• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

2. Konsepsional

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standard. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep

merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.54

Kerangka konsep mengungkap beberapa konsepsi mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.55

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebut teori. Dalam suatu penelitian konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu konkret, yang disebut defenisi operational (operational definition).56

Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum bagi nasabah

Pada dasarnya walaupun sebagai pihak (nasabah) yang prinsipnya harus dilindungi, nasabah sebagai calon mitra berkontrak juga mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan kehati-hatian (duty to care) dan kewajiban untuk membaca setiap proposal kontrak sebelum menyetujuinya (duty to read).57

Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa :

Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak 54Satjipto Rahardjo, 1996,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 397

55Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995,Penelitian Hukum Normatif Sesuatu Tinjauan Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta, hal. 7

56 Sutan Remy Sjahdeini,Op. Cit, hal. 10

57 Ricardo Simanjuntak, 2006, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi dan Bisnis Kontan, Jakarta, hal. 153

boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah.58

Lebih lanjut menurut beliau bahwa hukum itu bertujuan agar tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.59

2. Gadai

Pengertian gadai di dalam persepsi Perum Pegadaian di kenal dengan istilah “Kredit gadai”, yang dimaksud dengan “Kredit Gadai” adalah: Pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada Perum Pegadaian sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membayar sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Pengertian gadai yang diberikan Perum Pegadaian tersebut diatas, mempunyai perbedaan dengan defenisi gadai pada Pasal 1150 KUHPerdata. Pengertian gadai pada Perum Pegadaian disebutkan mengenai adanya jangka waktu, sewa modal atau lazim dikenal dengan bunga, dan syarat-syarat lain yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga pengertiannya lebih jelas dan sifatnya lebih khusus, sedangkan didalam Pasal 1150 KUH Perdata tidak ada mengatur hal yang

58Sudikno Mertokusumo, 2003,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, hal. 39

sedemikian. Gadai yang berlaku dalam Perum Pegadaian berbeda dengan gadai yang terdapat dalam KUHPerdata.

Definisi gadai mengandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu :

a. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditor pemegang gadai;

b. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama debitor;

c. Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh maupun tidak bertubuh;

d. Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya60

3. Konsumen

Menurut Badrulzaman Mariam Darus, mengatakan bahwa arti konsumen adalah pemakai terakhir dari benda atau jasa yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha61

MenurutBlack Law Dictionary, consumer is one who consumer. Individuals who purchase, use, maintain, and dispose of products and services. User of the final product.62

Pasal 1 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen memberikan definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

60Purwahid Patrik dan Kashadi, 2003,Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Undip, hal. 13

61 Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar), Simposium Aspek-Aspek Masalah Perlindungan Konsumen, BPHN, Binacipta, Jakarta, hal. 57

62Henry Campbell Black, 1991,The Publisher’s Editorial Staff, Black’s Law Dictionary, hal. 20

4. Perjanjian baku

Perjanjian baku adalah:

Perjanjian-perjanjian yang telah dibuat secara baku (standart form), atau dicetak dalam jumlah yang banyak dengan blanko untuk beberapa bagian yang menjadi obyek transaksi, seperti besarnya nilai transaksi, jenis dan jumlah barang yang mengeluarkannya tidak membuka kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan negosiasi mengenai apa yang telah disepakati untuk dituangkan dalam perjanjian itu.63

Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar, dalam bahasa Inggris disebut

standard contract, standard agreement. Prinsip ekonomi dan kepastian hukum

dalam perjanjian baku hanya dilihat dari kepentingan pengusaha, bukan kepentingan konsumen. Dengan pembakuan syarat-syarat perjanjian, kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin, karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang disodorkan oleh pengusaha. Abdul Kadir Muhammad mengatakan dalam kontrak baku konsumen harus menerima segala akibat yang timbul dari perjanjian tersebut, walaupun akibat hukum itu merugikan konsumen tanpa kesalahannya. Di sini konsumen dihadapkan pada suatu pilihan yaitu menerima dengan besar hati.64

Perjanjian baku dalam Perum Pegadaian merupakan perjanjian baku yang telah dirancang oleh pihak kreditur (Perum Pegadaian) ke dalam Surat Bukti Kredit (SBK) yang dibuat sebagai tanda bukti penerimaan uang pinjaman. Di dalam

63 Hasannudin Rahman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 195

perjanjian baku tersebut debitur tinggal menyetujui atau tidak menyetujui persyaratan yang telah dibuat secara baku oleh pihak Kreditur (Perum pegadaian). Perjanjian baku mempunyai ciri yang khas dibandingan dengan perjanjian lainnya. Ciri-ciri tersebut antara lain :

(a) Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang lebih kuat. Pada perjanjian baku, kedudukan para pihak pembuat perjanjian tidak seimbang. Pihak pembuat perjanjian biasanya mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam hal ekonomi atau politik.

(b) Adanya klausula atau syarat-syarat eksonerasi. Syarat eksonerasi adalah syarat yang membatasi atau membebaskan tanggung jawab salah satu pihak atau perseorangan dalam melaksanakan perjanjian.

(c) Perjanjian baku kebanyakan adalah perjanjian adhesi. Perjanjian adhesi adalah perjanjian dimana salah satu pihak pembuat perjanjian berada dalam keadaan terjepit atau terdesak, dan keadaan itu dimanfaatkan oleh pihak lain yang mempunyai kedudukan lebih kuat.

(d) Perjanjian baku memuat default clauses. Default clauses adalah klausula yang memberikan hak salah satu pihak yang lebih kuat kedudukannya dan memutuskan sebelum waktunya dalam hal-hal tertentu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

(e) Terdapat klausula-klausula yang tidak wajar. Klausula yang tidak wajar akan timbul apabila dalam suatu perjanjian terdapat lebih banyak hak-hak salah satu pihak-hak dan kewajiban pada pihak-hak lain.65

5. Nasabah

Pasal 1 butir 16 UU Nomor 1 Tahun 1998 menyebutkan bahwa nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.

6. Suatu perjanjian akan lebih luas dan jelas artinya, jika batasan mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan.66 Perjanjian adalah Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian67

Dokumen terkait