Aparatur Sipil Negara (ASN) dituntut untuk memiliki nilai-nilai dasar sebagai seperangkat prinsip yang menjadi landasan dalam menjalankan profesi dan tugasnya sebagai ASN. Adapun nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi (ANEKA).
Berdasarkan dari kelima nilai dasar ANEKA yaitu Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika publik komitmen mutu dan Anti korupsi yang harus di tanamkan kepada setiap ASN maka perlu diketahui indikator-indikator dari kelima kata tersebut, yaitu:
2.2.1 Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang sudah tidak asing lagi kita dengar, namun seringkali kita susah untuk membedakannya dengan responsibilitas. Namun dua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggung-jawaban yang harus dicapai. Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya. Adapun indikator dari nilai akuntabilitas menurut (Kusumasari, dkk. 2015: 18-21), adalah:
a. Kepemimpinan, lingkungan yang akuntabel tercipta dari atas ke bawah dimana pimpinan memainkan peranan yang penting dalam menciptakan hal tersebut.
b. Transparansi, dapat diartikan sebagai keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok / institusi.
15 c. Integritas, mempunyai makna konsistensi dan keteguhan yang tak
tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.
d. Tanggung jawab, merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Tanggungjawab juga dapat berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
e. Keadilan, adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda maupun orang.
f. Kepercayaan, rasa keadilan membawa pada sebuah kepercayaan.
Kepercayaan ini akan melahirkan akuntabilitas.
g. Keseimbangan, pencapaian akuntabilitas dalam lingkungan kerja, diperlukan adanya keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan, serta harapan dan kapasitas. Selain itu, adanya harapan dalam mewujudkan kinerja yang baik juga harus disertai dengan keseimbangan kapasitas sumber daya dan keahlian (skill) yang dimiliki.
h. Kejelasan, fokus utama untuk kejelasan adalah mengetahui kewenangan, peran dan tanggungjawab, misi organisasi, kinerja yang diharapkan organisasi, dan sistem pelaporan kinerja baik individu maupun organisasi.
i. Konsistensi, konsistensi adalah sebuah usaha untuk terus dan terus melakukan sesuatu sampai pada terus melakukan sesuatu sampai pada tercapainya tujuan akhir
2.2.2 Nasionalisme
Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa: menempatkan persatuan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan; menunjukkan sikap rela berkorban demi
16 kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa;
menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa (Latief, 2015:147).
Berikut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila dalam pancasila:
a. Sila 1
• Takwa terhadap Tuhan yang Maha Esa;
• Jujur dan mempunyai integritas;
• Hormat pada hak orang lain, agama, kepercayaan, aturan dan hukum masyarakat;
• Punya etika sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari;
• Tidak koruptif dan tingkah korupsi lainnya;
• Sabar, berjiwa besar dan berprasangka baik.
b. Sila 2
• Toleran;
• Berlaku Adil;
• Menghormati hak asasi orang lain;
• Tidak zalim, sopan santun dan saling tolong menolong.
c. Sila 3
• Siap sedia membela negara, kehormatan bangsa serta menjaga kesatuan dan persatuan;
• Rukun, damai, menjaga keutuhan bangsa dan mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar kebhinekaan;
• Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abad dan keadilan sosial.
d. Sila 4
• Tidak ngotot dan tdak menang sendiri;
• Tidak menghalalkan segala cara dan berbuat hal yang merugikan orang lain/kelompok;
• Siap menang dan siap kalah (sportif);
• Mematuhi aturan undang-undang.
e. Sila 5
17
• Tidak mementingkan diri sendiri, kelompok/golongan;
• Gotong royong;
• Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul;
• Tidak serakah, memperhatikan nasib orang lain;
• Tepat waktu dan bekerja keras.
Nasionalisme sangat penting dimiliki oleh setiap pegawai ASN, bahkan tidak sekadar wawasan saja tetapi kemampuan mengaktualisasikan nasionalisme dalam menjalankan fungsi dan tugasnya merupakan hal yang lebih penting. Diharapkan dengan nasionalisme yang kuat, maka setiap pegawai ASN memiliki orientasi berfikir yang mementingkan kepentingan publik.
Nilai-nilai nasionalisme juga sangat mempengaruhi guru, diantaranya sebagai berikut :
a. Taat menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa;
b. Taat menjalankan deskripsi terhadap siswa;
c. Menerapkan metode dan model pembeajran yang dapat mengakomodir kondisi siswa dan karakter konten;
d. Memberikan hak siswa sesuai usaha yang dilakukan;
e. Dalam memajukan kualitas pendidikan disekolah, guru menjalin kerjasama dengan stakeholder dengan senantiasa melakukan koordinasi.
2.2.3 Etika Publik
Etika lebih dipahami sebagai refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan moral mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya dilakukan. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, etika publik adalah refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik.
Nilai-nilai dasar etika publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang ASN dalam (Wahyudi, dkk. 2015: 10), yakni sebagai berikut:
a. memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi Pancasila; setia dalam mempertahankan UUD 1945;
18 b. menjalankan tugas secara profesional dan tidak memihak; membuat
keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
c. menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
d. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika luhur;
e. mempertanggung jawabkan tindakan dan kinerja publik;
f. memiliki kemampuan menjalankan kebijakan pemerintah;
g. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
h. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
i. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
j. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
k. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karir.
2.2.4 Komitmen Mutu
Komitmen mutu merupakan pelaksanaan pelayanan publik dengan berorientasi pada kualitas hasil. Adapun nilai-nilai komitmen mutu menurut (Tjutju dan Taufiq, 2015: 7-17) antara lain:
a. efektif, yaitu berhasil guna dapat mencapai hasil sesuai dengan target;
b. efisien, yaitu berdaya guna, dapat menjalankan tugas dan mencapai hasil tanpa menimbulkan pemborosan;
c. inovasi, yaitu penemuan sesuatu yang baru atau mengandung kebaruan;
d. berorientasi mutu, yaitu ukuran baik buruk yang di persepsi individu terhadap produk atau jasa.
2.2.5 Anti Korupsi
Korupsi adalah tindakan atau gerakan yang dilakukan untuk memberantas segala tingkah laku atau tindakan yang melawan norma–norma dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi, merugikan negara atau masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindak pidana korupsi yang terdiri dari kerugian keuangan negara, suap-menyuap, pemerasan, perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan, benturan kepentingan dalam pengadaan dan
19 gratifikasi. Indikator yang ada pada nilai dasar anti korupsi (Tim Komisi Pemberantasan Korupsi, 2015: 50), meliputi:
a. Mandiri yang dapat membentuk karakter yang kuat pada diri seseorang sehingga menjadi tidak bergantung terlalu banyak pada orang lain. Pribadi yang mandiri tidak akan menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi mencapai keuntungan sesaat;
b. Kerja keras merupakan hal yang penting dalam rangka tercapainya target dari suatu pekerjaan. Jika target dapat tercapai, peluang untuk korupsi secara materiil maupun non materiil (waktu) menjadi lebih kecil;
c. Berani untuk mengatakan atau melaporkan pada atasan atau pihak yang berwenang jika mengetahui ada pegawai yang melakukan kesalahan;
d. Disiplin berkegiatan dalam aturan bekerja sesuai dengan undang-undung yang mengatur; Peduli yang berarti ikut merasakan dan menolong apa yang dirasakan orang lain;
e. Jujur yaitu berkata dan bertindak sesuai dengan kebenaran (dharma);
f. Tanggung jawab yaitu berani dalam menanggung resiko atas apa yang kita kerjakan dalam bentuk apapun;
g. Sederhana yang dapat diartikan menerima dengan tulus dan ikhlas terhadap apa yang telah ada dan diberikan oleh Tuhan kepada kita;
h. Adil yaitu memandang kebenaran sebagai tindakan dalam perkataan maupun perbuatan saat memutuskan peristiwa yang terjadi.
2.2.6 Manajemen ASN
Manajemen ASN hakikatnya merupakan pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Penekanan manajemen ASN lebih kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara yang unggul sesuai dengan kebutuhan zaman.
Keberadaan ASN dalam perkembangannya selama ini dirasa belum cukup mampu untuk menciptakan birokrasi yang profesional. Dalam rangka untuk profesionalisme birokrasi maka konsep yang terkandung dalam payung
20 hukum ASN harus jelas. Merujuk pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berdasarkan jenisnya, pegawai ASN terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
b) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara nasional.Sementara PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah untuk jangka waktu tertentu dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan.
Pengelolaan pegawai ASN penting dilakukan untuk memberikan motivasi serta meningkatkan produktivitas dalam menjalankan tugasnya sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
Guna mendapatkan profil pegawai yang produktif, efektif dan efisien diperlukan suatu sistem pengelolaan SDM yang mampu memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi individu yang bekerja di dalamnya. Suatu sistem yang efisien, efektif, adil, transparan serta bebas dari kepentingan politik/individu/kelompok tertentu.
Sistem merit yang menekankan pada objektivitas dalam pengelolaan ASN menjadi suatu pilihan logis bagi berbagai organisasi dalam mengelola SDM. Menggunakan sistem merit berarti menjadikan kualifikasi, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan pegawai sebagai acuan. Sistem merit merupakan fondasi untuk memiliki pegawai yang berkompeten dan menciptakan kebahagiaan di tengah-tengah organisasi sebab mereka memiliki kepercayaan diterapkannya keadilan dalam organisasi.
2.2.7 WoG
Whole of Government atau disingkat WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang
21 lebih luas guna mencapai tujuan-tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik. Oleh karenanya, WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan. Definisi ini memberikan pemahaman bahwa WoG merupakan pendekatan yang menekankan aspek kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini terbangun dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan dalam pelembagaan formal atau pendekatan informal.
Terdapat beberapa cara pendekatan WoG yang dapat dilakukan, baik dari sisi penataan institusi formal maupun informal. Cara-cara ini pernah dipraktekkan oleh beberapa negara, termasuk Indonesia dalam level-level tertentu.
• Penguatan Koordinasi Antar Lembaga
Penguatan koordinasi dapat dilakukan jika jumlah lembaga-lembaga yang dikoordinasikan masih terjangkau dan manageable.
• Membentuk lembaga koordinasi khusus
Pembentukan lembaga terpisah dan permanen yang bertugas dalam mengkoordinasikan sektor atau kementerian adalah salah satu cara melakukan WoG.
• Membentuk gugus tugas
Gugus tugas merupakan bentuk pelembagaan koordinasi yang dilakukan di luar struktur formal, yang sidatnya tidak permanen. Pembentukan gugus tugas biasanya menjadi salah satu cara agar sumber daya yang terlibat dalam koordinasi tersebut dicabut sementara dari lingkungan formalnya.
• Koalisi Sosial
Koalisi sosial ini merupakan bentuk informal dari penyatuan koordinasi antar sektor atau lembaga, tanpa perlu membentuk pelembagaan khusus dalam koordinasi ini.
2.2.8 Pelayan Publik
Pelayanan publik pada prinsipnya merupakan pemberian layanan atau melayani keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan
22 tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan. Definisi tersebut dapat ditarik 3 unsur penting dari pelayanan publik yaitu: Pertama, organisasi penyelenggara pelayanan publik.
Kedua, penerima layanan yaitu orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan. Ketiga, kepuasan yang diberikan dan atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik yang baik dalam rangka mewujudkan pelayanan prima, prinsip-prinsipnya antara lain:
1. Partisipatif;
2. Transparan;
3. Responsif;
4. Tidak diskriminatif;
5. Mudah dan murah;
6. Efektif dan efisien;
7. Aksesibel;
8. Akuntabel;
9. Berkeadilan.
BAB III
23 RENCANA KEGIATAN AKTUALISASI