• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Kerangka Teoritis

3.1.2. Konsep Valuasi Ekonomi Pengusahaan HTI

Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan valuasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai riil yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut. Selanjutnya adalah apa penyebab terjadinya bias harga tersebut. Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan valuasi ekonomi adalah ilmu tentang pembuatan pilihan-

pilihan. Pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup adalah lebih kompleks, dibandingkan dengan pilihan dalam konteks; barang-barang privat murni (Baxter et al., 1978).

Menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan bagi para pembuat kebijakan. Dalam hal ini tidak saja market value dari barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga dari jasa yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Bagaimana mengukur, atau menilai jasa tersebut padahal konsumen tidak mengkonsumsinya secara langsung, bahkan mungkin tidak pernah mengunjungi tempat dimana sumberdaya alam tersebut berada. Salah satu cara untuk melakukan valuasi ekonomi adalah dengan menghitung Nilai Ekonomi Total.

Nilai Ekonomi Total (TEV) adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan mengenai sasaran. Secara matematis persamaan total economic value dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut (Cserge, 1994):

TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (XV + BV) Dimana:

TEV = Total economic value, yang nilai ekonomi diukur dalam terminologi

sebagai kesediaan membayar (willingness to pay) untuk mendapatkan

komoditi tersebut.

UV = Use values (Nilai Manfaat), adalah suatu cara penilaian atau upaya

kuantifikasi barang dan jasa sumberdaya alam dan lingkungan ke nilai uang (monetize), terlepas ada ada atau tidaknya nilai pasar terhadap barang dan jasa tersebut.

DUV = Direct use value (Nilai Langsung), dimana output (barang dan jasa) yang terkandung dalam suatu sumberdaya yang secara langsung dapat dimanfaatkan.

IUV = Indirect use value (Nilai Tidak Langsung), yaitu barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut.

0V = Option value (Nilai Pilihan), adalah potensi manfaat langsung atau tidak langsung dari suatu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan diwaktu mendatang dengan asumsi sumberdaya tersebut tidak mengalami kemusnahan atau kerusakan yang permanen. Nilai ini merupakan kesanggupan individu untuk membayar atau mengeluarkan sejurnlah uang agar dapat memanfaatkan potensi SDA di waktu mendatang.

XV = Exsistence value (Nilai Keberadaan), nilai keberadaan suatu sumberdaya alam yang terlepas dari manfaat yang dapat diambil daripadanya. Nilai ini lebih berkaitan dengan nilai relijius yang melihat adanya hak hidup pada setiap komponen sumberdaya alam.

BV = Bequest value (Nilai Warisan), nilai perlindungan atau preservation suatu sumberdaya agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka dapat mengambil manfaat daripadanya sebagai manfaat yang telah diambil oleh generasi sebelumnya.

Metode valuasi barang dan jasa lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu metode yang menggunakan kurva penawaran dan permintaan, dan metode yang tidak menggunakan kurva tersebut. Metode yang menggunakan kurva penawaran-permintaan membutuhkan data seri tentang permintaan dan penawaran sehingga metode ini merupakan metode terbaik karena menghitung total manfaat sosial dan manfaat sosial bersih yang merupakan penjumlahan antara surplus konsumen dan surplus produsen (Turner et al., 1994).

Bann (1998) membagi teknik valuasi yang umumnya digunakan dalam menilai berbagai komponen nilai hutan tropis kedalam lima kategori utama.

1. Berdasarkan Harga Pasar

Pendekatan ini menggunakan harga pasar (price based) dari suatu barang dan jasa hutan (koreksi untuk pasar yang tidak sempurna dan kegagalan kebijakan yang dapat mendistorsi harga). Menurut Huftschmidt et. al. (1983), pendekatan

dengan harga pasar dapat dibedakan lagi menjadi pendekatan harga pasar dan pendekatan nilai barang pengganti:

a. Pendekatan harga pasar yang sebenarnya atau pendekatan produktivitas telah banyak digunakan dalam menganalisis biaya dan manfaat suatu proyek.

b. Pendekatan modal manusia (human capital) atau pendekatan pendapatan yang hilang (foregone earnings) menggunakan harga pasar dan tingkat upah untuk menilai sumbangan kegiatan terhadap penghasilan masyarakat.

2. Pendekatan Barang Lain Yang Memiliki Hubungan Dengan Barang Atau Jasa Hutan Yang Dinilai

Pendekatan ini menggunakan informasi tentang hubungan antara barang dan jasa yang dipasarkan untuk mengetahui nilai barang dan jasa yang tidak memiliki pasar. Teknik ini terdiri atas pendekatan barter, pendekatan substitusi langsung, dan pendekatan substitusi tak langsung.

Dalam pendekatan nilai barang pengganti (substitusi) maupun nilai barang pelengkap (komplementer), kita berusaha menemukan harga pasar bagi barang

dan jasa yang terpengaruh lingkungan. Pendekatan nilai kekayaan (hedonic

property prices) didasarkan atas pemikiran bahwa kualitas lingkungan mempengaruhi harga rumah yang dipengaruhi oleh jasa atau guna yang diberikan oleh kualitas lingkungan. Pendekatan upah pada jenis pekerjaan yang sama tetapi pada lokasi yang berbeda untuk menilai kualitas lingkungan kerja pada masing- masing lokasi dapat digunakan dalam metode ini. Pendekatan yang dipakai adalah bahwa upah dibayarkan lebih tinggi pada lokasi yang lebih tercemar

Disamping itu juga bisa digunakan pendekatan dengan menggunakan biaya transportasi. Pendekatan ini menganggap bahwa biaya perjalanan serta

waktu yang dikorbankan para wisatawan untuk menuju obyek wisata, dianggap sebagai nilai lingkungan yang wisatawan bersedia untuk membayar. Dalam suatu perjalanan (travel) orang harus membayar “biaya finansial” (financial cost) dan “biaya waktu”. Biaya waktu tergantung pada biaya kesempatan (opportunity cost) masing-masing.

3. Pendekatan Tidak Langsung

Pendekatan ini merupakan teknik yang berusaha mengungkap preferensi melalui informasi yang berdasarkan observasi pasar. Pendekatan ini dapat dibagi atas dua macam, yaitu:

a. Pendekatan Pasar Pengganti (Surrogate market approach) yang menggunakan

informasi tentang komoditi yang dipasarkan untuk menduga nilai barang yang akan ditaksir.

b. Pendekatan pasar konvensional (Conventional market approach) yang

menggunakan harga pasar dalam menilai jasa lingkungan dalam situasi dimana kerusakan atau perbaikan lingkungan menimbulkan perubahan kuantitas atau harga input atau output yang dipasarkan. Contohnya adalah nilai perubahan pada pendekatan produktvitas, dan pendekatan fungsi produksi.

4. Pendekatan Langsung

Membangun pendekatan pasar sebagaimana metode kontingensi yang digunakan untuk mendapatkan nilai lingkungan secara langsung, melalui survei, WTP konsumen terhadap nilai lingkungan yang dapat dipasarkan. Survei dapat dilakukan dengan mewawancarai responden secara langsung mengenai kesediaan

pembayaran (willingnes to accept) karena perubahan lingkungan dapat dipakai untuk menentukan nilai lingkungan.

5. Metode Berbasis Ongkos

Metode ini menggunakan beberapa estimasi ongkos untuk menyediakan atau menggantikan barang dan jasa lingkungan yang sebenarnya akan diestimasi benefitnya. Menurut Gittinger (1986), komponen barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam terdiri dari 2 yaitu : barang dan jasa yang diperdagangkan (traded goods) dan tidak diperdagangkan (non traded).

Untuk barang dan jasa yang diperdagangkan, teknik pengukuran nilai ekonominya dapat dilakukan dengan lebih terukur karena bentuk fisiknya jelas dan memiliki nilai pasar (market value). Beberapa cara pengukuran yang dapat dilakukan dengan surplus konsumen dan surplus produsen.

Surplus konsumen adalah pengukuran kesejahteraan di tingkat konsumen yang diukur berdasarkan selisih keinginan membayar dari seseorang dengan apa yang sebenarnya dia bayar. Di dalam valuasi ekonomi sumberdaya, surplus konsumen ini dapat digunakan untuk mengukur besarnya kehilangan akibat kerusakan ekosistem dengan mengukur perubahan konsumer surplus. Surplus produsen diukur dari sisi manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku ekonomi. Dalam bentuk yang sederhana, nilai ini dapat diukur tanpa harus mengetahui kurva penawaran dari barang yang diperdagangkan.

Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Tidak Diperdagangkan (Non Traded Value) dapat dilakukan dengan memprediksi nilainya. Beberapa barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan seperti

nilai rekreasi, nilai keindahan dan sebagainya yang tidak diperdagangkan dan sulit mendapatkan data mengenai harga dan kuantitas dari barang dan jasa tersebut.

Beberapa pendekatan untuk mengukur barang dan jasa yang tidak diperdagangkan telah banyak dikembangkan oleh para ahli ekonomi sumberdaya diantaranya adalah:

1. Teknik Pengukuran Tidak Langsung

Penilaian terhadap barang dan jasa yang tidak diperdagangkan dapat dilakukan menggunakan teknik tidak langsung yang didasarkan pada deduksi atas perilaku seseorang atau masyarakat secara keseluruhan terhadap penilaian

sumberdaya alam, sehingga teknik ini juga sering disebut teknik revealed

willingness to pay. Dengan teknik ini diharapkan akan diperoleh nilai yang secara konseptual identik dengan nilai pasar (market value).

Termasuk di dalam teknik-teknik ini antara lain; Hedonic Price and Wage Techniques, the Travel Cost Methods, Averrive Behavior and Conventional Market Approaches. Semua itu adalah tidak langsung sebab mereka tidak tergantung pada jawaban langsung masyarakat terhadap pertanyaan tentang, "berapa banyak mereka WTP atau WTA untuk perubahan kualitas lingkungan hidup" (Cserge, 1994).

a. Travel Cost Method

1. Dapat digunakan untuk menilai daerah tujuan wisata alam.

2. Dilakukan dengan cara survei biaya perjalanan dan atribut lainnya terhadap respon pengunjung suatu obyek wisata.

3. Biaya perjalanan total merupakan biaya perjalanan PP, makan dan penginapan. 4. Surplus konsumen merupakan nilai ekonomi lingkungan obyek wisata tersebut.

b. Hedonic Pricing Method

Teknik ini pada prinsipnya adalah mengestimasi nilai implisit dari karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk dan mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan permintaan barang dan jasa.

Analisa hedonic price biasanya melibatkan dua tahapan. Pertama adalah

menentukan variable kualitas lingkungan yang akan dijadikan studi dan mengkajinya dari ketersediaan data spasial dan data harga dari suatu obyek yang akan dinilai. Kedua adalah menentukan fungsi permintaan. Teori dasarnya adalah ada keterkaitan antara permintaan atau produksi komoditi yang dapat dipasarkan (marketable commodity) dengan yang tidak dapat dipasarkan (nonmarketable commodity).

2. Teknik Pengukuran Langsung

Pada pendekatan pengukuran secara langsung, nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan dapat diperoleh langsung dengan menanyakan kepada individu atau masyarakat mengenai keinginan membayar mereka (willingness to pay) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam.

Pendekatan langsung menurunkan preferensi secara langsung dengan cara

survey dan teknik-teknik percobaan (experimental tecniques) misalnya

contingent valuation methods(CVM)" dan “contingent ranking methods”.

Pendekatan ini disebut contingent (tergantung kondisi) karena pada

prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung dari hipotesis pasar yang dibangun, misalnya: seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan lain sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: teknis eksperimental melalui simulasi dan

permainan dan melalui teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan dengan melalui simulasi computer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit.

Pendekatan CVM pada hakekatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (willingness to pay atau WTP) dari sekelompok masyarakat misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan keinginan menerima (willingness to accept atau WTA) dari kerusakan suatu lingkungan hutan.

Metode CVM merupakan metode valuasi melalui survei langsung mengenai penilaian respon secara individual dengan cara menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) terhadap suatu komoditi lingkungan atau terhadap suatu sumberdaya yang non marketable. Dikatakan contingent, karena pada kondisi tersebut respon seolah-olah dihadapkan pada pasar yang sesungguhnya dimana sedang terjadi transaksi. Metoda ini selain dapat digunakan untuk mengkuantifikasi nilai pilihan, nilai eksistensi dan nilai pewarisan juga dapat digunakan untuk menilai penurunan kualitas.

Secara diagramatis pengukuran valuasi ekonomi sumberdaya hutan tanaman industri dapat dilihat dalam gambar 1.

NILAI EKONOMI TOTAL

Use Values Non Use Values

Direct Use Indirect Use Option Values Bequest Values

Gambar 1. Metode Penilaian Ekonomi Total Hutan Tanaman Industri

Gambar di atas menunjukan kaitan antara komponen penyusun dari total nilai ekonomi dari ekosistem hutan yang akan di nilai, secara lebih rinci gambar tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Total Economic Value (TEV) dari sumberdaya dapat di disagregasi ke dalam dua bagian yang terdiri dari Use Value (UV) dan Non-Use Value (NUV).

2. Use Value dapat menjadi Direct Use Value (DUV) misalnya seseorang

membuat penggunaan aktual dari fasilitas dan Indirect Use Value (IUV),

misalnya manfaat-manfaat yang diperoleh dari fungsi ekosistem. Option Value (OV), yang menunjukkan kemauan untuk membayar (WTP) untuk pilihan Metode Penilaian: - Market value - CVM - Indirect subtitu- tion App. - Hedonic Pricing - Travel Cost method - Konservasi tanah dan air - Serapan karbon - Perlindungan banjir - Transportasi - Keanekaragaman hayati - Keberadaan satwa liar dan, - satwa

dilindungi - Kelestarian hutan

agar dapat dinik- mati generasi mendatang - Biodiversitas

- Konservasi habitat - Kayu utk pulp

- Kayu utk furniture - Hasil hutan non

kayu - Penggunaan air dan udara - Ekoturisme dan rekreasi Metode Penilaian: - Biaya pencegahan - Productivity App. - Replacement cost - Relocation cost - Surrogate market price Metode Penilaian:

- Contingent Valuation Method (CVM)

(option) dalam penggunaan fasilitas seperti daerah rekreasi untuk penggunaan di masa yang akan datang.

3. Non Use Value (NUV) dapat dibagi menjadi Existence Value (EV) yang mengukur WTP untuk suatu sumberdaya untuk moral, altruistik atau dasar lain

yang tidak ada hubungannya dengan penggunaan atau nilai option. Bequest

Value (BV) yang mengukur suatu WTP untuk menjamin bahwa turunan mereka akan mampu menggunakan sumberdaya di masa yang akan datang.