• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konvensi-Konvensi Internasional yang Mengatur Perlindungan Pejabat Diplomatik

Sejarah membuktikan bahwa sifat hubungan antar negara dengan negara lain senantiasa berubah-ubah menurut perubahan

KEKEBALAN DAN KEISTEMEWAAN PEJABAT DIPLOMATIK

C. Konvensi-Konvensi Internasional yang Mengatur Perlindungan Pejabat Diplomatik

30

DEPLU , Ibid, hal. 51.

31

bukan saja tidak ditujukan untuk memperbaharui tetapi juga dalam rangka melengkapi prinsip-prinsip dan ketentuan Hukum Diplomatik yang ada. Memang sebelum didirikannya badan Perserikatan Bangsa-Bangsa konvensi Internasional dalam hukum diplomatik tidak begitu pesat.

Pada abad ke 16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat, negara sudah dikenal semacam misi –misi konsuler dan diplomatik dalam arti yang sangat umum seperti yang dikenal sekarang. Sejak kongres 1815, para anggota diplomatik telah diberikan penggolongan dan beberapa tata cara sementara telah pula dibicarakan, namun tidak ada suatu usaha untuk merumuskan prinsip-prinsip hukum diplomatik dalam suatu konvensi Internasional yang dapat diterima secara luas oleh masyrakat internasional32

32

Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo,S.H., Ibid, hal 6-7

, namun dengan terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945 menjadi titik awal terbentuknya konvensi hukum Internasional dalam melindungi pejabat diplomatik, dua tahun kemudian telah dibentuk Komisi Hukum Internasional dalam rangka mengkonvensi perlindungan terhadap pejabat diplomatik antara lain konvensi yang akan dikodifikasi adalah pembentukan misi-misi diplomatik, konsuler, misi-misi khusus, pencegahan dan penghukuman kejahatan terhadap orang-orang yang secara internasional perlu dilindungi, termasuk para pejabat diplomatik.

Konvensi-Konvensi yang dibentuk PBB untuk melindungi Pejabat Diplomatik

1.Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik

Setelah berdirinya PBB dalam tahun 1945, untuk pertama kalinya pengembangan konvensi Internasional telah dimulai tahun 1949 secara intensif oleh Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai perlindungan pejabat diplomatik baik kekebalan dan kekhususan dalam pergaualan diplomatik. Akhirnya setelah melalui perjalanan panjang selama 12 tahun, konferensi berkuasa penuh (Plenipotentiary Conference) telah diadakan di Wina, Austria pada tanggal 2 Maret-14 April 1961 dan telah mengesahkan suatu konvensi dengan judul “Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik” pada tanggal 18 April 1961.

Kovensi Wina 1961 ini terdiri dari 53 pasal yang meliputi hampir semua aspek penting dari hubungan diplomatik secara permanen antarnegara.

Pasal 1-19 Konvensi Wina 1961 menyangkut pembentukan misi-misi diplomatik, hak dan cara-cara untuk pengangkatan serta penyerahan surat-surat kepercayaan dari Kepala Perwakilan Diplomatik (Duta Besar); Pasal 20-28 mengenai kekebalan dan keistimewaan bagi misi-misi diplomatik termasuk pembebasan berbagai pajak. Pasal 29-36 adalah mengenai kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada para diplomat dan staf lainnya; Pasal 37-47 juga menyangkut kekebalan dan keistimewaan bagi para anggota keluarga para diplomat dan staf pelayanan yang bekerja pada mereka. Akhirnya Pasal

48-53 berisi berbagai ketentuan mengenai penandatanganan, aksesi, ratifikasi dan mulai berlakunya Konvensi tersebut.

2.Konvensi Wina 1963 megenai Hubungan Konsuler

Untuk pertama kalinya usaha guna mengadakan konvensi peraturan-peraturan tentang lembaga konsul telah dilakukan dalam Konferensi Negara-negara Amerika tahun 1928 di Havana, Cuba, di mana dalam tahun itu telah disetujui Convention on Consular Agents ( Konvensi mengenai Pejabat Konsuler). Sesudah itu dirasakan belum ada peraturan tentang hubungan konsuler dan perlindungan terhadap mereka.

Berbagai persoalan yang menyangkut Konsul termasuk peranannya telah dirumuskan dalam Konvensi secara teliti dan rinci dan bahkan dianggap lebih panjang dibandingkan dengan Konvensi Wina 1961. Ada sejumlah 117 negara yang sudah meratifikasinya.

Konvensi mengenai Hubungan konsuler terdiri dari 79 pasal dan digolongkan dalam lima bab. Bab pertama (pasal 2-27) antara lain mengenai cara-cara dalam mengadakan hubungan konsuler termasuk tugas-tugas konsul; Bab kedua (pasal 28-57) berhubungan dengan kekebalan dan keistimewaan yang diberikan bukan saja kepada perwakilan konsulernya tetapi juga kepada para pejabat konsuler karir serta para anggota perwakilan konsuler lainnya; Sedangkan Bab Ketiga (Pasal 58-67) khusus ketentuan-ketentuan mengenai lembaga Konsul Kehormatan termasuk kantornya. Ketentuan-ketentuan dalam Bab Ketiga ini juga memuat ketentuan-ketentuan tentang kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada Konsul Kehormatan dan kantornya;

Adapun Bab Keempat (pasal 69-73) berisi ketentuan-ketentuan umum antara lain mengenai pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik, Bab Kelima adalah mengenai ketentuan-ketentuan final seperti penandatanganan, ratifikasi dan aksesi, mulai berlakunya dan lain-lain.

3.Konvensi mengenai Misi khusus

Konvensi ini juga disebut Konvensi New York 1969 mengenai misi khusus. Pada waktu Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik dapat diselesaikan, Komisi Hukum Internasional menyadari bahwa hubungan diplomatik bukanlah hanya terdiri dari masalah-masalah yang berkaitan dengan pertukaran misi yang bersifat permanen tetapi juga melibatkan pada pengiriman utusan atau misi dengan tujuan terbatas, seperti apa yang dikenal sebagai “Diplomasi ad hoc”. Dalam mempertimbangkan hal itu, Komisi Hukum Internasional telah menyetujui satu rancangan tiga pasal mengenai “Misi Khusus” yang harus dimasukkan dalam Konvensi mengenai Hubungan Diplomatik. Majelis Umum PBB kemudian menyetujui pasal-pasal tambahan tersebut diserahkan kepada konferensi yang akan dating dan menekankan bahwa hasil tersebut hanya sebagai studi pendahuluan.

Konvensi mengenai Hubungan Diplomatik dengan memperhatikan bahwa misi khusus yang karena sifat tugasnya haruslah dibedakan dengan misi diplomatik yang bersifat permanent sehingga dalam perlindungannya pun haruslah dilindungi agar penjalanan tugas dan fungsi dapat berjalan dengan baik.

4.Konvensi New York mengenai Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan terhadap Orang-Orang yang menurut Hukum Internasional dilindungi termasuk Para Diplomat

Hukum diplomatik telah mencatat kemajuan lebih lanjut dengan secara khusus mengharuskan melalui sebuah konvensi, suatu kewajiban yang penting bagi negara penerima untuk mencegah setiap serangan yang ditujukan kepada seseorang, kebebasan dan kehormatan dari para diplomat serta untuk melindungi gedung perwakilan diplomatik. Dalam tahun 1971, Organisasi Negara-negara Amerika telah menyetujui suatu Konvensi tentang masalah tersebut. Dalam sidangnya yang ke-24 dalam tahun 1971, berhubung meningkatnya kejahatan yang dilakukan terhadap misi diplomatik termasuk juga para diplomatnya, dan perlunya untuk menghukum para pelanggar, Majelis Umum PBB telah meminta Komisi Hukum Internasional mempersiapkan rancangan pasal-pasal mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang dilindungi secara hukum internasional. Konvensi mengenai masalah ini akhirnya telah disetujui oleh Majelis Umum PBB di New York pada tanggal 14 Desember 1973. Konvensi ini diberlakukan tanggal 2 Febuari 1977 dan sudah 70 negara yang sudah menjadi anggotanya.

Konvensi New York 1973 ini terdiri dari 20 pasal dan walaupun hanya beberapa ketentuan tetapi cukup mencakupi berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan dan penghukuman terhadap pelanggar. Didalam Pasal 1 misalnya, telah diberikan batasan mengenai “Orang-orang yang menurut

hukum internasional perlu dilindungi” itu termasuk Kepala-kepala Negara dan Pemerintahan, Menteri atau Wakil Diplomatik serta pejabat-pejabat negara maupun dari organisasi internasional lainnya yang berhak memperoleh perlindungan secara khusus. Konvensi ini juga merinci apa yang dimaksud dengan tindakan kejahatan yang disengaja seperti tindakan kejahatan yang disengaja seperti pembunuhan, penculikan serta tindakan kekerasan lainnya termasuk ancaman, yang ditujukan baik terhadap mereka maupun gedung atau tempat tinggal mereka. Di samping itu, konvensi juga mengatur tentang kerja sama negara-negara guna mengatasi tindakan-tindakan kejahatan tersebut dengan mengadakan tukar-menukar informasi dan tindakan-tindakan lainnya yang perlu dikoordinasikan.

5.Konvensi mengenai Keterwakilan Negara dalam hubungannya dengan Organisasi Internasional yang bersifat Universal

Konvensi ini dikenal sebagai Konvensi wina 1975 yang juga merupakan sumbangan yang penting dalam perlindungan terhadap wakil organisasi di suatu negara. Urgensi perumusan konvensi sebenarnya didorong adanya situasi dimana pertumbuhan organisasi internasional yang begitu cepat baik jumlahnya maupun lingkup masalah hukumnya yang timbul akibat hubungan negara dengan organisasi internasional. Perumusan konvensi tersebut tidak sebagaimana dalam Konvensi Wina 1961, karena melibatkan tiga aspek subjek hukum yaitu bukan saja organisasi internasional dan negara-negara anggotanya, tetapi juga negara tuan rumah tempat markas besar organisasi berada.

Selama tahun 1969 dan 1970 setelah melanjutkan pembahasan mengenai topik tersebut, Komisi Hukum Internasional telah menyetujui beberapa rancangan pasal-pasal lagi tentang kekebalan, keistimewaan dan kemudahan bagi Perwakilan Tetap suatu organisasi Internasional serta delegasi badan perwakilan pejabat diplomatik dari suatu organisasi Internasional.33

33

Prof. DR. Sumaryo Suryokusumo, S.H., Ibid, hal 14-24