmisi Harga

Perubahan harga pada suatu pasar dapat mempengaruhi efisiensi alokasi sumber daya. Transmisi perubahan harga dari suatu pasar ke pasar yang lain menyebabkan terjadinya integrasi antar pasar, baik secara vertikal maupun horizontal. Transmisi harga merupakan sebuah proses dimana perubahan harga pada suatu pasar akan diteruskan dan direspon oleh pasar lain, baik secara vertikal (antara tingkatan dalam satu supply chain), antar pasar yang terpisah secara spasial, maupun transmisi harga yang bersifat cross product (transmisi harga suatu komoditas dengan komoditas yang berbeda tetapi terkait dalam satu lini produksi). ES ED PA PB PE DA SA DB

Pasar A (Potensial Surplus)

PA - PB

TC

Pasar B (Potensial Defisit)

Excess Supply Pasar A Excess Demand Pasar B QE QE1 QE2

Kuantitas Kuantitas Kuantitas

Harga (P) Harga (P) Harga (P)

Harga (P) Transfer Cost (TC) PE1 Y PE2 X SB

Analisis transmisi harga vertikal dilakukan untuk menguji hubungan antar harga pada tingkatan yang berbeda dalam sebuah supply chain. Transmisi harga vertikal dapat menggambarkan perilaku persaingan harga dalam pasar yang merefleksikan efisiensi pelaku pasar pada setiap tingkatan dalam melaksanakan fungsinya.

Transmisi harga horizontal berlangsung antara pasar yang terpisah secara geografis, baik antar negara maupun antar wilayah dalam suatu wilayah negara. Studi mengenai transmisi harga horizontal menjadi semakin penting karena globalisasi perdagangan yang menyebabkan perekeonomian semakin terbuka sehingga gejolak harga dunia akan ditransmisikan kepada harga domestik, atau gejolak harga yang terjadi pada negara pengekspor akan ditransmisikan kepada pasar di negara pengimpor. Informasi mengenai transmisi harga horizontal untuk komoditas yang bersifat pokok akan bermanfaat dalam pengambilan kebijakan yang terkait stabilisasi harga komoditas tersebut.

3.3.1 Transmisi Harga Asimetris

Pada pasar yang terintegrasi, perubahan harga pada salah satu pasar akan ditransmisikan secara langsung dan penuh kepada harga pada pasar yang lain. Hal ini sesuai dengan law of one price. Sebaliknya jika perubahan harga tidak langsung ditransmisikan, tetapi setelah beberapa waktu, maka transmisi tidak berlangsung penuh pada jangka pendek, namun baru akan penuh dalam jangka panjang sebagaimana implikasi kondisi arbitrase. Perbedaan transmisi harga antara jangka panjang dan jangka pendek serta kecepatan penyesuaian harga menuju keseimbangan jangka panjangnya penting untuk mengetahui derajat integrasi antar pasar pada jangka pendek (Rapsomanikis et al, 2004)

Proses transmisi harga dari satu pasar ke pasar lainnya memperlihatkan kecenderungan terjadinya transmisi yang asimetris (asymmetric price transmission). Sangat jarang transmisi harga berlangsung secara simetris. Hal ini mendasari kesimpulan Peltzman (2000) di dalam Meyer&Taubadel (2002) bahwa teori ekonomi yang standar seringkali tidak tepat karena adjustment harga yang berlangsung asimetris seringkali tidak diperhitungkan implikasinya.

Menurut Meyer&Taubadel (2002), Asymmetric Price Transmission (APT) dapat terjadi karena respon yang berbeda dalam hal magnitude transmisi atau kecepatan transmisi. Tipe-tipe APT dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Asimetri menurut magnitude dan kecepatan transmisi

Gambar 10 APT berdasarkan magnitude dan kecepatannya (Sumber : Meyer & Taubadel, 2002)

Gambar 10 diatas menggambarkan hubungan antara Pin (harga yang berubah terlebih dulu) dengan Pout(harga yang dipengaruhi). Pada gambar di sebelah kiri, ketika Pin mengalami kenaikan, Pout merespon dengan kenaikan harga sebesar kenaikan Pin, namun sebaliknya ketika Pin mengalami penurunan harga, Pout merespon dengan besaran (magnitude) tidak sebesar penurunan harga Pin

Gambar di sebelah kanan menggambarkan kecepatan transmisi yang berbeda, yaitu ketika Pin mengalami kenaikan harga, respon kenaikan Pout terjadi seketika. Sebaliknya ketika Pin mengalami penurunan harga, Pout baru merespon penurunan harga tersebut setelah jeda waktu sebesar t

.

1+n – t1

APT juga dapat merupakan kombinasi dari asimetri dalam hal magnitude dan sekaligus kecepatan transmisinya sebagaimana dalam Gambar 10 ditunjukkan bagaimana terdapat perbedaan magnitude sekaligus kecepatan transmisi ketika terjadi kenaikan P

.

in

Gambar 11 APT kombinasi magnitude dan kecepatan transmisi (Sumber : Meyer & Taubadel, 2002)

2. Asimetri Positif dan Negatif

Gambar 12 APT tipe positif dan negatif (Sumber : Meyer&Cramon-Taubadel, 2002)

Klasifikasi transmisi harga ini adalah dengan melihat perbedaan kecepatan respon terhadap kenaikan dan penurunan harga input. APT positif terjadi jika Pout lebih merespon kenaikan Pin daripada penurunan Pin. Sebaliknya APT negatif terjadi jika Pout lebih merespon penurunan Pin daripada kenaikan Pin

Menurut Meyer&Taubadel (2002), transmisi harga asimetris dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

.

1. Keberadaan market power

Dalam sektor pertanian, produsen dan konsumen dihubungkan oleh rantai pemasaran yang melibatkan banyak pihak dimana setiap tingkatan dalam rantai pemasaran mempunyai konsentrasi yang berbeda. Keberadaan market power dapat menyebabkan APT positif maupun negatif. Dalam banyak kasus, petani (produsen) dihadapkan pada pasar yang lebih terkonsentrasi pada level pengolahan dan pemasaran sehingga memungkinkan pedagang perantara untuk mempergunakan market power. Hal ini akan menyebabkan APT positif, dimana kenaikan harga input yang menyebabkan penurunan marjin pemasaran akan ditransmisikan lebih cepat dan lebih lengkap daripada penurunan harga input. Sebaliknya market power juga dapat menyebabkan APT negatif jika perusahaan yang berada pada pasar oligopoli lebih mengkhawatirkan kehilangan market share jika menaikkan harga.

Biaya penyesuaian adalah biaya yang muncul ketika suatu perusahaan menaikkan atau menurunkan output produksi atau harga produknya. Jika biaya yang muncul tersebut asimetris terhadap terjadinya kenaikan atau penurunan kuantitas produk atau harga produk, maka penyesuaian akan berlangsung asimetris.

3. Intervensi Pemerintah

Intervensi pemerintah dapat mengakibatkan APT jika pelaku pasar mempunyai keyakinan jika perubahan harga yang terjadi hanya bersifat sementara karena adanya intervensi. Misalnya kebijakan penetapan harga dasar oleh pemerintah menyebabkan pedagang dan pengecer mempunyai keyakinan bahwa jika terjadi penurunan harga akan mengundang intervensi pemerintah sehingga kenaikan harga akan lebih bersifat permanen.

3.3.2 Metode Pengujian Transmisi Harga Asimetris

Pengujian terhadap asimetri pada transmisi harga telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Pengujian secara empiris pada awalnya dilakukan melalui pendekatan dengan model ‘irreversible demand function’ yang pertama kali diperkenalkan oleh Farrell pada tahun 1952 (Meyer&Taubadel, 2002). Metode ini bertujuan untuk melihat respon perubahan harga yang ditimbulkan ketika harga input atau harga yang mempengaruhi mengalami kenaikan dan penurunan. Tweeten et al (1969) di dalam Meyer&Cramon- Taubadel (2002) mengembangkan metode ini dengan menggunakan variabel dummy untuk membedakan variabel harga input menjadi dua yaitu variabel harga naik dan variabel harga turun. Metode ini selanjutnya dikembangkan oleh Houck (1977) dan Ward (1982) dengan memasukkan lag dari variabel eksogennya sehingga diperoleh persamaan :

∆Ptout= α + ∑ ( j+D+∆P in t-j+1) + ∑ ( j-D-∆P in t-j+1) + t

Dimana P

... (3.4)

in

: harga input; Ptout : harga output; ∆Ptout = Ptout - Pt-1

D

out +

adalah dummy kenaikan harga input; D-

Dalam perkembangan selanjutnya, pengujian transmisi harga asimetris di lakukan dengan pendekatan kointegrasi yang pertama kali diperkenalkan oleh adalah dummy penurunan harga input

Taubadel&Fahlbusch (1996). Model yang digunakan dalam metode ini adalah error correction model (ECM) yang diperluas dengan memasukkan asymmetric adjustment terms. Langkah pengujian dengan metode ini diawali dengan mengestimasi persamaan kointegrasi antara kedua series harga. Jika terbukti adanya kointegrasi, lag residual dari persamaan kointegrasi ( t-1

∆P

) dipisahkan ke dalam fase positif dan negatifnya sehingga diperoleh persamaan :

tout=α+ ∑( j+D+∆P in t-j+1) +∑( j-D-∆P in t-j+1)+ +ECTt-1++ -ECTt-1-

Dimana P

+εt (3.5)

i,t dan Pj,i

ECT = error correctiom term, yaitu lag error yang ada pada setiap persamaan jangka panjang masing-masing pasangan harga

adalah pasangan harga yang terkointegrasi

ECT+t-1 = ECTt-1 >0; dan ECT-t-1 = ECTt-1

Beberapa penelitian menggunakan metode ECM untuk menganalisis terjadinya Asymmetric Price Transmission (APT), seperti yang Vavra&Goodwin (2005) yang menganalisis terjadinya transmisi harga asimetris pada industri peternakan sapi dan ayam di Amerika Serikat . Metode ECM juga digunakan oleh KPPU (2010) dalam menilai terjadinya APT pada industri minyak goreng untuk melihat struktur pasarnya dan mendeteksi adanya praktek monopoli. Sementara itu Commision of The European Communities/CEC (2009) menggunakan metode ini untuk menilai transmisi harga sepanjang rantai pasok susu dan ham di sejumlah negara anggota EU.

<=0

Dokumen terkait