• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIII. GERBANG PENGENDALI KEMEROSOTAN SOSIAL

8.3. Sosial Ekonomi

Dari sisi sosial ekonomi, perusahaan HTI sudah semestinya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan, karena aktivitas perusahaan yang luas dapat menimbulkan peluang berbagai aktivitas ekonomi bagi masyarakat sekitar. Aktivitas angkutan, perdagangan, warung dan lain-lain dapat tumbuh karena terdapat aktivitas yang melayani kebutuhan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan HTI.

Perusahaan HTI cukup berpengaruh dan harus betul-betul mempunyai komitmen yang kuat terhadap perluasan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat tempatan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan di hutan tanaman mulai dari pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga penebangan kayu, dan pengangkutan kayu ke pabrik pengolahan.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang baik akan sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan perusahaan HTI. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat terkait dengan penyediaan lapangan kerja yang luas, serta munculnya wirausaha baru yang melayani kebutuhan perusahaan dan perkembangan daerah yang kian maju.

a. Informasi Teknis dan Manajemen dalam Dimensi Sosial Ekonomi

Berdasarkan informasi teknis dan manajemen yang diperoleh dilapangan sebelum SECI ini diterapkan terdapat banyak kasus yang termasuk dalam kelompok sosial ekonomi ini. Diantaranya kasus sosial ekonomi yang teramati

adalah rendahnya kesempatan kerja dan berusaha masyarakat, rendahnya pendapatan masyarakat sekitar kawasan, kemitraan dan kerjasama belum terjalin dengan baik karena belum terbukanya akses informasi perusahaan terhadap masyarakat.

b. Pelayanan Teknis dan Manajemen dalam Dimensi Sosial Ekonomi

Belajar dari kasus kebakaran hutan yang sering terjadi, perusahaan mencoba menata kembali pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, dengan menempatkan masyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Untuk itu sejak tahun 2000 perusahaan mulai melakukan pelayanan teknis dan manajemen untuk memperbaiki dimensi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan konsesi dengan membangun kemitraan dalam program MHBM dan MHR dengan kontrak kerjasama, adanya informasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat untuk mendapat kesempatan dan peluang yang sama dalam kerjasama ekonomi.

Penyediaan lapangan kerja di perusahaan MHP dirumuskan secara rinci

dalam Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap pekerjaan, mulai

pekerjaan di persemaian sampai penebangan. Dengan adanya SOP ini semua pihak mempunyai informasi yang sama dan kesempatan yang sama untuk setiap aktivitas pembangunan HTI. Dampak adanya SOP ini bermunculan banyak pemborong atau kontraktor baru yang berasal dari masyarakat lokal.

Dalam setiap pekerjaan yang dikontrakan, kontraktor akan menerima SPK (surat perjanjian kerja) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dan menerima BAP (berita acara pemerikasaan). Pembayaran hasil pekerjaan di

dasarkan pada BAP yang dihitung dari volume pekerjaan dikalikan upah per satuan volume, dikurangi penalti. Sebagai gambaran, untuk pekerjaan penebangan di wilayah Lematang dana yang di bayarkan ke kontraktor pada tahun 2003 sejumlah Rp2 miliar lebih.

Deskripsi ini menunjukkan bahwa perusahaan telah memberikan pasokan dana yang cukup besar ke masyarakat atas semua pekerjaan yang dapat dikontrakkan, mulai dari penyiapan lahan, penanaman, pengendalian gulma, pemangkasan cabang, penebangan, pemuatan kayu ke truk, hingga transportasi kayu ke pabrik. Disampig itu perusahaan juga membayar dana ke masyarakat untuk sewa kendaraan dan alat-alat produksi. Selama tahun 2003 jumlah dana yang dibayarkan ke masyarakat mencapai Rp8 miliar lebih.

Keberadaan PT. MHP juga telah menciptakan Peluang bisnis atau usaha baru, yaitu berupa toko dan warung makan. Sejak keberadaan PT. MHP dengan segala aktivitasnya, telah bermunculan warung-warung makan yang melayani kebutuhan karyawan perusahaan dan sopir truk logging. Dari hasil kajian rata- rata warung makan yang ada di wilayah ini setiap harinya mencapai omzet antara Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Munculnya peluang usaha baru tersebut telah berhasilkan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan.

Selain itu, PT. MHP sebagai badan usaha yang bergerak di sektor

kehutanan, khususnya hutan tanaman industri dengan tanaman utamanya Acacia

mangium telah melakukan manajemen hutan secara berkelanjutan guna menjaga kelestarian alam. Seiring dengan kemajuan Ilmu dan Teknologi, pemanfaatan sumberdaya yang optimal perlu dilakukan dalam memenangkan persaingan industri dan pasar global. Demikian juga dengan PT. Musi Hutan Persada (MHP),

yang selalu melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam mencapai kunggulan kompetitif (competitive advantage) dan meningkatkan devisa. Selain itu PT. MHP berupaya meningkatkan produktifitas lahan, kualitas lingkungan hidup dan memperluas lapangan usaha secara terus menerus sesuai dengan tujuan pengusahaan hutan tanaman industri.

Disamping itu dalam upaya mewujudkan pengelolaan hutan secara

berkelanjutan (sustainable forest management) salah satu upaya yang akan

dilakukan oleh PT.MHP adalah meningkatkan nilai tambah (value-added) Acacia mangium, yaitu dengan cara melakukan diversifikasi produk berbasis Acacia mangium. Produk kayu Acacia mangium dari MHP selama ini hanya

diperuntukkan untuk industri pulp dan kertas, yaitu memasok kebutuhan kayu

bulat PT. Tanjung Enim Lestari (TEL); pasar monopsonis. Kini MHP berencana untuk mengembangkan menjadi beberapa produk, yaitu bahan bangunan, kayu gergajian kayu olahan (KGKO), produk furniture, plywood, moulding, MDF, papan partikel, arang industri (charcoal) atau arang aktif, bahan perekat dari ekstrak tanin kulit kayu dan produk-produk turunan lainnya.

Dalam melakukan pengembangan produk dan usahanya PT. MHP masih memiliki peluang yang sangat besar. Hal tersebut tampak dari rencana produksi kayu yang stabil dan terus meningkat yaitu sekitar 2.5 juta m3/tahun pada tahun 2004 dan 2005. Dengan demikian, dari sisi sumber bahan baku utamanya, yaitu

kayu A. Mangium, PT. MHP tidak kekurangan, bahkan masih berlebih dan belum

termanfaatkan secara optimal, karena sudah melebihi target kapasitas yang dipasok ke PT. Tanjung Enim Lestari (TEL), yaitu rata-rata sebesar 2.25 juta m3/tahun atau setara dengan 500 ribu ton/tahun pulp dan kertas sedangkan

kemampuan produksi PT. MHP sebesar 4.5 juta m3/tahun dengan luas hutan tanaman 193 500 ha. Dengan demikian ada kelebihan produk sebesar 2.25 juta m3/tahun yang dihasilkan PT. MHP (PT. MHP, 2004).

Berdasarkan data PT. MHP (2004), dengan memasok bahan baku pulp dari

kayu-kayu yang berdiameter kecil ke PT. TEL, PT. MHP hanya memperoleh US $30-35/m3, sedangkan apabila dilakukan diversifikasi produk maka diduga dapat diperoleh pendapatan bernilai lebih dari US $200/m3 atau setara Rp 1.8 juta/m3, bahkan bisa mencapai lebih dari US $ 300/m3, misalnya untuk kayu perkakas atau

produk furniture lainnya. Oleh sebab itu, sangat disayangkan apabila kayu

berdiameter besar 30 cm dicacah kecil-kecil hanya untuk dijadikan pulp, karena selain tidak efisien, hal tersebut merupakan pemborosan.

Oleh karena itu, tujuan dari diversifikasi produk tersebut adalah untuk meningkatkan nilai tambah, baik secara ekonomi maupun produksi, melakukan pengembangan komoditas dan untuk memperkuat kompetensi pemasaran, serta menciptakan produk yang ramah lingkungan, yang mempunyai tanggung jawab sosial (social responsibility) yang tinggi. Dengan demikian diversifikasi produk tersebut diharapkan dapat menunjang Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan (sustainable forest management) yang dicita-citakan perusahaan.