• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) DALAM PERSEROAN TERBATAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASPEK HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) DALAM PERSEROAN TERBATAS"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

(KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) DALAM PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Oleh

D E W I 137011122 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

ASPEK HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

(KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) DALAM PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

D E W I 137011122 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum

2. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N 3. Dr. Detania Sukarja, SH., LLM

4. Dr. Marianne Magda, SH., M.Kn

(5)

dari Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) dapat menjadi masalah dan bukan tidak mungkin menjadi pembuka sengketa di antara pemegang saham serta menimbulkan kerugian bagi Perseroan dalam menjalankan usahanya. Tesis ini, dibuat untuk menjawab beberapa permasalahan seperti, Pertama, untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution), Kedua, mengenai keabsahan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution), Ketiga, mengenai peranan Notaris dalam pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

Metode penelitian yang digunakan untuk tesis ini adalah yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para sarjana hokum terkemuka. Dalam hal pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan.

Hasil Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa suatu Keputusan Sirkuler dapat sah secara internal dan secara eksternal. Secara internal (berlaku dalam suatu organisasi PT) maka Keputusan Sirkuler tersebut dilaksanakan berdasarkan Pasal 91 UUPT dan Pasal 1320 KUHPerdata, dimana usul yang dikirimkan secara tertulis kepada seluruh Pemegang Saham telah disetujui secara tertulis (dengan cara ditandatangani) oleh seluruh pemegang saham dalam suatu bentuk Risalah dan tidak boleh ada satupun pemegang saham yang tidak setuju.

Secara eksternal maka Keputusan Sirkuler wajib dilaksanakan sesuai Pasal 91 UUPT dan 1320 KUHPerdata, wajib ditegaskan kembali dengan akta otentik oleh Notaris dan telah disetujui atau diterima pemberitahuannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI, serta diterbitkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Disarankan agar Pemerintah dapat membuat suatu peraturan khusus atau peraturan pelaksana mengenai Keputusan Sirkuler, dan diharapkan Notaris dapat menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta otentik dan juga berperan lebih aktif dalam membantu Pemegang Saham selaku kliennya dalam pemahaman dan dalam melaksanakan tugasnya khususnya mengaktakan Keputusan Sirkuler.

Kata Kunci : Perseroan Terbatas, Pemegang Saham, Keputusan Sirkuler.

(6)

and causes financial loss to the company. The objectives of this research are to discover the mechanism of the execution of decision making outside General Meeting of Shareholders (Circular Resolution), the validity of decision outside General Meeting of Shareholder (Circular Resolution), and the role of Notary in the execution of decision making outside General Meeting of Shareholder (Circular Resolution).

This research is a normative juridical research studies references or secondary data consisting of laws and regulations, legal theories and opinions from well-known law expers. The data are collected through library research..

The results demonstrate that Circular Resolution could be valid internally and externally. Internally (to make it valid in a Limited Liability Company), it has to be in accordance with Article 91 of the laws on Limited Liability Company and Article 1320 of the Civil Code, in which a proposal has to be sent in written form (and signed) by all shareholders in form of Minutes and not a single shareholder may disapprove it. Externally, Circular Resolution must be implemented in accordance with Article 91 of the laws on Limited Liability Company and Article 1320 of the Civil Code, then must be strengthened by an authentic deed by a Notary and has been approved or received the notification by Minister of Law an Human Rights, and published in the Supplement to the State Gazette of Republic of Indonesia.

It is adviced that Government to make a specific regulation or regulation executive on Circular Resolution. It is expected that Notary could apply the precautionary principle in making authentic deeds and also could be more actively participate to assist shareholders as their client to understand their duties to particularly draw up a deed for the Circular Resolution..

Keywords: Company, Shareholder`s, Circular Resolution

(7)

menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “ASPEK HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) DALAM PERSEROAN TERBATAS”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan Program Studi S2 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, ucapan terimakasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Ibu DR. T.

Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum, selaku Pembimbing Utama penulis, dan selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak DR. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum yang merupakan Pembimbing II penulis, dan Bapak PROF. DR. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N, selaku Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, kepada para Dosen Penguji yang terhormat, yang telah berkenan member masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Dalam kesempatan ini penulis juga dengan tulus mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Pelaksana Tugas Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

5. Kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan membimbing penulis, terutama kepada Ibunda yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian tesis ini.

6. Suami dan anak penulis yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian tesis ini.

7. Teman-teman Kelas A Tahun Ajaran 2013/2014 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan teman kerja penulis untuk kebersamaan, kerjasama dan dukungan yang begitu luar biasa penulis rasakan dan terima.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, 28 Januari 2020 Penulis

Dewi

(9)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Dewi

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 21 Mei 1989

Status : Kawin

Agama : Buddha

Alamat : Komplek Cemara Asri Jalan Flamboyan Blok H- 5 No. 39

II. KELUARGA

Ayah : Ang Tjin Khue

Ibu : Tjoe Mei Tjhin

Adik : Deny

Suami : William

Anak : Victoria William III. PENDIDIKAN

SD W.R. Supratman 1 : Tahun 1995 - 2001

SMP W. R. Supratman 1 : Tahun 2001 - 2004

SMASutomo 1 : Tahun 2004 - 2007

S-1 Fakultas Hukum Univ. Sumatera Utara : Tahun 2007 - 2011

(10)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 25

BAB II MEKANISME PELAKSANAAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RUPS (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) ... 31

A. RUPS Berdasarkan UUPT 2007 ... 31

B. Perbandingan Pelaksanaan Pengambilan Keputusan Pemegang Saham di Luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution) dengan Negara Singapura ... 58

BAB III KEABSAHAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RUPS (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) ... 74

A. Keabsahan Keputusan Pemegang Saham di Luar RUPS

(Keputusan Sirkuler/Circular Resolution) ... 74

(11)

LUAR RUPS (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR

RESOLUTION) ... 99

A. Wewenang, Kewajiban dan Larangan Notaris ... 99

B. Peranan Notaris Sebagai Pejabat Umum... 110

C. Peranan Notaris Dalam Memberikan Penyuluhan Hukum Kepada Masyarakat ... 111

D. Peranan Notaris Dalam Pengambilan Keputusan Pemegang Saham Di Luar RUPS ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(12)

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BurgelijkWetbookvoorIndonesie)

Menteri Hukum dan HAM : Menteri Hukum dan Hak AsasiManusia

PKR : Pernyataan Keputusan Rapat

PPAT : PejabatPembuatanAkta Tanah

PT/Perseroan/Perusahaan : Perseroan Terbatas

RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham

RUPSLB : Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa SABH/Sisminbakum : SistemAdministrasi Badan Hukum

UUJN : Undang-UndangRepublik Indonesia No. 30

Tahun 2004 sebagaimanadiubah oleh Undang- UndangRepublik Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentangJabatanNotaris

UUPT 1995 : Undang-UndangRepublik Indonesia No. 1 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

UUPT 2007 : Undang-UndangRepublik Indonesia No. 40Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi, kemajuan teknologi pun semakin canggih dimana hal tersebut juga berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian suatu negara. Prinsip dan ciri globalisasi ekonomi dan perdagangan ini menuntut negara-negara di dunia untuk melakukan harmonisasi hukumnya agar sesuai dengan tuntutan era globalisasi ekonomi dan perdagangan dengan cara melakukan berbagai structural adjustment policies berupa serangkaian deregulasi, liberalisasi, debirokratisasi dan swastanisasi.

1

Tanpa adanya keharmonisan tersebut, Indonesia dapat dikucilkan dari kegiatan bisnis internasional dan investasi karena tidak ada kepastian terhadap perlindungan hukum untuk kegiatan bisnis yang telah biasa dilakukan di dunia internasional.

2

Transaksi bisnis internasional dapat menimbulkan masalah yang cukup kompleks, terutama karena perkembangannya yang cukup pesat dan terdapatnya lebih dari sistem hukum nasional dalam satu transaksi.

3

Demikian dalam abad modern ini menempatkan Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional.

4

Bentuk Perseroan Terbatas merupakan yang banyak digunakan dalam berbagai usaha dan sangat memberikan

1Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (I), Cet. 2 (Edisi Revisi), (Bandung: Books Terrace & Library, 2007, hlm. 4.

2Bismar Nasution, Makalah: Sejarah Singkat Hukum Perusahaan di Indonesia, https://bismarnasution.com/sejarah-singkat-hukum-perusahaan-di-indonesia/, diakses pada tanggal 06 Desember 2019, pukul 10.30 WIB.

3Mahmul Siregar, Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis Internasional dan Implikasinya terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia, Jurnal, 2008, hlm. 12.

4M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 26.

(14)

pengaruh terhadap perkembangan perekonomian nasional.

5

Sejak pembangunan Indonesia digalakkan pada sekitar tahun 1967, semenjak itulah pertumbuhan dan pertambahan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas mengalami peningkatan dalam jumlahnya.

6

Perseroan Terbatas merupakan bentuk badan usaha yang paling sempurna di antara berbagai bentuk badan usaha lainnya seperti Maatschap, baik Firma maupun Persekutuan Komanditer (CV).

7

Pada awalnya Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yakni Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 berikut segala perubahannya terakhir dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1971, kemudian diikuti dengan keluarnya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahan terakhir dengan keluarnya UUPT 2007 yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007.

8

Istilah Perseroan Terbatas terdiri dari 2 (dua) kata yakni “perseroan” dan

“terbatas”. “Perseroan” merujuk pada modal yang terdiri atas “sero-sero” atau

“saham-saham”. Sementara “terbatas” merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.

9

5Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank & Persero), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 2.

6Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas (Edisi Kedua), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. xi.

7Mulhadi, Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 81.

8Maria N Sihombing, Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi dalam Prinsip Corporate Opportunity yang Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Tesis, (Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2011), hlm.1.

9Ade Risky Kesuma, Tinjauan Yuridis Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Tesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012), hlm.

35.

(15)

Perseroan Terbatas merupakan asosiasi yang bersifat komersial dan berbadan hukum.

10

Perseroan Terbatas sebagai badan usaha merupakan badan hukum (rechtspersoon, legal entity)

11

, yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.

12

Kelahiran Perseroan sebagai badan hukum karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum (created by legal process) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengertian badan hukum berasal dari Latin yang disebut Corpus atau Body. Dia berbeda dengan manusia perorangan (human being). Kelahiran manusia sebagai badan hukum melalui proses alamiah (natural birth process). Sebaliknya, Perseroan lahir sebagai badan hukum yang tercipta melalui proses hukum. Itu sebabnya Perseroan disebut makhluk badan hukum yang berwujud artificial (kumstmatig, artificial) yang dicipta negara melalui proses hukum.

13

Badan hukum menjamin adanya

10 Sri Yuliati, Analisis Hukum tentang Pemilikan Saham pada Perusahaan Penanaman Modal Asing, Tesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2013), hlm. 5

11 Menurut Riduan Syahrani, suatu Perseroan Terbatas sebagai badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Adanya harta kekayaan yang terpisah: yaitu bahwa Perseroan mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta para pemegang sahamnya dan didapat dari pemasukan para pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal disetor.

2) Mempunyai tujuan tertentu: yaitu tujuan tertentu dari suatu Perseroan dapat diketahui dalam ADnya yang memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Mempunyai kepentingan sendiri: yaitu hak-hak subjektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami yang merupakan kepentingan yang dilindungi hukum dan dapat menuntut serta mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.

4) Ada organisasi yang teratur: yaitu badan hukum mempunyai organisasi yang teratur, demikian pula dengan perseroan mempunyai AD yang terdapat dalam akta pendiriannya yang menandakan adanya organisasi yang teratur.

Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 14-15, sebagaimana dikutip dari Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 61. Lihat juga Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis, Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 127-128.

12 H. Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf, (Bandung: PT Eresco, 1993), hlm. 10.

13 M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 36. Bandingkan dengan Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 166, yang menyebutkan bahwa “Sesuatu perusahaan dapat disebut juga sebagai badan hukum, apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh

(16)

kesinambungan hak dan kewajiban, walaupun pengurus dari badan itu diganti.

Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban tetap ada walaupun pengurusnya sudah berganti-ganti.

14

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat ‘UUPT 2007’), berbunyi bahwa “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”, dimana elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai suatu badan hukum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Merupakan persekutuan modal;

2. Didirikan berdasar perjanjian;

3. Melakukan kegiatan usaha;

4. Lahirnya perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

Perseroan Terbatas juga merupakan badan hukum yang terpisah (seperate)

15

dan “mandiri” (persona standi in judicio, independent) yang memiliki sifat dan

Undang-Undang. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan suatu perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum, akan tetapi di negeri Belanda yang merupakan tempat asal mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap (NV) telah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman”. Namun setelah diterbitkan UUPT 2007, hal tersebut tidak perlu diragukan lagi karena dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007 sudah tegas dinyatakan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

14 Hadi Susanto, Pemegang Saham Nominee dalam Perseroan Terbatas, Tesis, (Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2004), hlm. 36.

(17)

ciri yang berbeda dari bentuk usaha lain.

16

Oleh karena itu, Perseroan Terbatas dapat menjalankan kegiatan operasionalnya selayaknya seperti manusia, namun dalam pertanggungjawabannya dibatasi dengan tanggung jawab pemegang saham, sehingga bentuk usaha Perseroan Terbatas berbeda dengan bentuk usaha lainnya.

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum tentu tidak dapat berjalan sendiri tanpa digerakkan oleh organ di dalam Perseroan Terbatas itu sendiri.

17

Apabila dikaji lebih dalam, maka Perseroan Terbatas sebagai legal personality atau sebagai separatis legal entity hanya merupakan personifikasi.

18

Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi biologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, Perseroan juga memerlukan organ untuk menggerakkan ‘roda’ Perseroan sehari-hari.

19

Ketentuan yang mengatur tentang organ Perseroan sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 angka 2, menyebutkan: “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris”. Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam menjalankan sebuah Perseroan, ketiga organ tersebut selayaknya saling bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawabnya masing-masing, baik di skala pembuatan kebijakan, pengawasan, maupun

15M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 37.

16Menurut Rudy Prasetya, “Yang dimaksudkan dengan kedudukan mandiri Perseroan Terbatas adalah bahwa Perseroan Terbatas dalam hukum dipandang berdiri sendiri (otonom) terlepas dari orang-perorangan yang berada dalam Perseroan Terbatas tersebut. Rudy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 5.

17Lihat Stephen Griffin, Company Law: Fundamental Principles, (United Kingdom:

Pearson Education Limited, 2000), hlm. I, dikatakan bahwa “A company may be perceived as an artificial entity in the sense that it is but a vehicle, occupied and controlled by its management and membership for the purpose of pursuing business goals. The human constituents of the company will ultimately determine the route which is to be taken by the corporate enterprise”.

18Try Widiyono, Op. cit., hlm. 7.

19Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas agar terhindar dari Jerat Hukum, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), hlm. 26.

(18)

pelaksanaan.

20

Ketiga organ tersebut dalam Perseroan tidak ada yang paling tinggi, masing-masing melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan yang diperintahkan oleh Undang-Undang, dalam hal ini UUPT 2007.

21

Menurut Pasal 1 angka 4 UUPT 2007 menjelaskan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (yang selanjutnya disingkat ‘RUPS’) adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan UUPT 2007 dan/atau AD. RUPS tidak dapat dipisahkan dari Perseroan. Melalui RUPS, para pemegang saham sebagai pemilik perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan Direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen perseroan.

22

Inilah yang dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS.

23

Namun sebenarnya kekuasaan RUPS adalah tidak mutlak. Artinya kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan oleh Undang-Undang dan AD kepada Direksi dan Dewan Komisaris.

Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris.

24

Jadi, masing-masing

20 Ibid.

21 Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Cetakan Pertama, (Jakarta: Forum Sahabat, 2009), hlm. 39.

22 M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 306.

23 Budiman Ginting, Hukum Investasi: Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007), hlm. 95.

Yang sebagaimana dikutip dari Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), hlm. 129.

24 Rudhi Prasetya, Op. cit., hlm. 23.

(19)

organ perseroan memiliki tugas dan wewenang yang berdiri sendiri.

25

Untuk itu, tugas, kewajiban dan wewenang dari setiap organ, termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT 2007. Setiap organ diberi kebebasan bergerak, asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan Perseroan.

26

Mengenai RUPS dalam UUPT 2007 terdapat materi baru yang sebagaimana diuraikan dalam Pasal 91 UUPT 2007 yang menyebutkan “Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan”. Dimana dalam penjelasan Pasal 91 tersebut berbunyi “Yang dimaksud dengan ‘Pengambilan keputusan di luar RUPS’ dalam praktik dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham. Yang dimaksud dengan

‘keputusan yang mengikat’ adalah keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS”. Dapat dipahami bahwa RUPS merupakan media bagi seluruh pemegang saham dan pengurus perseroan untuk mengevaluasi dan membawa perseroan tersebut berjalan dengan baik serta mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan.

27

25Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Tesis, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2002), hlm. 54.

26Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 57-58.

27Laura Ginting, Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada Perseroan Terbatas Dilihat dari Anggaran Dasar, Tesis (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008), hlm. 93.

(20)

Pasal 91 UUPT 2007 yang menentukan bahwa pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat bahwa semua dari pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usulan yang bersangkutan. Artinya, tidak ada pemegang saham yang menolak merupakan syarat mutlak keabsahan dari keputusan di luar RUPS.

Untuk itu dilarang adanya satu pemegang saham pun yang tidak setuju, sebab jika terjadi hal demikian, maka Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) ini menjadi tidak sah. Untuk itu, sebelum dilaksanakan Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) akan diawali dengan komunikasi yang intensif di antara pemegang saham, khususnya mengenai hal-hal apa sajakah yang harus diputuskan. Hasil Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) kemudian akan dituangkan dalam

“Keputusan Para Pemegang Saham”. Keputusan mana yang wajib untuk ditandatangani oleh seluruh pemegang saham.

Selain dalam Pasal 91 UUPT 2007, ketentuan mengenai Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) juga diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.04/2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, khususnya Pasal 9.

28

Dimana, atas Keputusan Sirkuler dapat berlaku sah apabila seluruh pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan, serta

28 https://eclis.id/search-result?q=circular+resolution, diakses pada tanggal 13 Desember 2019, jam 22:53 WIB.

(21)

terdapat kewajiban untuk menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari dari Keputusan Sirkuler (Circular Resolution).

Dalam praktiknya, Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) yang dibuat di bawah tangan (tidak notaril), namun Perseroan Terbatas akan mengformalkan keputusan tersebut dengan dibuatnya dalam bentuk Akta Notaris seperti “Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) atau Akta Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham” di hadapan Notaris. Hal ini sesuai dengan fungsi yuridis akta Notaris sebagai akta autentik, dimana hanya suatu akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig) tentang apa yang dimuat di dalamnya dan mengikat (binded) kepada para pihak yang membuat serta terhadap orang yang mendapat hak dari mereka.

29

Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) dapat dibentuk karena Perseroan Terbatas tidak mudah mengumpulkan semua pemegang saham dalam suatu tempat dan waktu tertentu yang sama, sementara kewajiban melakukan RUPS, terutama RUPS Tahunan, harus tetap diselenggarakan, sehingga untuk menanggulangi hal ini, maka UUPT 2007 menentukan bahwa RUPS dapat dilakukan dengan tanpa harus hadirnya pemegang saham secara fisik melalui Keputusan Sirkuler (Circular Resolution). Kehadiran fisik pemegang saham dalam Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) tidak menjadi syarat mutlak, tetapi yang menjadi penentu utama adalah keputusannya harus disetujui bersama para pemegang saham.

29 M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 340.

(22)

Berdasarkan pengaturan RUPS tersebut di atas, maka jelas bahwa Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) memiliki kekuatan hukum yang sama atau sederajat dengan Keputusan RUPS yang dihadiri fisik para pemegang saham (di mana keputusan RUPS dapat saja terjadi tidak bulat), namun dengan syarat mutlak bahwa pemegang saham harus menyetujui dan menandatangani Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) itu secara bulat tanpa terkecuali. UUPT 2007 sendiri tidak mengatur lebih lanjut tentang bagaimanakah mekanisme keputusan suara bulat para pemegang saham itu dilakukan dan kapankah Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) itu dapat dikatakan menjadi sah.

Keabsahan dari Keputusan Sirkuler tidak terlepas dari peran Notaris dalam mengaktakan keputusan tersebut, terutama Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) yang ditandatangani dan disetujui berhubungan tentang perubahan AD.

Oleh karena itu, sah atau tidaknya Keputusan Sirkuler (Circular

Resolution) menjadi penting untuk dipahami, karena dengan sahnya keputusan

tersebut, maka segala konsekuensi hukum keputusannya menjadi wajib untuk

ditaati oleh seluruh pemegang saham. Begitu pula sebaliknya, ketidakjelasan

kapan sesungguhnya sah dari Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) juga akan

menjadi masalah dan bukan tidak mungkin menjadi pembuka sengketa di antara

pemegang saham serta menimbulkan kerugian bagi Perseroan dalam menjalankan

usahanya.

(23)

Untuk itu, penelitian mengenai Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) menjadi penting untuk dibahas dimana hal tersebut berpengaruh pada Perseroan Terbatas dalam menjalankan kegiatannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution)?

2. Bagaimana keabsahan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution)?

3. Bagaimana peranan Notaris dalam pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution)?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam rangka penyusunan tesis ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai sehingga penelitian ini akan menjadi lebih terarah.

Tujuan utama dari penelitian tesis ini adalah sebagai sarana untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat perolehan gelar “Magister Kenotariatan” pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. Selain itu, tujuan lain dari penelitian ini adalah memberikan gambaran atas perumusan masalah yang ada, yakni sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang

saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

(24)

2. Untuk mengetahui keabsahan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

3. Untuk mengetahui peranan Notaris dalam pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbang saran yang cukup berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum pada khususnya, dan lebih khususnya lagi adalah dalam bidang studi kenotariatan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat aturan dan ketentuan yang mengatur tentang Perseroan Terbatas di kemudian hari, khusus mengenai keputusan pemegang saham yang diambil di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

2. Secara Praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi:

a. Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi

dan memberikan kontribusi positif bagi pemerintah untuk melakukan studi

dan kajian lebih lanjut mengenai pengaturan terhadap RUPS, khususnya

(25)

mengenai keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

b. Notaris

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang cukup bermanfaat bagi Notaris dalam menghadapi permasalahan menyangkut pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution). Dengan demikian, Notaris semestinya tetap harus mengedepankan kecermatan dan ketelitian di dalam mempersiapkan akta-akta sehubungan dengan pelaksanaan pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

c. Mahasiswa Kenotariatan dan Umum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan studi maupun komparasi yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan, yang diharapkan dapat menjadi sarana pendukung untuk lebih menggali lebih dalam konsep dan nilai-nilai yang terkandung dalam ketentuan yang mengatur tentang pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution).

Kemudian untuk praktisi hukum dan masyarakat umum, tentunya dapat

menjadikan hasil penelitian di dalam tesis ini sebagai masukan guna

menambah pengetahuan mengenai Perseroan Terbatas khususnya dalam hal

pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan

Sirkuler/Circular Resolution) dan sebagai referensi apabila seandainya

(26)

ditunjuk sebagai pengurus suatu Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat

‘PT”) ataupun menjadi pemegang saham dari suatu PT.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dan dari informasi yang diperoleh di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya dan kepustakaan Universitas Sumatera Utara pada umumnya, penelitian dengan judul

“ASPEK HUKUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM DI LUAR RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (KEPUTUSAN SIRKULER/CIRCULAR RESOLUTION) DALAM PERSEROAN TERBATAS” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain di lingkungan Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program Studi Magister Kenotariatan. Namun, ada ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Raja Runggu Deli Sitepu (NIM:

067005036), dengan judul tesis berjudul “Kewenangan Direksi dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham”, yang dilakukan pada tahun 2008, dengan permasalahan yang dibahas:

a. Bagaimana pengaturan RUPS dalam UUPT 2007?

b. Bagaimana kewajiban Direksi dalam penyelengaraan RUPS?

c. Bagaimanakah akibat hukum apabila RUPS tidak dilaksanakan oleh Direksi?

2. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Boni F. Sianipar (NIM: 017005008),

dengan judul tesis berjudul “Tanggung Jawab Direktur terhadap Pemegang

(27)

Saham Minoritas dalam Pengelolaan Perseroan”, yang dilakukan pada tahun 2008, dengan permasalahan yang dibahas:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban Direktur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT?

b. Bagaimana kriteria untuk menentukan Direktur telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas?

c. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan persero?

3. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Ervina (NIM: 057011027), dengan tesis berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap Sengketa mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri”, yang dilakukan pada tahun 2007, dengan permasalahan yang dibahas:

a. Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham yang keberatan terhadap RUPS yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri?

b. Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui permohonan

Penetapan Izin Pengadilan Negeri berdasarkan permintaan pemegang

saham, ternyata adanya perbuatan melawan hokum dalam mengajukan

permohonan penetapan tersebut. Bagaimana akibat hukum dalam keadaan

di atas?

(28)

c. Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan-putusan yang dihasilkan dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri?

4. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Lilia Jauhara (NIM: 087011064), dengan tesis berjudul “Tinjauan Yuridis tentang Rapat Umum Pemegang Saham melalui Video Konferensi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT”, yang dilakukan pada tahun 2010, dengan permasalahan yang dibahas:

a. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan RUPS melalui Video Konferensi?

b. Bagaimanakah keabsahan RUPS melalui Video Koferensi?

c. Bagaimanakah peranan Notaris dalam RUPS melalui Video Konferensi?

5. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Winston (NIM: 097011140), dengan tesis berjudul “Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Keputusan Rapat Pemegang Saham (Studi Kasus pada PT Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara”, yang dilakukan pada tahun 2012, dengan permasalahan yang dibahas:

a. Bagaimanakah prosedur pembuatan akta keputusan RUPS?

b. Bagaimakah kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan RUPS PT yang dituangkan dalam bentuk akta?

c. Bagaimakah tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan RUPS

suatu PT?

(29)

Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian tesis ini, maka dapat disimpulkan bahwa tesis ini adalah murni penelitian dan hasil karya orisinil yang dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, serta bukan merupakan karya jiplakan (sepanjang seluruh kutipan atau intisari yang dijadikan pengaya di dalam tesis telah dicantumkan dan menyebutkan sumber resmi yang dijadikan sebagai referensi).

Hasil penelitian ini diperoleh melalui pemikiran yang diurai dan dikaji dari pendapat para pakar dan praktisi — yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang bersumber dari referensi buku, bahan seminar, makalah, putusan-putusan pengadilan, artikel; karya tulis pada media cetak seperti: surat kabar atau majalah;

media elektronik seperti: televisi atau laman dunia maya — berdasarkan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Sebuah penelitian membutuhkan kerangka teori untuk dapat menganalisis masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut, apalagi di dalam penelitian- penelitian yang berhubungan dengan disiplin ilmu hukum yang membutuhkan teori guna menganalisis masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut.

Kerangka teori atau landasan teori adalah kerangka pemikiran atau butir-

butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem)

yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang

(30)

mungkin disetujui ataupun tidak disetujuinya, yang dijadikan masukan eksternal dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.

30

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat- postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.

31

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

32

Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

33

Menurut Satjipto Rahardjo, teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.

34

Dalam ilmu hukum terdapat teori positivisme hukum dimana teori positivisme hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana penguasanya adalah pihak tertinggi.

35

Objek hukum yang dikaji dalam teori positivisme adalah norma hukum itu sendiri, sehingga dalam kaitannya dengan penelitian ini yang dikaji adalah norma hukum

30M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV Mandar Madju, 1994), hlm. 80.

31 Ibid.

32 Ibid., hlm. 27.

33 Ibid.

34 Lebih lanjut dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 224, dikatakan, “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga ditentukan oleh teori yang menjadi dasar. Demikian menurut Radbruch, bahwa tugas teori hukum adalah membuat jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi”.

35 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, (Bandung: Nusa Media dan Nuansa, 2006), hlm. 1.

(31)

dari pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution) berdasarkan UUPT 2007.

Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.

36

Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang menganalisis secara kritis dalam perspektif interdisipliner, dari pelbagai aspek perwujudan (fenomena) hukum secara tersendiri atau menyeluruh baik dalam konsepsi teoritis maupun dalam pelaksanaan praktis dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan uraian yang lebih jelas tentang bahan-bahan yuridis ini.

37

Bagi orang yang mengkaji teori hukum, hal ini merupakan suatu teka-teki dan pada pandangan pertama, mengecilkan arti fenomena. Alasan bagi ketidaksesuaian antara teori dan praktek adalah bukan tidak relevannya teori hukum bagi masalah-masalah hukum praktis, tetapi adalah kenyataan bahwa teori- teori kepribadian badan hukum yang pokok terutama tidak membahas penyelesaian masalah-masalah hukum. Mereka pada umumnya berkaitan dengan penguasaan filosofis atas keberadaan kepribadian dalam makhluk daripada individu-individu manusia atau dengan interpretasi politis atas kepribadian- kepribadian kelompok dari jenis-jenis yang berbeda. Tipe teori yang terakhir, khususnya, sangat berpengaruh atas teori dan praktek; tetapi hal tersebut sangat

36 M. Solly Lubis, Loc. cit., hlm. 27.

37Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Edisi Revisi (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hlm. 87.

(32)

dibatasi penerapannya dalam memecahkan masalah-masalah perpajakan modern, transaksi-transaksi hak milik atau hukum perusahaan.

38

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, yakni berkaitan keabsahan dan kepastian hukum dalam pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution) dalam PT. Teori ini digunakan selaras dengan metode penelitian berupa analisis yuridis, yang artinya menganalisa suatu peristiwa dari segi hukum yang telah ada dan membahas asas-asas hukum. Teori ini menjelaskan bahwa Keputusan Sirkuler (Circular Resolution) diambil tersebut mempunyai kekuatan hukum yang pasti berdasarkan atas aturan-aturan hukum yang berlaku sehingga segala akibat dan risiko yang kemudian hari mungkin terjadi dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Merupakan suatu kenyataan bahwa dalam hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan yang bersifat umum. Betapapun setiap kepentingan yang ada di dalam masyarakat dipertimbangkan untuk dituangkan di dalam aturan yang bersifat umum agar kepentingan-kepentingan itu dilindungi, tidaklah mungkin aturan-aturan itu dapat mengakomodir semua kepentingan tersebut. Pada masyarakat modern, aturan yang bersifat umum tempat dituangkannya perlindungan kepentingan-kepentingan itu adalah Undang-Undang.

39

Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu untuk bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan

38 W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum, Hukum & Masalah-Masalah Kontemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 211.

39 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 157.

(33)

masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.

40

Kepastian hukum menurut Utrecht mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum, sehingga individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

41

Sementara Sudikno Mertokusumo mengartikan kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.

42

Juga, M. Yahya Harahap berpendapat bahwa kepastian hukum dibutuhkan dalam masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat suka hati serta bertindak main hakim sendiri.

43

Selain Teori Kepastian hukum, penelitian ini juga menggunakan Teori Perjanjian. Dimana Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lebih

44

Sementara itu menurut

40Ibid., hlm. 158.

41Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 23.

42 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hlm. 145.

43M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 76.

44Guse Prayudi, Seluk Beluk Perjanjian Yang Penting Untuk Diketahui: Mulai dari A-Z., (Yogyakarta: Pustaka Pena, 2007), hlm. 1

(34)

R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

45

Hubungan hukum dimana satu pihak memiliki hak dan di lain pihak ada kewajiban juga merupakan perjanjian. Karena hubungan yang seperti itu tersebar dalam lapangan yang luas, maka perikatan ada dalam berbagai bidang hukum.

46

Menurut J Satrio, perjanjian adalah sekelompok atau sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan.

47

Teori Perjanjian juga disebut sebagai Teori Kontrak (Contract Theory) yang mengatakan, Perseroan sebagai badan hukum, dianggap merupakan kontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi, dan antara anggota-anggota Perseroan, yakni Pemegang Saham dengan Pemerintah pada segi lain.

48

Sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, perjanjian melahirkan hak dan kewajiban antara dua belah pihak (Pasal 1233 KUHPerdata), hak dan kewajiban tersebut dinamakan perikatan-perikatan.

49

Disisi lain, para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang dimaksud Pasal 1313 KUHPerdata di atas tidak lengkap dan tidak terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga seperti janji kawin, hal mana yang

45 Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan keduapuluhsatu, (Jakarta: PT. Intermasa, 2005), hlm. 1

46 J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 13

47 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1992), hlm. 4.

48 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 56.

49 Guse Prayudi, Op.cit.,, hlm. 2.

(35)

merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III, kriterianya dapat dinilai secara materiil.

50

Dalam hal ini RUPS merupakan organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Oleh karena itu, keputusan RUPS yang telah diambil merupakan suatu bentuk dari kata sepakat yang tercapai yang sesuai dengan ADnya walaupun tidak murni sebagaimana kata sepakat yang tercapai pada suatu persetujuan.

Suatu tindakan hukum harus memiliki kausa yang halal. Kausa dikaitkan dengan maksud dan tujuan bersama dengan para pihak (doel en strekking). Jika ternyata maksud dan tujuan bersama tersebut bertentangan dengan undang- undang, kepentingan umum, dan kesusilaan baik, tindakan hukum tersebut batal.

Maksud dan tujuan harus dinialai atas dasar situasi kondisi serta fakta yang diketahui para pihak pada saat tindakan hukum dilakukan. Maksud dan tujuan tindakan hukum yang melanggar undang-undang harus menentukan apakah perjanjian/persetujuannya batal.

51

Mengingat keberadaan RUPS sangat penting dalam PT, maka segala keputusan RUPS yang merupakan suatu tindakan hukum juga harus mengacu aturan yang ada dalam PT. Aturan yang dimaksud selain peraturan perundang- undangan, AD PT juga merupakan ketentuan lain yang berkaitan dengan bidang

50 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 200), hlm. 65.

51 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013),hlm. 117.

(36)

usaha PT tersebut.

52

Dalam praktiknya, RUPS dapat diadakan secara fisik dan dengan usul keputusan yang diedarkan (keputusan sirkuler/circular resolution), dimana setiap keputusan RUPS yang memuat perubahan AD wajib dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris.

53

Mengenai pengambilan keputusan pemegang saham di luar RUPS (keputusan sirkuler/circular resolution) tersebut diatur dalam Pasal 91 UUPT 2007 dan hingga saat ini belum ada aturan yang jelas mengenai pelaksanaannya.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan antara teori yang ada dengan observasi penelitian, dan juga abstraksi dengan realitas.

54

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu.

55

Untuk itu, dalam penelitian ini menggunakan didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, diantaranya sebagai berikut:

1. PT, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

52 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: Nuansa Mulia, 2006), hlm. 34.

53 Berdasarkan Pasal 21 Angka (24) UUPT 2017.

54 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LPSE, 1998), hlm. 34. Lihat juga Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10.

55 Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 19.

(37)

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya.

56

2. Rapat Umum Pemegang Saham/RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau AD.

57

3. Pengambilan Keputusan di Luar RUPS, dalam praktik dikenal dengan keputusan yang diedarkan (Keputusan Sirkuler/Circular Resolution), adalah pengambilan keputusan yang dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham.

58

4. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

59

5. Pemegang Saham adalah pemilik dari saham yang berupa tanda penyertaan, andil atau kepemilikan seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan.

60

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta

56 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007.

57 Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT 2007.

58 Berdasarkan Penjelasan Pasal 91 UUPT 2007.

59 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJN.

60 Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi, (Jakarta: Media Karta, 2010), hlm. 97

(38)

yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.

61

Sementara jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.

62

Penelitian yuridis normatif juga disebut dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process).

63

2. Sumber Data

Data utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah data yang telah dalam keadaan siap dan dapat dipergunakan dengan segera, dan tidak terbatas oleh waktu maupun tempat. Bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu sehingga menjadian peneliti yang sekarang tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, dan analisa maupun konstruksi data.

64

Data sekunder dapat diperoleh melalui studi kepustakaan, yang terbagi atas:

61Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, (Jakarta: UI Press, 2001), hlm. 30.

62Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1985), hlm. 13.

63Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 43.

64Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2005), hlm. 12.

(39)

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.

65

Dalam penelitian ini utamanya adalah UUPT 2007, dengan didukung oleh peraturan perundangan lain seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisa, mengkaji, dan memahami bahan hukum primer yang ada

66

, seperti dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal hukum, hasil penelitian, hasil seminar, yang berkaitan dengan PT khususnya dalam pengambilan keputusan di luar RUPS (Circular Resolution/Keputusan Sirkuler).

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier digunakan untuk memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang mencakup kamus hukum dan terutama adalah kamus bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan istilah-istilah hukum yang baik dan juga sebagai alat bantu pengalihbahasaan beberapa literatur asing.

67

65 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 38.

66 Ibid.

67 Ibid.

(40)

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang- undangan, buku-buku, internet, dan media massa, serta kamus-kamus yang relevan dengan penelitian ini. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

68

Sementara alat pengumpulan data dalam penelitian ini untuk menjawab permasalahan penelitian berupa studi dokumentasi. Studi dokumentasi menurut Sugiyono adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.

69

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data kemudian ditelaah. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buku, peraturan, notulen rapat, maupun dokumen-dokumen lain yang dapat menjadi pedoman penelitian seperti akta Notaris, keputusan sirkuler.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

70

Analisis data

68 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 86.

69 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 329.

70 Ibid., hlm. 114.

(41)

merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan/atau uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.

71

Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

72

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri dari data yang ada baik primer, sekunder, maupun tersier, sehingga menghasilkan klasifikasi yang sesuai atau jawaban yang benar atas permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Adapun tahapan-tahapan untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah ada tersebut, secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahapan pengumpulan dan pengkinian data-data, misalnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti, artikel, jurnal atau karya tulis dalam bentuk lainnya sebagai referensi;

2. Tahapan pemilahan data-data, dimana dalam tahapan ini seluruh data yang telah ada akan dipilah-pilah dengan mempedomani konteks yang sedang diteliti;

71 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 106.

72 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. cit., hlm 25.

(42)

Karena penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan (library research), maka pengumpulan bahan diperoleh dari buku-buku, makalah, peraturan perundang-undangan, dan dokumen yang ada kaitannya dengan permasalahan, sehingga data yang diperoleh adalah data kualitatif.

3. Tahapan analisa dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dituangkan dalam hasil penelitian sebagai tambahan referensi. Analisa pada substansi pembahasan dalam penulisan ini, dapat menggunakan penafsiran dengan metode interpretasi yuridis yang sebagaimana telah dikenal dalam ilmu hukum serta menggunakan teori hukum yang terkait sebagai pisau analisis untuk mengungkapkan fenomena-fenomena hukum.

Dengan menggunakan tahapan-tahapan analisa di atas, diharapkan hasil

analisa yang sistematis tersebut akan dapat ditarik suatu kesimpulan yang dapat

menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan yang ada, guna penyusunan

jawaban atas permasalahan penelitian yang dijabarkan secara deskriptif.

Referensi

Dokumen terkait

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memiliki kedudukan tertinggi, oleh karenanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai wewenang yang

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan

Pada mata acara rapat ini Direksi akan mengusulkan agar pemegang saham memberikan persetujuan atas perubahan pasal 22 Anggaran Dasar Perseroan untuk memasukkan ketentuan

Perseroan menghimbau kepada para Pemegang Saham Perseroan yang berhak hadir dalam Rapat untuk memberikan kuasa secara elektronik kepada perwakilan Biro Administrasi Efek

Pemegang saham yang telah memberikan kuasa kepada penerima kuasa yang disediakan oleh Perseroan (Independent Representative) atau Individual Representative tetapi

Pemegang saham yang telah memberikan kuasa kepada penerima kuasa yang disediakan oleh Perseroan (Independent Representative) atau Individual Representative tetapi

Perseroan menghimbau kepada para Pemegang Saham Perseroan yang berhak hadir dalam Rapat untuk memberikan kuasa secara elektronik kepada perwakilan Biro Administrasi Efek

Perseroan Terbatas PT harus didirikan oleh setidaknya dua orang sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat 1 UUPT, yang menjelaskan bahwa PT sebagai entitas hukum terbentuk melalui perjanjian