• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

2. Konsepsi

Konsepsi adalah bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan antara teori yang ada dengan observasi penelitian, dan juga abstraksi dengan realitas.54 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu.55

Untuk itu, dalam penelitian ini menggunakan didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, diantaranya sebagai berikut:

1. PT, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

52 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: Nuansa Mulia, 2006), hlm. 34.

53 Berdasarkan Pasal 21 Angka (24) UUPT 2017.

54 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LPSE, 1998), hlm. 34. Lihat juga Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10.

55 Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 19.

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya.56

2. Rapat Umum Pemegang Saham/RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau AD.57

3. Pengambilan Keputusan di Luar RUPS, dalam praktik dikenal dengan keputusan yang diedarkan (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution), adalah pengambilan keputusan yang dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham.58

4. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.59

5. Pemegang Saham adalah pemilik dari saham yang berupa tanda penyertaan, andil atau kepemilikan seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan.60 G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta

56 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007.

57 Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT 2007.

58 Berdasarkan Penjelasan Pasal 91 UUPT 2007.

59 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJN.

60 Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi, (Jakarta: Media Karta, 2010), hlm. 97

yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.61

Sementara jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.62 Penelitian yuridis normatif juga disebut dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process).63

2. Sumber Data

Data utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah data yang telah dalam keadaan siap dan dapat dipergunakan dengan segera, dan tidak terbatas oleh waktu maupun tempat. Bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu sehingga menjadian peneliti yang sekarang tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, dan analisa maupun konstruksi data.64 Data sekunder dapat diperoleh melalui studi kepustakaan, yang terbagi atas:

61Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, (Jakarta: UI Press, 2001), hlm. 30.

62Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1985), hlm. 13.

63Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 43.

64Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2005), hlm. 12.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.65 Dalam penelitian ini utamanya adalah UUPT 2007, dengan didukung oleh peraturan perundangan lain seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisa, mengkaji, dan memahami bahan hukum primer yang ada66, seperti dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal hukum, hasil penelitian, hasil seminar, yang berkaitan dengan PT khususnya dalam pengambilan keputusan di luar RUPS (Circular Resolution/Keputusan Sirkuler).

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier digunakan untuk memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang mencakup kamus hukum dan terutama adalah kamus bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan istilah-istilah hukum yang baik dan juga sebagai alat bantu pengalihbahasaan beberapa literatur asing.67

65 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 38.

66 Ibid.

67 Ibid.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, internet, dan media massa, serta kamus-kamus yang relevan dengan penelitian ini. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.68

Sementara alat pengumpulan data dalam penelitian ini untuk menjawab permasalahan penelitian berupa studi dokumentasi. Studi dokumentasi menurut Sugiyono adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.69 Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data kemudian ditelaah. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buku, peraturan, notulen rapat, maupun dokumen-dokumen lain yang dapat menjadi pedoman penelitian seperti akta Notaris, keputusan sirkuler.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.70 Analisis data

68 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 86.

69 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 329.

70 Ibid., hlm. 114.

merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan/atau uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.71 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.72

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri dari data yang ada baik primer, sekunder, maupun tersier, sehingga menghasilkan klasifikasi yang sesuai atau jawaban yang benar atas permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Adapun tahapan-tahapan untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah ada tersebut, secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahapan pengumpulan dan pengkinian data-data, misalnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti, artikel, jurnal atau karya tulis dalam bentuk lainnya sebagai referensi;

2. Tahapan pemilahan data-data, dimana dalam tahapan ini seluruh data yang telah ada akan dipilah-pilah dengan mempedomani konteks yang sedang diteliti;

71 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 106.

72 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. cit., hlm 25.

Karena penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan (library research), maka pengumpulan bahan diperoleh dari buku-buku, makalah, peraturan perundang-undangan, dan dokumen yang ada kaitannya dengan permasalahan, sehingga data yang diperoleh adalah data kualitatif.

3. Tahapan analisa dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dituangkan dalam hasil penelitian sebagai tambahan referensi. Analisa pada substansi pembahasan dalam penulisan ini, dapat menggunakan penafsiran dengan metode interpretasi yuridis yang sebagaimana telah dikenal dalam ilmu hukum serta menggunakan teori hukum yang terkait sebagai pisau analisis untuk mengungkapkan fenomena-fenomena hukum.

Dengan menggunakan tahapan-tahapan analisa di atas, diharapkan hasil analisa yang sistematis tersebut akan dapat ditarik suatu kesimpulan yang dapat menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan yang ada, guna penyusunan jawaban atas permasalahan penelitian yang dijabarkan secara deskriptif.

BAB II

MEKANISME PELAKSANAAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RUPS (KEPUTUSAN

SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION)

A. RUPS Berdasarkan UUPT 2007 1. RUPS secara Umum

Seiring berjalannya waktu, telah berkembang berbagai macam bentuk badan usaha maupun badan hukum seperti Firma, CV, Yayasan, Perkumpulan dan salah satunya adalah PT. PT dibentuk sebagai suatu subjek hukum selain manusia demi menjalankan dan meningkatkan kegiatan usaha yang lebih baik.73

Menurut UUPT 2007, PT merupakan sebuah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT ini serta peraturan pelaksanaannya.74

Salah satu unsur yang tidak kalah penting dalam menentukan nasib sebuah PT pertama kali adalah para pendiri. Para pendiri pada umumnya dapat berupa orang-perorangan maupun badan hukum, yang telah memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang, dan memiliki peranan penting pada saat pembuatan akta pendirian suatu PT, mulai dari memilih nama atau membuat nama untuk PT yang akan didirikan, penentuan maksud dan tujuan suatu PT yang berkaitan dengan bidang usaha PT tersebut, beserta besaran modal yang akan ditempatkan dan disetor bergantung kepada luasan serta sasaran modal yang mungkin

73 I.G.Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), hlm. 1.

74 Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUPT 2007.

dibutuhkan. Perorangan atau badan hukum yang memasukkan modal PT kemudian disebut sebagai Pemegang Saham. 75

Pemegang Saham adalah pemilik dari saham yang berupa tanda penyertaan, andil atau kepemilikan seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan.76 Saham itu sendiri merupakan kertas tanda bukti penyertaan kepemilikan modal atau dana pada suatu PT yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama PT, dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang jelas kepada setiap Pemegang Sahamnya.77

Menurut Black’s Law Dictionary, pengertian dari Pemegang Saham adalah:78

“Shareholder is someone who owns or hold a share or shares in a company, esp. a corporation – also termed shareowner; (in a corporation) stockholder (artinya, pemegang saham adalah orang yang mempunyai atau memegang satu atau beberapa saham dalam suatu perseroan terutama dalam suatu PT – juga disebut sebagai pemilik saham; (dalam PT) pemegang stok)”.

Para Pemegang Saham tidak hanya dapat diartikan sebagai para pendiri, tetapi para pemilik dari PT tersebut. Kepemilikan dari saham suatu PT akan tercatat dalam surat saham yang di dalamnya menyebutkan jumlah dan nomor urut saham sesuai dengan buku daftar pemegang saham.79 Sehingga dapat disimpulkan bahwa saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan terhadap PT, sehingga seseorang atau badan yang membeli atau mempunyai saham berarti memiliki PT tersebut.80

75 I.G.Rai Widjaja,Op.cit., hlm. 1

76 Taufik Hidayat, Op.cit., hlm. 97

77 Irham Fahmi, Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Ke-2, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm.81

78 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Tenth Edition, (USA: Thomson Reuters, 2014), hlm. 1586.

79 I.G.Rai Widjaja, Op.cit., hlm. 17.

80 Istijanto Oei, Kiat Investasi Valas, Emas, Saham, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm.13.

Para Pemegang Saham melalui Dewan Komisaris melimpahkan wewenangnya kepada Direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha PT. Dalam kaitan dengan tugas tersebut, Direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan perjanjian dan kontrak dan kegiatan-kegiatan lain dalam rangka menjalankan kegiatan PT.81 Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, AD PT, dan keputusan Para Pemegang Saham.

Terdapat beberapa pengertian menurut para ahli tentang pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:82

a. Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.

b. Menurut Sondang P. Siagian, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat.

c. Menurut James A. F. Stoner, pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan itu adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu

81 H. U. Adil, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Edisi 2, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016), hlm. 49.

82https://id.wikipedia.org/wiki/Pengambilan_keputusan, diakses pada tanggal 18 September 2019 jam 13.32WIB.

pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara atau teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.

Pada umumnya, dalam pengambilan keputusan, Para Pemegang Saham akan mengadakan rapat umum yang biasanya dinamakan RUPS. Setiap Pemegang Saham mempunyai hak menghadiri RUPS, dan melalui RUPS Para Pemegang Saham dapat melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan oleh Direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen Perseroan dengan pengambilan keputusan Para Pemegang Saham.83 RUPS merupakan tempat berkumpulnya atau forum Para Pemegang Saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan PT.84

Menurut Black’s Law Dictionary, pengertian dari RUPS adalah:85

“Regular Meeting is a periodic meeting held at a time set in organisation’s governing documents or a standing rule or schedule that the deliberative assembly has adopted. – also termed stated meeting; general meeting.(artinya Rapat Umum adalah sebuah rapat yang diadakan secara berkala pada suatu waktu yang telah ditentukan oleh suatu dokumen pengaturan dalam suatu organisasi atau aturan tertentu atau pengaturan yang mengatur suatu kumpulan anggota untuk membuat suatu keputusan. – juga disebut rapat yang ditetapkan)”.

Sementara itu menurut UUPT 2007, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau AD.86 Peran RUPS sebagai organ perseroan tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS tersebutlah Para Pemegang Saham sebagai pemilik (eigenaar, owner) PT

83M. Yahya Harahap, Op. cit.,hlm. 306.

84Magdalena Simarmata, Analisis Yuridis terhadap Pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Studi terhadap Pembubaran PT. Ulu Musi Agung Tenera), Tesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011), hlm. 31.

85Bryan A. Garner, Loc. cit., hlm. 1132.

86Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 UUPT 2007.

melakukan kontrol terhadap pengurusan yang dilakukan Direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen PT.87

Pemegang Saham yang tergabung dalam RUPS selaku organ perseroan memiliki kewenangan dalam pelaksanaaan kegiatan usaha suatu perseroan. Hak-hak Para Pemegang Saham harus dilindungi dan Para Pemegang Saham harus dapat menjalankan hak-hak mereka melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh perusahaan.88

Organ pada suatu PT selain RUPS adalah Direksi dan Dewan Komisaris.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya suatu PT, dibantu pelaksanaanya oleh Organ PT. Masing-masing dari organ perseroan tersebut mempunyai tugas dan wewenangnya masing-masing yang telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan juga yang diatur dalam AD.

Berdasarkan UUPT 2007, Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas Undang-Undang dan AD. Kewenangan seorang Direksi memberikan kepadanya kekuasaan untuk membuat serta menjalankan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang telah ditetapkan oleh AD dan peraturan perundang-undangan, dan tanggung jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan kewajiban baginya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut semata-mata untuk mencapai tujuan PT. 89

87 M. Yahya Harahap, Loc. cit., hlm. 306.

88Adrian Sutendi, Buku Pinter Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Raih Asa Sukses,2015), hlm. 150.

89 Ibid., hlm. 44.

Agar kewenangan atau kewajiban Direksi tersebut dilaksanakan untuk kepentingan PT sesuai dengan maksud dan tujuan PT, maka idealnya kewenangan itu dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang ada.90

Oleh karena itu, agar Komisaris dapat menjalankan fungsinya secara optimal, paling tidak untuk menduduki jabatan komisaris harus:91

a. Mempunyai pengetahuan yang cukup luas tidak saja dalam bidangnya tapi juga yang terkait dengan dunia usaha.

b. Mempunyai misi dan visi dalam pengelolaan PT.

c. Mampu memformulasikan nilai-nilai etika bisnis.

Secara teoritis dapat dibedakan antara tugas komisaris dan direksi dari suatu PT akan tetapi praktiknya dalam membedakan tugas dan wewenang kedua organ tersebut sering sekali tumpang tindih. Akibatnya jika dalam hal kedua organ tersebut saling lempar tanggung jawab. Seperti yang dikemukakan oleh Darmin Nasution, selama ini Dewan Komisaris sering menjadi pengambil keputusan, melampaui fungsinya sebagai pengawas. Ini terutama terjadi di Bank. Misalnya ketika hendak mengambil kredit dalam jumlah besar, para Direksi harus meminta persetujuan komisaris terlebih dahulu.92

a) Keberadaan dan Kewenangan RUPS

Pada Pasal 1 angka 2 UUPT 2007, dijelaskan Perseroan mempunyai 3 (tiga) organ yang terdiri dari:93

90 Ibid.

91 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 41.

92 Ibid.

93 Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPT 2007.

1) RUPS;

2) Direksi, dan 3) Dewan Komisaris.

Selanjutnya keberadaan RUPS sebagai organ perseroan, ditegaskan lagi pada Pasal 1 angka 4 UUPT 2007 yang mengatakan, RUPS adalah organ perseroan. Dengan demikian menurut hukum, RUPS adalah organ perseroan yang tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS tersebutlah Para Pemegang Saham sebagai pemilik (eigenaar, owner) perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan Direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen perseroan.94

Mengenai kewenangan RUPS secara umum diatur oleh Pasal 1 angka 4 UUPT 2007 dimana RUPS sebagai organ perseroan, mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, namun dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau AD Perseroan.95

Selanjutnya mengenai kewenangan RUPS juga diatur ulang pada Pasal 75 ayat 1 UUPT 2007 yang berbunyi bahwa RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau AD.96

Jadi secara umum, kewenangan apa saja yang tidak diberikan kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangan RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan organ tertinggi perseroan. Namun, hal itu tidak persis demikian, karena pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan

94 M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 306.

95 Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT 2007.

96 Ibid., Pasal 75 ayat 1.

berdampingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power) yang diatur dalam undang-undang dan AD. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih tinggi dari Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggungjawab yang mereka miliki.97

Jika dideskripsi, kewenangan RUPS yang paling utama sesuai dengan UUPT 2007, antara lain sebagai berikut:98

1) Menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya (Pasal 13 ayat 1 UUPT 2007).

2) Menyetujui perbuatan hukum atas nama perseroan yang dilakukan semua anggota Direksi, semua anggota Dewan Komisaris bersama-sama dengan pendiri dengan syarat semua Pemegang Saham hadir dalam RUPS, dan semua Pemegang Saham menyetujuinya dalam RUPS tersebut (Pasal 14 ayat 4 UUPT 2007).

3) Perubahan AD ditetapkan oleh RUPS (Pasal 19 ayat 1 UUPT 2007).

4) Memberi persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut saham yang dikeluarkan perseroan (Pasal 38 ayat 1 UUPT 2007).

5) Menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal 39 ayat 1 UUPT 2007).

6) Menyetujui penambahan modal perseroan (Pasal 41 ayat 1 UUPT 2007).

97 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 306-307.

98 Ibid., hlm. 307.

7) Menyetujui pengurangan modal perseroan (Pasal 44 ayat 1 UUPT 2007).

8) Menyetujui rencana kerja tahunan apabila AD menentukan demikian (Pasal 64 ayat 1 jo. Ayat 3).

9) Memberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris (Pasal 69 ayat 1 UUPT 2007).

10) Memutuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan wajib dan cadangan lain (Pasal 71 ayat 1 UUPT 2007).

11) Menetapkan pembagian tugas dan pengurusan perseroan antara anggota Direksi (Pasal 92 ayat 5 UUPT 2007).

12) Mengangkat anggota Direksi (Pasal 94 ayat 1 UUPT 2007).

13) Menetapkan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi (Pasal 96 ayat 1 UUPT 2007).

14) Menunjuk pihak lain untuk mewakili perseroan apabila seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan perseroan (Pasal 99 ayat 2 huruf c UUPT 2007).

15) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk:

(a) Mengalihkan kekayaan perseroan, atau

(b) Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan,

Persetujuan itu diperlukan apabila lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak (Pasal 102 ayat 1 UUPT 2007).

16) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga (Pasal 104 ayat 1 UUPT 2007).

17) Memberhentikan anggota Direksi (Pasal 105 ayat 2 UUPT 2007).

18) Menguatkan keputusan pemberhentian sementara yang dilakukan Dewan Komisaris terhadap anggota Direksi (Pasal 106 ayat 7 UUPT 2007).

19) Mengangkat anggota Dewan Komisaris (Pasal 111 ayat 1 UUPT 2007).

20) Menetapkan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan anggota Dewan Komisaris (Pasal 113 UUPT 2007).

21) Mengangkat Komisaris Independen (Pasal 120 ayat 2 UUPT 2007).

22) Memberi persetujuan atas rancangan Penggabungan (Pasal 223 ayat 3 UUPT 2007).

23) Memberi persetujuan mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan

23) Memberi persetujuan mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan

Dokumen terkait