BAB IV PENGARUH MODERNISASI ATAS P ENAFSIRAN
B. Kontekstualisasi
Nilai suatu penafsiran adalah sesuatu yang profan (membumi) dengan manusia dan bersifat relatif, bukanlah bernilai sakral yang wajib diikuti dan mengandung kebenaran mutlak.
Upaya penafsiran yang dilakukan oleh se orang mufassir adalah tidak dapat dilepaskan dari konteks ruang sosialnya. Karena proses penafsiran yang dilakukan tidaklah berada pada ruang hampa yang terlepas dari kehidupan sosialnya. Hal ini tidak lepas dari pergumulan seorang penafsir dengan lingkung an sosial, budaya, politik, dan agama yang ada di sekelilingnya. Sebuah karya tafsir merupakan sebuah produk sosial dan karya manusia biasa, yang tidak pantas dianggap sakral dan juga tidak kedap akan kritikan.
Nursi menafsirkan al-Qur'an tanpa terlepas dari konteksnya pada waktu itu, dengan kondisi sosial masyarakat Turki yang sedang krisis keimanan serta dimabuk kepayang dengan modernisasi yang sinonim dengan Barat sebagai ukuran. Nursi tidak hanya melihat al -Qur'an dari sisi tekstualnya yang terbatas saja, akan tetapi Nursi menggunakan pendekatan rasional, yang menyandarkan pendekatan-pendekatan rasionalisme berpikirnya pada keyakinan atas kebenaran teks-teks agama tersebut. Hal ini disebabkan karena kondisi ma syarakat Turki yang sekular waktu itu telah mulai mengabaikan otoritas kebenaran teks-teks agama, dan menjadikan pemikiran rasional sebagai ukuran.
Kegagapan kaum Musl im terhadap datangnya modernisasi yang mengejutkan mereka, menga kibatkan mereka terkadang salah langkah. Kasus
108
Turki misalnya yang mengapresiasi modernisasi secara membabi-buta hingga mereka tercerabut dari a kar budaya dan bahkan agamanya. Modernisasi bukan berarti westernisasi buta, ataupun sekularisasi kebablasan. Modernisasi bukan berarti memarginalisasikan agama, namun Nursi melihatnya bahwa modernisasi justru akan menemukan bentuk sejatinya jika didasarkan pada nilai-nilai Islam yang mulia dan kebijaksanaan yang terpuji. Nasionalisme yang dipraktekkan seharusnya berupa Nasionalisme yang t etap mengintegrasikan nilai -nilai luhur Islam dan tidak justru tercerabut dari akar tradisi maupun agama nya.
Melihat sifat penafsiran kontekstual yang dilakukan Nursi ini, terdapat berbagai preseden negatif bahwa tafsir dengan pendekatan kontekstual sepert i ini, merupakan salah satu bentuk dari politasi ayat -ayat al-Qur'an. Seperti apa yang dikemukakan oleh Mahmud Syaltut bahwa, politisasi ayat-ayat al-Qur'an untuk menguatkan pendapat golongan tertentu adalah suatu kesalahan yang fatal. Karena suatu penafsiran hendaknya dimurnikan niatnya hanya untuk ridlo Allah semata, dan bukan karna hawa nafsu yang sarat dengan kepentingan duniawi.
Namun tanpa harus panjang lebar dengan asumsi tersebut, hal mendasar yang harus dipahami adalah, bila setiap kritik sosial yang didasarkan pada ajaran al-Qur'an diklaim sebagai sebuah bentuk politisasi, maka al-Qur'an tentu hanya akan menjadi dokumen tekst ual yang mati, hanya berupa simbol-simbol literal yang tak ada hubungannya dengan perilaku konkrit manusia. Akan tetapi justru kekuatan al-Qur'an terletak pada kontinuitas kekuatan teksnya yang senantiasa berdialog dengan masyarakat pada masanya, dan denga n adanya asbabun nuzul membuktikan bahwa al -Qur'an senantiasa berdialog dengan perkembangan waktu
itu. Hal itu menjadi bukti bahwa kandungan al -Qur'an telah diproyeksikan untuk bisa menjadi variable penting dalam proses kritik sosial masyarakat selanjutnya.
Posisi pemikiran Nursi yang rasional dan moderat ini, sungguh menemukan signifikansinya di Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia terbiasa membangun argumentasinya dengan menyandarkan pada teks -teks agama, sehingga dibutuhkan suatu pemikiran agamis yang argumentatif. Juga merupakan masyarakat Muslim yang plural dengan berbagai madzhab dan bahkan aliran, sehingga diperlukan pemikiran -pemikiran moderat yang dapat merangkul semua golongan.
Hal tersebut dapat kita lihat dan kita amati dengan gejala-gejala yang terjadi di Indonesia. Dalam menyikapi perkembangan ilmu p engetahun dan teknologi di Indonesia dapat kita lihat di antaranya, adalah dengan adanya perubahan lembaga pendidikan Islam secara khusus yang mulai bergeser meluas menuju lembaga pendidikan yang bersifat umum dengan memadukan pengetahuan Islam di dalamnya.
Misalnya perubahan IAIN yang dulu hanya concern dan menekuni ilmu pengetahuan Islam secara khusus, kemudian bergeser menjadi UIN yang kemudian di samping membuka jurusan-jurusan keislaman akan tetapi juga menyediakan fakultas maupun jurusan -jurusan umum, supaya ilmu pengetahuan Islam dapat diintegrasikan kedalamnya. Tujuannya secara sederhana adalah supaya dapat menelorkan para sarjana -sarjana yang misalnya tidak hanya faham dengan Tafsir Hadits, akan tetapi setidaknya juga tanggap terhadap isu bail-out Bank Century. Begitu juga sebaliknya, tidak hanya meluluskan para dokter yang cerdas mengidentifikasi penyakit pasiennya, akan tetapi juga menyiapkan seoran g
110
dokter yang setidaknya fasih dalam berbicara masalah hukum nikah sirri dan poligami misalnya.
Akan tetapi ketimpangan yang justru terjadi, semakin lama peminat fakultas agama semakin habis, sementara peminat fakultas umum semakin tak tertampung. Sehingga fenomena yang terjadi kemudian adalah, banyak sarjana fakultas agama yang tidak lancar membaca al -Qur'an, sedangkan banyak sarjana fakultas umum yang bahkan tidak bisa membaca huruf arab sama sekali, sungguh fenomena yang ironis.
Dalam kehidupan bernegara , Nasionalisme Islami yang digagas Nursi , mungkin perlu coba diterapkan di Indonesia. Yaitu dengan memberikan otonomi khusus pada daerah-daerah dengan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ) yang relatif mapan, seperti pada Nangroe Aceh Darussalam , maupaun Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan tujuan supaya dapat membantu memajukan daerah - daerah lain yang mungkin tertinggal.
Akan tetapi pemberian otonomi khusus tersebut jika tanpa dimaknai dengan semangat persatuan dan kebersamaan, justru akan memicu timbul nya semangat disintegrasi dengan munculnya gerakan-gerakan separatisme. Sebut saja gerakan RMS (Republik Maluku Selatan) ataupun gerakan Bintang Kejora Papua yang terus mengancam. Bukti nyata yang dapat kita lihat adalah lepasnya daerah yang dulunya Timor-Timur, dan sekarang menjadi negara Timor Leste. Maka gerakan-gerakan separatis yang mengancam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diwaspadai.
Dalam masalah relasi antara laki -laki dengan perempuan, Nursi menolak segala macam tindakan represi ataupun penindasan terhadap perempuan, Nursi
juga menganjurkan perempuan untuk beraktifitas dalam kehidupan sosialnya baik bekerja maupun mencari ilmu untuk kebaikan hidupnya. Hal tersebut juga dapat kita tangkap dalam konteks Indonesia, dimana banyak lemb aga-lembaga yang bermunculan untuk memperjuangkan hak -hak perempuan yang dirasa telah terampas atau setidaknya telah disalah artikan.
Dalam hal politik, sekarang telah terdapat undang -undang yang mengatur untuk memberikan keterwakilan perempuan sebanyak 3 0 % dalam lembaga legislatif, adanya Komnas Perempuan yang menjadi representasi perempuan dalam menyuarakan pendapatnya. Belum lagi banyak juga organisasi -organisasi non pemerintah yang bergerak dan menggeluti isu seputar perempuan dan gender.
Sebut saja YJP (Yayasan Jurnal Perempuam) yang menekankan concern- nya untuk mengkaji isu -isu perempuan dalam hal budayanya, kemudian terdapat juga Puan Amal Hayati maupun Rahima yang fokus untuk mengkaji doktrin - doktrin hukum syariah dengan perspektif gender, dan ada juga KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) yang lebih memfokuskan perhatiannya pada peran perempuan dalam kehidupan politik.
Faham, gerakan, maupun organisasi yang berbasis perjuangan hak-hak perempuan bukanlah dilandaskan atas semangat kebencian terhadap masi ng- masing kelompok yang justru akan semakin memperpanjang proses tindas - menindas yang tiada ujung, akan tetapi perjuangan tersebut harus dilandasi dengan semangat untuk saling menyempurnakan dan saling menutupi kekurangan masing-masing untuk menuju keharmo nisan dalam kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai Islam.
112
Dari ketiga hal yang menjadi fokus pembahasan penulis di atas, yaitu tentang masalah Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan Agama dan Negara yang diwujudkan dalam bentuk Nasionalism e Islami, juga relasi antara perempuan dan laki -laki yang didasari dengan semangat untuk saling menyempurnakan kekurangan masing -masing, dapat kita lihat bahwa pemikiran - pemikiran Nursi tetap memperoleh signifikansinya utuk bisa kita aplikasikan tidak hanya di Turki khususnya, akan tetapi di dunia Islam lain dan bahkan di Indonesia secara umum.
113 PENUTUP A. Kesimpulan
Keterpengaruhan pemikiran dan penafsiran Nursi dalam karyanya Risâlah al-Nûr dapat kita lihat bahwa, dalam tafsirnya dapat kita temui beliau banyak menanggapi isu-isu yang sedang terjadi pada waktu itu. Banyak hal yang ditanggapi oleh Nursi dalam tafsirnya ketika merespon peristiwa yang sedang terjadi dalam dunia sosialnya waktu itu . Mulai dari masalah krisis keimanan yang sedang melanda masyarakat Turki khususnya, kemudian berbagai kebijakan pemerintah yang mungkin Nursi tidak sependapat dengannya, dimana faham sekular mulai digalakkan didalamnya, hingga masalah budaya dan dekadensi moral yang menjadi akibat buruk oleh proses modernisasi waktu itu.
Keterpengaruhan tersebut, setidaknya dapat kita lihat dari tiga hal yang dijadikan sample oleh penulis . Yaitu mengenai perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi, kemudian dalam masalah hubungan agama dan negara, dan juga dalam masalah relasi antara peremuan dan laki -laki.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang datangnya dari Barat apakah perlu kita tolak secara keseluruhan ataukah kita ambil semuanya. Nursi menjawabnya bahwa ilmu pengetahuan mempunyai sifat yang netral, maka dari itu perlu diapresiasi, entah datangnya dari Islam maupun dari Barat sekalipun . Akan tetapi perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi tersebut haruslah selaras dengan nilai-nilai Islam sehingga akan menguatkan keberagamaan seseorang.
114
Dalam kehidupan bernegara apakah kita harus membangkitkan Islam dan mewujudkannya dalam bentuk Nasionalisme sekular yang selaras dengan Westernisme ataukah dalam bentuk Nasionalisme Islam yang berpijak pada kebajikan Islam dan kearifan lokal. Nursi memberikan formulasi, bahwa Nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk sekularisasi buta a tau westernisasi kebablasan adalah salah. Karena Nasionalisme justru akan menemukan bentuk idealnya jika diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam dan tidak tercerabut dari akar budaya lokalnya.
Kemudian persamaan hak dan relasi antara laki -laki, apakah relasi yang dikembangkan adalah dengan cara membatasi ruang gerak perempuan ataukah perempuan mempunyai hak bebas penuh maupun kewajiban yang sama persis dengan laki-laki. Nursi menegaskan bahwa relasi laki -laki dengan perempuan haruslah diwujudkan dengan tujuan untuk saling menyempurnakan kekurangan masing-masing supaya terwujud suatu kehi dupan yang harmonis dan dinamis , bukan dalam bentuk yang saling menindas dan untuk saling menguasai.
Nursi tidak hanya melihat ayat-ayat al-Qur'an dari sisi tekstualnya yang terbatas saja, akan tetapi Nursi juga mengkontekstualisasikan ayat-ayat tersebut kedalam kehidupan masa kini dan menggunakan pendekatan rasional dalam menjelaskannya, serta menyandarkan pendekatan -pendekatan rasionalisme berpikirnya pada keyakinan atas kebenaran teks -teks agama tersebut.
Melihat sifat penafsiran kontekstual yang dilakukan Nursi, bukan berarti merupakan salah satu bentuk dari polit isasi ayat-ayat al-Qur'an. Namun Nursi berupaya untuk mengkontekstualisasikan ayat-ayat al-Qur'an dan mendialogkan dengan kehidupan sosial pada masanya, supaya ayat -ayat al-Qur'an tidak hanya
dipahami sebagai sebuah dokumen tekstual yang mati dan kehilangan signifikansinya dengan perilaku kongkrit masyarakat. Karena letak kekuatan al- Qur'an adalah justru pada kekuatan ayat-ayatnya yang universal dan telah diproyeksikan untuk bisa menjadi bagian penting dalam proses kritik sosial dalam kehidupan masyarakatnya.
B. Saran
Berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada p enafsiran Bediuzzaman Said Nursi, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penulis walaupun berusaha meneliti lebih menyeluruh, mulai dari biografi, proses modernisasi yang terjadi di Turki , hingga pemikiran dan penafsiran yang dipengaruhi proses modernisasi Turki saat itu, tidaklah berarti kajian penulis sudah sempurna, sehingga penelitian- penelitian lanjutan tetap saja diperlukan.
2. Penafsiran kontekstual seperti yang dilakukan oleh Said Nursi, adalah diperlukan pada waktu saat ini, mengingat bu daya penafsiran terdahulu yang cenderung tekstual, dirasa kurang mampu menjawab kebutuhan masyarakat saat ini.
3. Posisi Said Nursi sebagai seorang pemikir dan mufassir yang bisa dikatakan berada pada po sisi tengah dan moderat, di antara para pemikir yang fundamental maupun yang liberal, sangat diperlukan pada masa ini. Karena dengan pemikiran beliau yang moderat tersebut akan lebih bisa diterima di semua kalangan.
4. Pemikiran Nursi yang rasional dan mod erat ini, sungguh menemukan signifikansinya di Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia terbiasa
116
membangun argumentasinya dengan menyandarkan pada teks -teks agama, sehingga dibutuhkan suatu pemikiran agamis yang argumentatif. Juga Indonesia merupakan masyarakat Muslim yang plural dengan berbagai madzhab dan bahkan aliran, sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran moderat yang dapat merangkul semua golongan.
5. Bediuzzaman Said Nursi adalah seorang pemikir , mufassir dan sufi besar yang tampaknya masih kurang dik enal luas saat ini. Padahal ketika melihat pemikiran -pemikiran beliau baik yang berkenaan dengan modernisasi Turki waktu itu, juga merespon tren d keadaan sosial masyarakat pada waktu itu, maka gagasan -gagasan dan pemikiran Bediuzzaman Said Nursi yang membahas isu-isu lainnya perlu dieksplorasi lebih lanjut dalam berbagai hal dan aspeknya. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat mengungkap dan menemukan sejumlah gagasan penting Bediuzzaman Said Nursi . Sehingga studi ini dapat memberi rangsangan baru bagi lahirnya pemikiran baru yang lebih konstruktif dan kontekstual di bidang tafsir.
Tak terkecuali di Indonesia, yang sedang giat -giatnya melakukan modernisasi di segala bidang, baik ilmu pengetahuan dan teknol ogi, kemudian perwujudan proses demokrasi yang masih mencari bentuk idealnya, sampai masalah kesetaraan hak dalam rel asi laki-laki dengan perempuan. Maka pemikiran Bediuzzaman Said Nursi tidak kehilangan signifikansinya untuk coba diterapan di Indonesia.
Catatan Ejaan dan Pengucapan Bahasa Turki
Ada beberapa perbedaan ejaan dan pengucapan antara bahasa Indonesia dan bahasa Turki, di antaranya adalah :
No Turki Indonesia Keterangan
Huruf Besar Huruf Kecil Huruf Besar Huruf Kecil
1 Ç ç C c dalam “cantik”
2 C c J j dalam “jalan”
3 I ı E e dalam “elang”
4 Ğ ğ - - serupa dengan“
غ
”5 İ I I I dalam “ikan”
6 Ö ö - - bibir lebih kedepan
7 Ş ş S s dalam “syekh”
8 Ü ü U U seperti “ew/
ue”
9 V v W w Dalam “wakil”
Untuk mempertahankan rasa (taste) bahasa Turki-nya, maka kata-kata berbahasa Turki diupayakan ditulis sesuai dengan ejaan aslinya. Namun, jika tidak ditemukan padanannya, maka digantikan dengan aksara yang paling mirip dari segi ejaannya.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abduh,Muhammad.Tafsîr Juz ‘Amma. t.tp.: Dâr Wamatâbi’ Al-Syu’ab, t.t. ________________. Ilmu dan Peradaban; Menurut Islam dan Kristen .
Penerjemah Mahyuddin Syaf & A. Bakar Usman. Bandung: Diponegoro, 1992.
Adlan, Muhammad. “Metode Penafsiran Al-Qur’an Said Nursi Dalam Risâlah An-Nûr.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri, Sy arif Hidayatullah Jakarta, 2004 .
Afriyantoni, “Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda Menurut Bediuzzaman Said Nursi .” Tesis Program Pascasarjana, IAIN Raden Fatah Palembang, Jurusan Ilmu Pendidikan Islam Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam, 2007 .
al-Alûsî, Syihâb al-Dîn Mahmûd. Rûhul Ma’ânî fî Tafsîr al-Qur'ân al-‘Azîm wa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 9. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994. ___________________________. Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîri al-Qur'ân al-Azîm wa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 11. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994.
___________________________. Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîri al-Qur'ân al-Azîm wa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 19. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1994.
Atsîr, Majd al-Dîn Ibnu. Jâmi’ al-Usûl fî Ahâdîtsi al-Rasûl, vol. 1. t.tt.: Maktabah al-Halwânî, t.t.
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam; Dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post -Moderdisme. Jakarta : Paramadina, 1996. Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 . Bakar, Osman. Hierarki Ilmu; Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu .
Penerjemah Yuliani Liputo dan M.S. Nasrullah . Bandung: Pustaka Hidayah, 2008.
al-Banna, Gamal. Relasi Agama & Negara. Penerjemah Tim MataAir Publishing. Jakarta: MataAir Publishing, 2006.
al-Biqâ’î, Ibrâhîm bin ‘Umar. Nazmu al-Durar fî Tanâsubi al-Âyât wa al- Suwar, vol. 15. Kairo: Dâr al-Kutub al-Islâmî, 1992.
Black, Antony. Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini . Penerjemah Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati. Jakarta: Serambi, 2006.
Buchori, Didin Saefuddin. Metodologi Studi Islam . Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005.
Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Penge tahuan. Jakarta; Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997.
al-Dzahabî, Muhammada Husein. Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Kairo: Madanî, 2000.
al-Farmawî, ‘Abd Hayy. Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î. Kairo: al- Hadârah al-‘Arabiyyah, 1997.
Gökalp, Ziya. The Principles Of Turkism. Leiden: E.J. Brill, 1968.
Goldziher, Ignaz. Madzhab Tafsir; Dari Aliran Klasik Hingga Modern, Penerjemah M. Alaika Salamullah dkk. Yogyakarta: eLSAQ, 2003. Hiro, Dilip. War Without End; The Rise of Islamist Terrorism and Global
Response. New York: Routledge, 2003, h. 42, diakses pada 10 November 2009 dari http://yankoer.multiply.com/journal/item/282 . Iyâzî, Muhammada ‘Alî. Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum .
Teheran: Mu'assasah al -Tibâ’iyyah wa al-Nasr Wizarât al-Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1373 H.
Jameelah, Maryam. Islam dan Modernitas. Penerjemah A. Jainuri dan Syafiq A. Mughni. Surabaya: Usaha Nasional, t.t.
Jamil, Asriati. dan Lubis, Amany. Pengantar Kajian Gender . Jakarta: PSW UIN, 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat. Penerjemah Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996 .
Katsîr, Ibn. Tafsîr al-Qur'ân al-‘Azîm, vol. 7. t.tp.: Dâru Tayyibah li al -Natsri wa al-Tauzî’, 1999.
Mu'allifu Rasâ'ili al-Nûr, Badî’ al-Zamân Sa’îd al-Nûrsî; Lamhât Min Hayâtihi Wa 'Âtsârihi.İ stanbul: Sözler Neşriyat, t.t.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikirn dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
al-Nûrsi,Badî’al-Zamân Sa’îd. Isyârat al-Ijâz. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Kalimât. Penerjemah Ihsân Qâsim a l- Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Lama’ât. Penerjemah Ihsân Qâsim a l- Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004 .
_________________________ . Al-Maktûbât. Penerjemah Ihsân Qâsim a l- Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004 .
_________________________ . Al-Malâhiq. Penerjemah Ihsân Qâsim al- Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004 .
_________________________ . Al-Matsnawî al-‘Arabi al-Nûri. Qâhirah: Sözler, 2004.
______________________ ____. Al-Malâhiq; Mulhaq Amîrdâgh . Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________. Saiqâl al-Islâm. Penerjemah Ihsân Qâsim al- Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004 .
_________________________. Saiqal al-Islâm; Muhâkamât ‘Aqliyyah, Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
__________________________. Sîrah al-Dzâtiyah. Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
__________________________. Al-Syu’â’ât. Penerjemah Ihsân Qâsim al- Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004 .
__________________________ . Dari Balik Lembaran Suci . Jakarta: Siraja, 2003.
____________________ ______. Al-Matsnawi An-Nuri; Menyibak Misteri Keesaan Ilahi. Penerjemah Fauzy Bahreisy . Jakarta: Anatolia, t.t. ____________________ ______. Tuntunan Bagi Perempuan . Penerjemah
Fauzi Faisal Bahreisy, Joko Prayitno. Jakarta: Anatolia, 2009.
Nursi, Said. Menikmati Takdir Langit. Penerjemah: Fauzy Bahreisy, Joko Prayitno. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 .
_________. Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang Tak Terjelaskan. Penerjemah Sugeng Hariyanto dkk. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
_________. Risâlah An-Nûr; Sinar Yang Mengungkap Sang Cahaya , Penerjemah Sugeng Hariyanto, S ukono Mukidi, Moh. Rudi Atmoko. Jakarta; Kencana, 2003.
al-Qottôn, Mannâ’. Mabâhits Fî ‘Ulûmil al-Qur'ân. Mansyûrât al-‘Asr al- Hadîts. t.tp.: Mansyûrât al-‘Asr al-Hadîts, t.t.
Al-Qur'an dan Terjemahnya Arab Saudi: Mujamma’ al-Mâlik Fahd li Thiba‘at al-Mushaf al-Syarîf Madînah al-Munawwarah, 1410 H.
Rahman, Fazlur. Islam Dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual . Penerjemah Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka, 1995.
Rahnema, Ali, “Ciri Khas Tokoh Kebangkitan Islam,” dalam Ali Rahnema, ed. Para Perintis Zaman Baru Islam . Penerjemah Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1998: h. 11.
Razak, Yusron, ed. Sosiologi Sebuah Pengantar; Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam . Tangerang: Laboratorium Sosiologi Agama, 2003.
Ridâ, Muhammâd Rasyîd. Tafsîr Al-Manâr, vol. 3. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t. Ritzer, George. dan Ritzer, Douglas J. Ritzer. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Kencana, 2007.
Sabiq, Dhabith Tarki. Kamal Attaturk; Pengusung Sekularisme dan Penghancur Khilafah Islamiah . Penerjemah: Abdulla h Abdurrahman dan Ja’far Shadiq.Jakarta: Senayan Publishing, 2008 .
al-Sâbûnî, Muhammad ‘Alî. Safwat al-Tafâsîr, vol. 3. Beirut: Dâr al -Fikr, 2001.
Said, Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiah . Jakarta: PT. Pustaka al-Husna Baru, 2007.
Salih, Ihsan Kasim. Said Nursi; Pemikir & Sufi Besar Abad 20 , Penerjemah Nabilah Lubis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 .
Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998 .
Sen, Hasbi.“Prinsip-prinsip Politik Islam Menurut Bediuzzaman Said Nursi.” Tesis Program Pascasarjana, IAIN Raden Fatah Palembang , 2007. al-Shalih, Subhi. ‘Ulûm al-Hadîts wa Mustalahuhu. Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-
Malayin, 1997.
Shihab, M. Quraish. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer . Jakarta: Lentera Hati, 2004. ________________. Membumikan Al-Qur'ân; Fungsi Dan Peran Wahyu
Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.
Sholih, Iis Ishak.“Nasionalisme Islam; Pemikiran Politik Said Nursi.”Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sy arif Hidayatullah Jakarta, 2007 .
Analitis, Penerjemah Machnun Husein, Jakarta: Rajawali, 1970 .
Syahrûr, Muhammad. al-Kitâb wa al-Qur'ân; Qira'ah Mu’âsirah. Dimasyqa: