• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEOR

C. Konseptualisasi Framing

5. Karakter institusi dan managemen sumber program untuk mencapai usaha yang optimum3 2

4. Format Acara Televisi

Berbicara mengenai format siaran Televisi tidak lepas keberadaan naskah, dengan adanya naskah maka ada pesan yang akan kepada khalayak. Format acara atau disebut juga sebagai format siaran dianggap sebagai metode penyampaian pesan, sehingga antara naskah format siaran dan program acara di televisi saling berkaitan. Maka format disini diartikan sebagai bentuk dan rupa acara televisi.3 3

Format acara televisi sebenarnya tidak terbatas jenisnya, namun bila diklasifikasikan berdasarkan jumlah penampilan dan alokasi waktu, beberapa jenisnya antara lain format berita, format , format

format diskusi, format format dokumenter, format drama, dan sebagainya. Adapun yaitu acara didahului pengantar singkat oleh presenternya seputar nama acara, tema pembicaraan, dan perbincangan langsung dengan pembicara atau nara sumbernya.

32 Minarsih Fitriani, (Jakarta:

Skripsi, 2010), hal. 18 33

Darmanto Soebroto, Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1994, hal 224

talk show video on sound, feature,

talk show,

Analisis Produksi Acara “Makna Kehidupan” di Trans TV, Produksi Acara Televisi,

C. Konseptualisasi Framing

1. Konsep Framing

Frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Pada perkembangannya, konsep framing digunakan untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.3 4 Framing khususnya digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita, sehingga dapat menentukan fakta yang diambil, bagian mana yang dan akan dibawa ke mana berita tersebut.

Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana dalam menganalisa teks media. Analisis framing dipakai untuk membedah cara- cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Mengutip dari buku Analisis Teks Media karangan Alex Sobur, menurut Gamson dan Modigliani, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Entman melihat fram ing dalam dua dimensi besar; seleksi isu dan penonjolan realitas. Kedua dimensi itu digunakan wartawan untuk memilih isu yang akan diberitakan, bagian mana yang lebih ditonjolkan dan bagian mana yang tidak ditonjolkan.

34

Alex Sobur,

, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, hal 162.

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing

G.J. Aditjondro mendefinisikan fram ing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari melainkan dibelokkan secara halus dengan memberi penekanan pada bagian-bagian tertentu dengan menggunakan istilah yang mempunyai konotasi tertentu. Gamson mendefinisikan framing melalui dua pendekatan, yaitu kultural yang menghasilkan level kultural dan psikologis menghasilkan level individual dalam menginterpretasi pesan yang diterima.3 5

Framing berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai oleh media dan disajikan kepada khalayak.3 6 Pendefinisian realitas pada dasarnya tergantung bagaimana kita melakukan frame atas suatu peristiwa itu sehingga dapat memberikan pemahaman tertentu atas peristiwa tersebut. Peristiwa yang sama dapat menghasilkan realitas yang berbeda ketika peristiwa tersebut dibingkai dengan cara pandang yang berbeda pula. Sebab salah satu efek framing yang paling mendasar adalag realitas sosial yang kompleks.

Selain fram ing berkaitan dengan realitas sosial, framing juga dikaitkan dengan opini publik yang berakhir pada dukungan publik. Ada upaya agar khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu, yaitu dengan digerakkan dan dimobilisasi. Semua itu membutuhkan frame, bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan bagaimana pula kejadian didefinisikan dan dimaknai. Sehingga dengan sendirinya realitas yang menjadi opini publik itu mendapat dukungan dari khalayak.

Framing menentukan bagaimana realitas didefinisikan, bagaimana tanggapan khalayak atas suatu peristiwa. Ketika peristiwa dilihat sebagai masalah

35 , hal 162-172. 36 Eriyanto, , Yogyakarta: LkiS, 2005, hal 139. Ibid

sosial, fram ing memiliki peran sebagai alat yang digunakan untuk mengarahkan perhatian khalayak bagaimana seharusnya peristiwa dilihat. Proses tersebut bukan menunjukkan peristiwa dilihat objektif, melainkan dikonstruksi yang senantiasa menyertakan penonjolan peristiwa. Maka media harus dil sebagai tempat setiap kelompok berkepentingan terhadap suatu peristiwa memainkan penekanan pada peristiwa tersebut.

Khalayak mendapat informasi melalui media, sehingga bagaimana media membingkai suatu peristiwa pasti berpengaruh terhadap khalayak menafsirkan peristiwa tersebut. Meski demikian, efek framing pada khalayak disini bukanlah mengandaikan khalayak adalah makhluk yang pasif. Cara penafsiran itu terbentuk dari apa yang disajikan oleh dia. Hubungan transaksi antara teks dan personal ini melahirkan pemahaman tertentu atas suatu realitas.

2. Model Framing Robert N. Entman

Entman melihat fram ing dalam dua dimensi besar; seleksi isu dan penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas. Aspek memilih isu berkaitan dengan pemilihan fakta yang tidak dapat dilepaskan dari bagaimana fakta itu dipahami oleh media. Entman menyebutkan ada empat cara strategi media atas konstruksi realitas, yaitu identifikasi masalah, identifikasi penyebab masalah, evaluasi moral, dan rekomendasi penyelesaian masalah.

Proses pemilihan fakta atau seleksi isu tidak dapat dipahami hanya sebatas teknis jurnalistik, tetapi juga sebagai politik pemberitaan. Bagaimana dengan cara dan strategi tertentu media secara tidak langsung telah mendefinisikan masalah. Karena begitu fakta didefinisikan, selalu terjadi proses pemilihan yang mengakibatkan penghilangan bagian tertentu dari realitas.

Sedangkan penonjolan aspek tertentu dari suatu realitas sangat berkaitan dengan penulisan fakta yang mau tidak mau berhubungan pemakaian bahasa. Dalam hal ini umumnya pilihan kata-kata yang dipilih yang dapat menciptakan realitas tertentu kepada khalayak. Bagaimana kata-kata sesungguhnya dapat mengarahkan logika untuk memahami suatu persoalan. Frame dapat diselidiki melalui kata, citra, dan gambar tertentu sehingga memberi pemaknaan tertentu juga dari teks berita. Kemudian ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol dibanding bagian yang lain, di kukan pengulangan yang dianggap penting, atau menghubungkan dengan bagian yang lain.

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta, aspek tertentu yang diseleksi untuk ditampilkan. Dari proses ini, selalu terkandung berita yang dimasukkan, tetapi ada juga berita yang dikeluarkan.

Penonjolan aspek tertentu dari isu

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta, ketika aspek tertentu telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditul Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak

Konsep framing menurut Entman untuk menggambarkan bagaimana peristiwa dimaknai oleh wartawan. (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat dari aming, dimana elemen ini menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda, dan dibingkai berbeda, menyebabkan konstruksi realitas yang berbeda pula.

(memperkirakan penyebab masalah) merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai a dari suatu peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa, tetapi juga bisa berarti siapa. Dengan

37 , hal. 187

Tabel 2: Dua Dimensi Framing Model Robert N. Entman3 7

Define problems

Diagnose causes

Ibid

demikian, pendefinisian sumber masalah ini menyertakan secara lebih luas siapa yang dianggap sebagai pelaku, dan siapa yang dianggap sebagai korban.

(membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membernarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah juga sudah ditentukan, maka dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut.

Elemen framing yang terakhir adalah

(menekankan penyelesaian), elemen ini digunakan untuk i apa yang dikehendaki oleh wartawan, jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian tersebut tentu saja sangat bergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.

Define Problems

(pendefinisian masalah)

Bagaimana suatu peristiwa dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose Causes

(memperkirakan masalah atau penyebab masalah)

Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make Moral Judgement

(membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? Treatment

Recommendation (menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah atau isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?

Proses framing menjadikan media massa sebagai arena di mana informasi tentang masalah-masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antar berbagai pihak yang berkepentingan, yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung oleh pembaca. Media massa pada dasarnya merupakan

38

, hal. 188.

Make moral judgment

treatment recommendation

Ibid

Tabel 3: Perangkat Framing Model Robert N. Entman3 8

media yang melibatkan tiga pihak, wartawan, sumber berita, dan khalayak. Ketiganya menyajikan perspektif untuk memberikan pemaknaan terhadap suatu masalah agar mendapat dukungan. Dan menghadirkan perang simbolik yang menghasilkan efek mendukung atau menentang, konkritnya berupa penggambaran positif mengenai diri sendiri dan sebaliknya.

Istilah konstruksi sosial atas realitas pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Berger bersama Thomas Luckman melalui bukunya yang dul

Berger dan Luckman menjelaskan tentang proses sosial melalui tindakan dan interaksinya secara terus menerus. Berger mengutarakan bahwa manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural.3 9 Proses dialektis ini menurut Berger dan Luckman mempunyai tiga momen, yaitu eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi.

Eksternalisasi adalah usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia luar, baik kegiatan mental maupun fisik. Objektivikasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia, hasilnya berupa realitas objektif yang terpisah dari dirinya. Internal i adalah penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran subjektif sedemikian rupa sehingga individu dipengaruhi oleh struktur sosial dan dunia sosial.

Di dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.4 0 Konstruksi realitas merupakan

39

, hal. 13-19 40

Burhan Bungin, , Jakarta: Kencana, 2008, hal. 11 D. Teori Konstruksi Sosial

“The Social Construction of Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge”.

Ibid

Konstruksi Sosial Media Massa

aktivitas manusia sehari-hari ketika menceritakan, menggambarkan, mendeskripsikan peristiwa, keadaan atau benda. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif, realitas itu hadir ka dihadirkan oleh konsep subektif wartawan, realitas tercipta lewat konstruksi pandang tertentu dari wartawan. Realitas tidak hadir dengan sendirinya, tetapi diketahui melalui penglaman yang dipengaruhi oleh bahasa. Karena bahasa dapat mewujudkan citra mengenai suatu peristiwa.4 1

Pendekatan konstruksionis menilai media, wartawan, dan berita sebagai berikut:

1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi, fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu

2. Media adalah agen konstruksi, media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan kepemihakannya

3. Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanya konstruksi dari realitas. Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dar realitas karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas yang selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media

4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi atas realitas, pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan realitas yang berbeda pula. Opin tidak dapat

41

Febyanti Junaedi,

, Skripsi: UIN Jakarta, 2009, hal 15.

Konstruksi Realitas Pada Media Cetak: Analisis Framing Pemberitaan Insiden Monas di Koran Tempo dan Republika edisi Juni 2008

dihilangkan karena ketika eliput, wartawan melihat pertimbangan subjektif

5. Wartawan bukan pelapor, melainkan sebagai agen konstruksi realitas. Sehingga wartawan menjadi partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial

6. Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa4 2

42

Eriyanto, , (Yogyakarta:

LkiS, 2008), hal. 19-36

BAB III

GAMBARAN UMUM METRO TV DAN PROGRAM ACARA KICK

Dokumen terkait