BAB 4. PEMBAHASAN
4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas :
a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman.
b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga.
c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial.
d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.
rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari puskesmas di wilayah Jakarta Timur. LPLPO merupakan media yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi, dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga bermanfaat untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Suku Dinas Kesehatan melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala Dinas Suku Kesehatan, satu rangkap untuk Kepala Suku Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
Selain LPLPO, penggunaan Narkotik dan psikotropik juga harus dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan. Sejak Januari 2013 diberlakukan sistem pelaporan SIPNAP secara online. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan paling lambat tanggal 10 tiap bulannya secara online dan juga dikirim ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan dalam bentuk hard copy 1 rangkap dan 1 rangkap disimpan sebagai arsip Farmasi di Puskesmas.
Namun, pelaksanaan pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropik dengan menggunakan sistem ini belum berjalan dengan baik di seluruh Puskesmas Kecamatan yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hal ini disebabkan karena kendala pada sistem SIPNAP dan kendala pada user. Kendala pada sistem SIPNAP yang sering dihadapi berupa kesulitan dalam melakukan pendaftaran akun, atau akun yang sudah terdaftar belum menerima kata sandi (password) sehingga tidak dapat masuk ke sistem untuk melakukan pengunggahan dokumen laporan narkotika dan psikotropika. Kendala pada user yang umumnya terjadi adalah kurangnya pemahaman user mengenai sistem pelaporan secara online akibat kurangnya sosialisasi. Selain itu tidak semua puskesmas dilengkapi dengan fasilitas internet. Hal ini menyebabkan petugas
puskesmas masih melakukan pelaporan narkotika dan psikotropika secara manual ke Suku Dinas Kesehatan.
Tugas dari Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman berikutnya adalah melaksanakan pelayanan perizinan. Perizinan yang diurus di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu apotek, toko obat, Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dan sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).
a. Apotek
Pemberian izin apotek dilakukan dengan cara mengajukan surat permohonan izin ke Suku Dinas Kesehatan dengan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan. Permohonan izin apotek diajukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Selain itu SIPA juga wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker pendamping.
Untuk mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA), APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek.
Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus
narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Jakarta, sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali.
Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Suku Dinas Kesehatan akan mengeluarkan SIA yang berlaku seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama apotek, terjadi perubahan alamat apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah apotek dan terjadi perubahan lokasi apotek.
SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran :
1) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA).
2) Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. 3) APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut. 4) Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,
dan ketentuan perundang-undangan yang lain. 5) Surat izin kerja APA dicabut.
6) Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.
Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti, sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1–3 bulan, maka harus menunjuk apoteker supervisor. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.
Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila apotek merupakan apotek rakyat, maka apotek rakyat tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik.
2) Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3) Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.
4) Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan pencabutan izin.
6) Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat.
b. Toko Obat
Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.
Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan. Perubahan non fisik yang terjadi pada toko obat antara lain; pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), pergantian nama toko obat, perubahan alamat toko obat tanpa pemindahan lokasi, pergantian pemilik toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), dan surat izin toko obat hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik pada toko obat yaitu terjadi pemindahan lokasi toko obat dan terjadi perpanjangan izin toko obat.
Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.
c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Permohonan izin UMOT oleh pemohon diajukan kepada Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Suku Dinas Kesehatan
menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Suku Dinas Kesehatan menyetujui, menunda atau menolak permohonan untuk izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat, dengan menggunakan Formulir 20a, Formulir 20b, atau Formulir 20c. Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi persyaratan. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, tidak dilakukan pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan produksi kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 21.
Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan. UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan nama, alamat, tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab, kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan.
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan, melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran, memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) wajib melapor dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan.Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi
atau sintetik yang berkhasiat obat, obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, obat tradisioanal dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).
d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
Perizinan CPAK dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan. Perubahan non fisik meliputi; terjadi pergantian pemilik sarana CPAK (baik meninggal dunia maupun lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan CPAK, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan lokasi, terjadi karena surat izin sara kesehatan CPAK hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi; terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK dan/atau terjadi perluasan sarana kesehatan CPAK. Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi
e. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan. Pengajuan permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahan, daging, ikan, unggas yang hasil olahannya memerlukan proses dan atau penyimpanan beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam kemasan, pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh : SL, coklat bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung), dan pangan lain yang ditetapkan oleh BPOM. Untuk mendapatkan SPP-IRT, pemohon harus telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan memenuhi pemeriksaan sarana produksi oleh Suku Dinas Kesehatan.
Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama
oleh beberapa Suku Dinas Kesehatan. Materi penyuluhan keamanan pangan yang diberikan, meliputi berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan; higienitas dan sanitasi sarana dan perusahaan pangan industri rumah tangga; Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB); peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pangan industri rumah tangga, misalnya pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah tangga, pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk etika bisnis.
Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
Sertifikasi produk pangan yang diterbitkan ada 2 jenis yakni sertifikasi penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan. Sertifikasi penyuluhan keamanan pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua PIRT harus mempunyai minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Apabila PIRT tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Sertifikasi produksi pangan diberikan pada IRT yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan produk IRT. IRT berlaku untuk selamanya selama IRT tersebut masih tetap beroperasi. Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT yang selambat-lambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur memiliki tugas dan fungsi dalam
pembinaan dan pengembangan, termasuk pengawasan dan pengendalian hal yang berkaitan dengan kesehatan, baik di masyarakat maupun lingkungan. 2. Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
membawahi 3 (tiga) koordinator; Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman, Koordinator Tenaga Kesehatan, dan Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan.
3. Tiga Koodinator di Seksi Sumber Daya Kesehatan menjalankan proses perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap tenaga kesehatan, sarana pelayanan farmasi, dan standarisasi mutu sesuai dengan aturan/standar yang berlaku.
5.2 Saran
1. Setiap personel berusaha meningkatkan kinerjanya pada setiap pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, dan sesuai dengan tingkat pendidikan/kompetensinya.
2. Peningkatan kompetensi personel dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga hal pokok yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
3. Melakukan sosialisasi kembali sistem pelaporan terbaru secara online yaitu dengan SIPNAP agar penanggung jawab di Puskesmas masing-masing Kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memahami alur pelaporan dan juga penanganan jika terjadi kendala dalam memasukkan data.
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor1332 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1202 Tahun 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 Tahun 2007 tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Data Dasar Puskesmas
Kondisi Desember Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2002). Keputusan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2008). Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2008.(2008).
Organisasi Perangkat Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (1999). Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.(2012). Quality Manual Suku Dinas
PELAYANAN KEFARMASIAN
DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN DUREN SAWIT
JL. H. DOGOL NO. 15 A JAKARTA TIMUR
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEWI SANTY LOPA, S. Farm.
1206329493
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ... 3 2.2. Profil Puskesmas Kecamatan Duren Sawit ... 5 2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas ... 10 2.4 Pengelolaan Obat di Puskesmas ... 11 2.5 Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas ... 21 2.6 Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas ... 25
BAB 3. METODE PENGKAJIAN ... 34
3.1 Waktu dan Lokasi ... 34 3.2 Metode Pengumpulan Data ... 34 3.3 Cara Kerja ... 34
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di PKDS Jaktim ... 35 4.2 Pengelolaan Obat di PKDS Jaktim ... 35 4.3 Pelayanan Informasi Obat di PKDS Jaktim ... .... 40 4.4 Penggunaan Obat Rasional di PKDS Jaktim ... 41