• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”32 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”33

a. Analisis

Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional, yakni sebagai berikut :

Maksud dari analisis adalah, suatu tinjauan atau pengharapan terhadap masalah tertentu.34 Analisis dimaksudkan terhadap ketentuan yuridis Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004.

31

http://www.hukumonlinHak Mogok di Indonesia, diakses pada Tanggal 02 September 2011.

32 Samadi Surya Barata,

Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Hal 28 33

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1984. hal. 133

34

Mas’ud Khasan Abdul Qahar, Kamus Ilmiah Populer, Bintang Pelajar, Tanpa Kota, Tanpa Tahun.

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Maksud dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah, undang-undang tentang penyelesaian hubungan industrial

c. Penyelesaian Perselisihan

Maksud dari penyelesaian perselisihan adalah, pelaksanaan, upaya dan solusi untuk mencari kesepakatan berdamai terhadap perselisihan hubungan industrial, baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan (non litigasi). Akan tetapi penyelesaian perselisihan hubungan indusatrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit.35 Selanjutnya jenis penyelesaian perselisihan dimaksud menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, ada tiga mekanisme penyelesaian perselisihan diluar pengadilan (non litigasi) yaitu mediasi36, konsiliasi37 dan arbitrase.38

35

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 10 jo Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3). Yakni yang dimaksud perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Selanjutnya perundingan bipartit tersebut dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

36

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 11, yakni yang dimaksud dengan mediasi adalah mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

37

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 13, yakni yang dimaksud dengan konsiliasi adalah konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat

Sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan (litigasi) maka, berada dalam yurisdiksi Peradilan Umum,39 yakni pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri setempat.40

Konsep hukum acara yang dianut Undang-Undang No.2 Tahun 2004 menunjukkan adanya suatu perubahan dalam pola penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian hanya melalui mekanisme hukum acara perdata tentu menarik jika dilihat dari aspek kepentingan para pihak. Hukum perdata yang pada dasarnya meletakkan pengaturan pada kebebasan individu.41

Perubahan pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial merupakan mekanisme baru

buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

38

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan arbitrase adalah arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

39

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 57, yakni Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undangundang ini.

40 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 14 ayat (2), yakni Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

41

dalam persoalan ketenagakerjaan di Indonesia, karena Pengadilan ini relatif baru.42

d. Perselisihan Hubungan Industrial

dibandingkan dengan pengadilan khusus lainnya.

Maksud dari Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

e. Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Maksud dari pekerja atau buruh adalah, setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan atau dalam bentuk lain.

Sedangkan maksud dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

42

Lalu Husni, Penyelesian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Diluar Pengadilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Hal 16

f. Pengusha43 dan Perusahaan44

Maksud dari pengusaha dan perusahaan ialah, tempat dimana pekerja/buruh menerima perintah, melaksanakan, dan mentataati peraturan kerja yang telah disepakati antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan.

g. Investasi

Maksud dari investasi ialah, penanaman atau pendanaan sejumlah modal (dalam bentuk nilai mata uang), dari pengusaha atau perusahaan baik nasional maupun dari luar negeri semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dari investasi dimaksud.

Namun dalam penelitian ini investasi hanya dikaitkan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubunga Industrial. Maksudnya bahwa apabila Undang-Undang dimaksud tidak dapat menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial secara efektif seperti isi dari Mukadimah huruf a Undang-Undang dimaksud, yakni bahwa hubungan industrial dinilai harus bersikap harmonis, dinamis, dan berkeadilan 43

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 6, yakni yang dimaksud pengusaha adalah (1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

44

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 7, yakni yang dimaksud perusahaan adalah (1) setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; (2) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan asumsi sebab-akibat, bahwa investasi sangat berpengaruh pada pola penyelesaian yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bila intensitas perselisihan kecil maka iklim usaha berjalan kondusif sehingga para investor tidak ragu untuk berinvestasi, demikian juga sebaliknya jika intensitas perselisihan lebih besar maka akan berpengaruh terhadap investasi tersebut.

Dokumen terkait