• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: Perlindungan Bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba ( Franchise )

B. Kontrak Roti Cappie dalam Perspektif Waralaba dan Perlindungan

Roti Cappie merupakan salah satu usaha dari sekian banyak usaha franchise

yang ada di kota Medan. Roti Cappie ini terletak di Jln. HM joni di medan, dan sekarang usaha tersebut telah diwaralabakan ke beberapa tempat yang ada di kota Medan. Salah satu lokasi tempat usaha yang diwaralabakan oleh Roti Cappie tersebut terletak di Jln. Kalimantan dan di Jln. Bromo.

Berbicara mengenai kontrak Roti Cappie dalam perspektif Waralaba dan Perlindungan Konsumen, maka terlebih dahulu harus diketahui isi kontrak yang diatur oleh pemilik waralaba Roti Cappie dengan penerima waralaba Roti Cappie tersebut. Adapun klausula kontrak Roti Cappie ialah:

Pada hari……… Kami yang bertanda tangan dibawah ini:

1. Nama : ENZO SAUQI HUTABARAT. Jabatan : Owner Roti Cappie Alamat : Jl.Karya Wisata Ujung (Komp.Villa Kencana No.15) Johor-Medan.

Selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA. Sebagai pemilik Roti Cappie

(Franchisor)

2. Nama : Firahmi Rizky Jabatan : Pembeli Alamat : Jl. AH. Nasution Gg. Jaya Selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA, yang dalam hal ini bertindak sebagai

Franchisee ROTI CAPPIE.

Dengan ini pihak PERTAMA dan KEDUA setuju untuk mengadakan perjanjian kerja sama, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

PASAL 1

LINGKUP KERJA SAMA

Terhitung mulai surat ini ditanda tangani, maka PIHAK KEDUA berkewajiban

memberikan dana PAKET ROTI CAPPIE FRANCHISE kepada PIHAK

PERTAMA yaitu berupa uang tunai sebesarRp. 7.000.000,00-

PASAL 2 JENIS USAHA

Jenis usaha Franchise yang akan dikelola adalah Penjualan ROTI CAPPIE dengan lebel Roti Cappie, dengan fasilitas yang akan disediakan berupa:

฀ Outlet Roti Cappie.

฀ Perlengkapan penggorengan (kompor gas, tabung gas, wajan, dll)

฀ Tenda Lipat

฀ Training Pengolahan Roti Cappie.

PASAL 2 JENIS USAHA

Jenis usaha Franchise yang akan dikelola adalah Penjualan ROTI CAPPIE dengan lebel Roti Cappie, dengan fasilitas yang akan disediakan berupa:

฀ Outlet Roti Cappie.

฀ Tenda Lipat

฀ Training Pengolahan Roti Cappie.

PASAL 3

HAK DAN KEWAJIBAN

KEWAJIBAN ROTI CAPPIE FRANCHISE

1.Menyediakan semua kebutuhan bahan baku (roti kosong, kemasan dan bumbu) bagi mitra waralaba di kota tersebut.

2.Mempunyai link dengan pemasok roti cappie

3.Mempunyai link dengan pembuat outlet

4.Melaporkan kepada pemelik jika ada calon mitra waralaba baru (hal ini agar bisa segera di tindak lanjuti aplikasinya).

5.Melayani pengadaan outlet, perlengkapan outlet, sekaligus pengiriman outlet bagi mitra waralaba baru di kota tersebut. (Jika Outlet dibuat di daerah territorial Roti Cappie).

6.Melayani komplain dan memberikan solusinya dari mitra waralaba di kota tersebut.

7.Melakukan training karyawan bagi mitra waralaba baru.

HAK DAN KEUNTUNGAN ROTI CAPPIE FRANCHISE 1. Mendapatkan keuntungan dari pembuatan roti & penyediaan Bahan baku.

2. Mendapatkan keuntungan 15%-20% dari omzet bersih perbulan. 3. Mengkontrol proses penjualan disetiap oulet yang tersedia. 4. Sewa tempat ditanggung oleh pembeli Franchisor.

CATATAN :

(Ongkos / Biaya pengiriman bahan baku nantinya, dibebankan kepada Customers)

PASAL 4 PERSELISIHAN

Apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak di dalam pelaksanaan pasal- pasal dan surat perjanjian ini pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah.

PASAL 5 FORCE MAJEURE

Force Majeure adalah hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian kerja sama ini, yang terjadi diluar kekuasaan kedua belah pihak, seperti : Pemogokan umum, gempa bumi, banjir, sabotase, huru-hara, kerusuhan dan keadaan darurat yang secara resmi di keluarkan oleh pemerintah.

LAIN-LAIN

Surat perjanjian kerjasama ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dan atau kekurangan maka akan di adakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Hal-hal lain yang tidak tertera dalam surat perjanjian kerja sama ini dapat diatur atas kesepakatan kedua belahpihak.

PASAL 7 PENUTUP

Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur kemudian secara bersama dalam suatu surat suplemen dengan catatan masing-masing pihak setuju untuk membuat dan menyepakati surat suplemen tersebut. Selanjutnya, surat perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai cukup dan telah ditandatangani asli oleh kedua belah pihak sehingga masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan masing-masing pihak mendapatkan satu eksemplar.

Demikian Surat perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Perlu diketehui bahwa kontrak Roti Cappie tersebut merupakan kontrak baku, dalam arti kontrak tersebut adalah kehendak dari pemberi waralaba dan tidak ada tawar-menawar antara franchisor dengan franchisee dalam menetapkan klausula- klausula kontrak tersebut.

Kontrak Roti Cappie Dalam Perspektif Waralaba

Dari isi kontrak Roti Cappie diatas, jika dilihat dari sudut pandang waralaba, maka yang harus diperhatikan ialah apakah kontrak tersebut selaras dengan aturan tentang perjanjian waralaba yang terdapat di Bab III Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Dalam hal ini, diatur dalam pasal 4, 5, dan 6 yaitu mengenai perjanjian waralaba.

Menurut pasal 4 ayat (1), usaha waralaba harus diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara franchisor dengan franchisee dengan memperhatikan ketentuan hukum yang ada di Indonesia. Di dalam pasal 4 ayat (2) dikatakan perjanjian waralaba harus dibuat menggunakan bahasa Indonesia, dan apabila perjanjian dibuat dalam bahasa asing, maka perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Dengan melihat ketentuan pasal 4 ayat (1 dan 2) di atas, maka kontrak Roti Cappie dibuat tidak menyalahi ataupun bertentangan dengan aturan pasal tersebut. Waralaba Roti Cappie ini diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara

franchisor dengan franchisee dan kontrak Roti Cappie dibentuk dengan menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan dari ketentuan pasal tersebut sebenarnya untuk melindungi franchisee yang ada dalam negeri, supaya franchisor tidak melakukan tindakan semena-mena kepada franchisee terlebih franchisor yang datang dari luar negeri.

Kemudian ketentuan yang terdapat di dalam pasal 5, perjanjian waralaba tersebut harus memuat klausul nama dan alamat para pihak, jenis hak atas kekayaan intelektual, kegiatan usaha, serta hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian juga harus mencantumkan wilayah usaha, jangka waktu perjanjian, tata cara pembayaran imbalan, kepemilikan dan ahli waris, penyelesaian sengketa, tata cara perpanjangan, dan pemutusan perjanjian. Hal ini ditegaskan dalam pasal 5 yang menyatakan, “Perjanjian Waralaba memuat klausul paling sedikit:

b. jenis Hak Kekayaan Intelektual; c. kegiatan usaha;

d. hak dan kewajiban para pihak;

e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan Pemberi

f. Waralaba kepada Penerima Waralaba; g. wilayah usaha;

h. jangka waktu perjanjian; i. tata cara pembayaran imbalan;

j. kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris; k. penyelesaian sengketa; dan

l. tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

Menurut yang saya lihat dari kontrak Roti Cappie ini, bahwa kontrak Roti Cappie dibuat berdasarkan ketentuan pasal 5 UUPK tersebut. Akan tetapi, ada beberapa ketentuan yang terdapat di dalam pasal 5 yang tidak dimasukkan ke dalam kontrak Roti Cappie tersebut. Saya melihat beberapa kekurangan dari isi kontrak Roti Cappie, dimana kontrak Roti Cappie tersebut tidak mengatur atau memasukkan klausul mengenai jangka waktu perjanjian, kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan ahli waris, serta kontrak tersebut juga tidak mengatur tentang tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam pasal 5 huruf (g, i, k) Peraturan Pemerintah tersebut.

Namun, terdapat pengaturan tambahan di dalam isi kontrak Roti Cappie di samping klausul yang wajib dibuat sesuai dengan pasal 5 tersebut. klausul tersebut terdapat di dalam pasal 6 Kontrak Roti Cappie, yaitu mengenai ketentuan lain-lain. Dalam isi pasal tersebut dikatakan, “Surat perjanjian kerjasama ini dibuat dan

ditandatangani oleh kedua belah pihak dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dan atau kekurangan maka akan di adakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Hal-hal lain yang tidak tertera dalam surat perjanjian kerja sama ini dapat diatur atas kesepakatan kedua belah pihak”.

Dari ketentuan isi kontrak yang terdapat dalam pasal 6 tersebut, bahwa apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dan kekurangan antara franchisor dengan

franchisee dalam menjalankan usaha waralaba tersebut, maka isi kontrak dapat di perbaiki untuk lebih lanjutnya. Dalam pasal 6 tersebut juga dikatakan bahwa hal-hal lain yang tidak tertera dalam kontrak dapat diatur atas kesepakatan kedua belah pihak. Menurut saya hal ini akan mengakibatkan mudahnya timbul perkara bagi kedua belah pihak yaitu franchisor dengan franchisee, dikarnakan kalau perjanjiannya dibuat berdasarkan atas kesepakatan dari kedua belah pihak tanpa diiringi dengan dibuat kedalam suatu kontrak tertulis, maka hal ini akan sangat mudah untuk menimbulkan kekeliruan dan perselisihan bagi kedua belah pihak.

Di samping pasal 6 yang terdapat dalam isi kontrak Roti Cappie diatas, ada juga ketentuan lain yang diatur dalam kontrak tersebut, yaitu terdapat dalam pasal 7 bagian penutup kontrak. Dalam pasal 7 bagian penutup tersebut dikatakan “Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur kemudian secara bersama dalam suatu surat suplemen dengan catatan masing-masing pihak setuju untuk membuat dan menyepakati surat suplemen tersebut. Selanjutnya, surat perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai cukup dan telah ditandatangani asli oleh kedua

belah pihak sehingga masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan masing-masing pihak mendapatkan satu eksemplar.

Menurut saya ketentuan pasal 6 dengan pasal 7 ini memiliki makna dan tujuan yang sama, yaitu kontrak tersebut dapat diperbaiki di kemudian hari apabila isi kontrak tersebut terdapat kekurangan. Akan tetapi di dalam pasal 7 ini terdapat kesepakatan bagi kedua belah pihak untuk membuat “surat suplemen” demi untuk mengatur hal-hal yang belum diatur kontrak.

Perlu diketahui bahwa surat suplemen adalah surat khusus di luar kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak, dimana surat tersebut dibuat untuk mengatur segala kekurangan-kekurangan isi kontrak Roti Cappie.

Kontrak Roti Cappie dalam Perspektif Perlindungan Konsumen

Seperti yang telah diuraikan di atas, pada dasarnya kontrak Roti Cappie tersebut adalah kontrak atau perjanjian baku. Dikatakan bersifat “baku” karena, baik perjanjian maupun klausula tersebut, tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar-tawar oleh penerima waralaba. Tidak dapatnya kedudukan yang seimbang dalam membuat perjanjian ini, cenderung merugikan pihak yang kurang dominan dalam pembuatan kontrak tersebut. Terlebih lagi dengan sistem pembuktian yang berlaku di negara Indonesia saat ini, jelas tidaklah mudah bagi pihak yang cenderung dirugikan tersebut untuk membuktikan tidak adanya kesepakatan pada saat dibuatnya perjanjian tersebut.

Sebenarnya, kontrak Roti Cappie adalah kontrak antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba. Di dalam kontrak tersebut terdapat satu ketentuan yang

membahas masalah perlindungan konsumen. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 3 yaitu mengenai hak dan kewajiban franchisor. Ketentuan pasal 3 ayat (6) klausul kontrak Roti Cappie dikatakan bahwa franchisor “melayani komplain dan memberikan solusinya dari mitra waralaba di kota tersebut”. Dari wawancara penulis dengan pemilik Roti Cappie, maka pemilik usaha memberikan penjelasan mengenai pasal tersebut. Pemilik usaha memberikan penjelasan bahwa pasal tersebut adalah salah satu pasal yang menjadi kewajiban bagi franchisor untuk menerima komplain dari setiap konsumen dan mitra waralaba dan akan memberikan solusi dari komplain tersebut.

Menurut saya, apabila pelaku usaha membuka bisnis dibidang franchise

khususnya di bidang makanan dan minuman, maka sangat perlu diatur dalam kontrak mengenai perlindungan atau pertanggungjawaban terhadap konsumen yang memakai atau mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh perusahaan tersebut. Karna dengan adanya klausul mengenai perlindungan konsumen dalam suatu kontrak, maka konsumen akan mendapatkan pertanggungjawaban yang jelas dari pihak perusahaan.

Mengenai perjanjian baku, bahwasanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen dan/atau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan/atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam pasal 18 ayat (1),sertatidak “berbentuk sebagaimana dilarang dalam

pasal 18 ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebut. Adapun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam pasal 18 tersebut ialah:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatanjasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa ataumengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru,tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untukpembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undangini.

Dokumen terkait