• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan:

= variabel yang diteliti = Hubungan yang diananlisis = variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak dianalisi

Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil

Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga:  Besar keluarga  Pendidikan Asupan  Energi  Protein  Serat

Konsumsi Pangan Ibu Hamil  Jenis pangan yang

dikonsumsi

 Jumlah pangan yang dikonsumsi

Konsumsi Serat

Status Gizi  LILA

Kebiasaan Makan  Jenis kelompok pangan  Frekuensi konsumsi pangan

Tingkat Kecukupan Energi, serat dan Zat Gizi  Energi

 Protein  Serat

Kebutuhan Energi, Serat dan Zat Gizi  Berat Badan  Umur  Tinggi badan Status Kesehatan  Kejadian konstipasi  Keluhan kehamilan

23

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain studi penelitian ini adalah cross sectional study. Menggunakan data sekunder dari penelitian yang berjudul “Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers” yang dilakukan oleh “Southeast Asian Food & Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor” pada November 2010 sampai Februari 2011. Lokasi penelitian di kota Bogor diambil dari enam kecamatan yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Tengah, Bogor Timur, dan Tanah Sareal.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Pada penelitian ini menggunakan data dari contoh ibu hamil sebanyak 203 contoh. Penarikan contoh dipilih dari Posyandu setelah mendapatkan surat izin dari Puskesmas dari masing-masing lokasi di kota Bogor. Contoh dipilih melalui dua tahapan, tahapan pertama menggunakan kriteria inklusi dan tahapan kedua menggunakan kriteria kuintil (kuintil 2, 3, dan 4). Kriteria inklusi dari kelompok ibu hamil yaitu wanita hamil pada kehamilan trimester kedua (3-6 bulan kehamilan), dan berusia diantara 20-40 tahun. Sedangkan kriteria kuintil untuk kota Bogor dihitung berdasarkan tingkat sosial ekonomi dari data SUSENAS 2009.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data sekunder yang digunakan meliputi karakteristik individu dan keluarga, data konsumsi pangan, dan gambaran umum daerah penelitian. Secara umum data diperoleh dengan menggunakan kuisioner, kemudian melakukan wawancara (Recall 2x 24 jam, FFQ selama 1 minggu dan wawancara mendalam) dan pengukuran.

24 Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data yang dibutuhkan Cara

1. Karakteristik individu Umur Berat Badan Tinggi Badan Wawancara dengan kuisioner, dan pengukuran 2. Karakteristik keluarga Besar keluarga Pendapatan keluarga Pendidikan Wawancara dengan kuisioner

3. Kebiasaan makan Kelompok makanan/minuman

Frekuensi Wawancara dengan FFQ satu minggu 4. Konsumsi pangan

Jenis pangan yang dikonsumsi

Jumlah makanan (gram/URT)

Wawancara dengan kuisioner Recall 2x24 jam

5. Status kesehatan Kejadian konstipasi

Keluhan kehamilan

Penyakit 1 bulan terakhir

Wawancara dengan kuisioner

6. Status gizi LILA (lingkar lengan atas) Pengukuran

dengan kuisioner Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah, proses pengolahan data meliputi editing/cleaning dan analisis data. Editing/cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan data dengan menggunakan Microsoft office Excel 2007 dan analisis data menggunakan Statistical Program for Sosial Sciences (SPSS) versi 16.0 for Windows. Data yang diolah dan dianalisis terdiri dari karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi keluarga (besar keluarga dan pendidikan), kebiasaan makan, konsumsi pangan, asupan ( energi, protein, dan serat), tingkat kecukupan (energi, protein, dan serat), status gizi ibu (LILA), dan status kesehatan (kejadiaan konstipasi dan keluhan kehamilan).

Keadaan sosial ekonomi keluarga dalam penelitian ini dilihat dari besar keluarga dan pendidikan. Pendidikan dikategorikan berdasarkan sebaran contoh, tamatan SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Sedangkan data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori menurut Hurlock (1998) yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar.

Data kebiasaan makan dikumpulkan menggunakan Food Frequency Quetionnairre (FFQ). Jenis makanan dikelompokkan berdasarkan kelompok makanan atau minuman yang terdiri dari kelompok serealia dan olahannya; kacang-kacangan dan olahannya; daging dan olahannya; ikan dan olahannya;

25 telur, susu dan olahannya; minuman; suplemen/herbal; buah; sayur; dan makanan jajanan (gorengan, cikian, biskuit, coklat). Kemudian untuk mengetahui frekuensi konsumsi dikategorikan menjadi jarang dan sering menurut Kusumaningsih (2007).

Konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan Recall 2x24 jam, dari hasil Recall dapat diketahui jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Data jenis dan jumlah makanan dalam gram atau URT diolah untuk mendapatkan asupan energi, protein, dan serat. Jumlah makanan dalam bentuk gram atau URT dikonversi menjadi energi dan protein dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Sedangkan untuk mendapatkan asupan serat, jumlah pangan sumber serat dikonversi menggunakan daftar kandungan serat makanan dari USDA National Nutrient Database for Standard Reference tahun 2011. Rumus yang digunakan untuk menghitung asupan energi, protein, dan serat dari pangan yang dikonsumsi adalah sebagai berikut:

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan:

Kgij = Kandungan Energi, Protein, dan Serat dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)

Bj = Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan Energi, Protein, dan Serat dalam 100 gram BDD bahan makanan-j

BDD-j = Persen bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD)

Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat dapat diperoleh dengan membandingkan asupan dengan kecukupan. Kecukupan diperoleh dengan melihat Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004. Kemudian tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Sedangkan untuk menghitung tingkat kecukupan serat membandingkan antara asupan dengan kebutuhan serat menurut WKNPG 2004 yaitu cukup (19-30 g), kurang (<19 g) dan lebih (<30 g).

Status gizi ditentukan dengan menggunakan ukuran lingkar lengan atas (LILA), yang kemudian dikategorikan normal (≥ 23.5 cm) dan kurang energi kronik (KEK <23.5 cm). Sedangkan status kesehatan dilihat dari kejadian konstipasi, gangguan kehamilan yang sering terjadi dan penyakit yang diderita

26 satu bulan terakhir. Lebih jelasnya, pengkategorian variabel penelitian yang telah disebutkan diatas dapat dilihat pada tabel 7:

Tabel 7 Pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Sub Variabel Kategori

1. Karakteristik individu Umur 20-40 tahun Berat badan Tinggi badan 2. Karakteristik keluarga

Besar keluarga 1. Keluarga kecil (≤ 4

orang) 2. Keluarga sedang (5-7 orang) 3. Keluarga besar (≥ 8 orang) Hurlock (1998) Pendapatan 1. Miskin (<278.530/kap/bulan) 2. Tidak miskin (>278.530/kap/bulan)

Pendidikan 1. Tidak sekolah

2. SD/ Sederajat 3. SMP/ Sederajat 4. SMA/ Sederajat 5. Perguruan Tinggi

3. Kebiasaan makan Kelompok

makanan/minuman

1. Serealia dan olahannya 2. Kacang-kacangan dan

olahannya

3. Daging dan olahannya 4. Ikan dan olahannya 5. Telur, susu dan

olahannya 6. Minuman 7. Suplemen/herbal 8. Buah 9. Sayur 10. Makanan Jajanan (gorengan, cikian, biskuit, coklat)

Frekuensi 1. Jarang : < 4 kali/minggu

2. Sering : ≥ 4 kali/minggu Kusumaningsih (2007)

4. Konsumsi pangan Jenis pangan yang

dikonsumsi Jumlah makanan (gram/URT) 1. Makanan pokok 2. Lauk hewani 3. Lauk nabati 4. Buah dan gula 5. Sayuran 6. Minuman

7. Susu dan olahannya 8. Minyak dan buah biji

berminak DKBM

27 Tabel 7 (lanjutan)

No Variabel Sub Variabel Kategori

5. Konsumsi serat Jenis sumber serat

Jumlah serat (gram)

6. Tingkat

kecukupan

Energi dan protein 1. Defisit tingkat berat (<

70 % AKG)

2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan

(80-89% AKG)

4. Normal 90-119% AKG) 5. Kelebihan (≥ 120%

AKG)

Depkes (1996)

Serat 1. Cukup (19-30 gram)

2. Kurang (< 19 gram ) 3. Lebih (> 30 gram)

WKNPG (2004)

7. Status kesehatan Kejadian konstipasi 1. Ya

2. Tidak

Keluhan kehamilan 1. Mual

2. Pusing

3. Sakit punggung 4. Kurang nafsu makan 5. Kurang tidur

6. Mudah lelah 7. Lesu

8. Sering kesemutan 9. Tekanan darah tinggi 10. Tekanan darah rendah 11. Flek, pendarahan/

keputihan

12. Bagian tubuh bengkak 13. Gatal – gatal

14. Sesak nafas 15. Keram

16. Anemia/kurang sel darah merah

17. Sering buang air seni

Penyakit 1 bulan terakhir 1. Influenza

2. Diare 3. Tipus 4. Radang tenggorokan 5. Maag 6. TBC 7. Demam berdarah 8. Malaria

9. Sakit karena kecelakaan (pendarahan Hebat) 10. Menjalani Transfusi

darah

8. Status gizi LILA (lingkar lengan atas) 1. Normal (LILA ≥23.5 cm)

28 Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis dengan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensia. Analisis statistik inferensia berupa analisis statistik non parametrik dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan analisis statistik parametrik menggunakan uji korelasi Pearson. Uji Korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antar variabel, sedangkan uji korelasi Pearson untuk melihat variabel hubungan, meliputi analisis hubungan antara keadaan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi pangan serta serat makanan pada ibu hamil, analisis konsumsi pangan terhadap status gizi ibu hamil, dan analisis konsumsi serat terhadap status kesehatan. Analisis regresi linier, untuk melihat pengaruh makanan sumber serat terhadap asupan serat dan uji beda one-way ANOVA untuk melihat perbedaan antar kuintil.

Definisi Operasional

Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan anggota keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama atau

dan menjadi tanggungan dari kepala keluarga.

Kebiasaan makan adalah informasi perilaku makan makanan yang dikonsumsi secara berulang dan terus menerus dalam kondisi tertentu.

Kelompok makanan/minuman adalah pengelompokan makanan berdasarkan jenisnya

Frekuensi Konsumsi Pangan adalah banyaknya konsumsi pangan persatuan waktu tertentu (satu minggu).

Jenis pangan yang dikonsumsi adalah jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan golongan makanan di DKBM

Konsumsi pangan ibu hamil adalah semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu selama kehamilan.

Jumlah makanan yang dikonsumsi banyaknya makanan yang dikonsumsi persatuan gram atau URT.

Konsumsi serat makanan adalah banyaknya serat makanan yang diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari yang dinyatakan dalam gram/kapita/hari.

Asupan energi, protein, dan serat adalah sejumlah energi, protein, dan serat yang diperoleh dari konsumsi pangan.

Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat adalah perbandingan antara asupan energi, protein, dan serat dan kebutuhan energi, protein, dan serat.

29 Status gizi ibu adalah keadaan kesehatan ibu yang ditentukan secara

antropometri dengan menggunakan LILA.

Status kesehatan ibu adalah keadaan kesehatan ibu yang ditentukan dengan melihat kejadian konstipasi dan gangguan kesehatan

Kebutuhan pangan adalah jumlah pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi energi dan zat gizi lainnya

Penyakit yang diderita satu bulan terakhir adalah penyakit yang diderita ibu hamil satu bulan terakhir terhitung dari satu bulan sebelum pengambilan data.

Keluhan kehamilan adalah keluhan atau gangguan kehamilan selama kehamilan berlangsung.

Kejadian konstipasi adalah ada atau tidak adanya keluhan sembelit atau konstipasi

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu

Karakteristik individu meliputi usia, pendidikan, status gizi, dan status kesehatan ibu hamil. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut:

Usia

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun, dan kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro 2006). Pada Tabel 8 disajikan sebaran contoh berdasarkan usia. Rata-rata usia contoh adalah 28.6 ± 5.7 tahun. Menurut Detiana (2010) usia ideal untuk hamil adalah antara 20-29 tahun. Pada penelitian ini, contoh yang hamil pada usia ideal (20-29 tahun) paling banyak terdapat pada kuintil-4 yaitu (70.6%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (56.7%) dan kuintil-2 (44.1%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi contoh yang hamil pada usia ideal lebih banyak pada keluarga dari tingkat sosial ekonomi tinggi.

Hamil di usia lebih dari 30 tahun akan membuat proses kehamilan menjadi rawan. Hal ini dikarenakan tingkat kesuburan seorang wanita semakin menurun seiring bertambahnya usia. Selain itu, kehamilan pada usia lebih dari 30 tahun memiliki kemungkinan mengalami kelahiran risiko tinggi seperti melahirkan bayi dengan kelainan mental (down syndrome) (Detiana 2010). Pada penelitian ini, contoh yang hamil pada usia rawan kehamilan (> 30 tahun) paling banyak terdapat pada 2 yaitu sebesar 55.9%, dibandingkan dengan kuintil-3 (4kuintil-3.kuintil-3%), dan kuintil-4 (29.4%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi contoh yang hamil pada usia rawan banyak terdapat pada keluarga dari tingkat sosial ekonomi rendah. Berdasarkan analisis tidak terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata usia contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.086).

Tabel 8 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Usia

(tahun)

Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total

n % n % n % n %

20-29 30 44.1 38 56.7 48 70.6 116 57.1

30-40 38 55.9 29 43.3 20 29.4 87 42.9

31 Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan praktik hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita dan Fallah 2004). Pada Tabel 9 disajikan sebaran contoh berdasarkan pendidikan contoh. Sebagian besar pendidikan contoh pada kuintil-2 adalah tamatan SD/sederajat sebesar 42.6%, sedangkan pada kuintil-3 dan kuintil-4, pendidikan tertinggi contoh adalah tamatan SMA/sederajat yaitu sebesar 41.8% dan 41.2%.

Tabel 9 Sebaran pendidikan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Pendidikan Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total

n % n % n % n % SD/ Sederajat 29 42.6 16 23.9 14 20.6 59 29.1 SMP/Sederajat 26 38.2 17 25.4 22 32.4 65 32.0 SMA/Sederajat 12 17.6 28 41.8 28 41.2 68 33.5 Perguruan Tinggi 1 1.5 6 9.0 4 5.9 11 5.4 Total 68 100 67 100 68 100 203 100

Penelitian ini menunjukkan semakin besar tingkat sosial ekonomi semakin tinggi pendidikan contoh, dan sebaliknya. Artinya contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu untuk membiayai pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Sedayu (2010), seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih berkesempatan untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.000).

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga, diantaranya meliputi besar keluarga dan pendidikan suami. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga disajikan dalam tabel-tabel berikut:

Besar Keluarga

Pada Tabel 10 disajikan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Besar keluarga pada penelitian ini, dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata besar keluarga contoh adalah 4.2 ± 1.8 orang, sebagian besar merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan 4 orang pada semua kuintil.

32 Tabel 10 Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Besar keluarga

Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total

n % n % n % n %

Kecil 34 50.0 42 62.7 50 73.5 126 62.1

Sedang 28 41.2 24 35.8 15 22.1 67 33.0

Besar 6 8.8 1 1.5 3 4.4 10 4.9

Total 68 100 67 100 68 100 203 100

Keluarga dengan kategori kecil paling banyak terdapat pada kuintil-4 (73.5%) jika dibandingkan dengan kuintil-3 (62.7%), dan kuintil-2 (50%). Penelitian ini menunjukkan besar keluarga dengan jumlah anggota keluarga kecil, banyak terdapat pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Artinya keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu memperhitungkan kesejahteraan keluarga dengan jumlah anggota keluarga. Besar keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut Yulita (2012) pemenuhan konsumsi pangan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Lebih lanjut Gabriel (2008) menjelaskan bahwa besar keluarga juga mempengaruhi tingkat perhatian dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Pendidikan Suami

Pendidikan formal meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga berencana serta memahami kondisi istri yang sedang hamil. Dan dengan pendidikan yang tinggi pula, seorang suami dapat mengambil keputusan dengan tepat (Gerke 1990). Pengetahuan yang dimiliki suami tentang kehamilan, persalinan dan nifas akan sangat membantu menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi. Pengetahuan suami yang tinggi, akan memotivasi istri untuk periksa kehamilan dan lebih cepat untuk mengambil keputusan yang rasional yang tidak akan membahayakan bayi dan ibunya (Soemantri 2004).

Pendidikan suami, dikelompokkan sama seperti pendidikan contoh. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dapat dilihat pada Tabel 11. Sebagian besar pendidikan suami contoh pada kuintil-2 adalah tamatan SMP/sederajat (35.3%). Pada kuintil-3 dan kuintil-4, pendidikan suami sebagian besar adalah tamatan SMA/sederajat masing-masing yaitu sebesar 53.7% dan 55.9%.

33 Tabel 11 Sebaran pendidikan suami contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Pendidikan Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total

n % n % n % n % SD/ Sederajat 21 30.9 13 19.4 14 20.6 48 23.6 SMP/Sederajat 24 35.3 11 16.4 10 14.7 45 22.2 SMA/Sederajat 22 32.4 36 53.7 38 55.9 96 47.3 Perguruan Tinggi 1 1.5 7 10.4 6 8.8 14 6.9 Total 68 100 67 100 68 100 203 100

Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin tinggi pendidikan suami contoh dan sebaliknya. Artinya suami contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu untuk membiayai pendidikan yang lebih tinggi. Secara umum, pendidikan suami paling banyak adalah tamatan SMA/sederajat. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan suami contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.001).

Kebiasaan Makan dan Frekuensi Konsumsi Pangan Jenis Kelompok Pangan Sumber Serat

Jenis kelompok pangan yang menyumbang serat diantaranya adalah serealia dan olahannya, kacang-kacangan dan olahannya, buah dan olahannya, sayur dan olahannya, susu dan olahannya, umbi-umbian, dan lainnya. Sedangkan jenis kelompok pangan yang tidak menyumbang serat diantarannya ikan dan olahannya, telur dan olahannya, serta minuman (air putih dan beberapa jenis minuman berasa lainnya). Kelompok susu dan olahannya yang tidak mengandung serat yaitu dari sub kelompok susu kental manis.

Kelompok pangan serealia dan olahannya terdiri dari beras, mi, dan terigu. Kelompok pangan kacang-kacangan dan olahannya terdiri dari kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang mete, kacang polong, kacang tanah, dan kwaci. Kelompok buah dan olahannya terdiri dari buah segar, buahan campur, dan olahn buah. Kelompok sayur dan olahannya dibagi menjadi sayur toge, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran campur, sayuran daun, sayuran umbi. Kelompok susu dan olahannya dibagi menjadi susu bubuk, susu cair, dan susu kental manis. Susu kental manis tidak mengandung serat pangan, sehingga tidak termasuk kelompok susu dan olahannya yang mengandung serat. Kelompok umbi-umbian dan olahannya dibagi menjadi singkong, ubi jalar, dan talas.

34 Tabel 12 Sebaran kebiasaan dan frekuensi konsumsi berbagai jenis pangan

sumber serat contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Kelompok

pangan

Kuintil 2 (n=68) Kuintil 3 (n=67) Kuintil 4 (n=68)

n % Frek* n % Frek* n % Frek*

Serealia dan olahannya

Beras 68 100 16.7 67 100 17.5 67 98.5 16.5

Mi 4 5.9 0.1 8 11.9 0.1 8 11.8 0.2

Terigu 64 94.1 4.6 62 92.5 4.2 62 91.2 5.3

Kacang-kacangan dan olahannya

Kacang hijau 28 41.2 0.8 33 49.3 1.0 39 57.4 1.3 Kacang kedelai 67 98.5 9.1 66 98.5 9.2 67 98.5 8.2 Kacang merah 0 0.0 0.0 2 3.0 0.0 4 5.9 0.1 Kacang mete 0 0.0 0.0 3 4.5 0.1 0 0.0 0.0 Kacang polong 0 0.0 0.0 1 15.0 0.0 3 4.4 0.1 Kwaci 1 1.5 0.0 0 0.0 0.0 2 2.9 0.1 Kacang tanah 8 11.8 0.3 15 22.4 0.5 18 26.5 0.7

Buah dan olahannya

Buah segar 67 98.5 5.7 66 98.5 6.9 67 98.5 6.3

Buahan

campur 3 4.4 0.0 3 4.5 0.1 3 4.4 0.1

Olahan buah 29 42.6 1.5 31 46.3 1.4 39 57.4 2.0

Sayur dan olahannya

Sayur toge 5 7.4 0.1 5 7.5 0.1 10 14.7 0.3 Sayuran buah 42 61.8 1.7 37 55.2 1.6 38 55.9 1.2 Sayuran bunga 10 14.7 0.3 13 19.4 0.4 15 22.1 0.5 Sayuran campur 40 58.8 1.7 40 59.7 2.1 38 55.9 1.8 Sayuran daun 64 94.1 4.7 63 94.0 5.0 67 98.5 5.7 Sayuran umbi 24 35.3 0.7 24 35.8 0.7 21 30.9 0.7

Susu dan olahannya

Susu bubuk 10 14.0 0.9 14 22.4 2.0 17 25 2.2

Susu cair 0 0.0 0.0 1 1.5 0.0 0 0 0.0

Umbi-umbian dan olahannya

Singkong 33 48.5 0.9 39 58.2 1.1 40 58.8 1.2 Ubi jalar 36 52.9 1.1 35 52.2 1.0 30 44.1 0.9 Talas 3 4.4 0.0 5 7.5 0.1 2 2.9 0.0 Lainnya Agar-agar 2 2.9 0.1 0 0.0 0.0 0 0.0 0.0 * Frekuensi =kali/minggu

Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Serat

Kelompok pangan serealia dan olahannya yang sering dikonsumsi (> 4 kali/minggu) yaitu beras dan terigu. Semua contoh pada kuintil-2 dan kuintil-3 mengkonsumsi beras, dan pada kuintil-4 sebesar 98.5%, ada contoh yang tidak mengkonsumsi beras, hal ini diduga contoh sedang melakukan diet konsumsi beras. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi semakin sedikit yang mengkonsumsi terigu, dan sebaliknya, berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) 94.1%, 92.5%, dan 91.2%. Walaupun pada kuintil-4 contoh yang mengkonsumsi terigu lebih sedikit, tetapi frekuensi konsumsi terigu lebih sering (5.3 kali/minggu) jika

35 dibandingkan dengan kuintil-3 (4.2 kali/minggu) dan kuintil-2 (4.6 kali/minggu). Contoh yang mengkonsumsi mi hanya sebagian kecil dan jarang dikonsumsi (< 4 kali/minggu).

Kacang-kacangan dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu kacang kedelai, pada semua kuintil sebesar 98.5% yang mengkonsumsi kacang kedelai. Hal ini dapat dilihat dari makanan hasil olahan kacang kedelai yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu tempe dan tahu. Kacang hijau, kacang merah, kacang mete, kacang polong, kwaci, dan kacang tanah jarang dikonsumsi contoh dan hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi.

Buah dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu buah segar, sebesar 98.5% contoh pada setiap kuintil yang mengkonsumsi buah segar. Buahan campur, dan olahan buah jarang dikonsumsi contoh pada setiap kuintil. Sayuran dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu sayuran daun. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin sering dan banyak contoh yang mengkonsumsi sayuran daun 98.5% contoh pada kuintil-4, 94.0% contoh pada kuintil-3, dan 94.1% contoh pada kuintil-2. Sayur toge, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran campur, dan sayuran umbi jarang dikonsumsi dan hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi.

Susu dan olahannya yaitu susu bubuk dan susu cair jarang dikonsumsi dan hanya sebagian kecil contoh yang mengkonsumsi susu dan olahannya merata pada semua kuintil. Umbi-umbian dan olahannya yang terdiri dari singkong, talas, dan ubi jalar jarang dikonsumsi contoh dan hanya sebagian kecil contoh yang mengkonsumsi umbi-umbian dan olahannya merata pada semua kuintil. Agar-agar hanya dikonsumsi contoh pada kuintil-2 dengan frekuensi jarang.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam waktu tertentu. Tabel 13 menunjukkan jenis dan jumlah konsumsi pangan per hari. Semakin tinggi sosial ekonomi, semakin banyak jumlah pangan yang dikonsumsi contoh berturut-turut yaitu kuinti-2 (2243.2), kuinti-3 (2315.6) dan kuintil-4 (2480.1) g/kap/hari. Jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi contoh pada setiap kuintil adalah minuman. Serealia (520.9), unggas (39.9), telur (24.6), susu (264.3), sayuran (167.1), buah (72.4), dan makanan jajanan (108.3) g/kap/hari, merupakan kelompok pangan yang banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-4.

36 Golongan daging (76), ikan (25.3), dan minuman (1206.3) g/kap/hari, banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-3. Sedangkan contoh pada kuintil-2, banyak mengonsumsi kacang-kacangan (97.2 g/kap/hari). Buah dan sayur merupakan pangan sumber serat tinggi. Pada penelitian ini, jumlah konsumsi buah dan sayur dari setiap kuintil, kurang dari jumlah yang dianjurkan WHO (2003) yaitu 400 g per hari.

Tabel 13 Rata-rata jumlah konsumsi pangan berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Golongan Jumlah konsumsi pangan (g/kap/hari)

Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-4

Serealia dan olahannya 488.6 474.1 520.9

Daging dan olahannya 3.9 7.6 3.4

Unggas dan olahannya 19.3 31.2 39.9

Ikan dan olahannya 22.0 25.3 20.8

Telur dan olahannya 14.2 23.5 24.6

Susu dan olahannya 110.2 170.1 264.3

Kacang-kacangan dan olahannya 97.2 63.9 83.9

Sayuran 153.4 158.7 167.1

Buah 50.5 52.7 72.4

Minuman 1191.8 1206.3 1192.5

Makanan jajanan 92.1 102.2 108.3

Total 2243.2 2315.6 2480.1

Hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin tinggi total konsumsi pangan contoh. Artinya contoh dengan sosial ekonomi tinggi, mampu memenuhi konsumsi pangannya dari segi kualitas. Sebagian besar golongan pangan, banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-4, dan hanya beberapa golongan pangan yang banyak dikonsumsi kuintil-2 dan kuintil-3.

Asupan Energi, Protein, dan Serat Asupan Energi

Asupan Energi dapat dilihat pada Tabel 14. Rata-rata asupan energi pada setiap kuintil kurang dari jumlah yang dianjurkan berdasarkan AKG, yaitu 2200 kkal ( contoh usia ≤ 29 tahun), dan 2100 kkal (contoh usia > 29 tahun), Pada kuintil-4 rata-rata asupan energi sebesar 1803 kkal per hari, jumlah ini paling tinggi jika dibandingkan dengan asupan energi pada contoh di kuintil-3 sebesar 1595 kkal per hari dan kuintil-2 sebesar 1521 kkal per hari. Terlihat, sebagian besar asupan energi dari masing-masing golongan pangan cenderung meningkat seiring tingginya sosial ekonomi. Pangan yang paling besar sumbangan energinya untuk setiap kuintil adalah serealia dan olahannya.

37 Tabel 14 Rata-rata asupan energi berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Golongan Asupan Energi (kkal/kap/hari)

Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-4

Serealia dan olahannya 745 719 779

Daging dan olahannya 5 11 8

Dokumen terkait