• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI HORIZONTAL DAN VERTIKAL

APA ITU KOORDINASI HORIZONTAL DAN VERTIKAL?

Koordinasi horizontal dapat dipahami sebagai pengelolaan kegiatan- kegiatan antara beberapa unit pemerintahan negara yang beroperasi dalam berbagai sektor dan tidak memiliki kontrol hirarki atas satu sama lain. Koordinasi horizontal dibutuhkan mencapai tujuan-tujuan kebijakan multisektor, seperti mengatasi pendorong deforestasi

XQWXNWXMXDQ5(''\DQJPHOLSXWLEHUEDJDLGHSDUWHPHQ

pemerintahan nasional yang bekerja sendiri-sendiri secara terpisah . Koordinasi vertikal dapat dipahami sebagai pengelolaan kegiatan- kegiatan antara berbagai tingkat pemerintah.

PENTINGNYA KOORDINASI HORIZONTAL BAGI REDD+

Koordinasi antara lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk pengelolaan berbagai sektor penggunaan lahan sangatlah penting

EDJL5(''NDUHQDEDQ\DNSHQGRURQJXWDPDGHIRUHVWDVLEHUDVDO

dari sektor-sektor selain sektor kehutanan. Koordinasi horizontal juga sangat penting untuk mengembangkan kapasitas lembaga- lembaga yang ada, dan menghindari duplikasi upaya antara lembaga- lembaga yang memiliki mandat serupa, seperti badan nasional

5(''GDQEDGDQOLQJNXQJDQQHJDUDWHUNDLW

Secara historis, banyak negara memberikan perlakuan khusus untuk sektor-sektor yang berkontribusi secara eksklusif pada pembangunan ekonomi, yang menghasilkan pilihan hukum dan pilihan kebijakan yang mendukung deforestasi, bukan mendukung keberlanjutan dan konservasi. Memperbaiki koordinasi horizontal dalam konteks

5(''GDSDWPHQJKDVLONDQSHQGHNDWDQ\DQJOHELKWHUSDGXWHUKDGDS

perencanaan guna lahan yang menyeimbangkan antara sasaran pembangunan dengan sasaran lingkungan hidup.

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengelolaan dan pengaturan berbagai sektor penggunaan lahan memiliki mandat yang berbeda- beda, sering kali bertentangan, dan terkadang beroperasi di yurisdiksi yang sama. Hal ini dapat mengakibatkan persaingan dan

NRQÀLN0LVDOQ\DMLNDVXDWXSUR\HN5(''GLUHQFDQDNDQGLVXDWX

daerah tertentu. Kementerian Kehutanan suatu negara yang memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi penebangan dapat terlibat

NRQÀLNGHQJDQEDGDQQDVLRQDO5(''QHJDUDWHUVHEXWGLNDUHQDNDQ

tidak adanya ketetapan koordinasi (misalnya strategi penggunaan lahan terpadu).

Mandat yang bertentangan dan yurisdiksi yang tumpang tindih juga

WLGDNH¿VLHQGDQWHUNDGDQJPHQJKDPEDWXSD\DOHPEDJDXQWXN

mencapai tujuan mereka masing-masing. Misalnya, tidak adanya ketetapan tentang koordinasi antar-kementerian di Kamerun telah mengakibatkan alokasi hak guna lahan yang tumpang tindih. Pada tahun 2008, Kementerian Kehutanan mengusulkan untuk menunjuk suatu area, yang dikenal sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan, sebagai Pemerintah Daerah di kawasan Ngoyla Mintom. Sementara itu, Kementerian Pertanian mengusulkan lokasi yang sama ke suatu Perusahaan Malaysia untuk perkebunan kelapa sawit. Namun, Kementerian Perencanaan Ekonomi telah mengumumkan dalam surat keputusan bahwa suatu bagian dari daerah tersebut ditunjuk

XQWXNIDVLOLWDVXPXPXQWXNNRULGRUUHO&DP,URQGDQ.HPHQWHULDQ

Perindustrian, Pertambangan dan Pengembangan Teknologi telah menandatangani suatu surat keputusan yang memberikan lokasi

WHUVHEXWNHSDGD&RPSDQLH0LQLqUHGX&DPHURRQXQWXNHNVSORUDVL ELMLKEHVL&RQWRKODLQWHQWDQJNXUDQJQ\DNRRUGLQDVLGDQ\XULVGLNVL

yang tumpang tindih antara kementerian-kementerian yang bertanggung jawab atas penggunaan lahan (misalnya kementerian kehutanan dan kementerian pertanian) adalah di Indonesia, di mana bukti yang ada menyiratkan bahwa jumlah luas konsesi-konsesi yang

GLEHULNDQGLQHJDUDLQLDGDODKGDULWRWDOOXDVGDUDWDQ

Indonesia. Hal ini telah menimbulkan kesulitan bagi lembaga-

OHPEDJD\DQJEHUXVDKDXQWXNPHQFDSDLNRPLWPHQ5(''

Indonesia.

Kurangnya koordinasi horizontal memengaruhi operasi harian pengelolaan penggunaan lahan. Dalam hal kebijakan pemerintah beralih menuju integrasi perencanaan penggunaan lahan yang lebih besar, ketetapan yang jelas tentang koordinasi menjadi lebih penting lagi.

PENTINGNYA KOORDINASI VERTIKAL BAGI REDD+

6HODLQLWX5(''PHQJKDGDSLEDQ\DNWDQWDQJDQ\DQJWHUNDLW

dengan perlunya pelaksanaan di berbagai tingkat pemerintah.

7DQWDQJDQWDQWDQJDQLQLPHOLSXWLPLVDOQ\DNHPXQJNLQDQNRQÀLN

antara lembaga-lembaga pemerintah daerah dengan lembaga- lembaga pemerintah pusat tentang tanggung jawab data tutupan lahan, sehingga mempersulit penyatuan data . Oleh karena itu,

NRRUGLQDVLYHUWLNDOVDQJDWODKSHQWLQJEDJL5(''0LVDOQ\D

koordinasi vertikal perlu dipastikan ketika merancang pengaturan

NHOHPEDJDDQ\DQJDNDQGLOLEDWNDQGDODPSHODNVDQDDQ5(''

ketika merencanakan dan mengembangkan rencana pelaksanaan kerangka pengaman, dan ketika memantau dan melaporkan pengurangan emisi. Koordinasi vertikal menjadi lebih penting lagi karena banyak negara sedang mengembangkan cara-cara untuk menghitung pengurangan emisi dan penyerapan emisi secara sekaligus di tingkat pusat, daerah, dan proyek. Kerangka

SHQJKLWXQJDQWHUSDGXGLWLQJNDW\XULVGLNVL-15MXULVGLFWLRQDODQG QHVWHG5(''PHPDQJVHGDQJGLNHPEDQJNDQXQWXN

memungkinkan pemerintah untuk menghitung pengurangan dan penyerapan emisi yang dihasilkan melalui kebijakan dan program

VNDODEHVDUVHUWDXQWXNPHPDVXNNDQSUR\HNSUR\HN5(''ORNDONH

dalam kerangka penghitungan nasional atau daerah. Keterlibatan entitas-entitas terkait di tingkat lokal, regional, nasional, dan federal sangatlah penting untuk memperoleh

SHPDKDPDQ\DQJVDPDWHQWDQJVDVDUDQVDVDUDQ5(''GDQ

memastikan alokasi tanggung jawab yang jelas. Kebijakan dan peraturan perundangan harus menciptakan mandat yang jelas untuk lembaga-lembaga pemerintah saling berkomunikasi dan

mengoordinasikan upaya-upaya mereka (misalnya membagi dan mengomunikasikan rencana tata ruang terbaru di semua tingkat

SHPHULQWDK&RQWRKQ\D8QGDQJ8QGDQJ.HKXWDQDQGDQ8QGDQJ

Undang Otonomi Daerah di Indonesia mencakup berbagai ketetapan tentang siapa yang bertanggung jawab untuk perencanaan hutan. Undang-Undang Kehutanan menetapkan bahwa perencanaan hutan adalah tanggung jawab Menteri Kehutanan. Namun, Undang-Undang Otonomi Daerah memberikan hak kepada pemerintah provinsi dan pemerintah daerah untuk memiliki otonomi mengelola hutan di wilayah administratif mereka masing-masing. Hal ini mengakibatkan kewenangan yang tumpang tindih, yang dapat mengarah pada perselisihan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan rumusan rencana pengembangan hutan yang tidak efektif .

PENDEKATAN UNTUK MENINGKATKAN KOORDINASI HORIZONTAL DAN VERTIKAL MELALUI KERANGKA HUKUM DALAM NEGERI

Koordinasi yang lebih besar di seluruh sektor dan antar-tingkat pemerintah sulit untuk diwujudkan dan membutuhkan kemauan dan 144

VXPEHUGD\DSROLWLN\DQJVLJQL¿NDQ'DODPUDQJNDPHQFDSDLKDOLQL

dibutuhkan perubahan kebijakan yang lebih luas menuju pendekatan yang terpadu terhadap pengelolaan penggunaan lahan. Kerangka hukum dapat digunakan untuk memfasilitasi perubahan ini. Tiap negara dapat mengambil tindakan-tindakan berikut ini:

‡ Memutuskan kelayakan wilayah untuk berbagai penggunaan lahan melalui rencana (misalnya rencana sektoral tingkat bawah sampai rencana tingkat tinggi yang terpadu) ;

‡ Membuat ketetapan tentang koordinasi untuk berbagai penggunaan lahan melalui strategi atau kebijakan tingkat tinggi

PLVDOQ\DPHPDVWLNDQEDKZDVWUDWHJLQDVLRQDO5(''VXDWX

negara berisikan ketetapan-ketetapan untuk memaksa badan

QDVLRQDO5(''EHUNRRUGLQDVLGHQJDQOHPEDJDOHPEDJDODLQ

yang terkait);

‡ Menciptakan komite antar-kementerian dengan kewenangan untuk mengembangkan kebijakan di berbagai sektor penggunaan lahan, kemungkinan pertama-tama melalui kebijakan dan kemudian melalui undang-undang;

‡ Menciptakan suatu strategi untuk memastikan bahwa perencanaan penggunaan lahan meliputi lembaga-lembaga pemerintah terkait di seluruh skala (misalnya pemerintah regional dan lokal) ;

‡ 0HPDGXNDQSHWDSHWDSHQJJXQDDQODKDQQDVLRQDOGDQDWDX UHJLRQDOXQWXNPHQJLGHQWL¿NDVL\XULVGLNVL\DQJWXPSDQJWLQGLK

dan memperbaharui peta-peta tersebut secara berkala untuk mencerminkan keputusan-keputusan penggunaan lahan. Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan atau peraturan perundangan ; dan

‡ Terakhir, dalam jangka panjang, berupaya untuk mewujudkan pengelolaan penggunaan lahan terpadu dan memungkinkan keseimbangan manfaat dan trade-off yang cermat antara berbagai penggunaan lahan. Satu cara untuk membantu mencapai hal ini adalah dengan mengganti ketetapan perundangan yang tersebar tentang penggunaan lahan dengan satu undang-undang perencanaan ruang yang menyeluruh .

KONSISTENSI DALAM UNDANG-UNDANG DAN

Dokumen terkait