Konseling merupakan tambahan baru di area profesi pelayanan kemanusiaan, dan nilai penting serta tempatnya dalam kultur kontemporer masih terus berkembang. Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah. Tugas konseling adalah memberikan kesempatan kepada “klien” untuk mengeksplorasi, menemukan, dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Konseling mengindikasikan hubungan professional antara konselor terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien untuk memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan dan untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka dan melalui pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal (John McLeod, 2003).
Konseling sebagai salah satu upaya profesional muncul karena adanya sejumlah pertanyaan yang perlu dijawab individu dan untuk itu perlu bantuan profesional. Kebutuhan akan hubungan bantuan, terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar diri individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu.
Tipe-tipe Konseling yaitu: a. Konseling krisis
Krisis dapat diartikan sebagai suatu keadaan disorganisasi menghadapi frustasi dalam upaya mencapai tujuan penting hidupnya atau mengalami gangguan dalam perjalanan hidup dan hal ini ditanggapi dengan stress. Berdasarkan situasi ini, konselor perlu menerima situasi dan menciptakan keseimbangan pribadi dan penguasaan diri.
b. Konseling fasilitatif
Konseling fasilitatif, adalah proses membantu klien menjadikan jelas permasalahannya, selanjutnya bantuan dalam pemahaman dan penerimaan diri, penemuan rencana tindakan dalam mengatasi masalah, dan akhirnya melaksanakan semua itu atas tanggung jawab sendiri.
a. Konseling preventif
Dalam konseling preventif, konselor dapat menyajikan informasi kepada suatu kelompok atau membantu individu-individu mengarah ke program-program relevan baginya.
d. Konseling developmental
Konseling developmental merupakan suatu proses berkelanjutan dimana klien mencapai pertumbuhan pribadi yang positip dalam pelbagai tahap kehidupan mereka. Klien dapat mencapai pemahaman diri, peningkatan ketrampilan membuat keputusan, dan mengubah tingkah laku ke positip melalui konseling developmental (Mappiare, 2002).
Pelaksanaan hubungan konseling dapat terjadi di seluruh bidang kehidupan dimana terjadi hubungan antara manusia dengan manusia. Dengan kata
lain bila terjadi interaksi antara individu dengan individu lain, maka disana akan terjadi hubungan yang membantu. Hubungan yang membantu dan hubungan konseling adalah sama. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membantu individu yang membutuhkannya.
Dalam dunia kesehatan, relasi paramedis–pasien seharusnya merupakan hubungan yang membantu (helping relationship). Artinya sebagai tenaga profesional di bidang kesehatan, paramedis membantu pasien dengan hati yang ikhlas. Masalah yang dihadapi paramedis bukan soal profesinya, akan tetapi bagaimana cara (teknik) berkomunikasi yang dapat mempercepat kesembuhan dan perkembangan pasien. Cara komunikasi yang dimaksud adalah dialog dua arah bukan hanya dialog yang searah berupa instruksi, akan tetapi dialog yang membuat pasien menyatakan semua keinginan, keluhan, kecemasan, dan sebagainya. Kemudian ditanggapi dengan positif, ramah, bersahabat oleh paramedis. Semua teknik berkomunikasi itu terdapat dalam hubungan konseling.
Ada beberapa hal yang perlu dipelihara dalam hubungan konseling yakni: 1. Kehangatan, artinya konselor membuat situasi hubungan konseling itu
demikian hangat. Kehangatan disebabkan adanya rasa bersahabat, tidak formal, serta membangkitkan semangat dan rasa humor.
2. Hubungan yang empati, yaitu konselor merasakan apa yang dirasakan klien, dan memahami akan keadaan diri serta masalah yang dihadapinya.
3. Keterlibatan klien, yaitu terlihat klien bersungguh-sungguh mengikuti proses konseling dengan jujur mengemukakan persoalannya, perasaannya, dan keinginannya. Selanjutnya dia bersemangat mengemukakan ide, alternatif dan
Dalam pelaksanaan teknik konseling diperlukan sifat-sifat konselor sebagai berikut:
• Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi, sikap konselor adalah menerima secara netral.
• Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan, dan konsisten.
• Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu.
• Nonjudgmental artinya tidak memberi penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif.
Secara umum proses konseling dibagi atas tiga tahapan: 1. Tahap awal konseling
Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian atau masalah klien.
Adapun proses konseling tahap awal dilakukan konselor adalah sebagai berikut:
• Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien.
• Memperjelas dan mendefinisikan masalah.
• Membuat penaksiran dan penjajakan.
• Menegosiasi kontrak.
2. Tahap Pertengahan (Tahap Kerja)
Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada penjelajahan masalah klien dan
bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajah tentang masalah klien.
Adapun tujuan-tujuan tahap pertengahan ini yaitu:
• Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh.
• Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara.
• Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. 3. Tahap Akhir Konseling (Tahap Tindakan)
Tujuan-tujuan tahap akhir ini adalah sebagai berikut:
• Memutuskan perubahan sikap dan prilaku yang memadai.
• Terjadinya transfer learning pada diri klien.
Klien belajar dari proses konseling yang membuatnya terbuka untuk mengubah perilakunya di luar proses konseling. Artinya klien mengambil makna dari hubungan konseling untuk kebutuhan akan suatu perubahan.
• Melaksanakan perubahan perilaku.
Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan sikap dan perilakunya.
• Mengakhiri hubungan konseling.
Mengakhiri konseling harus atas persetujuan klien. Sebelum ditutup ada beberapa tugas klien yaitu pertama, membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses konseling, kedua, mengevaluasi jalannya proses konseling, ketiga, membuat perjanjian untuk pertemuan selanjutnya (Willis, 2004).
BAB V PEMBAHASAN
Manajemen Apotek Kimia Farma 29 Pematang Siantar ini sudah baik. Dari segi manajemen operasional, apotek ini telah mampu menyediakan produk yang sesuai dengan target pasarnya, dan juga telah melaksanakan pelayanan kefarmasian. Dari segi manajemen keuangan semuanya telah berjalan rapi dan teratur. Hasil penjualan Apotek ini selanjutnya akan dilaporkan ke Bisnis Manajer yang berada di Apotek Kimia Farma 27 Jalan Palang Merah Medan. Manajemen sumber daya manusianya juga sudah cukup baik, dimana apotek ini dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek yang profesional dan dibantu oleh para karyawan yang berpengalaman di bidangnya masing-masing.
Pelayanan yang diberikan oleh apotek ini sudah cukup baik, yaitu memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan ramah kepada pasien. Pelayanan yang dilakukan apotek ini terdiri dari pelayanan resep, obat bebas, obat wajib apotek dan alat-alat kesehatan. Konseling dan pelayanan informasi obat dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek dan Asisten Apoteker yang telah berpengalaman. Pelayanan konseling dilakukan secara sederhana karena belum tersedianya ruangan tertutup untuk konseling di apotek ini.
Apoteker harus menguasai teknik-teknik konseling sehingga tujuan konseling itu dapat tercapai. Konseling bukan hanya pelayanan informasi obat kepada pasien tetapi juga merupakan pendekatan secara psikologis kepada pasien. Sehingga terjalin kedekatan antara apoteker dengan pasien, hal ini sangat penting demi kelancaran proses konseling dan tercapainya tujuan konseling itu sendiri
yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien. Konseling ini juga penting terhadap kehidupan sebuah apotek karena dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap apotek dan profesi apoteker sendiri. Dengan dilaksanakannya konseling ini berarti apotek telah melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented).
BAB VI