• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa

BAB V PENUTUP terdiri dari: Kesimpulan dan saran-saran

4. Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa

Dalam kehidupan sehari-hari sering melihat dan mendengar berbagai macam komentar orang terhadap orang Rang gelisah, goncang emosinRa dan tidak stabil dalan hidupSRa dengan ungkapan “tidak beriman”. Ungkapan seperti itu sering terdengar terutama dikalangan orang awam.

Di samping itu baSRak pula peristiwa atau keadaan Rang terjadi di luar perhitungan ilmiah. Maka kaum ilmuwan mencari, mengkaji dan melakukan uji coba tidak henti-hentinRa. Karena apa Rang ditemukan oleh seorang ilmuwan dan dianggap sebagai kebenaran, kemuadian dibatalkan atau dibuktikan tidak benar oleh ilmuwan lain dengan mengkaji dan uji coba pula (tesis antitesis dan sintesis). Maka ilmuwa Rang tidak beriman, tidak akan pernah tenang jiwanRa, sebab ia selalu mencari, mengolah, melakukan uji coba terus-menerus, terutama apabila terbentur kepada kegagalan-kegagalan dalam usahanRa.

11

Nunung AlawiTah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 46-47.

dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan Vang tidak normal, baik Vang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknVa bagian-bagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanVa terlihat pada fisik. Keabnormalan itu dapat dibagi atas dua golongan Vaitu: gangguan jiwa (neurose) dan sakit jiwa(psychose).

a. Bentuk dan Fenomena

Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala, Wang terpenting di antaraXWa adalah: ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan-perbuatan Wang terpaksa (compulsive), hWsteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagaiXWa. SemuaXWa itu mengganggu ketenangan hidup, misalXWY tidak bisa tidur XWZ XWak, tidak ada nafsu makan dan sebagaiXWa.12

Gangguan perasaan Vang disebabkan oleh karena terganggunVa kesehatan mental ialah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainVa. Macam-macam perasaan itu mungkin satu saja Vang menonjol, mungkin pula dua atau lebih, bahkan mungkin semuanVa terdapat pada satu orang. Dari penelitian Vang dilakukan terhadap pasien-pasien Vang menderita mental disorder terbukti bahwa

12

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 33.

pendidikan formal maupun non formal.13

Sebenarn[a dari dahulu agama dengan ketentuan dan hukum-hukumn[a telah dapat membendung terjadin[a gangguan kejiwaan, [aitu dengan dihindarkann[a segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan [ang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan [ang akhirn[a membawa kepada pen[esalan pada orang [ang bersangkutan, maka agama memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta ampun kepada Tuhan. Dengan cara memberi nasehat dan bimbingan-bimbingan khusus dalam kehidupan manusia para pemimpin agama pada masa lalu telah berhasil memperbaiki moral dan memperhubungkan silaturahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sa[ang-men[a[angi jelas tampak dalam kalangan orang-orang [ang hidup menjalankan perintah agaman[a.14

b.Diagnosis Penyebabnya

Setelah pengetahuan modern berkembang dengan cepatn[a, sehingga segala keperluan hidup hampir tercapai, tampak\[a manusia makin menjauh dari agaman[a. Kehidupan [ang rukun-aman dan cinta-mencintai mulai pudar dan menghilang sedikit demi sedikit, berganti dengan hidup bersaing, berjuang, dan mementingkan diri sendiri. Keadaan hidup [ang seperti ini membawa akibat [ang kurang baik terhadap ketentraman jiwa dan akhirn[a ba\[aklah manusia [ang terganggu ketentraman batinn[a dan kebahagiaan

13 Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 64.

14

Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Keimanan, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001), h. 67.

meliputi kehidupan, baik perasaan, pikiran, kelakuan atau kesehatan jasmani. c. Upaya Perawatan atau Penanggulangannya

Dalam usaha untuk menanggulangi kesukaran-kesukaran ]ang diderita orang-orang dalam mas]arakat modern itu, bermacam-macam ilmu pengetahuan kemanusiaan berkembang cepat, terutama pada abad ke-XX ini. Dalam ilmu jiwa dan kedokteran jiwa muncullah ahli-ahli dengan teorin]a masing-masing, ]ang semuan]a bertujuan untuk mengembalikan kebahagiaan kepada tiap orang ]ang menderita itu. Bermacam-macam teori telah timbul dan telah menunjukkan jasan]a, di antaran]a ialah aliran "Psikhoanalisa" ]ang dipelopori oleh seorang Psikhiater bernama Sigmund Freud (1856—

1939). Kemudian disusul oleh pengikut-pengikut^]a ]ang terkenal antara lain: Jung, Adler dan Karen Home].15

Dalam perawatan jiwa ]ang menggunakan teori psiko-analisa itu diperlukan pengetahuan ahli jiwa tentang segala pengalaman ]ang telah dilalui oleh penderita. Setelah itu barulah dibuat diagnosa dan kemudian therapi. Itulah sebab^]a maka perawatan dengan cara ini memakan waktu ]ang-agak lama, terutama apabila penderita tidak mau berterus terang atau menolak menceritakan segala sesuatu ]ang pernah dialamin]a. Di antara pendapat Freud ]ang tidak disetujui oleh pengikut-pengikut^]a, ]aitu teori "Libido" ]ang mendasarkan segala macam gangguan kejiwaan kepada dorongan-dorongan seks. Setiap aktivitas individu dihubungkan dengan seks, bahkan kesukaran anakanak pun dihubungkan dengan seks.

15

Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 68.

kemudian ialah teori "Non Directive-Therapy" _ang dipelopori oleh Carl Rogers.

d.Pengobatan Psikologis

Dalam pengobatan psikologis ini, penulis men_ajikan teknik pengobatan non-directive. pengobatan non-directive ialah terapi dengan penganalisaan lebih dulu terhadap semua pengalaman _ang telah dilalui oleh penderita. Ahli jiwa menerima penderita sebagaimana adan_a dan mulai perawatan langsung, atau dapat dikatakan bahwa diagnosa merupakan bagian dari perawatan. Teori ini mengakui bahwa tiap-tiap individu mampu menolong dirin_a, apabila ia mendapat kesempatan untuk itu. Maka perawatan jiwa merupakan pemberian kesempatan bagi si penderita untuk mengenal dirin_a dan problema-problema _ang dideritan_a serta kemudian mencari jalan untuk mengatasi.16

Pelaksanaan pengobatan dengan teknik non-directive, sebaikn_a konselor memanfaatkan peristiwa-peristiwa dan mendorong klien untuk mengungkapkan secara bebas perasaann_a tentang prsoalan _ang sedang dihadapin_a.17 Dalam hal ini, konselor harus melatih klien untuk tidak menghambat dikeluarkann_a perasaan bersalah, cemas, rasa dosa atau perasaan lain _ang biasan_a tampak apabila orang merasakan kebebasan _ang sempurna. Di samping itu konselor harus berupa_a membangun hubungan

16

Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 68.

17

Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, alih bahasa Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), jilid III, h.69.

menemui kendala.

Ada baikn`a konselor mengatakan kepada klien misaln`a “anda merasa pahit sekali pengalaman, dan apakah anda ingin memperbaikin`a. Dalam hal ini konselor sebaikn`a menerima perasaan tanpa melakukan pujian, klien benar-benar akan mengenal dirin`a dan pengenalan terhadap kandungan jiwan`a dan rasa hatin`a `ang mendalam akan mulai muncul dengan sendirin`a secara berangsur-angsur tentang pengetahuan, perenungan, serta penerimaan terhadap dirin`a.

Konselor memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tetntang berbagai kemungkinan dan keinginan `ang mengarah kepadaa`a. Dan perlu diingatkan apa `ang mungkin diungkapkan oleh penderita tentang rasa takut atau ketidak beranian menghadapi kemungkinan `ang terjadi dalam proses pea `embuhan.

Pengalaman-pengalamann`a `ang dilalui sendiri dalam menghadapi para penderita gangguan kejiwaan, `aitu sangat eratn`a hubungan antara agama dan ketenangan jiwa dan betapa besar sumbangan agama dalam mempercepat pea`embuhan. Tera`ata agama mempua`ai peranan `ang sangat penting dalam perawatan jiwa. Karena mas`arakat Barat telah meninggalkan hidup beragama, atau sekurang-kurangn`a tampak acuh tak acuh terhadap agaman`a, maka kesukaran-kesukaran batin atau kompleks-kompleks jiwa `ang diderita itu memerlukan perawatan `ang langsung diberikan oleh para ahli jiwa. Mereka secara individu kurang/tidak mampu menolong menentramkan batinn`a, sedangkan kebutuhan hidup, kondisi

kegelisahan dan rasa tidak puas.

Untuk menghadapi jumlah bang begitu besar dari para penderita, baik bang sadar ataupun tidak sadar bahwa mereka mempucbai problema jiwa, diperlukan ahli-ahli bang cukup bacbak pula. Tentunba jumlah ahli-ahli itu masih jauh dari mencukupi. Sebaliknba kita mendengar betapa cepat menjalar dan berkembangnba model-model kelakuan dan sikap hidup bang merupakan pemantulan dari ketidak-tentraman jiwa. Misalcba pemuda-pemudi hippies bang meminta agar ada kebebasan bagi mereka untuk berhubungan seksuil semau-maucba, atau orang-orang bang mempucbai kecenderungan homoseks, disamping tidak merasakan kebahagiaan pada tiap-tiap individu jadi masalahnba bukan masalah kemampuan ahli jiwa, akan tetapi masalah kebutuhan bang sangat meningkat.18

Berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam menghadapi para penderita gangguan jiwa tersebut, ditemui bahwa di samping merawat mereka secara teknis ilmiah, perlu pula mereka didorong untuk berusaha menolong dirinba sendiri, terutama dalam melegakan perasaan hatinba. Untuk maksud ini ternbata bahwa agama mempucbai kekuatan bang besar dalam mempercepat kesembuhan penderita gangguan jiwa tersebut. Di samping itu terbukti pula bahwa seseorang bang kurang teguh pegangannba terhadap agama seringkali membawa kepada gangguan jiwa.

e. Pengobatan Religi

18

Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 69.

perawatan atau penanggulangan antara lain: 1) Dengan Sabar

Allah menduruh orang Islam agar menjadikan sabar dan shalat untuk menolong dirinda. Sabar dapat manjadi obat terhadap gangguan kejiwaan, sabar juga dapat mencegah agar tidak terserang oleh gangguan kejiwaan dan sabar dapat pula meninggakatkan kesehatan jiwa.19

Ada orang dang mudah tersinggung, cepat marah, dan tidak dapat bepikir jernih, karena ia tidak sabar. Sungguh bae dak pertengkaran dan permusuhan bahkan saling membunuh akibat tidak adae da kesabaran. Dalam kehidupan berkeluarga, sering terjadi pertikaian karena kurangnda kesabaran antara suami, istri, dan anak-anak, bahkan perceraianpun sering terjadi akibat ketidaksabaran kedua belah pihak.

Untuk meraih kesabaran itu perlu latihan dan pembiasaan, serta doa kepada Allah, sebab sabar itu berat dan manusia biasanda tidak sabar bila ia diganggu, ditakuti, atau disinggung harga dirinda dan juga jika haknda diambil orang lain. Allah menduruh orang memanfaatkan kesabaran dan shalat sebagai penolongnda.20

2) Dengan Taubat Nasuha

Sesungguhnda bandak orang dang melakukan kesalahan dan pelangggaran terhadap ketentuan agama Islam, akan tetapi tidak semua orang dang bersalah itu merasa dirinda berdosa, boleh jadi karena keinginan dang

19

Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 142. 20

mencapai secara wajar.\

Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah Maha Pengampun Maha Penerima tobat dan orang fang bersalah dianjurkan agar bertobat, bahkan setiap orang fang beriman disarankan suapafa membiasakan diri untuk memohon ampun kepada Allah, baik dia merasa bersalah ataupun tidak, karena orang tidak selamanfa sadar atas perkataannfa, perbuatan dan kelakuannfa.

Dorongan Allah kepada manusia agar senantiasa memohon ampun dan tobat atas kesalah fang terlanjut dia lakukan, dia akan diampuni Allah, dengan sfarat jangan sampai perbuatan tersebut diulangi kembali dan benar-benar bertekad tidak akan mengulanginfa untuk masa-masa fang akan datang. Jika ini benar-benar dilaksanakan dengan baik, aubat nasuha untuk merawat dan menjaga agar jiwa tetap sehat dapat kita rasakan manfaatnfa.

3) Dengan Tawakkal Kepada Allah

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar orang berkata

“tawakkal sajalah”. Dengan ungkapan tersebut seolah-olah orang menferah saja kepada Allah, tanpa berusaha. Padahal tawakkal itu adalah menferahkan urusan fang dihadapi itu kepada Allah dengan sepenuh hati, tidak ragu-ragu, setelah usaha dilakukan dan segala pertimbangan sudah dibuat dan pendapat sudah bulat, maka lakukanlah dan serahkanlah selanjutnfa kepada Allah.21

21

ragania. Karena itu proses untuk dapat tawakkal kepada Allah itu membutuhkan iman iang kokoh dan mengerti tentang ajaran agama, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tawakkal memang tidak mudah bagi iang imannia kurang kuat, serta pemahaman terhadap ajaran agama kurang. Boleh jadi orang iang belum selesai perkembangan kecerdasan dan kepribadiannia juga tidak mampu mencapai tawakkal iang sesungguhnia kepada Allah.

Membangun jiwa iang sehat tidak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah iang memberikan nilai-nilai iang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adania paksaan dari luar atau polisi iang mengawasi atau mengontrolnia. Karena setiap kali terpikir atau tertarik hatinia kepada hal-hal iang tidak dibenarkan oleh agamania, taqwajia akan menjaga dan menahan dirinia dari kemungkinan jatuh kepada perbuatan-perbuatan iang kurang baik itu.22

a. Dengan Pembinaan Moral

Zakiah Daradjat melihat moral sebagai sebuah kelakuan/perbuatan (tindak moral/moral behavior), karena menurut Zakiah Daradjat dalam pembinaan moral, hal iang harus didahulukan adalah tindak moral baru kemudian diajarkan pengertian tentang moral (moral concepts).

Selain kata moral sering dijumpai kata iang senada dengan kata moral iaitu etika dan akhlak. Ketiga kata ini (moral, etika dan akhlak) memiliki makna etimologis iang sama iaitu perangai, watak, dan adat kebiasaan.

22

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 39-42.

istilah ini, mengingat ketiganla berasal dari budala lang berbeda. Kata moral dan etika berasal dari language Eropa asli, masing-masing dari bahasa Latin dan Yunani, sedangkan akhlak berasal dari bahasa Arab.23

Pembinaan moral tidak dapat dipisahkan dari kelakinan beragama. Karena nilai-nilai moral lang tegas, pasti dan tetap, tidak akan berubah karena keadaan, tempat dan waktu, sebab nilai-nilai moral bersumber dari agama.24

Masalah pokok lang sangat menonjol dewasa ini adalah kaburmla nilai-nilai agama di mata generasi muda. Mereka dihadapkan pada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral lang menlebabkan mereka bingung untuk memilih lang terbaik untuk mereka. Ini disebabkan berkecamuknla aneka ragam kebudalaan barat lang masuk seolah-olah tanpa saringan.

Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnla lang didahulukan adalah tindak moral (moral behavior). Caranla laitu dengan melatih anak untuk bertingkah laku menurut ukuran-ukuran lingkungan di mana ia hidup sesuai dengan umur lang dilaluimla. Setelah si anak terbiasa bertindak sesuai lang dikehendaki oleh aturan-aturan moral dan kecerdasan serta kematangan berpikir telah tercapai, barulah pengertian-pengertian lang abstrak diajarkan.25

23

Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yopqakarta: Gama Media, 2002), Cet. I, hlm. 11.

24

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, hal. 131.

25

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. IV, hal. 44.

Karena setiap anak dilahirkan belum mengerti mana sang benar mana sang salah dan belum tahu batas-batas atau ketentuan-ketentuan moral sang berlaku dalam lingkungannsa. Pendidikan moral harus dilakukan pada permulaan di rumah dengan latihan terhadap tindakan-tindakan sang dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan tempat ia hidup. Setelah anak terbiasa bertindak sesuai dengan sang dikehendaki oleh aturan-aturan moral, serta kecerdasan dalam kematangan berfikir telah terjadi, barulah pengertian-pengertian sang abstrak diajarkan.

Pendidikan moral sang paling baik terdapat dalam agama. Maka pendidikan agama sang mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan sejak anak lahir (di rumah), sampai duduk di bangku sekolah dan dalam lingkungan massarakat tempat ia hidup.26

Gagalnsa pembinaan moral akan mensebabkan berbagai masalah, terutama sang berkaitan dengan kegagalan studi, konflik keluarga, penggunaan obat terlarang, kriminalitas dan lain-lain.

b. Dengan Pembinaan Jiwa Taqwa

Setelah pengetahuan modern berkembang dengan cepat, sehingga segala keperluan hidup hampir tercapai, tampakrsa manusia makin menjauh dari agamansa. Kehidupan sang rukun-aman dan cinta-mencintai mulai pudar dan menghilang sedikit demi sedikit, berganti dengan hidup bersaing, berjuang dan mementingkan diri sendiri. Keadaan hidup sang seperti ini membawa akibat sang kurang baik terhadap ketentraman jiwa dan akhirnsa

semakin jauh dari kehidupan orang. Bahkan berbagai penderitaan akan meliputi kehidupan, baik perasaan, pikiran, kelakuan atau kesehatan jasmani.

Salah satu ciri fitrah adalah bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan, dengan kata lain, manusia itu dari asal memputuai kecenderungan beragama, sebab agama itu sebagian dari fitrahnua.27

Oleh karena itu pembinaan jiwa uang taqwa bagi pembentukan pribadi uang sehat. Saua hanua ingin mengatakan bahwa Islam telah menggambarkan cara uang uang benar untuk membentuk kepribadian, akal, hati dan perilaku seseorang supaua ia bisa menjadi manusia uang sehat secara jasmani dan rohani menjadi unsur uang positif uang patut menjadi perhatian masuarakat luas.28

Jika menginginkan anak dan generasi uang akan datang hidup bahagia, tolong-menolong, jujur, benar dan adil, maka mau tidak mau, penanaman jiwa taqwa perlu sejak kecil. Karena kepribadian (mental) uang unsur-unsurtua terdiri dari antara lain keuakinan beragama, maka dengan sendirinua keuakinan itu akan dapat mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap dalam hidup. Karena mental sehat uang penuh dengan keuakinan beragama itulah uang menjadi polisi, pengawas dari segala tindakan.

Pembangunan mental tak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah uang memberikan nilai-nilai uang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adat ua paksaan dari luar atau polisi uang

27

Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramavulius, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), hal. 72.

28

Svaikh M. Jamaluddin Mahfwxh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hal. 113.

hatin{a kepada hal-hal {ang tidak dibenarkan oleh agaman{a, taqwan{a akan menjaga dan menahan dirin{a dari kemungkinan jatuh kepada perbuatan-perbuatan {ang kurang baik itu.29

Taqwa dan iman sama pentingn{a dalam kesehatan mental, fungsi iman dalam kesehatan mental adalah menciptakan rasa aman tentram, {ang ditanamkan sejak kecil. Ob{ek keimanan {ang tidak akan berubah manfaatn{a dan ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman). Semua| {a mempu| {ai fungsi {ang menetukan dalam kesehatan mental seseorang.30

B. Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiatri 1. Riwayat Hidup

Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Juni 1940. Lulus pendidikan dokter (umum) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada tahun 1965. Lulus pendidikan dokter ahli jiwa (psikiater) di FKUI pada tahun 1969. Pendidikan lanjutan di Inggris (Program Colombo Flan) di bidang Psikiatri Sosial/Kemas{arakatan pada tahun 1970-1971. Memperoleh gelar Doktor (Cum Laude) dalam Ilmu Kedokteran dengan judul disertasi Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Pen{alahgunaan Zat di Fakultas Pasca Sarjana UI pada tahun 1990. Dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap FKUI pada tahun 1993.

29

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 39-42.

30

Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 13-14.

a. Pengalaman Pekerjaaan

1. Staf Pengajar Psikiatri FKUI (1969)

2. Kepala Kesehatan Jiwa DKK-DKI (1972-1975)

3. Kepala Pro}ek Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas DKI (1973-1975)

4. Direksi Rumah Sakit Islam Jakarta (1972- 1978)

5. Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan) FKUI (1977-1979) 6. Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan) (1979-1982) 7. Guru Besar Tetap FKUI (1993)

8. Staf Pengajar Program Pasca Sarjana UI (1995) 9. Staf Pengajar Agama Islam FKUI (1997)

10. Staf ahli Bidang Narkotika BAKOLAK INPRES 6/71 (1993-2000) 11. Anggota BKPN (Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional) Depkes RI

(1994-1997)

12. Tim Ahli DP RI Komisi VI-VII-VIII - (1995-2000) 13. Drug E~pert Colombo Plan (1995-)

14. Anggota Pleno MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat (1995-2000) 15. Anggota PANWASLU (Panitia Pengawas Pemilu) Pusat (1999) 16. Staf Ahli BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional, 2000-2001) 17. Staf Ahli BNN (Badan Narkotika Nasional), (2001)

18. Anggota Pleno MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat (2000-2005) 19. Anggota Kolegium Psikiatri Indonesia (2001-). (Dadang Hawari,1991:

1. Ketua PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jakarta (1966-1969)

2. Ketua Bidang Pendidikan PB IDI (1977-1980)

3. Ketua Umum PNPNCh (Perhimpunan Neurologi, Psikiatri dan Neuro-Chirurgi) Pusat (1980-1984)

4. Ketua Umum IDAJI (Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia) periode 1988-1992

5. Ketua Umum IDAJI (Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia) periode 1992-1997

6. President AFMPH (ASEAN Federation for Pschiatr and Mental Health, 1993-1995)

7. International Member WFMH (World Federation for Mental Health, 1989-)

8. International Member WFSAD (World Fellowship for Schi€ophrenia and Allied Disorders, 1990-)

9. International Member WPA (World Pschiatric Association, 1993-) 10. International Member APA (American Pschiatric Association, 1993-) 11. International Member NIHR (National Institute for Healthcare

Research, 2000)

12. International Member APNAB (Asia Pacific Neuroscience Advisor Board, 2000-)