• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontrak operasi bersama merupakan suatu jenis perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena itu kontrak operasi bersama ini tunduk kepada asas kebebasan berkontrak dan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan di dalamnya. Asas-asas kontrak operasi bersama juga sama dengan dengan asas hukum perjanjian lainnya yang disebut dalam perundang-undangan yang berkaitan, yaitu:

1. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang pada dasarnya bebas melakukan perjanjian.Hal ini sebagai realisasi dari asas kebebasan berkontrak.Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUHPerdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot (Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis.Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya.61

Makna dan isi kebebasan berkontrak dalam sejarah perkembangannya, mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi yang dianut oleh suatu

61

Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya

masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh faham atau ideologi yang dianut suatu masyarakat.

Asas kebebasan berkontrak mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak. Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum, yaitu62

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir semua sistem hukum.Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian,

:

a. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syaratsyarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syaratsyarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat.

b. Asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal.

62

Remy Syahdeini, “Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari kreditur dan debitur” (Surabaya: Makalah disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia, 1993), hlm. 12.

dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system, bahkan dalam sistem hukum Islam.63

2. Asas konsensualisme

Istilah konsensualisme berasal dari bahasa latinconsensus yang berarti sepakat. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. Adakalanya undang-undang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjajian diharuskan perjanjian itu diadakan secara tertulis atau dengan akta notaris, tetapi hal demikian itu merupakan suatu kekecualian.64

3. Asas daya mengikat kontrak (pacta sunt servanda)

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata meyatakan bahwa semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang.65

Pihak-pihak yang berkontrak dapat secara mandiri mengatur pola hubungan-hubungan hukum diantara mereka.Kekuatan perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai daya berlaku seperti halnya undang-undang yang dibuat

63

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hlm. 38.

64

Subekti, Op Cit., hlm. 15. 65

oleh legislator dan karenanya harus ditaati oleh para pihak, bahkan jika perlu dapat dipaksakan dengan bantuan penegakan hukum (hakim, juru sita).66Kekuatan mengikat kontrak khususnya terkait isi perjanjian atau prestasi, tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjajian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.67

4. Asas itikad baik

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme serta daya mengikat perjanjian.Pemahan tersebut tidaklah dapat berdiri sendiri, asas-asas yang terdapat dalam pasal tersebut merupakan suatu sistem yang pada yang tidak dapat dipisahkan dan bersifat integratif dengan ketentuan-ketentuan lainnya.Misalnya terkait dengan daya mengikatnya suatu perjanjian sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya dibatasi oleh asas itikad baik.68

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Pengertian kata itikad baik dalam hal ini tidak dijelaskan oleh perundang-undangan dengan jelas.Dalam kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan itikad adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud dan kemauan (yang baik).69

Pengertian itikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian sehari-hari. Menurut Hoge Raad, dalam putusannya tanggal 9 66 Ibid. 67 Subekti, Op Cit, hlm. 15. 68

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 134. 69

februari 1923memberikan rumusan bahwa itikad baik harus dilaksanakan menurut kepatutan dan kepantasan.70

Rancangan Undang-Undang (RUU) kontrak menyebutkan substansi itikad baik diatur dalam Pasal 1.7 dan 2.15, yang menekankan perlunya itikad baik dan kejujuran (good faith dan fair dealing) dan melarang adanya proses perundingan kontrak yang didasari itikad buruk. Meskipun penekanan perlunya itikad baik dan kejujuran diletakkan pada proses perundingan kontrak, namun tidak berarti pada proses berikutnya pada pelaksanaan kontrak itikad baik dapat dikesampingkan. Itikad baik harusnya diartikan dan diterapkan pada seluruh proses berkontrak.

Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara Ny. Lie Lian Joun v. Arthur Tutuarima, No.91/1970/perd/P.T.B., menafsirknan pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya perjajian tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan. Dengan demikian, pengadilan harus mempertimbangkan apakah dalam persoalan yang dikemukakan kepadanya ada kepatutan dan keadilan atau tidak.Apabila dalam perjanjian tersebut tidak terdapat kepatutan dan keadilan maka hakim dapat merubah isi perjajian tersebut.Perjanjian tidak hanya ditentukan oleh rangkaian kata dari para pihak, tetapi juga ditentukan oleh kepatutan dan keadilan.

71

Selain asas yang telah disebutkan diatas, sebagai salah satu bentuk dari kontrak bisnis, kontrak operasi bersama juga tunduk terhadap asas-asas pada kontrak bisnis, antaral lain:72

70

Ibid.

71

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 142. 72

Mahmul Siregar, “Perancangan dan Analisis Kontrak Bisnis” (Medan: Handouts Bahan Ajar Kontrak Bisnis, 2015), hlm. 2.

1. Asas kepribadian, merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan. Hal ini sesuai dengan maksud dari pasal 1315 KUHPerdata menyatakan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

2. Asas keseimbangan, adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakn perjanjian itu dengan itikad baik.

3. Asas persamaan hukum, bahwa subyek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.

4. Asas perlindungan, bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.

5. Asas kepatutan, bahwa isi perjanjian haruslah sesuatu yang patut dan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pasal 1339 KUHPerdata yang berbunyi “suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakn dalm undang-undang, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.”

6. Asas moral, asas ini terkait dengan perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

7. Asas kepastian hukum, kepastian ini terungkap dari mengikatnya perjajian, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

E. Sahnya Kontrak Operasi Bersama

Peraturan perundang-undangan Indonesia menyatakan bahwa kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan badan pelaksana. Dalam hal pengalihan, penyerahan, dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan kewajiban kontraktor kepada perusahaan non-afiliasi atau kepada perusahaan lain selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama, maka menteri dapat meminta kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional.73

Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya sebagaimana telah dijelaskan diatas secara mayoritas kepada pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa eksplorasi.74

73

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33 ayat (1).

74

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33 ayat (2).

Sebelum menyepakati suatu kontrak operasi bersama hal-hal yang disebutkan diatas harus terlebih dahulu dipenuhi oleh kontraktor ataupun badan usaha/badan usaha tetap. Selain itu apabila kontrak operasi bersama mengakibatkan perubahan operator yang kemudian berbeda dari apa yang disepakati pada kontrak kerja sama, maka kontraktor berkewajiban untuk melaporkannya kepada SKK MIGAS.

Persyaratan tersebut diatas apabil sudah dipenuhi, maka kontraktor (badan usaha/badan usaha tetap) dapat membentuk semacam konsorsium untuk membagi resiko atau pun biaya kepada pihak-pihak lain. Hal tersebut juga dapat dilakukan melaui farm-out, yaitu kontraktor (badan usaha/badan usaha tetap) yang sudah memiliki kontrak kerja sama dengan badan pelaksana minyak dan gas bumi kemudian menawarkan kepada pihak lain untuk berpartisipasi. Hal inilah yang disebut dengan mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain.75

Keabsahan suatu kontrak operasi bersama adalah sama dengan keabsahan kontrak pada umumnya, hal ini dikarenakan kontrak operasi bersama tidak diatur dan ditentukan secara khusus oleh perundang-undangan di Indonesia. Pasal 1320 KUHPerdata merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak.76 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat77 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

:

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3. Megenai suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama disebut syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjajian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjian sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.78

75

Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 112. 76

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 157. 77

Subekti, Op.Cit., hlm. 17. 78

1. Syarat subyektif

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Pihak- pihak yang mengadakan perjanjian harus bersepakat dan setuju mengenai hal-hal pokok yang diadakan dalam perjanjian itu.Pernyataan atas kesepakatan itu bisa dilakukan secara tegas atau secara diam-diam.79

Kesepakatan bisa dianggap tidak ada apabila dapat dibuktikan bahwa kesepakatan terjadi karena kekhilafan (dwaling),paksaan (dwang), maupun penipuan (bedrog).80Kekhilafan dapat membatalkan suatu perjanjian apabila mengenai orang atau barang yang menjadi tujuan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Paksaan terjadi, jika seseorangmemberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Paksaan yang dimaksud dalam KUHPerdata tidak hanya yang berbentuk kekerasan, teapi paksaan dalam arti yang lebih luas, yaitu meliputi ancaman terhadap kerugian kepentingan hukum seseorang.81

b. Kecakapan untuk bertindak

Selain itu, penipuan juga merupakan salah satu penyebab batalnya perjanjian, apabila penipuan itu dilakukan oleh salah satu pihak sedemikian hingga secara terang dan nyata bahwa jika pihak lainnya mengetahui hal tersebut ia tidak akan menyepakati perjanjian tersebut.

Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya

79 Ibid.

80

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 95.

81

adalah sakap menurut hukum.82

1) Orang-orang yang belum dewasa

Dalam pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :

2) Mereka yang ditaruh dalam pengampuan

3) orang perempuan dalam hal yang ditetapkan undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Orang yang sudah dewasa adalah orang yang sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Menurut hukum nasional yang berlaku sekarang, perempuan bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehingga tidak lagi diharuskan untuk melakukan perbuatan hukum dengan ijin suami yang bersangkutan.Perbuatan hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963. 2. Syarat obyektif

a. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu perjanjian haruslah memiliki obyek tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan jenisnya.Undang-undang tidak mengharuskan barang tersebut sudah

82

ada di tangan pihak lainnya atau tidak, ketika perjanjian tersebut dibuat.Namun para pihak dilarang untuk memperjanjikan warisan yang belum terbuka.83

Perkataan “tertentu” dalam hal ini tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit haus sudah ada pada saat kontrak tersebut dibuat, tetapi memungkinkan juga apabila obyek tertentu tersebut sekedar ditentukan jenis, sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan dikemudian hari.84

b. Suatu sebab yang halal

Sebab yang dimaksud dalam hal ini adalah substansi atau isi dari perjanjian itu sendiri.85Sebab yang dimaksud dalam hal ini bukanlah desakan jiwa ataupun motif dari seseorang untuk mengadakan suatu kontrak atau perjanjian.Hukum pada dasarnya tidak menghiraukanapa yang ada dalam gagasan atau pemikiran seseorang, yang diperhatikan adalah tindakan yang nyata yang dilakukan dalam masyarakat.86

Syarat sahnya kontrak ini bersifat komulatif, artinya keseluruhan dari persyaratan tersebut harus dipenuhi agar kontrak tersebut menjadi sah. Dengan tidak dipenuhinya salah satu atau lebih dari syarat tersebut akan menyebabkan kontrak tersebut dapat diganggu gugat keberadaannya.

Sebab yang tidak diperbolehkan adalah sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

87

83

Subekti, Op.Cit., hlm. 19. 84

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 192. 85

Subekti, Op.Cit., hlm. 20.

86

Ibid., hlm. 21. 87

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 199.

Tidak dipenuhinya syarat subyektif membuat suatu kontrak atau perjanjian dapat dibatalkan. Hal yang menjadi penting untuk digaris bawahi disini adalah apabila perjajian tersebut tidak dibatalkan maka perjanjian tersebut akan tetap mengikat. Tidak dipenuhinya

syarat obyektif membuat suatu kontrak atau perjanjian menjadi batal demi hukum.Artinya dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian dan perikatan.Tujuan para pihak untuk membuat suatu perjanjian dan perikatan adalah gagal.88

F. Para Pihak Dalam Kontrak Operasi Bersama

Mengidentifikasi para pihak dalam kontrak operasi bersama (joint operating agreement) merupakan hal yang esensial demi berjalannya kontrak dengan baik. Hal ini dikarenakan indentitas pihak dalam kontrak akan menentukan sejauh mana partisipasi pihak tersebut dalam kontrak operasi bersama.89

Pihak yang diidentifikasi pada kontrak operasi bersama adalah pihak yang sejak semula ada pada kontrak operasi bersama, penambahan pihak ataupun pengurangan pihak diatur secara terpisah pada kontrak operasi bersama.Para pihak dalam kontrak operasi bersama tidak hanya berkenaan dengan pihak yang terlibat dalam kontrak operasi bersama, tetapi pihak dalam kontrak ini juga meliputi pihak penerus (successor) atau pihak yang ditunjuk sebagai pengganti dalam kondisi tertentu dari suatu pihak tertentu.90

Hubungan para pihak pada kontrak operasi bersama adalah hubungan yang horizontal. Sehingga tidak ada perbedaan antara pihak yang memiliki konsesi ataupun pihak yang memiliki kontrak kerja sama dengan badan pelaksana minyak dan gas bumi dengan pihak yang ikut berdasarkan pengalihan, pemindahtanganan

88

Subekti, Op.Cit., hlm. 20. 89

Peter Roberts, Op.Cit., hlm. 43. 90

sebagian atau seluruh hak dan kewajiban dari pihak pemegang kontrak kerja sama dengan pemerintah.91

1. Operator

Operator adalah pihak yang bertindak sebagai pelaksana operasi.Operator pada kontrak operasi bersama ditentukan berdasarkan jumlah saham paling besar dalam kontrak operasi bersama.Pihak yang memiliki saham lebih kecil biasanya enggan untuk mengambil peran tersebut karena berbagai keterbatasan dan pertimbangan tertentu.92

Beberapa negara dalam hal penunjukan opearator perlu mendapatkan persetujuan dari instansi yang mengawasi operasi pertambangan minyak dan gas bumi dan asa juga yang hanya mensyaratkan pemberitahuan saja.Bahkan ada juga yang mensyaratkan penyerahan status operator kepada Negara setelah melewati tahapan operasi tertentu, misalnya seperti yang digambarkan dalam kontrak jasa resiko atau kontrak jasa.93

Peran sebagai operator membuat pihak tertentu memiliki status ganda pada kontrak operasi bersama. Namun peran sebagai operator tidak membuat pihak tersebut menjadi istimewa dan memiliki hak khusus dari pihak lain pada kontrak operasi bersama. Misalnya dalam hal pembiayaan kegiatan operasi, masing-masing pihak memiliki kewajiban yang sama untuk menanggung biaya operasi sesuai partisipasi (participating interest) masing-masing.94

91

Ibid.

92

Rudi M Simamora, Op.Cit. hlm. 114. 93

Ibid., hlm. 115. 94

Secara umum tugas dan tanggung jawab operator adalah mengelola dan menjalankan operasi bersama di bawah pengawasan dari komisi operasi yang merupakan badan perwakilan dari para pihak dan merupakan badan pengambil keputusan tertinggi.95 Disamping itu kepada operator juga diberikan wewenang fungsional yang dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan yang meliputi96

a. Menyiapkan rencana kerja, anggaran danperkiraan biaya :

b. Mengadakan barang dan jasa yang diperlukan untuk operasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui bersama

c. Menjalankan prosedur akutansi

d. Menyiapkan danmemberikan segala kebutuhan jasa teknis, hukum dan professional lainnya termasuk juga pengurusan perizinan dan persetujuan dari instansi yang berwenang

e. Memberikan laporan data-data yang diperlukan berkaitan dengan perkembangan pelaksanaan operasi

f. Menjamin kepatuhan pada segala ketentuan yang berlaku baik berdasarkan perjanjian pengusahaan pertambangan maupun perundang-undangan yang berlaku termasuk membayar pajak atas rekening bersama dan menyiapkan perpanjangan perjanjian serta perizinan lain yang diperlukan.

Penggangtian operator dapat terjadi karena pengunduran diri dari pihak itu sendiri atau penggantian berdasarkan keputusan rapat komisi operasi.Operator dianggap mengundurkan diri bilamana pihak tersebut tidak lagi memiliki saham

95

Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 115. 96

dalam kontrak ataupun pihak tersebut tidak mampu menjalankan peran sebagai operator. Penggantian oleh keputusan komisi operasi dapat terjadi apabila disepakati demikian oleh para pihak non-operator karena alasan kelalaian atau kesengajaan tetapi juga bahan pelanggaran atau ketidakmampuan untukmemenuhi standar operasi yang terkandung dalamperjanjian kegagalan material atau ketidakmampuan untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan kontrak operasi bersama.97

2. Non-operator

Pihak non-operator adalah pihak dalam kontrak operasi bersama selain operator.98

3. Komisi operasi (Operating Committee)

Komisi operasi dibentuk untuk membuat kebijakan-kebijakan dasar tentang pelaksanaan operasi yang harus dijalankan operator dalam kurun waktu tertentu dan mengawasi serta memerintahkan sesuatu sehubungan dengan pelaksanaan opersi bersama dan pelaksanaan tugas operator.Secara umum dapat dikatakan bahwa komisi operasi bertugas untuk menjamin terselenggaranya operasi dengan baik dan lancar untuk pencapaian tujuan operasi bersma seoptimal mungkin.99

Semua pihak pada kontrak operasi bersama berhak untuk mengirim utusan atau perwakilannya di komisi operasi dan masing-masing pihak mempunyai hak suara sesuai dengan saham yang dimilikinya.Penunjukan seorang atau lebih

97

Allen D Cummings, The Joint Operating Agreement, The Basics (Texas: Makalah disampaikan pada seminar Minyak dan Gas Bumi, 2012), hlm. 9.

98

AIPN 2002 model form joint operating agreement article 1.45 99

perwakilan dari masing-masing pihak ini tidak bersifat permanen tetapi dilakukan sefleksibel mungkin dengan tidak mengurangi aspek formalitas yang dipesyaratkan.100

Keputusan komisi operasi bersifat mengikat, sepanjang keputusan tersebut diambil melalui prosedur formal yang ditentukan dalam persyaratan pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam kontrak operasi bersama, misalnya berkaitan dengan persyaratan kuorum.101

Selain komisi operasi, juga akan dibentuk sub-sub komisi seperti sub komisi teknis, sub komisi keuangan dan sebaginya sesuai kebutuhan. Sub komisi ini dapat mengadakan rapat tersendiri untuk mendukung rapat komisi operasi. Seperti halnya rapat komisi operasi, operator juga bertanggungjawab dalam penyelenggaraan rapat sub komisi operasi. Kekuatan mengikat keputusan rapat

Dokumen terkait