• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

2.2.4 Konsepsi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu

Pengelolaan SDA terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang dapat melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja DAS secara keseluruhan. Seperti sudah dibahas dalam bab-bab terdahulu, suatu SDA dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pembangunan PLTA, pemanfaatan hasil hutan kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan manusia khususnya peningkatan kesejahteraan.

Namun demikian, yang harus diperhatikan adalah berbagai kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing- masing sektor maupun pada tingkat DAS. Berdasarkan hal itu, maka upaya pengelolaan DAS yang baik harus mensinergikan kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk kepentingan menjaga kemapuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain. Mengingat akan hal-hal tersebut di atas, dalam menganalisa kinerja suatu DAS, tidak hanya melihat kinerja masing-masing komponen/aktifitas pembangunan yang ada didalam DAS, misalnya mengukur produksi/produktifitas sektor pertanian saja atau produksihasil hutan kayu saja, harus melihat keseluruhan komponen yang ada, baik output yangbersifat positif (produksi) maupun dampak negatif. Dalam kajian pengelolaan DAS terpadu, selain dilakukan analisis yang bersifat kuantitatif, juga dilakukan analisis yang bersifat kualitatif.

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS yang diartikan sebagai fungsi, yaitu

• DAS bagian hulu; fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegrasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.

• DAS bagian tengah; fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapatmemberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, sertaterkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

• DAS bagian hilir; fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, airbersih, serta pengelolaan air limbah. Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS memerlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.

Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria : 1. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun,

2. Kualitas air baik dari tahun ke tahun,

3. Fluktuasi debit antara debit maksimum dan minimum kecil. 4. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun..

Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas wilayah sehingga memerlukan koordinasi untuk menjaga fungsi dan manfaat air dan sumber air. Sistem penyediaan air minum ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan SPAM. Selain dijadikan sebagai pedoman dan evaluasi dalam

pelaksanaan SPAM, sistem ini juga berfungsi sebagai perencana, pengatur, pengawas dan pengevaluasi agar pelaksanaan SPAM dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan yaitu terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau, tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan, dan meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) menyatakan bahwa penyediaan SPAM bukan lagi menjadi monopoli pemerintah atau BUMN/ BUMD saja, tetapi dapat diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha swasta dan masyarakat. Hal ini berarti membuka peluang bagi swasta untuk lebih efisien dalam menekan biaya sehingga harga jual menjad lebih rendah. Tetapi, perlu di waspasai bahwa kegiatan eksploitasi air yang berlebihan akan merusak ekosistem sehingga perlu dibuat suatu peraturan yang bertujuan untuk tetap menjaga keseimbangan alam. Sistem Penyediaan Air Bersih Keberadaan air di muka bumi, apakah itu yang berada di sungai, danau, laut atau yang tersimpan sebagai air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan saling bergerak kontinu membentuk suatu siklus yang dikenal dengan istilah siklus hidrologi. Pengunaan air akan berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya, tergantung dari cuaca, ciri-ciri masalah lingkungan hidup, jumlah penduduk, kondisi sosial ekonomi, jenis industri yang ada di wilayah tersebut serta faktor-faktor lainnya.

Perkembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh tersedianya sistem prasarana dan sarana yang menunjang untuk segala aktifitasnya, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Apabila sistem prasarana dan sarana yang ada tidak cukup memadai maka perkembangan wilayah tersebut akan terhambat. Sistem prasarana dan sarana air bersih merupakan salah satu hal yang paling penting diperlukan untuk menunjang perkembangan suatu wilayah.

a. Gambaran Umum Sistem Penyediaan Air Bersih

Berdasarkan aspek kuantitas, sistem penyediaan air bersih harus mampu melayani seluruh penduduk yang ada di wilayah tersebut terutama pada saat “jam puncak”, dan aliran air harus bisa melayani penduduk secara terus terus menerus

(kontinu). Berdasarkan kualitasnya, air yang di distribusikan kepada penduduk harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik dari aspek fisik, kimia maupun mikrobiologi. Unsur-unsur yang membentuk suatu sistem penyediaan air modern, akan meliputi:

1. Sumber-sumber penyediaan (sumber air baku). 2. Sarana penampungan.

3. Sarana penyaluran ke instalasi pengolahan. 4. Sarana pengolahan.

5. Sarana distribusi.

Dalam perencanaan sarana penyediaan air bagi masyarakat, jumlah dan mutu air merupakan hal yang paling penting. Gambar 6 mengilustrasikan tentang hubungan antara unsur-unsur fungsional dari suatu sistem penyediaan air bersih.

Gambar 4. Kaitan hubungan unsur-unsur fungsional dari sistem penyediaan air bersih

Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak setiap unsur fungsional tersebut akan masuk dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih. Sebagai contoh, apabila kita memanfaatkan air tanah (ground water) sebagai sumber air baku, maka pada perencanaan sistem penyediaan air bersih tidak memerlukan unsur penampungan

dan penyaluran. Apabila kita memanfaatkan air permukaan (surface water) sebagai sumber air baku, maka unsur penampungan dan penyaluran sangat diperlukan dalam perencanaan.

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok dan merupakan barang yang diklasifikasikan sebagai suatu kebutuhan, baik dimusim kemarau maupun dimusim hujan. Di beberapa tempat, baik diperkotaan maupun diperdesaan, pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan masalah yang tidak mudah penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumber air baku yang terbatas dan kebutuhan yang tinngi, biaya serta teknologi pengolahan sebelum air yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kebutuhan “relatif mahal”.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan air untuk masyarakat, khususnya di Ibukota DKI Jakarta, maka harus dilakukan kajian yang bersifat terus menerus dan menyeluruh agar permasalahan kekurangan air tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Salah satu kajian tersebut diantaranya adalah dengan mengkaji potensi-potensi sumber air baku yang dapat dijadikan sebagai air bersih atau air minum, baik air permukaan, air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air di sejumlah daerah yang terdapat di wilayah DKI Jakarta maupun Bodetabek.

Permasalahan lain yang sering timbul dalam penanganan air bersih adalah keterbatasan sumber daya, khususnya masalah pembiayaan/keuangan. Dalam rangka menghasilkan air dengan kualitas yang layak, dan menghantarkannya kepada konsumen maka tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk konstruksi intake, sistem transmisi, pengolahan dan distribusi, juga untuk operasional dan perawatan, apalagi jika air baku yang digunakan adalah air permukaan. Masalah pembiayaan ini harus mendapat perhatian demi menjaga kesinambungan sistem penyediaan air bersih.

Pengelolaan yang baik, berawal dari perencanaan yang baik, secara teknis, keuangan, kelembagaan, dan sosial budaya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan dasar dan pedoman yang selanjutnya disusun dalam bentuk rencana induk (masterplan) air bersih DKI Jakarta dengan harapkan dapat menghasilkan butir-butir penting dalam pengelolaan air bersih di Jakarta.

Perkembangan yang pesat dalam pembangunan perumahan, industri, pertanian, infrastruktur, dll, baik di daerah perkotaan (Jabodetabek) maupun perdesaan, serta peningkatan jumlah penduduk, memberikan konsekuensi kepada peningkatan pasokan air baku untuk kebutuhan air bersih. Pasokan air baku untuk kebutuhan air bersih yang selama ini belum sepenuhnya tercukupi oleh air perpipaan dari PAM, dengan meningkatnya kebutuhan tersebut, menambah beban di dalam penyediaan pasokan air bersih.

Ketersediaan pasokan air untuk memasok suatu kebutuhan, merupakan faktor paling penting yang menentukan berkembangnya suatu kawasan tertentu, karena air adalah sumber kehidupan bagi penghuni maupun penunjang semua aktivitas kawasan, sehingga ketersediaan pasokan air adalah mutlak. Namun di sisi lain seperti disinggung di atas, pasokan air tersebut tidak atau belum dapat mengandalkan sepenuhnya kepada jaringan PAM yang ada karena beberapa keterbatasan.

Kondisi yang seperti ini memaksa para perencana pembangunan dan para pengembang suatu kawasan untuk mencari sumber-sumber lain untuk penyediaan pasokan air, salah satunya karena beberapa kelebihan yang dipunyai daripada sumber air yang lain, adalah berasal dari air tanah. Namun apabila penggunaan atau pemanfaatan sumber daya air tanah dilakukan secara berlebihan tanpa mendasarkan pada potensi sumber daya air tanah itu sendiri akan menimbulkan dampak negatif berupa degradasi jumlah dan mutu air tanah maupun terhadap lingkungan sekitar. Oleh sebab itu diperlukan suatu perencanaan yang menyeluruh, mempertimbangkan seluruh faktor yang berpengaruh, sebelum pengembangan air tanah (groundwater development) dilaksanakan guna memenuhi kebutuhan akan air bagi berbagai keperluan.

Ketersediaan air yang makin langka serta degradasi mutunya dewasa ini, sementara disisi lain kebutuhan akan air yang selalu meningkat, memberikan konsekuensi perlunya suatu perencanaan yang baik dan dapat dijalankan (applicable). Perencanaan ini untuk menjamin bahwa sumber air yang makin langka tersebut agar dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin serta dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat banyak, terutama kaum miskin.

Perencanaan yang memihak bagi kemanfaatan kaum miskin dan lemah, saat ini sangat diperlukan untuk mengangkat harkat hidup kaum terpinggirkan. Kaum miskin ini justru membelanjakan lebih banyak uang untuk mendapatkan air dibanding mereka yang mampu yang dilayani oleh jaringan perpipaan. Laporan Bank Dunia menyebutkan para kaum miskin perkotaan membelanjakan hampir 9% dari pendapatan mereka untuk air, sementara di Jakarta, kaum miskin kotanya harus membayar $1,5 hingga $5,2 untuk 1 m3 air dari penjaja air, tergantung jarak mereka tinggal dengan hidran umum (Anonymous, 1993). Gambaran tersebut harus menjadi acuan dasar atau asas perencanaan kebutuhan air, yakni kemanfaatan bagi masyarakat banyak. Perencanaan kebutuhan tersebut adalah bagian yang integral dari pengelolaan sumber daya air (water resource management), maka perencanaan tersebut juga harus sesuai dengan asas pengelolaan sumber daya air.

Krisis ekonomi dan era reformasi memberikan konsekuensi perubahan paradigma pengelolaan sumber daya air di Indonesia, yang tentu saja juga memberikan pengaruh dalam perencanaan kebutuhan air. Intinya adalah, bahwa saat ini perencanaan kebutuhan akan air dari sumber air tanah menjadi semakin kompleks tidak hanya didasarkan atas hal-hal yang bersifat teknik, tetapi mungkin justru yang paling penting adalah hal-hal yang bersifat sosial.