Buku ini diberi judul inovasi pendidikan nonformal, maka materi yang dibahas dalam buku ini berkait dengan bagaimana inovasi dilakukan untuk mengembangkan program-program pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal perlu dikembangkan agar segala bentuk aktivitas pendidikan nonformal yang ada di dalam masyarakat dapat memberi sumbangan bagi peningkatan
pendidikan dan peningkatan aspek-aspek kehidupan manusia yang lainnya antara lain seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan budaya. Pendek kata, misi utama pendidikan nonformal itu adalah membangun kesejahteraan hidup manusia baik hidup individu maupun hidup masyarakat. Pandangan ini menempatkan
pendidikan nonformal dalam konteks dasar membangun
masyarakat melalui pengarusutamaan pendidikan, khususnya pendidikan nonformal.
Uraian selanjutnya akan menjelajahi berbagai konteks pendidikan nonformal dalam ranah konsep atau teori dan ranah
praksis atau praktek pendidikan nonformal sepanjang
perjalanannya di Indonesia dan beberapa Negara lain atas dasar informasi yang dapat ditelusuri dan ditemukan sumber- sumbernya, dalam beberapa hal berikut: ragam istilah, konsep atau teori, karakteristik dasar, dinamika program, sasaran bidang garapan, pilihan kebijakan, dan bagian terakhir ini, konteks peran dan fungsi pendidikan nonformal.
Bahasan di atas memberi informasi bahwa terdapat banyak istilah yang mendampingi istilah pendidikan nonformal, seperti di tahap awal dalam praktek di Indonesia muncul istilah pendidikan masyarakat, pendidikan sosial, pendidikan luar sekolah, dan pendidikan nonformal, dan pendidikan orang dewas. Pada sisi kajian keilmuan telah berkembang ilmu pendidikan masyarakat, salah satu guru besarnya adalah Prof. M. Sadarjoen Siswomartojo di Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Bandung pada tahun 1950-an. Kemudian berkembang ilmu pendidikan sosial di beberapa perguruan tinggi kependidikan (khususnya IKIP ketika itu) yang memiliki
jurusan pendidikan sosial; berganti menjadi ilmu pendidikan luar
sekolah pada sekitar tahun 1982, dan kini muncul gerakan mengganti pendidikan luar sekolah menjadi pendidikan nonformal mulai tahun 4 di sejumlah jurusan/program studi PLS di eks IKIP dengan
nonformal yang sebenarnya masih dalam perdebatan panjang untuk
berani mengatakan terdapat body of knowledge ilmu pendidikan
nonformal atau sejenisnya dalam istilah-istilah yang berbeda sebagai
bagian dari pohon ilmu pendidikan . Di tataran kebijakan pendidikan
di Indonesia, muncul kembali penggunaan istilah pendidikan masyarakat, pendidikan nonformal, dan pendidikan orang dewasa secara bersamaan dalam lingkup kerja tingkat direktorat jenderal, selain istilah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang diposisikan berdiri sendiri, tidak lagi tercakup dalam pengertian tiga istilah itu. Dalam teks UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PAUD merupakan bagian dari pendidikan nonformal. Perubahan istilah, konsep, dan kebijakan di bidang pendidikan masyarakat atau pendidikan nonformal berpengaruh pada perubahan nama direktorat jenderal yang sudah terjadi berkali-kali.
Di beberapa Negara, dalam konsep dan praktek pendidikan nonformal, berkembang istilah atau konsep yang berdekatan dan memiliki kaitan dengan istilah dan konsep pendidikan nonformal. Istilah atau konsep yang dimaksud, seperti di atas telah disampaikan, adalah pendidikan orang dewasa, pendidikan perluasan, pendidikan berkelanjutan, pendidikan dasar, pendidikan pascasekolah, dan pengembangan sumber daya manusia. Istilah atau konsep-konsep itu selalu memiliki keterkaitan kontekstual dengan beberapa istilah atau konsep lainnya yaitu pembangunan
masyarakat, pemberdayaan masyarakat, pembangunan
berkelanjutan, pendidikan untuk semua, pendidikan sepanjang hayat, pembelajaran sepanjang hayat, masyarakat belajar, transformasi global, dan masyarakat pengetahuan dan informasi, serta beberapa istilah lain yang selalu berkembang. Di Indonesia sendiri secara internal muncul pendidikan nonformal berbasis
kecakapan hidup dan pendidikan nonformal berbasis
kewirausahaan sebagai contoh konteks pendidikan nonformal terhadap peningkatan kualitas manusia.
Konteks pendidikan nonformal di Indonesia, bila dirunut ke
belakang secara garis besar, pertama, dimulai dari pendidikan
nonformal untuk pembangunan masyarakat, kedua, pendidikan
nonformal dan pendidikan untuk semua, ketiga, pendidikan
nonformal untuk pendidikan sepanjang hayat, keempat, pendidikan
nonformal untuk pembangunan nasional, pemberdayaan
masyarakat, dan pembangunan berkelanjutan, kelima, pendidikan
nonformal untuk pembelajaran sepanjang hayat, keenam, pendidikan
nonformal untuk membangun masyarakat belajar, ketujuh,
pendidikan nonformal untuk memerdekakan (membebaskan)
manusia dari serba keterbelakangan, kedelapan, pendidikan
masyarakat untuk transformasi global, dan kesembilan, pendidikan
nonformal untuk membangun masyarakat pengetahuan dan informasi.
Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa program dan kegiatan pendidikan nonformal memiliki keterkaitan dengan upaya- upaya lain yang lebih luas dan merupakan pekerjaan besar yang dapat memunculkan pertanyaan pesimistis apakah pendidikan nonformal mampu mengemban tugas berat seperti itu. Pekerjaan pendidikan nonformal memang tidak semudah seperti dibayangkan secara garis lurus bahwa untuk dapat penghasilan (uang) orang perlu punya pekerjaan, dan untuk punya pekerjaan orang perlu punya keterampilan, dan untuk punya keterampilan maka orang harus mengikuti pelatihan keterampilan. Oleh karena itu, maka buatlah berbagai program keterampilan yang dapat membekali orang untuk bekerja. Ternyata dalam kenyataan tidak sesederhana itu, perlu dibekali dengan berbagai hal lain yang kini disebut dengan
istilah soft-skill mendampingi hard-skill . Disamping itu, tentu
fenomena pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan tenaga kerja perlu menjadi pertimbangan juga dalam merancang aktivitas pendidikan nonformal yang berkait dengan penyiapan tenaga kerja terampil. Dalam konteks ini kemudian digunakan pendekatan pasar untuk
merancang kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan. Apakah cara ini efektif, bandingkan dengan pendapat dalam kotak berikut.
Kerangka Rencana Aksi
Pengembangan pendidikan nonformal ke depan dalam membangun masyarakat belajar yang demokratis memerlukan perangkat peraturan pelaksanaan dan formulasi kebijakan pendidikan nasional yang lebih membuka ruang dan akses bagi pengembangan pendidikan nonformal yang sejajar dengan pendidikan formal.
Untuk keperluan tersebut, antara lain diperlukan upaya
pengembangan opini publik yang menempatkan dan menghargai pendidikan nonformal sejajar dengan pendidikan formal dan bahkan merupakan pendidikan alternatif yang mampu memecahkan rendahnya mutu pendidikan. Selain itu, di sisi sebaliknya, hendaknya program-program pendidikan nonformal itu sendiri mampu
membangun kepercayaan (trust) masyarakat akan pendidikan yang
selama ini cenderung menurun karena rendahnya mutu dan kegagalan pendidikan formal; dan menunjukkan pencitraan yang lebih positif sebagai pendidikan alternatif yang ke depan lebih dapat diharapkan.
Pengembangan pendidikan nonformal sebagai bentuk pendidikan alternatif ke depan, memerlukan pengembangan program-program pendidikan nonformal (yang tidak terbatas pada delapan bidang garapan PNF) yang memiliki fungsi mendidik masyarakat dalam satu komunitas melalui berbagai program pemberdayaan (istilah
yang lebih halus dari liberation seperti pendapat Freire) pada
aspek-aspek kehidupan secara komprehensif. Dapat disebut di sini dua contoh yaitu pendidikan politik tentang demokrasi, perdamaian, kebangsaan, dan HAM serta pendidikan ekonomi yang lebih manusiawi dan tidak mengedepankan monopoli, kerakusan, liberalisasi, serta mendewakan uang.
Sejalan dengan itu, pendidikan kecakapan hidup sebagai salah satu bagian dari delapan bidang garapan pendidikan nonformal dapatlah mendasari tujuh bidang pendidikan nonformal lainnya
yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan latihan kerja, dan pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik,
baik dalam arti mengembangkan soft-skill maupun hard-skill.
Bagian penting dari pengembangan pendidikan nonformal dalam
konteks pemberdayaan individu dan masarakat adalah
pengembangan pendidikan karakter yang mengedepankan
pentingnya pengembangan nilai-nilai luhur seperti watak terpuji, kejujuran, dan rasa malu yang semakin hari semakin langka serta pendidikan multikultural yang menghormati keragaman etnis, budaya, bahasa, dan bahkan agama yang dilaksanakan dalam format pendidikan nonformal melalui pengembangan delapan bidang garapan pendidikan nonformal.
Di sisi kelembagaan dan satuan pendidikan, untuk pengembangan pendidikan nonformal ke depan perlu dilaksanakan penataan kelembagaan dan satuan pendidikan nonformal (seperti PKBM dan sejenisnya) baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan nonformal dalam berbagai komponen penting.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan nonformal seperti yang dimaksud itu antara lain sangat diperlukan upaya meningkatkan
kemampuan para pemangku kepentingan (penyelenggara,
pengelola, dan pendidik) dalam merancang, mengelola,
melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan program pendidikan nonformal yang berbasis kebutuhan sasaran pada satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dalam pengertian ini tercakup
juga upaya pengembangan kemampuan (capacity building) bagi
individu dan masyarakat pada umumnya.
Masih berkenaan dengan mutu program pendidikan nonformal ke depan, diperlukan juga suatu pendekatan pengembangan pendidikan nonformal yang berorientasi pada pendidikan berbasis
sebenarnya, yang tidak terbatas pada merasionalkan berbagai pungutan dana dari orang tua atau masyarakat.
Sehubungan dengan masalah pendanaan, pihak yang harus bertanggung jawab dan berkewajiban membiayai pendanaan pendidikan nonformal adalah pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan bukti nyata dari komitmen dan kemauan politik pemerintah yang tidak sebatas berhenti pada bunyi pasal dalam undang-undang menyisihkan 20% dari APBN/APBD untuk pendidikan, tetapi agar lebih peduli dan memposisikan pendidikan nonformal sejajar dengan pendidikan formal (termasuk dalam hal pendanaannya) dalam mengemban visi dan misi pendidikan nasional melalui alokasi anggaran bagi pendidikan nonformal yang lebih proporsional.
Membangun jaringan kerjasama sinergis dengan berbagai pihak, antarsektor dan antarpelaku, sangat dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan pendidikan nonformal. Untuk keperluan tersebut perlu dikembangkan berbagai program pendidikan nonformal yang dapat dilaksanakan secara antarsektor dan antarpelaku secara berkesinambungan.
Bab ini membahas komparasi implementasi pendidikan nonformal di beberapa negara yang telah melaksanakan pengelolaan pendidikannya dengan menggunakan pendekatan pendidikan nonformal atau istilah lain yang sejenis, sebagai bagian dari pendidikan nasional masing-masing negara itu secara menyeluruh dalam konteks pembangunan pendidikan dan pembangunan nasional masing-masing negara, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi atau penyiapan tenaga
kerja yang diperlukan untuk kebutuhan pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional di negara masing-masing. Beberapa negara yang dimaksud adalah Jepang, Tiongkok, dan Indonesia sendiri.